Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
زَيَّنَّا
Kami menghiasi
ٱلسَّمَآءَ
langit
ٱلدُّنۡيَا
dunia/yang dekat
بِمَصَٰبِيحَ
dengan bintang-bintang
وَجَعَلۡنَٰهَا
dan Kami menjadikannya
رُجُومٗا
pelempar
لِّلشَّيَٰطِينِۖ
terhadap syaitan-syaitan
وَأَعۡتَدۡنَا
dan Kami sediakan
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابَ
azab/siksa
ٱلسَّعِيرِ
neraka yang menyala-nyala
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
زَيَّنَّا
Kami menghiasi
ٱلسَّمَآءَ
langit
ٱلدُّنۡيَا
dunia/yang dekat
بِمَصَٰبِيحَ
dengan bintang-bintang
وَجَعَلۡنَٰهَا
dan Kami menjadikannya
رُجُومٗا
pelempar
لِّلشَّيَٰطِينِۖ
terhadap syaitan-syaitan
وَأَعۡتَدۡنَا
dan Kami sediakan
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابَ
azab/siksa
ٱلسَّعِيرِ
neraka yang menyala-nyala
Terjemahan

Sungguh, Kami benar-benar telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang, menjadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar terhadap setan, dan menyediakan bagi mereka (setan-setan itu) azab (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala).
Tafsir

(Dan sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat) yang dekat dengan bumi (dengan lampu-lampu) dengan bintang-bintang (dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar) alat untuk melempar dan merajam (setan-setan) bilamana mereka mencuri pembicaraan para malaikat dengan telinga mereka; umpamanya terpisah batu meteor dari bintang-bintang itu yang bentuknya bagaikan segumpal api, lalu mengejar setan dan membunuhnya atau membuatnya cacat. Pengertian ini bukan berarti bahwa bintang-bintang itu lenyap dari tempatnya (dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala) yang besar apinya.
Tafsir Surat Al-Mulk: 1-5
Mahasuci Allah Yang menguasai segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. Allah subhanahu wa ta’ala mengagungkan diri-Nya Yang Mahamulia dan memberitahukan bahwa di tangan kekuasaan-Nyalah semua kerajaan. Yakni Dialah Yang Mengatur semua makhluk menurut apa yang dikehendaki-Nya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan tiada yang menanya tentang apa yang diperbuat-Nya karena keperkasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan keadilan-Nya.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk: 1) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat berikutnya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Sebagian ulama menyimpulkan dari makna ayat ini bahwa maut itu adalah hal yang konkret, karena ia adalah makhluk (yang diciptakan). Makna ayat ialah bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya, seperti apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu. (Al-Baqarah: 28) Keadaan yang pertama dinamakan mati, yaitu al-'adam (ketiadaan), dan pertumbuhan ini dinamakan hidup.
Karena itulah dalam firman berikutnya di sebutkan: kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali. (Al-Baqarah: 28) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Khulaid, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan menjadikan dunia negeri kehidupan, lalu negeri kematian. Dan Dia menjadikan akhirat sebagai negeri pembalasan, lalu negeri kekekalan.
Ma'mar telah meriwayatkan hadits ini dari Qatadah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk: 2) Yakni yang terbaik amalnya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2) Yaitu Mahaperkasa lagi Mahabesar dan Mahakokoh Zat-Nya, selain itu Dia Maha Pengampun bagi orang yang bertobat dan kembali ke jalan-Nya sesudah berbuat durhaka terhadap-Nya dan menentang perintah-Nya.
Sekalipun Dia Mahaperkasa, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Pemaaf, dan Maha Penyantun. Selanjutnya disebutkan: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. (Al-Mulk: 3) Maksudnya, bertingkat-tingkat. Tetapi apakah satu sama lainnya berhubungan langsung, yakni satu sama lainnya berlapis-lapis, tanpa pemisah atau ada pemisah di antara masing-masing lapisnya? Ada dua pendapat mengenainya, yang paling shahih adalah pendapat yang kedua, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh hadits Isra dan hadits lainnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (Al-Mulk: 3) Yakni bahkan rapi sempurna, tiada perbedaan, tiada kontradiksi, tiada kekurangan, tiada kelemahan, dan tiada cela. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Artinya, pandanglah langit dan lihatlah baik-baik, apakah engkau melihat padanya suatu cela atau kekurangan atau kelemahan atau keretakan? Ibnu Abbas, Mujahid, Adh-Dhahhak, Ats-Tsauri, dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Misalnya, retak-retak pada langit.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Yakni lubang-lubang. Ibnu Abbas dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa makna futur ialah celah-celah yang menganga. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Wahai Bani Adam, apakah kamu melihat adanya cela? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian pandanglah sekali lagi. (Al-Mulk: 4) Menurut Qatadah, yang dimaksud dengan karratain ialah dua kali, yakni sekali lagi dengan baik-baik.
niscaya pengelihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan terhina. Menurut Mujahid dan Qatadah, artinya dalam keadaan merasa kecil. dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa maknanya ialah kelelahan. Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi mengatakan bahwa al-hasir artinya terputus karena kepayahan. Makna ayat ialah bahwa sekiranya engkau ulangi pandanganmu berapa kali pun banyaknya, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan: payah. (Al-Mulk: 4) karena tidak menemukan suatu cela atau suatu cacat pun padanya.
dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Yakni lemah dan terputus karena kelelahan, sebab terlalu banyak bolak-balik, tetapi tidak melihat adanya suatu kekurangan atau cela pun. Setelah menafikan kekurangan dalam penciptaan langit, lalu dijelaskan kesempurnaannya dan perhiasan yang menambah indahnya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (Al-Mulk: 5) Yaitu bintang-bintang yang menghiasi langit, baik yang beredar maupun yang tetap. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan. (Al-Mulk: 5) Damir yang terdapat di dalam lafal waja'alnaha kembali kepada jenis dari al-masabih, bukan kepada bentuknya.
Karena sesungguhnya bintang-bintang yang ada di langit tidaklah digunakan untuk melempari setan-setan, melainkan yang dipakai ialah nyala api yang lebih kecil daripada bintang-bintang itu sendiri, atau barangkali nyala api itu bersumber darinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Al-Mulk: 5) Artinya, Kami jadikan kehinaan itu untuk setan-setan di dunia, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala di negeri akhirat.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka, setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10) Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang ini diciptakan untuk tiga hal, yaitu Allah menciptakannya untuk perhiasan bagi langit, dan sebagai pelempar setan, serta sebagai tanda-tanda untuk dijadikan petunjuk arah.
Maka barang siapa yang mempunyai takwilan lain selain dari yang telah disebutkan, berarti dia mengemukakan pendapatnya sendiri, memasuki bagian yang bukan bagiannya, keliru dalam berpendapat, serta memaksakan dirinya terhadap apa yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Bukti kuasa Allah itu bukan hanya pada kesempurnaan penciptaan langit dan bumi. Dan Kami bersumpah bahwa sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, yaitu yang dekat dengan bumi sehingga dapat dilihat dengan pandangan mata secara langsung. Kami menghiasinya dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar setan dari golongan jin, dan Kami sediakan bagi mereka di akhirat nanti, azab neraka yang menyala-nyala. 6. Telah menjadi ketetapan Allah bahwa setiap orang yang menyekutu-kan dan mengingkari Allah, serta mendustakan para rasul akan dimasukkan ke dalam neraka di akhirat kelak. Inilah yang ditegaskan pada ayat ini. Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahanam. Itulah tempat kediaman mereka. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Setelah menyatakan bahwa tidak terdapat kekurangan sedikit pun dalam ciptaan-Nya, Allah menegaskan bahwa Dialah Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dengan mengatakan bahwa Dia telah menghias langit yang terdekat ke bumi dengan matahari yang bercahaya terang pada siang hari, bulan dan bintang-bintang yang bersinar pada malam hari, yang dapat dilihat oleh manusia setiap datangnya siang dan malam. Langit yang berhiaskan matahari, bulan, dan bintang-bintang yang bersinar itu terlihat oleh manusia seakan-akan rumah yang berhiaskan lampu-lampu yang gemerlapan di malam hari, sehingga menyenangkan hati orang yang memandangnya.
Perumpamaan yang dikemukakan ayat di atas merupakan perumpamaan yang indah dan langsung mengenai sasarannya. Yaitu bahwa alam semesta ini diumpamakan seperti rumah. Rumah merupakan tempat tinggal manusia, tempat mereka berlindung dari terik matahari dan tempat berteduh di waktu hujan, tempat mereka bersenang-senang dan beristirahat, tempat mereka membesarkan anak-anak mereka, dan sebagainya. Demikianlah alam ini diciptakan Allah untuk kepentingan manusia seluruhnya.
Bintang-bintang itu di samping menghiasi langit, juga dapat menimbulkan nyala api yang dapat digunakan untuk melempari setan terkutuk yang mencuri dengar pembicaraan penduduk langit.
Sebagian ulama ada yang menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan bintang-bintang sebagai hiasan dunia dan untuk menimbulkan rezeki bagi manusia, yaitu dengan adanya siang dan malam dengan segala macam manfaatnya yang dapat diperoleh darinya. Rezeki yang diperoleh manusia karena adanya siang dan malam itu, ada yang menjadi sebab timbulnya kebaikan dan ada pula yang menjadi sebab timbulnya kejahatan yang dapat mengobarkan nafsu jahat.
Qatadah mengatakan bahwa Allah menciptakan bintang-bintang itu dengan tiga tujuan, yaitu: pertama, untuk hiasan langit; kedua, untuk melempar setan; dan ketiga, untuk menjadi petunjuk arah dan alamat bagi para musafir yang sedang dalam perjalanan, baik di darat, laut, maupun di ruang angkasa yang sangat luas ini. Barangkali Qatadah menerangkan di antara tujuan Allah menciptakan bintang-bintang sejauh yang ia ketahui, karena masih banyak tujuan yang lain, baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui oleh manusia. Allah Mahaluas ilmu-Nya lagi Mahabijaksana.
Demikianlah Allah menciptakan bintang-bintang yang menghiasi alam raya yang tidak terhitung banyaknya. Semua itu dapat dimanfaatkan manusia sesuai dengan keinginan yang hendak dicapainya. Jika keinginan yang hendak dicapai itu adalah keinginan yang sesuai dengan keridaan Allah, tentu Allah akan melapangkan jalan bagi tercapainya keinginan itu dan memberinya pahala yang berlipat-ganda. Sebaliknya jika keinginan yang hendak dicapai itu adalah keinginan yang berlawanan dengan keridaan Allah, maka bagi mereka disediakan azab yang pedih.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEINDAHAN LANGIT
Ayat 5
“Dan sesungguhnya telah Kami hiasi langit dunia dengan pelita-pelita."
Inilah sesuatu perumpamaan yang indah sekali. Allah menyatakan bahwa langit dunia itu, yaitu langit yang terdekat kepada kita diperhiasi dengan pelita-pelita. Yang dimaksud dan disebut pelita-pelita itu ialah bintang-bintang yang bertaburan di halaman langit itu. Dia katakan perhiasan bagi langit. Dia adalah amat indah dipandang mata. Selain dari bintang-bintang yang diumpamakan laksana pelita itu, yang sangat indah bilamana bulan sedang tidak kelihatan, Allah menyatakan lagi gunanya yang lain, yang kita sendiri tidak mengetahui kalau bukan Allah yang menerangkannya. Yaitu sambungan firman Allah, “Dan Kami jadikan dianya"—yaitu bintang-bintang yang indah laksana pelita-pelita perhiasan langit itu—“Alat pelempar setan."—Maka meskipun bintang-bintang adalah menjadi perhiasan langit laksana pelita-pelita yang berkelap-kelip, namun sekaligus bintang-bintang itu pun menjadi pelempar atau pemanah setan.
Qatadah berkata, “Bintang-bintang dijadikan Allah untuk tiga saja, yaitu untuk hiasan langit, untuk pemanah setan dan untuk pemberi petunjuk dalam perjalanan. Kalau ada orang menambah lagi dengan yang lain, orang itu adalah membuat ilmu yang dipaksakan saja."
“Dan Kami sediakan bagi mereka adzab siksaan yang menyala."
Artinya bukanlah semata-mata kena panah dan cirit bintang atau meteor itu saja adzab siksaan yang akan diderita oleh setan pengganggu manusia itu. Bahkan akan dilanjutkan lagi dengan adzab siksaan neraka yang bernyala di akhirat kelak.
Ayat 6
“Dan bagi orang-orang yang tidak mau percaya kepada Tuhan mereka, adalah adzab Jahannam."
Orang yang tidak mau percaya kepada Allah, yang mempunyai ketentuan jalan lurus yang mesti ditempuh manusia agar selamat hidupnya di dunia dan di akhirat, yang disebut dengan lebih jelas orang yang kafir, keadaan mereka disamakan dengan setan. Sebab, mereka menjadi kafir karena perdayaan setan. Sebab itu keadaan mereka di pangkal ayat 6, disetalikan dengan ujung ayat 5 tentang setan yang akan dimasukkan ke api neraka yang menyala. Bagaimanapun dia berjalan di dalam hidup ini dengan hanya berpedoman kepada hawa nafsu dan perdayaan setan, pasti akhir kelaknya akan terjerumus juga ke dalam lembah kehancuran. Kekusutan pikiran itu akan dirasakannya sejak di dunia ini. Apatah lagi di akhirat! Nyatalah adzab siksaan yang akan dideritanya.
“Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
Sebab jalan buruk itu telah ditempuhnya sejak semula! Di sanalah kelak dia akan menderita adzab yang lebih sengsara, lebih seram dari yang diderita jiwanya di kala hidup. Karena kesempatan untuk memperbaiki langkah sudah tidak ada lagi.
Ayat 7
“Apabila mereka ditempatkan ke dalamnya akan mereka dengan suara gemuruh."
Suara gemuruh ialah suara api neraka itu sendiri. Menurut tafsir dari Ibnu Jarir bahwa suara gemuruh itu ialah dari bunyi pekik orang yang sedang menderita adzab di dalamnya.
“Sedang dianya menggelegak."
Maka, digambarkan di sini bahwa neraka itu menggelegak, laksana gelegak air yang sedang dimasak atau minyak yang sedang menggoreng sesuatu. Sufyan Tsauri mengatakan bahwa manusia dalam neraka yang sedang menggelegak itu dibanting ke sana kemari, dibalik, diumban, dilempar ke kiri dan ke kanan. Alangkah dahsyatnya penderitaan itu setelah kita ketahui bahwa manusia yang tengah diadzab itu tidak mati! Padahal di dunia ini jika sesuatu siksaan tidak tertahankan lagi, selesailah dia apabila nyawa telah bercerai dengan badan.
Ayat 8
“Hampir-hampir dia melimpah-limpah dari sangat marah."
Ini adalah menyifatkan neraka Jahannam itu sendiri di dalam dia melakukan siksaan kepada manusia yang tidak mau percaya kepada Tuhannya itu: disiksanya manusia sampai memekik-mekik dan menggelegak dia seakan-akan air direbus atau minyak digoreng. Gambarkanlah betapa dahsyatnya kalau diingat betapa luasnya neraka itu sendiri, yang disiksa di dalamnya manusia yang durhaka sejak dunia terkembang sampai hari Kiamat kelak. Kadang-kadang naik murka dan marahnya sehingga seakan-akan hendak melimbak ke luar, laksana air mengganah atau banjir yang diiringi dengan taufan.
“Setiap ditempatkan ke dalamnya suatu rombongan, akan bertanyalah kepada mereka penjaga-penjaga neraka itu, “Apakah tidak pernah datang kepada kamu orang yang memberi peringatan?"
Bertanyalah malaikat-malaikat penjaga itu, mengapa sampai kemari kalian dibuang? Mengapa siksaan sehebat ini yang akan kalian terima? Apakah tidak pernah datang kepada kalian nabi atau rasul yang memberi peringatan akan bahaya yang sekarang tengah kalian hadapi ini? Karena tidaklah mungkin kalian akan sampai menderita adzab sebesar ini kalau pemberi peringatan itu datang kepada kalian. Allah tidaklah akan demikian saja mendatangkan adzab dan siksaan-Nya kalau Allah belum mengutus terlebih dahulu utusan-utusan yang akan memberi peringatan.
Mereka menjawab,
Ayat 9
“Sebenarnya ada! Sesungguhnya telah datang kepada kami pemberi peringatan itu!"
Segala sesuatu telah diberinya ingat kepada kami. Jalan lurus yang harus ditempuh agar kami selamat. Jalan buruk yang mesti kami hindari supaya kami jangan mendapat celaka. Yang halal diberi tahu, yang haram pun diberi tahu juga. Yang manfaat yang mudharat, sampai kepada yang sekecil-kecilnya, sampai pun kepada akibat buruk, tentang siksaan yang akan kami derita kalau ketentuan Allah kami langgar. “Lalu kami dustakan." Kami tidak mau percaya. Kami tidak mau menerima, bahkan kami bohongkan segala nasihat yang diberikan-Nya — ‘Dan kami katakan, “Tidak sebuah jua pun yang diturunkan oleh Allah," Artinya, kami tidak percaya bahwa Allah ada menurunkan wahyu kepada apa yang disebut nabi, atau apa yang disebut rasul atau pemberi ingat itu. Malahan mereka lebih berani lagi, sampai mereka berkata kepada pemberi ingat itu.
“Tidak lain kamu ini hanyalah orang yang dalam kesesalan yang nyata."
Artinya, bukan saja nabi dan rasul pemberi ingat itu mereka dustakan, bahkan lebih dari itu, mereka tuduh lagi orang yang dalam kesesatan yang nyata. Karena mereka merasa bahwa merekalah yang benar dan nabi itu salah! Mereka yang menempuh jalan lurus, sedang rasul itu adalah menempuh jalan yang bengkok, sebab mengubah sama sekali apa yang diterima dari nenek moyang.
Itulah pengakuan mereka terus terang tentang sikap mereka kepada nabi dan rasul yang teiah memberi peringatan kepada mereka tentang jalan yang benar, yang mereka tolak mentah-mentah. Kemudian setelah mereka dilemparkan ke dalam neraka itu, barulah mereka menyesal dan mengakui pula terus terang.
Ayat 10
“Dan mereka berkata, Jika kami dahulunya mendengar."
Artinya, jika apa yang dikatakan oleh pemberi ingat itu dengan baik kepada kami, kami dengarkan baik-baik dan tidak kami tolak begitu saja, “Atau kami mempergunakan akal." Artinya, kami pertimbangkan dengan akal yang waras, tidak menolak, dengan hawa nafsu saja,
“Tidaklah kami akan menjadi penghuni-penghuni neraka yang menyala."
Sekarang apa lagi yang mesti dikatakan! Ibarat nasi sudah menjadi bubur!
Ayat 11
“Maka mengakuilah mereka akan dosa mereka."
Dan pengakuan bahwa kalau sekiranya masa dahulu, masa hidup di dunia itu mereka pergunakanlah pendengaran mereka dengan baik buat menampung perkataan Nabi, atau mereka pergunakanlah akal budi yang dianugerahkan Allah untuk mempertimbangkan di antara buruk dengan baik, niscaya mereka tidak akan masuk dalam neraka Jahannam. Dengan perkataan demikian saja mereka sudah jelas mengaku. Bagaimana tidak akan mengaku, padahal adzab siksaan sudah berdiri di hadapan mata, tidak dapat dielakkan lagi. Pengakuan ini dilanjutkan lagi. Diakui terus terang bahwa diri mereka memang telah berdosa, dosa yang paling besar. Yaitu kafir, menolak, mendusta dan tidak mau percaya kepada Allah atau kepada perintah dan larangannya. Dosa yang sangat berat!
Di sini terdapat dosa sangat besar, yang mempunyai sudut-sudut yang berbahaya. Dosa paling besar ialah bahwa tidak percaya bahwa Allah ada. Sudut yang lain ialah percaya akan Allah ada, tetapi tidak percaya akan suruhan dan larangan-Nya, atau tidak percaya kepada Rasul yang Dia utus. Semuanya tergabung dalam satu kalimat, yaitu kalimat kafir! Tetapi apalah gunanya lagi mengaku berdosa di tempat menjalani hukuman atas kesalahan yang telah nyata dan kemudian setelah siksaan itu di hadapan mata sendiri lalu mengaku berdosa? Ujung ayat adalah tepat sekali.
“Maka celakalah bagi penghuni-penghuni neraka itu."
Di ujung ayat ini terdapat kalimat “suhqan" kita artikan injak-injakkan, atau diinjak-injak, ditindas sampai hina bagi ahli neraka. Karena itulah adzab yang wajar yang mesti diterimanya karena besar kesalahan dan dosanya.