Ayat

Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
menciptakan
سَبۡعَ
tujuh
سَمَٰوَٰتٖ
langit
طِبَاقٗاۖ
berlapis-lapis
مَّا
tidak
تَرَىٰ
kamu lihat
فِي
dalam/pada
خَلۡقِ
penciptaan
ٱلرَّحۡمَٰنِ
Yang Maha Pengasih
مِن
dari
تَفَٰوُتٖۖ
tidak seimbang
فَٱرۡجِعِ
maka kembalilah
ٱلۡبَصَرَ
pandangan
هَلۡ
apakah
تَرَىٰ
kamu melihat
مِن
dari
فُطُورٖ
teratur/seimbang
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
menciptakan
سَبۡعَ
tujuh
سَمَٰوَٰتٖ
langit
طِبَاقٗاۖ
berlapis-lapis
مَّا
tidak
تَرَىٰ
kamu lihat
فِي
dalam/pada
خَلۡقِ
penciptaan
ٱلرَّحۡمَٰنِ
Yang Maha Pengasih
مِن
dari
تَفَٰوُتٖۖ
tidak seimbang
فَٱرۡجِعِ
maka kembalilah
ٱلۡبَصَرَ
pandangan
هَلۡ
apakah
تَرَىٰ
kamu melihat
مِن
dari
فُطُورٖ
teratur/seimbang
Terjemahan

(Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih ketidakseimbangan sedikit pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat suatu cela?
Tafsir

(Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis) yakni sebagian di antaranya berada di atas sebagian yang lain tanpa bersentuhan. (Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah) pada tujuh langit yang berlapis-lapis itu atau pada makhluk yang lain (sesuatu yang tidak seimbang) yang berbeda dan tidak seimbang. (Maka lihatlah berulang-ulang) artinya lihatlah kembali ke langit (adakah kamu lihat) padanya (keretakan?) maksudnya retak dan berbelah-belah.
Tafsir Surat Al-Mulk: 1-5
Mahasuci Allah Yang menguasai segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. Allah subhanahu wa ta’ala mengagungkan diri-Nya Yang Mahamulia dan memberitahukan bahwa di tangan kekuasaan-Nyalah semua kerajaan. Yakni Dialah Yang Mengatur semua makhluk menurut apa yang dikehendaki-Nya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan tiada yang menanya tentang apa yang diperbuat-Nya karena keperkasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan keadilan-Nya.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk: 1) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat berikutnya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Sebagian ulama menyimpulkan dari makna ayat ini bahwa maut itu adalah hal yang konkret, karena ia adalah makhluk (yang diciptakan). Makna ayat ialah bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya, seperti apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu. (Al-Baqarah: 28) Keadaan yang pertama dinamakan mati, yaitu al-'adam (ketiadaan), dan pertumbuhan ini dinamakan hidup.
Karena itulah dalam firman berikutnya di sebutkan: kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali. (Al-Baqarah: 28) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Khulaid, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan menjadikan dunia negeri kehidupan, lalu negeri kematian. Dan Dia menjadikan akhirat sebagai negeri pembalasan, lalu negeri kekekalan.
Ma'mar telah meriwayatkan hadits ini dari Qatadah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk: 2) Yakni yang terbaik amalnya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2) Yaitu Mahaperkasa lagi Mahabesar dan Mahakokoh Zat-Nya, selain itu Dia Maha Pengampun bagi orang yang bertobat dan kembali ke jalan-Nya sesudah berbuat durhaka terhadap-Nya dan menentang perintah-Nya.
Sekalipun Dia Mahaperkasa, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Pemaaf, dan Maha Penyantun. Selanjutnya disebutkan: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. (Al-Mulk: 3) Maksudnya, bertingkat-tingkat. Tetapi apakah satu sama lainnya berhubungan langsung, yakni satu sama lainnya berlapis-lapis, tanpa pemisah atau ada pemisah di antara masing-masing lapisnya? Ada dua pendapat mengenainya, yang paling shahih adalah pendapat yang kedua, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh hadits Isra dan hadits lainnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (Al-Mulk: 3) Yakni bahkan rapi sempurna, tiada perbedaan, tiada kontradiksi, tiada kekurangan, tiada kelemahan, dan tiada cela. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Artinya, pandanglah langit dan lihatlah baik-baik, apakah engkau melihat padanya suatu cela atau kekurangan atau kelemahan atau keretakan? Ibnu Abbas, Mujahid, Adh-Dhahhak, Ats-Tsauri, dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Misalnya, retak-retak pada langit.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Yakni lubang-lubang. Ibnu Abbas dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa makna futur ialah celah-celah yang menganga. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Wahai Bani Adam, apakah kamu melihat adanya cela? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian pandanglah sekali lagi. (Al-Mulk: 4) Menurut Qatadah, yang dimaksud dengan karratain ialah dua kali, yakni sekali lagi dengan baik-baik.
niscaya pengelihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan terhina. Menurut Mujahid dan Qatadah, artinya dalam keadaan merasa kecil. dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa maknanya ialah kelelahan. Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi mengatakan bahwa al-hasir artinya terputus karena kepayahan. Makna ayat ialah bahwa sekiranya engkau ulangi pandanganmu berapa kali pun banyaknya, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan: payah. (Al-Mulk: 4) karena tidak menemukan suatu cela atau suatu cacat pun padanya.
dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Yakni lemah dan terputus karena kelelahan, sebab terlalu banyak bolak-balik, tetapi tidak melihat adanya suatu kekurangan atau cela pun. Setelah menafikan kekurangan dalam penciptaan langit, lalu dijelaskan kesempurnaannya dan perhiasan yang menambah indahnya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (Al-Mulk: 5) Yaitu bintang-bintang yang menghiasi langit, baik yang beredar maupun yang tetap. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan. (Al-Mulk: 5) Damir yang terdapat di dalam lafal waja'alnaha kembali kepada jenis dari al-masabih, bukan kepada bentuknya.
Karena sesungguhnya bintang-bintang yang ada di langit tidaklah digunakan untuk melempari setan-setan, melainkan yang dipakai ialah nyala api yang lebih kecil daripada bintang-bintang itu sendiri, atau barangkali nyala api itu bersumber darinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Al-Mulk: 5) Artinya, Kami jadikan kehinaan itu untuk setan-setan di dunia, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala di negeri akhirat.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka, setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10) Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang ini diciptakan untuk tiga hal, yaitu Allah menciptakannya untuk perhiasan bagi langit, dan sebagai pelempar setan, serta sebagai tanda-tanda untuk dijadikan petunjuk arah.
Maka barang siapa yang mempunyai takwilan lain selain dari yang telah disebutkan, berarti dia mengemukakan pendapatnya sendiri, memasuki bagian yang bukan bagiannya, keliru dalam berpendapat, serta memaksakan dirinya terhadap apa yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
3-4. Kuasa Allah menciptakan hidup dan mati dikaitkan dengan kuasa-Nya menciptakan alam raya. Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis sangat serasi dan harmonis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang aib atau tidak sempurna, pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih Tuhan yang rahmat-Nya mencakup seluruh wujud, baik pada ciptaan-Nya yang kecil maupun yang besar. Maka lihatlah sekali lagi dan berulang-ulang disertai dengan berpikir yang keras, maka adakah kamu lihat atau menemukan padanya sesuatu yang cacat atau retak' Kemudian setelah sekian lama kamu serius memperhatikannya, maka ulangi pandanganmu sekali lagi dan sekali lagi yaitu berkali-kali, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan kecewa karena tanpa menemukan cacat yang kamu usahakan untuk menemukannya, dan ia, pandanganmu, dalam keadaan letih dan ada batasnya. 3-4. Kuasa Allah menciptakan hidup dan mati dikaitkan dengan kuasa-Nya menciptakan alam raya. Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis sangat serasi dan harmonis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang aib atau tidak sempurna, pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih Tuhan yang rahmat-Nya mencakup seluruh wujud, baik pada ciptaan-Nya yang kecil maupun yang besar. Maka lihatlah sekali lagi dan berulang-ulang disertai dengan berpikir yang keras, maka adakah kamu lihat atau menemukan padanya sesuatu yang cacat atau retak' Kemudian setelah sekian lama kamu serius memperhatikannya, maka ulangi pandanganmu sekali lagi dan sekali lagi yaitu berkali-kali, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan kecewa karena tanpa menemukan cacat yang kamu usahakan untuk menemukannya, dan ia, pandanganmu, dalam keadaan letih dan ada batasnya.
Allah menerangkan bahwa Dialah yang menciptakan seluruh langit secara bertingkat di alam semesta. Tiap-tiap benda alam itu seakan-akan terapung kokoh di tengah-tengah jagat raya, tanpa ada tiang-tiang yang menyangga dan tanpa ada tali-temali yang mengikatnya. Tiap-tiap langit itu menempati ruangan yang telah ditentukan baginya di tengah-tengah jagat raya dan masing-masing lapisan itu terdiri atas begitu banyak planet yang tidak terhitung jumlahnya. Tiap-tiap planet berjalan mengikuti garis edar yang telah ditentukan baginya. Allah berfirman:
Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman/31: 10)
Semua benda langit beserta bintang-bintang yang terdapat di dalamnya tunduk dan patuh mengikuti ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah baginya. Semuanya tetap seperti itu sampai pada waktu yang ditentukan baginya. Allah berfirman:
Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu. (ar-Ra'd/13: 2)
Menurut ilmu Astronomi, di jagat raya yang luasnya tiada terhingga itu, terdapat galaksi-galaksi atau gugusan-gugusan bintang yang di dalamnya terdapat miliaran bintang yang tiada terhitung jumlahnya. Bintang-bintang yang berada di dalam setiap galaksi itu ada yang kecil seperti bumi dan ada pula yang besar seperti matahari, dan bahkan banyak yang lebih besar lagi. Setiap galaksi mempunyai sistem yang teratur rapi, yang tidak terlepas dari sistem ruang angkasa seluruhnya. Adanya daya tarik-menarik yang terdapat pada setiap planet, menyebabkan planet-planet itu tidak jatuh dan tidak berbenturan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ia tetap terapung dan beredar pada garis edarnya masing-masing di angkasa.
Bila dihubungkan pengertian ayat tersebut dengan yang dijelaskan ilmu Astronomi, maka yang dimaksud dengan tingkat-tingkat langit yang banyak itu ialah galaksi-galaksi. Sedang angka tujuh dalam bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jumlahnya banyak. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan tingkat langit yang tujuh itu adalah galaksi-galaksi yang banyak terdapat di langit. Sementara itu, ada pula ahli tafsir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "tujuh lapisan langit" ialah tujuh bintang yang berada di sekitar matahari, dan ada pula ahli tafsir yang tidak mau menafsirkannya. Mereka menyerahkannya kepada Allah karena hal itu ada pada pengetahuan-Nya yang belum diketahui dengan pasti oleh manusia.
Demikianlah gambaran umum keadaan sistem galaksi-galaksi. Mengenai keadaan setiap planet yang tidak terhitung banyaknya itu, seperti bagaimana sifat dan tabiatnya, apa yang terkandung di dalamnya, bagaimana bentuknya secara terperinci, dan sebagainya masih sangat sedikit yang diketahui manusia. Hal itu pun hanya sekelumit kecil dari pengetahuan tentang galaksi itu.
Seperti mengenai penciptaan "langit" yang tujuh lapis terdapat pada beberapa ayat lainnya, seperti al-Baqarah/2: 29, al-An'am/6: 125, Nuh/71: 15, dan an-Naba'/78: 12. Menurut para saintis, kata langit dapat ditafsirkan sebagai langit bumi yang berupa atmosfer atau langit alam semesta. Apabila langit bumi, ternyata bahwa atmosfer dibagi dalam tujuh lapisan. Dan masing-masing lapisan mempunyai tugas dan fungsi melindungi bumi.
Pembagian atmosfer menjadi tujuh lapis didasarkan pada perbedaan kandungan kimia dan suhu udara. Ketujuh lapisan tersebut dinamakan: Troposfer, Stratosfer, lapisan-lapisan Mesosfer, Thermosfer, Exosfer, Ionosfer, dan Magnetosfer. Dalam Surah Fussilat/41 ayat 11-12 dinyatakan bahwa tiap lapis langit mempunyai urusannya sendiri-sendiri. Hal ini dikonfirmasi ilmu pengetahuan, misal ada lapisan yang bertugas untuk membuat hujan, mencegah kerusakan akibat radiasi, memantulkan gelombang radio, sampai dengan lapisan yang mencegah agar meteor tidak merusak bumi.
Akan tetapi, dengan adanya ayat 5 pada surah yang sama (al-Mulk/67: 5), tampaknya yang dimaksudkan dengan langit bukanlah langit atmosfer, melainkan langit semesta. Bunyi ayat tersebut demikian:
Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala. (al-Mulk/67: 5)
Dinyatakan secara jelas bahwa pada "langit yang dekat" (mungkin dapat ditafsirkan sebagai lapis langit pertama) dihiasi oleh bintang-bintang. Kata yang digunakan bukan bintang (bentuk tunggal yang dapat menunjuk pada matahari sebagai bintang dalam tata surya), akan tetapi bintang-bintang (bentuk jamak). Dengan demikian "langit yang dekat" adalah seluruh galaksi yang kita ketahui saat ini.
Apabila demikian halnya, apa yang dinyatakan dalam Al-Qur'an mengenai hal ini, sama sekali belum dapat dijangkau oleh temuan ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan itu, adalah suatu hal yang sangat sombong jika seorang manusia mengakui tahu segala sesuatu. Betapa pun luasnya pengetahuan seseorang, masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah. Apabila seseorang mengumpamakan dirinya sebagai bumi, kemudian melihat dirinya terletak di antara planet-planet yang banyak itu, tentu akan merasa bahwa dirinya sebenarnya tidak ada artinya jika dibandingkan dengan makhluk Allah yang beraneka ragam bentuk dan coraknya yang tiada terhitung jumlahnya.
Allah lalu memerintahkan manusia memandang dan memperhatikan langit dan bumi beserta isinya, serta mempelajari sifat-sifatnya. Misalnya, perhatikanlah matahari bersinar dan bulan bercahaya, sampai di mana manfaat dan faedah sinar dan cahaya itu bagi kehidupan seluruh makhluk yang ada. Perhatikanlah binatang ternak yang digembalakan di padang rumput, tumbuh-tumbuhan yang menghijau, gunung-gunung yang tinggi kokoh menjulang yang menyejukkan mata orang yang memandangnya; laut yang terhampar luas membiru; langit dan segala isinya. Semuanya tumbuh, berkembang, tetap dalam kelangsungan hidup dan wujudnya, serta berkesinambungan dan mempunyai sistem, hukum, dan peraturan yang sangat rapi. Sistem itu tidak terlepas dari sistem hukum dan peraturan yang lebih besar daripadanya yaitu yang berlaku pada seluruh alam yang fana ini. Cobalah pikirkan dan renungkan, apakah ada cacat atau cela pada makhluk yang diciptakan Allah, demikian juga pada sistem, hukum dan peraturan yang berlaku padanya? Mahabesar dan Maha Pencipta Allah, Tuhan seru sekalian alam, tiada suatu cacat atau cela pun terdapat pada makhluk yang diciptakan-Nya.
Kemudian seolah-olah Allah melanjutkan pertanyaan-Nya kepada manusia apakah mereka masih ragu tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya? Apakah manusia masih ragu tentang sistem, hukum, dan peraturan yang dibuat untuk makhluk-Nya, termasuk di dalamnya mereka sendiri? Jika masih ragu, manusia diperintahkan untuk memperhatikan, merenungkan, dan mempelajari kembali dengan sebenar-benarnya. Apakah mereka masih mendapatkan dalam ciptaan Allah itu sebagian yang tidak sempurna?
Dari pertanyaan yang dikemukakan ayat ini, dapat dipahami bahwa seakan-akan Allah menantang manusia, agar mencari (kalau ada) sedikit saja kekurangan dan ketidaksempurnaan pada ciptaan-Nya. Seandainya ada kekurangan, cacat, dan cela dalam ciptaan Allah, maka manusia pantas untuk mengingkari keesaan dan kekuasaan-Nya. Akan tetapi, mereka kagum dan mengakui kerapian ciptaan Allah itu, bahkan mereka mengakui kelemahan mereka. Jika demikian halnya, maka keingkaran mereka itu bukanlah ditimbulkan karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah, tetapi semata-mata karena kesombongan dan keangkuhan mereka semata.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-MULK
(KERAJAAN)
SURAH KE-67
30 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1-30)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
SELURUH KERAJAAN ADA DALAM TANGAN-NYA
Ayat 1
“Mahasuci Dia yang di dalam tangan-Nya sekalian kerajaan."
Segala kerajaan dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya, atau bagaimanapun manusia mempertahankannya bila telah dapat, tidaklah dianya sebenar-benar kerajaan dan tidaklah dianya sebenar-benar kekuasaan. Bagaimanapun seorang raja (presiden) memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian hanyalah pinjaman belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya terus.
Phanta Rei Semua berubah! Itulah peraturan yang berlaku dalam alam ini. Bila tiba waktunya, keadaan pun berkisar, yang di atas ke bawah, yang di bawah ke atas, yang telah tua gugur, yang muda datang menggantikan, buat kelak gugur pula. Tak ada yang tetap.
Naiknya seorang menjadi penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan! Setelah orang banyak mengakui, dengan angkatan tertentu, barulah dia berkuasa. Sedang Allah sebagai Mahakuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat. Meskipun misalnya berkumpul segala isi bumi untuk mendurhakai kekuasaan Allah, yang akan jatuh bukan Allah, melainkan yang memung-kiri kekuasaan Allah itu.
Itulah pula sebabnya maka mustahil Allah itu beranak. Sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan Mahakuasa untuk selama-lamanya. Allah tidak memerlukan wakil atau calon pengganti-Nya jadi Tuhan yang akan naik takhta kalau Dia mati! Amat Suci Allah dari yang demikian. Maka pemeluk-pemeluk agama yang mengatakan bahwa Allah itu beranak, membuka pintu bagi kelemahan Allah sehingga dia perlu dibantu oleh anaknya, atau Allah merasa diri-Nya akan mati, sebab itu Dia mengangkat anak yang akan menggantikannya kelak, dan selama Allah itu masih Mahakuasa, si anak menganggur saja tidak ada yang akan dikerjakan.
“Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan."
Oleh karena ketentuan Allah itu mengenai tiap-tiap sesuatu (kulli syai'in) dapatlah kita lihat itu pada teraturnya peredaran bumi di keliling matahari, yang pada pandangan sepintas lalu mataharilah yang mengelilingi bumi. Dapat dilihat pada pergantian musim, pergiliran letak bintang-bintang. Dapat kita lihat pada berbagai ragam buah-buahan dengan segala macam rasanya. Kadang-kadang kita merasakan perbedaan enak dan manis rasa mangga yang berbeda dengan manisnya rasa manggis, manisnya rasa rambutan yang berbeda dengan manisnya rasa buah apel, manisnya buah anggur yang berbeda dengan manisnya buah delima. Kadang perbedaan manis berbagai jenis mangga sesama mangga, atau pisang sesama pisang. Beribu tahun usia dunia tidaklah pernah berkacau atau bertukar ganti rasa masing-masingnya itu. Semuanya itu jelas menunjukkan bahwa masing-masingnya itu menuruti apa yang telah ditentukan oleh Allah.
Itulah makna dari sifat Allah yang disebut Qadir, yang biasa kadang-kadang diartikan Mahakuasa atau kita artikan yang menakdirkan segala sesuatu. Tetapi karena kurang kita renungkan, kerapkalilah kita salah memahamkan takdir, sehingga kadang-kadang kita lupa bahwa sifat Allah atau salah satu dari nama Allah yang disebut Qadir kita artikan saja bahwa Allah dapat berbuat sekehendaknya, dengan tidak mempunyai ketentuan, seakan-akan tidak mempunyai undang-undang yang disebut Sunnatullah. Padahal semuanya ada ketentuannya, yang satu bertali dan berhubungan dengan yang lain. Misalnya apabila air sungai mengalir dengan derasnya, itu adalah ketentuan adanya tekanan air (mineral). Lalu ada manusia menyeberang sungai itu; ketentuannya ialah bahwa dia pasti hanyut kalau tidak mempunyai persediaan kekuatan buat mengatasi derasnya aliran air itu, dan dia pasti sampai dengan selamat ke seberang asal dia tidak kehilangan akal, lalu diturutinya aliran air sambil melangkah atau berenang.
Ayat 2
“Dia yang menciptakan maut dan hayat."
Teranglah bahwa Allah-lah yang menciptakan mati dan hidup. Tetapi tentu timbullah pertanyaan. Mengapa di dalam ayat ini maut yang disebut terlebih dahulu, kemudian baru disebut hayat? Mengapa mati yang disebut terlebih dahulu, sesudah itu baru hidup? Padahal manusia hidup terlebih dahulu sebelum mati?
Kalau kita renungkan susunan ayat sejak dari ayat yang pertama terus kepada ayat kelima berturut-turut, nyatalah bahwa tujuannya ialah memberi peringatan kepada manusia bahwa hidup ini tidaklah berhenti sehingga di dunia ini saja. Ini adalah peringatan kepada manusia agar mereka insaf akan mati di samping dia terpesona oleh hidup. Banyak manusia yang lupa akan mati itu, bahkan takut menghadapi maut karena hatinya yang terikat kepada dunia.
Asal kita lahir ke dunia, sudahlah berarti bahwa kita telah pasti mati, sebab kita telah menempuh hidup, dan di antara waktu hidup dan mati itulah kita anak Adam menentukan nilai diri, sepanjang yang telah dijelaskan oleh lanjutan ayat “Karena Dia akan menguji kamu, manakah di antara kamu yang terlebih baik amalannya." Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu amalan diri, berbuat amalan yang terlebih baik atau yang bermutu. Tegasnya di sini dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita ialah ahsanu amalan, amalan yang terlebih baik, biarpun sedikit, bukan amalan yang banyak tetapi tidak bermutu. Maka janganlah beramal hanya karena mengharapkan banyak bilangan atau kuantitas, tetapi beramallah yang bermutu tinggi walaupun sedikit, atau berkualitas.
“Dan Dia adalah Mahaperkasa, lagi Maha Pengampun."
Dengan menonjolkan terlebih dahulu sifat Allah yang bernama al-‘Aziz. Yang Mahaperkasa dijelaskan bahwa Allah tidak boleh dipermain-mainkan. Di hadapan Allah tidak boleh beramal yang separuh hati, tidak boleh beramal yang ragu-ragu. Melainkan kerjakan dengan bersungguh-sungguh, hati-hati dan penuh disiplin. Karena kalau tidak demikian, Allah akan murka. Tetapi Allah pun mem-punyai sifat al-Ghafur, Maha Pengampun atas hamba-Nya yang tidak dengan sengaja hendak melanggar hukum Allah dan selalu berniat hendak berbuat amalan yang lebih baik, tetapi tidak mempunyai tenaga yang cukup buat mencapai yang lebih baik itu.
Ayat 3
“Dia yang telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat."
Banyaklah kita perdapat di dalam Al-Qur'an tentang langit yang tujuh tingkat atau tujuh lapis. Telah macam-macam pula tafsir yang dikemukakan orang. Ada yang mencoba menafsirkan dengan pengetahuan yang baru setengah berkembang. Ada yang menafsirkan bahwa langit yang tujuh lapis itu ialah bintang-bintang satelit matahari yang terkenal. Sejak dari bumi sendiri, Jupiter, Apollo, Neptunus, Mars, Mercury, dan Uranus. Tetapi itu hanya semata-mata tafsir, menurut dangkal atau dalamnya ilmu pengetahuan si penafsir tentang keadaan alam cakrawala. Dan ada juga yang memasukkan berbagai dongeng, sehingga dihiasilah tafsir Al-Qur'an dengan dongeng yang tidak berketentuan dari mana sumbernya. Semuanya itu belumlah tepat mengenai alamat yang dituju. Oleh sebab itu sesuailah kita dengan penjelasan yang diberikan oleh Sayyid Quthub di dalam Zhilal-nya bahwa “langit tujuh tingkat" itu jangan ditafsirkan dengan ilmu pengetahuan alam (science, sains) yang bisa berubah-ubah. Karena penyelidikan manusia tidaklah akan lengkap dalam menghadapi alam cakrawala yang begitu mahaluas. Cukupkan sajalah dengan iman terhadap artinya, “Langit adalah tujuh tingkat." Kita percayai itu dan bagaimana tujuh tingkatnya itu, Allah-lah Yang Lebih Mengetahui.
Sampainya manusia ke bulan dengan pesawat yang bernama Apollo, belumlah menjamin bahwa manusia sudah akan sanggup menguasai langit dan mengetahui seluruh rahasia langit. “Tidaklah akan kamu lihat pada penciptaan Yang Maha Pemurah itu sesuatu pun dari yang bertikaian," Artinya bahwa semuanya dijadikan dengan teratur, tersusun rapi.
“Maka ulanglah kembali penglihatan, adakah engkau lihat sesuatu yang janggal?"
Tidaklah ada yang janggal. Tidaklah ada yang ukurannya tidak kena. Bentuk timbunan tanah yang bertumpuk jadi gunung lama saja dengan bentuk munggu kecil yang di bawah gunung itu.
Ayat 4
“Kemudian itu ulanglah kembali penglihatan kedua kalinya."
Pangkal ayat ini menyuruh kita mengulangi penglihatan, memerhatikan sekali lagi, dua tiga kali lagi. Karena apabila ditambah mengulangi melihatnya akan terdapat lagi keajaiban yang baru dan “Niscaya akan kembalilah penglihatan dalam keadaan payah." Payah karena kagum dengan kebesaran Ilahi. Apabila dilihat keadaan alam yang sekeliling kita ini akan terdapatlah sifat-sifat Allah yang mulia terlukis dengan jelas padanya. Kesempurnaan (kamaal), keindahan (jamal) dan kemuliaan (jalaal). Di sana bertemu kasih, di sana bertemu sayang, di sana bertemu perlindungan, di sana bertemu peraturan dan ketentuan yang sangat membuat kita menjadi kagum. Maka berasa bahagialah diri karena diberi akal buat memikirkan semuanya itu, diberi perasaan halus buat merasakannya.
“Dan dia akan mengeluh."
Mengapa mengeluh? Mengeluh lantaran karena di waktu itu mendesaklah dari dalam jiwa kita sebagai manusia berbagai perasaan.
Ayat-ayat ini dapat mendorong kita buat mencintai seni, berperasaan halus. Boleh juga membawa kita ke dalam ilmu pengetahuan yang mendalam, boleh juga membawa ke dalam filsafat atau hikmah tertinggi. Tetapi hasil yang sejati ialah menumbuhkan keyakinan bahwa kita datang ke dalam alam ini bukanlah dengan tiba-tiba, dan bukan dengan kebetulan, dan bahwa alam ini sendiri pun mustahillah begini teratur, kalau tidak ada yang mengaturnya.