Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
تُوبُوٓاْ
bertaubatlah kamu
إِلَى
kepada
ٱللَّهِ
Allah
تَوۡبَةٗ
taubat
نَّصُوحًا
sungguh-sungguh dan ikhlas
عَسَىٰ
boleh jadi/mudah-mudahan
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
أَن
akan
يُكَفِّرَ
menghapus/menutupi
عَنكُمۡ
dari kalian
سَيِّـَٔاتِكُمۡ
kesalahan-kesalahanmu
وَيُدۡخِلَكُمۡ
dan akan memasukkan kamu
جَنَّـٰتٖ
surga-surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
يَوۡمَ
pada hari
لَا
tidak
يُخۡزِي
menghinakan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مَعَهُۥۖ
bersama dia
نُورُهُمۡ
cahaya mereka
يَسۡعَىٰ
berjalan/bersinar
بَيۡنَ
diantara
أَيۡدِيهِمۡ
hadapan mereka
وَبِأَيۡمَٰنِهِمۡ
dan di sebelah kanan mereka
يَقُولُونَ
mereka mengatakan
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
أَتۡمِمۡ
sempurnakanlah
لَنَا
bagi kami
نُورَنَا
cahaya kami
وَٱغۡفِرۡ
dan ampunilah
لَنَآۖ
bagi kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
تُوبُوٓاْ
bertaubatlah kamu
إِلَى
kepada
ٱللَّهِ
Allah
تَوۡبَةٗ
taubat
نَّصُوحًا
sungguh-sungguh dan ikhlas
عَسَىٰ
boleh jadi/mudah-mudahan
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
أَن
akan
يُكَفِّرَ
menghapus/menutupi
عَنكُمۡ
dari kalian
سَيِّـَٔاتِكُمۡ
kesalahan-kesalahanmu
وَيُدۡخِلَكُمۡ
dan akan memasukkan kamu
جَنَّـٰتٖ
surga-surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
يَوۡمَ
pada hari
لَا
tidak
يُخۡزِي
menghinakan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مَعَهُۥۖ
bersama dia
نُورُهُمۡ
cahaya mereka
يَسۡعَىٰ
berjalan/bersinar
بَيۡنَ
diantara
أَيۡدِيهِمۡ
hadapan mereka
وَبِأَيۡمَٰنِهِمۡ
dan di sebelah kanan mereka
يَقُولُونَ
mereka mengatakan
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
أَتۡمِمۡ
sempurnakanlah
لَنَا
bagi kami
نُورَنَا
cahaya kami
وَٱغۡفِرۡ
dan ampunilah
لَنَآۖ
bagi kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya) dapat dibaca nashuuhaa dan nushuuhaa, artinya tobat yang sebenar-benarnya, bertobat tidak akan mengulangi dosa lagi, dan menyesali apa yang telah dikerjakannya (mudah-mudahan Rabb kalian) lafal 'asaa ini mengandung makna tarajji, yakni sesuatu yang dapat diharapkan akan terjadi (akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian, dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga) yakni taman-taman surga (yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan) Allah tidak akan memasukkan ke dalam neraka (Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan mereka) maksudnya, di depan mereka terang benderang oleh cahayanya (dan) cahaya itu pun memancar pula (di sebelah kanan mereka. Mereka berkata) lafal yaquuluuna merupakan jumlah isti'naf atau kalimat baru: ("Ya Rabb kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami) hingga sampai ke surga, sedangkan orang-orang munafik cahaya mereka padam (dan ampunilah kami) wahai Rabb kami (sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.").
Tafsir Surat At-Tahrim: 6-8
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Wahai orang orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.
Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang lelaki, dari Ali ibnu Abu Talib sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Makna yang dimaksud ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.
Qatadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadapNya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganyabaik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi. Semakna dengan ayat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam At-Tirmidzi melalui hadits Abdul Malik ibnur Rabi' ibnu Sabrah, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan shalat bila usianya mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya.
Ini menurut lafal Abu Dawud. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Imam Abu Dawud telah meriwayatkan pula melalui hadits Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah ﷺ hal yang semisal. Ulama fiqih mengatakan bahwa hal yang sama diberlakukan terhadap anak dalam masalah puasa, agar hal tersebut menjadi latihan baginya dalam ibadah, dan bila ia sampai pada usia balig sudah terbiasa untuk mengerjakan ibadah, ketaatan, dan menjauhi maksiat serta meninggalkan perkara yang mungkar.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) Waqud artinya bahan bakarnya yang dimasukkan ke dalamnya, yaitu tubuh-tubuh anak Adam. dan batu. (At-Tahrim: 6) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan batu adalah berhala-berhala yang dahulunya dijadikan sesembahan, karena ada firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98) Ibnu Mas'ud, Mujahid, Abu Ja'far Al-Baqir, dan As-Suddi mengatakan bahwa batu yang dimaksud adalah batu kibrit (fosfor). Mujahid mengatakan bahwa batu itu lebih busuk baunya daripada bangkai. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sinan Al-Minqari, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Dawud) yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah ﷺ membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) sedangkan di hadapan beliau terdapat para sahabatnya yang di antara mereka terdapat seorang yang sudah lanjut usianya, lalu orang tua itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah batu Jahanam sama dengan batu dunia?"Nabi ﷺ menjawab: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya sebuah batu Jahanam lebih besar daripada semua gunung yang ada di dunia.”
Lalu orang tua itu jatuh pingsan karena mendengarnya, maka Nabi ﷺ meletakkan tangannya di jantung orang tua itu dan ternyata masih berdegup, berarti dia masih hidup. Maka beliau ﷺ menyerunya (menyadarkannya) seraya bersabda, "Wahai orang tua, katakanlah, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah'." Maka orang tua itu membacanya sepuluh kali, dan Nabi ﷺ menyampaikan berita gembira masuk surga kepadanya. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di antara kita?" Rasulullah ﷺ mengiakan dan beliau membaca firman-Nya: Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan takut kepada ancaman-Ku. (Ibrahim: 14) Hadits ini mursal lagi gharib. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. (At-Tahrim: 6) Yakni watak mereka kasar dan telah dicabut dari hati mereka rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah.
Merekajuga keras, yakni bentuk rupa mereka sangat keras, bengis, dan berpenampilan sangat mengerikan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa apabila permulaan ahli neraka sampai ke neraka, maka mereka menjumpai pada pintunya empat ratus ribu malaikat penjaganya, yang muka mereka tampak hitam dan taring mereka kelihatan hitam legam.
Allah telah mencabut dari hati mereka rasa kasih sayang; tiada kasih sayang dalam hati seorang pun dari mereka barang sebesar zarrah pun. Seandainya diterbangkan seekor burung dari pundak seseorang dari mereka selama dua bulan terus-menerus, maka masih belum mencapai pundak yang lainnya. Kemudian di pintu itu mereka menjumpai sembilan belas malaikat lainnya, yang lebar dada seseorang dari mereka sama dengan perjalanan tujuh puluh musim gugur.
Kemudian mereka dijerumuskan dari satu pintu ke pintu lainnya selama lima ratus tahun, dan pada tiap-tiap pintu neraka Jahanam mereka menjumpai hal yang semisal dengan apa yang telah mereka jumpai pada pintu pertama, hingga akhirnya sampailah mereka ke dasar neraka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6) Maksudnya, apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, maka mereka segera mengerjakannya tanpa terlambat barang sekejap pun, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakannya: tugas apa pun yang dibebankan kepada mereka, mereka tidak mempunyai kelemahan.
Itulah Malaikat Zabaniyah atau juru siksa, semoga Allah melindungi kita dari mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrim: 7) Yaitu dikatakan kepada orang-orang kafir kelak di hari kiamat, bahwa janganlah kalian mengemukakan alasan, karena sesungguhnya tidak akan diterima hal itu dari kalian, dan tidaklah kalian dibalasi melainkan menurut apa yang telah kalian perbuat.
Dan sesungguhnya pada hari ini kalian hanya dibalasi menurut amal perbuatan kalian. Dalam firman selanjutnya disebutkan: Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Yakni tobat yang sebenar-benarnya lagi pasti, maka akan terhapuslah semua kesalahan yang terdahulu. Dan tobat yang sebenarnya dapat merapikan diri pelakunya dan menyegarkannya kembali serta menjadi benteng bagi dirinya dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang rendah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb, bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir mengatakan dalam khotbahnya bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab membaca firman-Nya Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Lalu Umar mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Sammak, dari An-Nu'man, dari Umar yang mengatakan bahwa tobat nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi, atau tidak berkeinginan mengulanginya lagi.
Abul Ahwas dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Sammak, dari An-Nu'man, bahwa Umar pernah ditanya tentang tobat nasuha. Maka Umar menjawab, "Tobat yang nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan buruk, kemudian tidak mengulanginya lagi selama-lamanya." Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Bahwa seseorang bertobat (dari perbuatan dosanya), kemudian tidak mengulanginya lagi.
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu'; Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tobat dari dosa ialah bila seseorang bertobat darinya, kemudian tidak mengulanginya lagi. Hadits diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad melalui jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, sedangkan dia orangnya dha’if, dan riwayat yang mauquf lebih shahih predikatnya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Karena itu, para ulama mengatakan bahwa tobat yang murni ialah bila seseorang menghentikan dirinya dari perbuatan dosa di saat itu juga, kemudian ia menyesali apa yang telah dilakukannya di masa lalu, dan bertekad di masa mendatang ia tidak akan mengerjakan hal itu lagi. Kemudian jika hak yang dilanggarnya berkaitan dengan hak Adami, maka ia diharuskan mengembalikannya dengan cara yang berlaku.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Ziad ibnu Abu Maryam, dari Abdullah ibnu Mugaffal yang mengatakan bahwa ia masuk bersama ayahnya ke rumah Abdullah ibnu Mas'ud. Kemudian ia bertanya, "Apakah engkau pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda bahwa penyesalan itu adalah tobat?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Ya." Di lain kesempatan ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar beliau ﷺ bersabda: ". Penyesalan adalah tobat. Demikianlah menurut riwayat Imam Ibnu Majah dari Hisyam ibnu Ammar, dari Sufyan ibnu Uyainah, dari Abdul Karim alias Ibnu Malik Al-Jazari dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Bukair Abu Janab, dari Abdullah ibnu Muhammad Al-Abdi, dari Abu Sinan Al-Basri, dari Abu Qilabah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada kami (para sahabat) banyak hal yang akan terjadi di penghujung umat ini di saat kiamat telah dekat.
Antara lain lelaki menyetubuhi istrinya atau budak perempuannya pada liang anusnya. Yang demikian itu termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, juga dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Antara lain lelaki mengawini sesamajenisnya, yang demikian itu merupakan perbuatan yang diharamkan dan dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan antara lain ialah perempuan mengawini sesamajenisnya, padahal yang demikian itu merupakan perbuatan yang dimurkai dan diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Mereka tidak diterima salatnya selama masih tetap melakukan perbuatannya yang terkutuk itu, sampai mereka bertobat kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Zur mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Ubay ibnu Ka'b, "Apakah yang dimaksud dengan tobat yang semurni-murninya?" Maka Ubay ibnu Ka'b menjawab, bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ , dan Rasulullah ﷺ menjawab: Penyesalan atas perbuatan dosa manakala kamu telah mengerjakannya, lalu kamu memohon ampunan kepada Allah dengan penyesalanmu itu di waktu seketika, kemudian kamu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi selama-lamanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnul Ala; ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa tobat yang semurni-murninya ialah bila kamu berbalik membenci dosa sebagaimana kamu menyukainya sebelum itu, lalu kamu memohon ampun kepada Allah bila kamu teringat kepadanya.
Apabila seseorang telah bertekad untuk tobat dan meneguhkan pendiriannya pada tobatnya, maka sesungguhnya tobatnya itu dapat menghapus semua dosa yang sebelumnya. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits shahih, yaitu: Islam menghapuskan semua dosa yang sebelumnya, dan tobat menghapuskan dosa yang sebelumnya. Apakah syarat tobat yang semurni-murninya itu mempunyai pengertian keberlangsungan dalam keadaan demikian sampai mati, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits dan atsar, kemudian tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya? Ataukah cukup hanya dengan tekad bahwa ia tidak akan memikirkan masa lalunya, hingga manakala ia terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa sesudah tobatnya itu, maka hal tersebut tidak mempengaruhi penghapusan dosa yang telah dilakukannya? Sebab makna umum yang terkandung di dalam sabda Nabi ﷺ mengatakan: Tobat dapat menghapuskan dosa yang sebelumnya.
Bagi pendapat yang pertama, dalil yang menguatkannya disebutkan di dalam kitab shahih pula, yaitu: Barang siapa yang berbuat baik dalam Islam, maka ia tidak akan dihukum karena apa yang telah dilakukannya di masa Jahiliah. Dan barang siapa yang berbuat buruk dalam masa Islamnya, maka ia dihukum karena perbuatan buruk di masa awal dan akhirnya. Untuk itu apabila hal ini dalam Islam lebih kuat daripada tobat, maka terlebih lagi dalam masalah tobat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahrim: 8) Kalau lafal 'asa yang artinya mudah-mudahan bila dari Allah berarti suatu kepastian. pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. (At-Tahrim: 8) Yakni Allah tidak mengecewakan mereka yang bersama dengan Nabi di hari kiamat. sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka. (At-Tahrim: 8) Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-Hadid.
sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Tahrim: 8) Mujahid, Adh-Dhahhak, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa inilah perkataan orang-orang mukmin ketika mereka melihat di hari kiamat cahaya orang-orang munafik padam. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Hassan, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah yang mengatakan bahwa ia pernah shalat di belakang Rasulullah ﷺ pada hari penaklukan Mekah, lalu ia mendengar beliau ﷺ membaca doa berikut, yaitu: Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku pada hari kiamat.
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, bahwa ia pernah mendengar Abu Dzar dan Abud Darda mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Aku adalah orangyang mula-mula diberi izin baginya untuk bersujud di hari kiamat, dan orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, lalu aku memandang ke arah depanku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya.
Dan aku melihat ke arah kananku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku memandang ke arah kiriku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Maka ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Anggota tubuh mereka kelihatan bercahaya kemilauan karena bekas air wudu, dan hal itu tidak dimiliki oleh seorang pun dari kalangan umat lain yang selain mereka.
Dan aku mengenal mereka karena kitab-kitab catatan amal perbuatan mereka diberikan dari arah kanannya. Dan aku mengenal mereka melalui tanda yang ada pada kening mereka dari bekas sujudnya. Dan aku mengenal mereka karena nur (cahaya) nya bersinar di hadapan mereka."
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dari dosa besar maupun dosa kecil dengan tobat yang semurni-murninya yang melahirkan perubahan sikap dan perbuatan; mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu yang sudah ditinggalkan secata total dan memasukkan kamu dengan izin-Nya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai tanda kenikmatan yang sempurna, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, ketika dibangkitkan menuju mahsyar; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, yang bersumber dari iman dan amal saleh mereka, sambil mereka berkata, memohon kepada Allah, 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dengan cahaya keridaan-Mu, dan ampunilah, semua kesalahan kami di dunia; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk mengampuni dan menyelamatkan kami dari api neraka. ' 9. Melalui ayat ini, Allah mengingatkan Nabi untuk berperang ketika kaum muslim diperangi hanya karena keyakinan mereka tidak ada tuhan selain Allah. Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik ketika mereka memerangi kamu setelah kamu hijrah ke Madinah; dan bersikap keraslah terhadap mereka, jika mereka tidak menunjukkan niat baik untuk hidup berdampingan secara damai dengan orang yang berbeda agama, padahal tempat mereka di akhirat adalah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali bagi orang-orang kafir dan munafik.
Seruan pada ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan para rasul-Nya. Mereka diperintahkan bertobat kepada Allah dari dosa-dosa mereka dengan tobat yang sebenar-benarnya (tobat nasuha), yaitu tobat yang memenuhi tiga syarat. Pertama, berhenti dari maksiat yang dilakukannya. Kedua, menyesali perbuatannya, dan ketiga, berketetapan hati tidak akan mengulangi perberbuatan maksiat tersebut.
Bila syarat-syarat itu terpenuhi, Allah menghapuskan semua kesalahan dan kejahatan yang telah lalu dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Pada saat itu, Allah tidak mengecewakan dan menghinakan Nabi ﷺ dan orang-orang yang beriman bersamanya. Bahkan pada hari itu, kebahagiaan mereka ditonjolkan, cahaya mereka memancar menerangi mereka waktu berjalan menuju Mahsyar tempat diadakan perhitungan dan pertanggungjawaban. Mereka itu meminta kepada Allah agar cahaya mereka disempurnakan, tetap memancar dan tidak akan padam sampai mereka itu melewati sirathal Mustaqim, tempat orang-orang munafik baik laki-laki maupun perempuan memohon dengan sangat agar dapat ditunggu untuk dapat ikut memanfaatkan cahaya mereka.
Mereka juga memohon agar dosa-dosa mereka dihapus dan diampuni. Dengan demikian, mereka tidak merasa malu dan kecewa pada waktu diadakan hisab dan pertanggungjawaban. Tidak ada yang patut dimintai untuk menyempurnakan cahaya dan mengampuni dosa kecuali Allah, karena Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, berbuat sesuai dengan kodrat dan iradat-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PELIHARALAH DIRIMU DAN KELUARGAMU DARI API NERAKA
Sesudah Allah memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah ﷺ, maka Allah pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman, bagaimana pula sikap mereka dalam menegakkan rumah tangga.
Ayat 6
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu dari api neraka."
Di pangkal ayatinijelasbahwasemata-mata mengaku beriman saja belumlah cukup, iman mestilah dipelihara dan dipupuk. Terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api neraka. “Yang alat penyalanya ialah manusia dan batu." Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar di mana-mana. Pada bukit-bukit dan munggu-munggu yang bertebaran di padang pasir terdapatlah beronggok-onggok batu. Batu itulah yang akan dipergunakan untuk jadi kayu api penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka kepada Allah, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak-serak di tengah pasir, di munggu-munggu dan di bukit-bukit atau di sungai-sungai yang mengalir itu. Gunanya hanyalah untuk menyalakan api, “Yang di atasnya ialah malaikat-malaikatyang kasar lagi keras sikap." Disebut di atasnya karena Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu bernyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu ataupun manusia. Sikap malaikat-malaikat pengawal dan penjaga neraka mesti kasar, tidak ada lemah lembutnya, keras sikapnya, tidak ada tenggang-menenggang. Karena itulah sikap yang sesuai dengan suasana api neraka sebagai tempat yang disediakan Allah buat menghukum orang yang bersalah.
“Tidak mendurhakai Allah pada apa yang Dia perintahkan, kepada mereka dan mereka kerjakan apa yang disuruhkan."
Ujung ayat menunjukkan bagaimana keras disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu. Tampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah dan tidak mengubah sedikit pun. Itulah yang diperingatkan kepada orangyangberiman. Bahwa mengakui beriman saja tidaklah cukup kalau tidak memelihara diri janganlah sampai esok masuk ke dalam neraka yang sangat panas dan siksa yang sangat besar itu, disertai jadi penyala dari api neraka.
Dari rumah tangga itulah dimulai menanamkan iman dan memupuk Islam. Karena dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat. Dan dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam ialah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap alam.
Oleh sebab itu maka seseorang yang beriman tidak bolehlah pasif, artinya berdiam diri menunggu-nunggu saja. Nabi sudah menjelaskan tanggung jawab dalam menegakkan iman menurut hadits shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim.
Yang mula-mula sekali diperingatkan ialah supaya memelihara diri sendiri lebih dahulu supaya jangan masuk neraka. Setelah itu memelihara seluruh isi rumah tangga, istri dan anak-anak.
Dengan ayat ini dijelaskan bahwa iman itu mula ditumbuhkan pada diri pribadi. Kemudian diri pribadi tadi dianjurkan mendirikan rumah tangga. Diperintahkan nikah kawin menurut peraturan yang telah tertentu. Seorang laki-laki dan seorang perempuan dipertalikan, diikatkan oleh akad nikah, atau ijab kabul. Di dalam surah ar-Ruum, ayat 21 diterangkanlah bahwa salah satu dari tanda-tanda (ayat) kebesaran Allah ialah bahwa diciptakan Allah untuk kamu istri-istri kamu, supaya kamu merasa tentaram dengan istri itu, dan dijadikan oleh Allah di antara kamu berdua mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang), yaitu dipadukan hati dimesrakan hidup suami istri. Dan dalam pergaulan itulah Allah mengaruniakan anak-anak, laki-laki dan perempuan, sebagaimana tersebut pada surah an-Nisaa', ayat 1. Sampai bertebaranlah manusia, laki-laki dan perempuan di muka bumi ini.
“Tiap-tiap kamu itu ialah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Imam yang mengimami orang banyak adalah pemimpin, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang dipimpinnya itu. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang yang dipimpinnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang shahih ini nyatalah tanggung jawab yang terletak di atas pundak tiap-tiap orang menurut ukuran apa yang ditanggungjawabinya, akan ditanya tentang kepemimpinan terhadap ahlinya, yaitu istri dan anak-anaknya. Karena yang disebut ahli itu ialah seisi rumah yang terletak dalam tanggung jawab, kadang-kadang seseorang memikul tanggung jawab sampai dua atau tiga. Jika ia imam dalam satu masyarakat dan dia pun suami dalam satu rumah, maka keduanya pun di bawah tanggung jawabnya.
Supaya diri seseorang mempunyai pengaruh, berwibawa, disegani, hendaklah perangai dan tingkah lakunya dapat dijadikan contoh oleh anak dan istrinya. Dapatlah hendaknya dia jadi kebanggaan dan kemegahan bagi keluarga. Dan itu belum cukup, maka hendaklah dia membimbing istrinya, menuntunnya.
“Laki-laki adalah memimpin bagi perempuan-perempuan." (an-Nisaa': 34)
Lantaran itu maka sejak dari masa mencari jodoh, hal ini sudah patut diperhatikan. Sebab itu maka salah seorang imam ikutan umat, yaitu Imam Malik menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peraturan kafa'ah (kesepadanan) tentang mencari pasangan suami istri, bagi beliau ialah agama. Kalau seorang laki-laki hendak mencari calon istri utamakanlah dari keluarga yang menghormati nilai-nilai agama.
Dengan sebab sekufu, yaitu sama pandangan keagamaan, mudahlah bagi si suami memimpin istrinya, terutama dalam pegangan hidup beragama. Nabi bersabda,
“Pilih-pilihlah tempat mencurahkan nuthfah kamu dan nikahilah perempuan yang sekufu' dan nikahkanlah kepada laki-laki yang sekufu pula." (HR Bukhari, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad bin Hambal)
Setelah ayatperintah agar seorang Mukmin memelihara diri dan ahlinya dari nyala api neraka ini turun, bertanyalah Sayyidina Umar bin Khaththab kepada Rasulullah ﷺ, “Kita telah memelihara diri sendiri dari api neraka, dan bagaimana pula caranya kita memelihara ahli kita dari neraka?"
Rasulullah ﷺ, menjawab,
“Kamu laranglah mereka dan segala perbuatan yang dilarang Allah dan kamu suruhkanlah mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Allah." (HR al-Qusyairi, dalam Tafsir Al-Qurthubi)
Berdasarkan kepada yang demikian maka hendaklah dianjurkan, dipimpin dan diajak dan diajar istri-istri itu shalat, puasa, dan adab sopan santun agama yang lain.
Dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim ada disebutkan bahwa kalau Nabi akan mengerjakan shalat witir (tahajjud yang diakhiri dengan witir), beliau bangunkan pula istrinya. Dicatat oleh Muslim ucapan beliau yang dirawikan oleh Aisyah,
“Bangunlah dan berwitirlah hai Aisyah."
Seakan-akan terlihat oleh kita bagaimana Nabi ﷺ yang bersikap halus dan lemah lembut, dengan istrinya itu membangunkan Aisyah yang usianya masih muda, untuk sama- sama mengerjakan tahajjud.
Malahan ada sabda Nabi pula yang dirawikan oleh an-Nasa'i,
“Rahmat Allah-lah atas seseorang yang bangun pada sebagian malam lalu shalat. Lalu dibangunkannya pula ahlinya (keluarganya). Kalau dia tidak mau bangun lalu dipercikkan air di mukanya! Dan rahmat Allah pula bagi seorang perempuan yang bangun di sebagian malam shalat, lalu dibangunkannya pula suaminya, dan kalau tidak mau bangun dipercikkannya pula air di mukanya. " (HR an-Nasa'i)
Meskipun siram-menyiram atau percik memercikkan air, bukanlah karena memaksa. Karena kita pun maklum bahwa shalat tahajjud dan shalat witir tidaklah shalat wajib. Kalau mereka percik-memercikkan air suami istri bukanlah karena memaksa, melainkan karena mendalamnya kasih sayang. Kalau bukanlah karena mendalamnya kasih sayang, tidaklah Rasulullah ﷺ akan mengatakan dalam permulaan ucapannya “Rahimallahu," rahmat Allah atas laki-laki dan seterusnya itu.
Selanjutnya bilamana kedua suami istri dianugerahi oleh Allah anak, maka menjadi kewajiban pulalah bagi si ayah memilihkan nama yang baik buat dia, mengajarnya menulis dan membaca, dan jika telah datang waktunya, lekas peristrikan jika laki-laki dan lekas persuamikan jika perempuan.
Dan dianjurkan pulalah menyembelihkan aqiqah buat anak itu jika usianya sampai tujuh hari. Tetapi kalau telah lepas tujuh hari perbelanjaan buat aqiqah belum ada, aqiqahkanlah di mana ada waktu kelapangan. Dan bersabda Rasululah ﷺ,
“Suruhkanlah anak-anakmu shalat jika usianya sudah tujuh tahun, dan pukullah jika shalat itu ditinggalkannya kalau usianya sudah sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur di antara mereka. " (HR Abu Dawud)
Sebagaimana telah kita katakan sejak semula tadi, dari rumah tangga, atau dari gabungan hidup suami istri itulah umat akan dibentuk. Suami istri mendirikan rumah tangga, menurunkan anak-anak dan cucu, diiringkan oleh para pembantu dan pelayan. Dari sini akan bergabung menjadi kampung, teratak dan dusun, kota dan negeri, akhirnya sampai pada suatu negara dan umumnya ialah masyarakat. Anak laki-laki dari suatu keluarga akan dikawinkan dengan anak perempuan dari keluarga yang lain.
Maka dapatlah kita maklumi betapa hebat dan besarnya gelombang perusak masyarakat Islam itu yang kita hadapi di zaman kita ini. Pemuda dan pemudi bebas bergaul, sedang orangtuanya, ibu dan bapaknya sudah sangat lemah, bahkan ada yang telah padam semangat beragama itu pada dirinya. Dalam zaman seperti sekarang kian banyak laki-laki yang tidak memedulikan lagi shalat lima waktu dan istrinya pun tidak lagi mengetahui perbedaan mandi biasa dengan mandi janabat, kehidupan kebendaan, yang hanya terpukau kepada kemegahan yang dangkal menyebabkan rumah tangga tidak bercorak Islam lagi, dan anak-anak dari hasil pergaulan seperti itu menjadi kosong. Mudah saja mereka berpindah agama karena ingin kawin. Dan setelah perkawinan dilangsungkan sari cinta dan belas kasihan yang murni sudah habis. Keislaman sudah hanya tingal dalam catatan kartu penduduk saja.
Inilah yang diancam dengan api neraka, yang akan dinyalakan dengan manusia dan batu-batu, dijaga dan dikawal oleh malaikat-malaikat yang kasar dan keras sikapnya, tidak pernah mengubah apa yang diperintahkan Allah dan patut melaksanakan apa yang diperintahkan.
Ayat 7
“Wahai orang-orang yang kafir!"
Artinya wahai orang-orang yang tidak percaya akan seruan ini, agar kamu pelihara- kanlah dirimu dan keluargamu, istri-istri dan anak-anak kamu dan kamu hanya berbuat sekehendak hatimu saja dalam dunia, ketahuilah bahwa adzab neraka itu pasti kamu derita di hari itu kelak. Janganlah kamu membela diri di hari ini karena pembelaan diri apabila telah datang hari Kiamat itu sudah percuma! Sudah tidak ada manfaatnya lagi.
“Tidaklah kamu akan dibalas melainkan menurut apa yang telah kamu kerjakan."
Artinya ialah bahwa balasan yang kamu terima di akhirat itu tidak lebih tidak kurang adalah setimpal dengan kesalahan yang telah kamu perbuat. Yang kamu perhatikan selama hidup di dunia hanyalah kekayaan, kebendaan, membanggakan diri, makan-minum sebagaimana makan minumnya binatang belaka, tidak mempunyai cita-cita, tidak mengingat hari depan. Dirimu sendiri kamu sia-siakan, jiwa tidak dibersihkan, akal tidak digunakan untuk berpikir. Sebab itu maka wibawa terhadap istri tidak ada, anak-anak sendiri pun tidak merasa segan dan takut kepada ayahnya. Harta benda mungkin banyak yang dapat dikumpulkan, padahal jiwa kosong dari pemikiran dan cita-cita hari depan.
Maka peringatan Allah tentang seramnya api neraka, yang alat penyalanya ialah manusia dan batu-batu, penjaganya malaikat-malaikat yang bengis, bukanlah suatu janji yang kejam. Sebab dari masa sekarang Allah telah memperingatkannya. Allah bukanlah sekali-kali menyukai kita menuju ke sana. Itu sebab maka diperingatkan dari sekarang. Yaitu supaya tempuhlah hidup yang baik, menurut tuntunan Allah dan Rasul, agar selamat dan terlepas dari adzab siksaan yang ngeri dan seram itu.
Ayat 8
“Wahai orang-orang yang beriman! Tobatlah kepada Allah tobat yang sejati!"
Serupa juga halnya dengan ayat 6 yang terdahulu di atas tadi, yaitu bahwa orang yang telah beriman disuruh memeliharakan diri dan keluarga daripada adzab api neraka. Demikian pula pada ayat ini; orang yang telah beriman disuruh supaya tobat, sebenar-benar tobat. Bukanlah orang yang berdosa saja yang disuruh bertobat, orang yang tidak bersalah pun disuruh bertobat.
Nabi ﷺ sendiri pun bertobat. Dari Abu Hurairah, berkata dia, berkata Rasulullah ﷺ,
“Demi Allah sesungguhnya aku sendiri memohon ampun kepada Allah dan tobat kepada-Nya dalam sehari lebih tujuh puluh kali." (HR Bukhari)
Dan sabda beliau pula dari al-Agharr bin Yasar Al-Muzanni, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Wahai seluruh manusia! Bertobatlah kepada Allah dan mohon ampunlah; sesungguhnya aku sendiri bertobat sampai seratus kali sehari. " (HR Muslim)
Oleh sebab itu berkatalah al-Qurthubi dalam tafsirnya bahwa bertobat itu adalah fardhu ‘ain atas tiap-tiap Mukmin dalam tiap- tiap hal dan dalam tiap-tiap zaman.
Menulis Imam Nawawi dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush Shalihin, dalam pendahuluan ketika menyusunkan hadits-hadits yang berkenaan dengan tobat. Kata beliau, “Berkata ulama, ‘Tobat itu adalah wajib dari tiap-tiap dosa. Kalau dosa yang diperbuat itu adalah maksiat dari seorang hamba terhadap Allah, yang tidak bersangkut sesama anak Adam, maka syarat tobat kepada Allah itu tiga perkara. Pertama berhenti dari maksiat itu seketika itu juga. Kedua merasakan menyesal yang sedalam-dalamnya atas perbuatan yang salah itu. Ketiga mempunyai tekad yang teguh bahwa tidak akan mengulanginya lagi. Kalau hilang salah satu dari tiga syarat itu, tidaklah sah tobatnya.
Dan jika maksiat itu bersangkutan dengan sesama anak Adam maka syarat tobatnya empat perkara: pertama, kedua dan ketiga ialah syarat tobat kepada Allah tadi, ditambah dengan yang keempat melepaskan dengan sebaik-baiknya hak orang lain yang telah diambil. Jika hak orang lain itu ialah harta benda atau yang seumpamanya, maka segeralah kembalikan. Kalau menuduh atau memfitnah yang tidak-tidak, segeralah meminta maaf kepadanya. Kalau dia dipergunjingkan (di-umpat] di belakangnya, akuilah kesalahan itu terus terang dan minta maaflah.
Sebab itu maka wajiblah segera tobat dari sekalian dosa, yang diingat ataupun yang tidak diingat.`' Sekian Imam Nawawi,
Dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini disebut tobat nashuha. Penulis memberi arti tobat sejati. Asal arti kata nashuuh ialah bersih. Menjadilah tobat yang bersih.
Ulama-ulama tasawuf banyak membuat kesimpulan tentang maksud tobat nashuha.
Sahabat-sahabat Rasulullah sejak Umar bin Khaththab, Abdullah bin Mas'ud, Ubay bin Ka'ab, Mu'az bin Jabal sependapat bahwa arti tobat nashuha ialah tobat yang tidak mau kembali lagi kepada kesalahan itu.
Al-Kalbi mengartikan, “Tobat nashuha ialah menyesal dalam hati, minta ampun dengan lidah, berhenti di saat itu juga dari dosa tersebut dan meneguhkan azam tidak hendak mendekat ke sana lagi."
Said bin Jabair berkata, “Tobat Nashuuha ialah yang diterima Allah. Untuk diterima tobat itu hendaklah memenuhi tiga syarat. Pertama takut tobat tidak akan diterima. Kedua mengharap agar diterima. Ketiga mulai saat itu memenuhi hidup dengan taat."
Menurut Said bin al-Musayyab, “tobat nashuha ialah menasihati diri karena telah bersalah dan patuh menuruti nasihat itu." Al-Quraizhiy mengatakan bahwa untuk memenuhi perlengkapan tobat nashuha adalah dengan empat cara. “Memohon ampun dengan lidah, berhenti dari dosa itu dengan badan, berjanji dengan diri sendiri tidak akan mengulangi lagi, menjauhkan diri dari teman-teman yang hanya akan membawa terperosok kepada yang buruk saja."
Al-Junaidi al-Baghdadi berpendapat lain. Beliau mengatakan bahwa “Jika seseorang telah tobat nashuha dia tidak akan ingat lagi pada kesalahan dan dosa-dosa yang telah lalu itu. Sebab kasih sayang dan cintanya telah tertumpah kepada satu jurusan saja, yaitu Tuhannya. Jika seseorang telah tertumpah kasih kepada Allah, manakan ingat lagi kepada dosa yang telah lalu."
Seterusnya Allah berfirman, “Mudah-mudahanlah Allah kamu akan menghapuskan keburukan yang ada pada kamu."
Pengertian “mudah-mudahan" kita salinkan dari kalimat bahasa Arab yang terdapat dalam ayat itu, yaitu ‘asaa. Menurut ahli-ahli tafsir kalau ‘asaa yang berarti mudah- mudahan itu dipakai dari pihak Allah, artinya ialah pasti. Tegasnya kalau seseorang telah benar-benar tobat nashuha, pastilah Allah akan menghapusi dosanya dan menghapuskan bekas buruk yang selama ini lekat dalam pribadinya. “Dan akan dimasukkannya kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Di sini terdapatlah dua janji yang pasti dari Allah. Janji pertama untuk di atas dunia. Yaitu bahwa orang-orang yang benar- benar tobat (tobat nashuha) hidupnya akan diperbaiki oleh Allah, kalau sekiranya selama ini dirinya telah cacat karena dosa, tetapi karena wajah hidupnya telah dihadapkannya kepada Allah dan dengan segera Allah akan mengubah dirinya dari orang buruk jadi orang baik, muka yang keruh karena dosa selama ini akan berganti berangsur-angsur menjadi jernih berseri karena sinar iman yang memancar dari dalam ruh. Itulah janji pasti yang pertama dari Allah. Adapun janji pasti yang kedua ialah akan dimasukkan ke dalam surga sebagai ganjaran atas menang-nya perjuangan diri sendiri dalam usaha hendak bebas dari pengaruh hawa nafsu dan setan. “Pada hari yang Allah tidak akan mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman yang besertanya." Sebab segala kepayahan Rasul dan kepayahan pengikutnya selama di dunia berjuang menegakkan kebenaran, menyeru manusia kepada agama Allah, di akhirat itu kelak akan disambut dengan sambutan yang layak, yang mulia dan penghargaan tertinggi sehingga tidak ada yang mengecewakan, terobat segala jerih payah selama di dunia. “Cahaya mereka akan berjalan di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka," cahaya yang akan bersinar sekeliling diri di akhirat itu kelak, yang akan berjalan di muka seorang Mukmin dan di sebelah kanannya, adalah lanjutan yang wajar dari cahaya yang telah dipupuk sejak kala hidup di dunia ini. “Mereka akan berkata, ‘Ya Tuhan kami! Sempurnakanlah atas kami, cahaya kami dan ampunilah kami.'" Maka kaum yang beriman itu telah berjalan diterangi oleh cahaya iman mereka sejak permulaan perjalanan sampai terus ke pintu maut dan sampai hari Kiamat. Senantiasa mereka memohonkan kepada Allah agar cahaya itu yakni cahaya iman disempurnakan terus, sedang orang kafir dan orang munafik tidak akan merasakan cahaya itu.
“Sesungguhnya Engkau, atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan."
Begitulah jiwanya orang yang beriman meskipun tidak mereka berbuat dosa yang besar, namun mereka tetap memohonkan tobat nashuha kepada Allah agar cahaya itu ditambah dan disempurnakan lagi dan agar dia diberi ampun, karena yang Mahasempurna hanyalah Allah saja. Dalam kemajuan per-jalanan itu mereka tidak mau melupakan bahwa Allah itu dapat saja mengubah keadaan. Orang yang tadinya taat dan tekun, kalau Allah menentukan bisa saja berputar haluan jadi orang yang sesat atau kembali terperosok ke dalam lumpur kehinaan.
Ayat 9
“Wahai Nabi!"
Perhatikanlah kembali ayat ini dan ayat- ayat yang lain yang serupa. Allah tidak pernah memanggil Nabi menurut nama kecilnya. Kepada Nabi Muhammad Allah tidak pernah berkata seperti kepada Nabi yang lain, seperti “Wahai Adam!" atau “Wahai Musa!" atau “Wahai Luth!" Tetapi kalau memanggil beliau selalu hanya jabatan beliau yang dipanggil, “Wahai Nabi!" atau “Wahai Rasul!" atau “Wahai yang berkemul," atau “Wahai yang berselimut!" “Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik."Yaitu orang-orang yang tidak mau percaya, tetapi berpura-pura percaya. Orang-orang yang “telunjuk lurus, kelingking berkait," berlainan ucapan mulutnya dengan kenyataan perbuatannya, dan disebut juga musuh dalam selimut.
Pada hakikatnya kalimat, “Perangilah orang-orang kafir" bukanlah dimaksudkan semata-mata berperang yang bisa diartikan orang pada umumnya, yaitu mempergunakan senjata dengan kekerasan. Sebab pokok kata yang diartikan ialah jihad. Dan arti jihad yang lebih dekat ialah kerja keras dengan segala kesungguhan. Atau berjuanglah! Atau lawanlah, tentanglah, desaklah orang-orang kafir itu. Yaitu dengan melakukan segala macam usaha, dengan harta, dengan tenaga, dengan lisan, dengan tulisan. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa menghadapi orang-orang kafir itu bukan saja dengan pedang, tetapi juga dengan pelajaran yang baik, dengan dakwah, pelajaran yang baik, juga dengan doa, dan seruan. “Dan bersikap keraslah terhadap mereka." Ahli ahli tafsir menafsirkan bahwa seruan jihad adalah lebih umum daripada seruan bersikap keras. Memerangi kekafiran tidak selalu mesti secara keras, kadang-kadang musuh dapat ditundukkan dengan sikap lemah lembut, atau dengan hujjah (alasan) yang tepat. Tetapi sikap keras hendaklah dilakukan kepada orang-orang munafik. Mereka tidak boleh diberi hati! “Tempat pulang mereka ialah Jahannam," Sebab akhir daripada perjalanan yang jahat, tidaklah yang baik.
“Dan itukah seburuk-buruk kesudahan."
Karena kesalahan langkah dari semula, ujungnya ialah nasib yang buruk jua adanya.