Ayat
Terjemahan Per Kata
فَذَاقَتۡ
maka mereka merasakan
وَبَالَ
akibat buruk
أَمۡرِهَا
urusannya/perbuatannya
وَكَانَ
dan adalah
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
أَمۡرِهَا
urusannya/perbuatannya
خُسۡرًا
kerugian
فَذَاقَتۡ
maka mereka merasakan
وَبَالَ
akibat buruk
أَمۡرِهَا
urusannya/perbuatannya
وَكَانَ
dan adalah
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
أَمۡرِهَا
urusannya/perbuatannya
خُسۡرًا
kerugian
Terjemahan
Maka, mereka telah merasakan akibat buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar.
Tafsir
(Maka mereka merasakan akibat dari perbuatannya) hukuman dari perbuatannya (dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar) kerugian dan kebinasaan.
Tafsir Surat Ath-Thalaq: 8-11
Dan betapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai akal, (yaitu) orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surgayang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengancam orang yang menentang perintah-Nya, mendustakan rasul-Nya, dan menempuh jalan yang tidak disyari'atkan oleh-Nya seraya memberitakan terhadapnya tentang apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu sebagai akibat dari perbuatan buruk mereka. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan betapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya. (Ath-Thalaq: 8) Yakni membangkang, melampaui batas, dan angkuh, tidak mau mengikuti perintah Allah dan tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya. maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (Ath-Thalaq: 8) Maksudnya, siksaan yang mengerikan lagi hebat. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. (Ath-Thalaq: 9) Yaitu akibat dari sikap mereka yang menentang, dan akhirnya mereka menyesali perbuatannya di saat tiada gunanya lagi bagi mereka penyesalan.
dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras. (Ath-Thalaq: 9-10) di negeri akhirat di samping azab di dunia yang menimpa diri mereka. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala sesudah menceritakan berita tentang mereka berfirman: maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal. (Ath-Thalaq: 10) Yakni yang mempunyai pemahaman yang lurus. Maksudnya, janganlah kalian menjadi orang-orang seperti mereka, karena akibatnya kalian akan tertimpa azab sebagaimana azab yang menimpa diri mereka, wahai orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang beriman. (Ath-Thalaq: 10) Maksudnya, membenarkan Allah dan rasul-rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Ath-Thalaq: 10) Yaitu Al-Qur'an, semakna dengan zikir yang disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq: 11) Sebagian ulama mengatakan, lafal Rasulan di-nasab-kan karena dianggap sebagai badal isytimal mengingat Rasulullah yang menyampaikan Al-Qur'an. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar, lafal Rasul menjadi tafsir dari zikir atau Al-Qur'an.
Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: (Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq: 11) Yakni ayat-ayat Allah yangjelas, terang, lagi gamblang. supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. (Ath-Thalaq: 11) Seperti halnya firman-Nya: Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya. (Ibrahim: l) Dan firman-Nya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al-Baqarah: 257) Yakni dari kegelapan kekafiran dan kebodohan menuju kepada cahaya iman dan ilmu. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan wahyu yang Dia turunkan dengan nama nur atau cahaya, karena dengan cahaya orang mendapat petunjuk. Sebagaimana Dia menamakannya pula dengan sebutan roh, karena dengannya hati manusia menjadi hidup.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya. (Ath-Thalaq: 11) Tafsir ayat yang semisal dengan ayat ini telah disebutkan sebelumnya berulang-ulang dan tidak perlu diulangi lagi, segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.
Sehingga mereka, orang-orang yang mencemoohkan misi para rusul itu, merasakan akibat buruk dari perbuatannya, baik azab di dunia lebih-lebih azab di akhirat, dan akibat perbuatan mereka itu akan disadari oleh mereka di akhirat merupakan kerugian yang besar bagi diri mereka sendiri. 10. Sejalan dengan ayat sebelumnya, Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, yaitu bagi orang-orang yang menolak beriman kepada-Nya; maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal, yaitu orang-orang yang berpikir, lagi beriman dan bertakwa kepada Allah supaya kamu terhindar dari azab yang mengerikan di akhirat. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan, yakni Al-Qur'an kepada kamu.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang yang diazab di hari Kiamat dengan azab yang mengerikan adalah seperti orang-orang yang memetik hasil tanaman mereka, mendapatkan hasil usaha mereka sesuai dengan tanaman dan usaha mereka. Jika baik yang ditanam, baik pula yang akan dipetik, sebaliknya jika buruk yang ditanam, buruk pula yang akan dipetik, dan tidak mungkin terjadi sebaliknya. Sejalan dengan uraian ini, dalam ayat lain dijelaskan:
Barang siapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-(Nya). (Fussilat/41: 46)
Akibat perbuatan buruk yang mereka kerjakan, mereka memperoleh kerugian yang sangat besar.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Jika dilihat sepintas lalu, tidaklah ada lagi hubungan ayat-ayat yang berkenaan dengan talak dari ayat 1 sampai ayat 7. Tetapi kalau direnungkan lebih dalam, jelas ada pertaliannya. Dasar kehidupan yang dibina dalam mendirikan rumah tangga ialah takwa kepada Allah. Suami istri yang diberkahi Allah dianugerahi anak-anak. Dari sanalah berkembang menjadi kampung, jadi negeri dan kota. Bahkan jadi negara!
Kalau rasa takwa tidak dijadikan alas dasar hidup bersuami istri, padahal suami istri yang jadi rumah tangga menjadi kampung, desa, dusun, teratak, kota dan negeri, niscaya akan kacau balaulah masyarakat negeri itu.
Ayat 8
“Dan berapa banyaknya negeri yang mendurhaka dari perintah Tuhannya dan rasul-rasul-Nya."
“Berapa banyaknya" berarti juga “Alangkah banyaknya." Kalau disebut “negeri men-durhaka" niscaya yang dimaksud adalah penduduk negeri itu. Negeri-negeri itu atau penduduk negeri-negeri itu tidak memerhatikan nilai-nilai ajaran Ilahi dan tidak mengacuhkan seruan yang disampaikan oleh rasul-rasul. Mereka berbuat sesuka hati, tidak mengerjakan yang disuruh Allah dan tidak menghentikan yang dilarang. Tipu-menipu, yang kuat menganiaya yang lemah, berzina, mencuri, merampok dan memeras, mencari rezeki dari yang tidak halal, korupsi. “Maka Kami hisablah dia dengan hisab yang sangat." Hisab artinya diperhitungkan oleh Allah dengan teliti sekali, sehingga kesalahan dan kecurangan itu mendapat ganjaran yang setimpal ketika di dunia ini juga. Artinya tidak ada keamanan hati, tidak ada rasa cinta-mencintai, segala rencana digagalkan Allah, hasil bumi tidak diberi keberkahan. Yang kaya benci kepada yang miskin, yang miskin berdendam kepada yang kaya. Itulah yang mereka rasakan di atas dunia ini juga. Segala teori dicobakan, sehingga negara jadi kelinci percobaan belaka, namun yang gagal lebih banyak daripada yang berhasil.
“Dan Kami siksa dia dengan siksaan yang ngeri."
Siksaan yang ngeri itu ialah yang akan mereka derita kelak di akhirat.
Ayat 9
“Maka dideritanyaiah bencana buruk dari pembuatannya."
Oleh karena sejak semula sudah tidak didasarkan kepada ketaatan kepada Allah, malahan Allah hanya semata-mata jadi permainan bibir, maka hasil dari perbuatan yang buruk itu ialah bencana belaka.
“Dan adalah akibat dari pembuatannya itu kerugian yang besar."
Ayat 9 ini adalah peringatan lebih keras tentang isi dari ayat 8, Yaitu bahwa perbuatan yang tidak berdasar kepada takwa kepada Allah, tidak menurut ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul, akhirnya akan membawa bencana yang buruk bagi masyarakat dalam negeri itu di dunia ini, dan akibat yang lebih sengsara lagi di akhirat. Yaitu
Ayat 10
“Allah menyediakan buat mereka adzab yang sangat."
Adzab di waktu hidup dan adzab setelah mati. Adzab karena meninggalkan jejak yang buruk yang dipusakakan kepada anak-cucu dan adzab penyesalan yang tidak berkeputusan sampai akhirat, yang di sana mereka akan jadi tempatnya. “(Oleh sebab itu) maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai inti sari pikiran." Yaitu orang-orang yang memandang jauh, orang-orang yang jadi pemimpin dan pemuka orang banyak dalam satu-satu negeri; janganlah mereka lupa kepada Allah karena kekhilafan sedikit saja dengan mengemudikan suatu negeri atau negara, maka seluruh penduduklah yang akan menanggung akibatnya. “Orang-orang yang beriman." Orang-orang yang mempunyai inti pikiran, yang berpemandangan jauh ialah pula orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka adalah imam, mereka akan diikuti oleh orang banyak. Kalau yang memegang kemudi negeri atau negara tidak bertakwa kepada Allah, tidak berpikiran mendalam, apatah lagi tidak beriman, akan hondang-pondanglah seluruh isi negeri ke dalam kecelakaan.
Perhatikan dan bandingkanlah panggilan Allah di ayat ini supaya orang yang berpikir berpandangan jauh agar bertakwa kepada Allah dalam memimpin negeri, sama dengan peringatan Allah kepada seorang suami agar bertakwa kepada Allah dalam memimpin rumah tangga.
“Telah menurunkan Allah kepada kamu suatu peringatan."
Artinya, bahwa dari Allah sudah cukup bimbingan kepada kamu, sehingga tidaklah patut kamu memilih jalan yang salah lagi, peringatan sudah cukup diberikan.
Ayat 11
“Seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepada kamu, dalam keadaan yang menjelaskan."
Peringatan yang menjelaskan ialah Al-Qur'an sendiri! Seorang Rasul ialah Nabi Muhammad ﷺ, yang dengan perantaraan beliau Al-Qur'an itu diturunkan. Maksud kedatangan Rasul membawakan peringatan yang menjelaskan itu ialah, “Supaya mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh dari dalam gelap gulita kepada terang benderang." Yaitu gelap gulita kekufuran kepada terang benderang iman. Gelap gulita jahiliyyah kepada terang benderang Islam. Gelap gulita musyrik mempersekutukan Allah kepada terang benderang tauhid, mengesakan Allah, “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah," sebagai sikap jiwa dan haluan batin. “Dan beramal yang saleh," yaitu bahwa iman itu dibuktikan dengan perbuatan dan langkah-langkah kehidupan, “Niscaya akan Dia masukkan dianya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." Dan itu hanya sebagian kecil saja dari nikmat yang disediakan Allah di sana. Adapun puncak nikmat paling tinggi yang akan diberi kesempatan melihat wajah Allah, sebagaimana tersebut di dalam ayat-ayat yang lain dalam berbagai-bagai surah tentang nikmat yang akan diterima di surga. “Kekal mereka di dalamnya selama-lamanya," sebab apabila masuk ke dalam surga, tidak akan keluar-keluar lagi, diam di situ mengecap segala kenikmatan dan kelezatan luar biasa dijanjikan Allah padanya. Bukan itu saja, malah hidup di sana terus-menerus kekal abadi, bukan seperti hidup di dunia yang berakhir dengan mati, sebab di akhirat tidak ada mati lagi.
“Sesungguhnya Allah telah menyediakan rezeki yang baik untuknya."
Yaitu dengan memberikan ganjaran dan segala kenikmatan yang sungguh menakjubkan penerimanya di akhirat.
Ayat 12
“Allah yang menciptakan ketujuh langit dan dari bumi pun seumpama itu pula."
Banyak bertemu ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit. Sekarang Allah pun mewahyukan bahwa bumi ini diciptakan Allah seperti itu pula yaitu tujuh pula.
Berbagai macam tafsir telah kita dapati, bahkan kadang-kadang dikuatkan pula dengan hadits dari Rasulullah, bahkan untuk penguatkan ada ahli tafsir yang menambahinya dengan berita-berita yang tidak terang pangkal asalnya, yang kalau pembacanya tidak dapat memperbedakan firman Allah yang asli dengan tafsiran manusia, bisa terperosok.
Fakhruddin ar-Razi menyalinkan sebuah contoh tafsir tentang langit tujuh lapis itu di dalam tafsirnya sendiri, yang beliau beri alasan bahwa tafsir yang dipakai orang itu tidak mau akal menerimanya.
Dikatakan dalam tafsir dongeng itu bahwa langit pertama ialah gelombang awan menutup penglihatan. Langit kelima perak. Langit keenam emas. Langit ketujuh intan.
Sambungan dongeng itu pula ialah bahwa jarak di antara satu langit dengan langit yang lain ialah 500 tahun perjalanan dan tebal masing-masing langit 500 tahun perjalanan.
Sesudah menyalin cerita ini Imam ar-Razi mengatakan, “Semuanya itu tidak ada harganya di mata ahli-ahli selidik yang sejati."
Tentang bumi seumpama langit itu pula, yaitu tujuh, maka telah banyak pula ditulis orang dulu-dulu tafsirnya menurut sekadar pengetahuan yang ada pada masa itu. Ada yang mengatakan memang bumi ini tujuh banyaknya dan pada tiap-tiap bumi ada Nabinya sendiri. Namun pangkal dari cerita ini tidak bertemu yang shahih dapat dijadikan pegangan. Ada pula yang mengatakan bahwa bumi hanya satu, tetapi terbagi kepada tujuh lapisan. Dasarnya terbagi tiga, pertama inti bumi, yang kedua atau di tengah tanah semata, ketiga tanah terbuka. Di tanah terbuka itulah hidup segala yang hidup, baik binatang atau tumbuh-tumbuhan. Di atasnya itu terdapat empat bagian, yaitu darat, laut, gunung, dan bagian yang dinamai manusia.
Tetapi apakah segala tafsiran ini sudah mutlak? Pasti tidak!
Bertambah usaha dan ikhtiar manusia menyelidiki alam ini, dengan berbagai kemajuan alat-alat penyelidik, diperhatikan dengan tekun, bertambahlah manusia insaf betapa besar dan luasnya “Malakuutus Samaawaati wal Ardhi" (Kerajaan yang meliputi semua langit dan bumi) ini, sehingga untuk ini dongeng-dongeng tidak laku lagi dan pengetahuan-pengetahuan yang setengah-setengah percuma. Dalam kemajuan ilmu pengetahuan itu orang telah sampai kepada kesimpulan yang dahulu telah disimpulkan juga oleh ulama-ulama salaf, yaitu baik tujuh lapis langit atau tujuh lapis bumi yang tersebut dalam Al-Qur'an biarlah tinggal yang sebagaimana adanya yang tertulis dalam Al-Qur'an. Sebab tiap-tiap tersingkap rahasia yang baru, bertambah tahu manusia bahwa yang didapatinya belum berarti apa-apa, dan teori-teori yang lama semuanya buyar. Apalagi dongeng!
“Berlaku kehendak Allah di antaranya semua." Artinya ialah bahwa segala yang dikehendaki oleh Allah, itulah saja yang berlaku, baik di ketujuh petala langit atau di ketujuh petala bumi: dilahirkan, dihidupkan dan dimatikan, didatangkan dan dipergikan. Dikayakan dan dimiskinkan. Dinaikkan dan dijatuhkan. Tidak ada yang terlepas dari ketentuan Allah itu, “Supaya tahulah kamu bahwa Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah menentukan." Lantaran itu pandai-pandailah engkau menjaga diri dan menentukan tujuan hidup. Sebab,
“Meliputi Ilmu-Nya atas tiap-tiap sesuatu."
Sehingga seekor semut hitam menjalar-jalar di atas batu hitam di dalam lubang gua yang kelam, dihitung oleh Allah akan gerak-geriknya. Oleh sebab itu maka kembalilah kepada inti sari yang terdapat dalam surah ath-Thalaaq ini; dalam mengurus rumah tangga, kehidupan bersuami istri, setia berbaur, bertingkah bercerai, namun intinya ialah takwa kepada Allah.
Dan dalam hidup bermasyarakat, sejak dari kampung dan kota, negeri dan negara, pegangannya sama juga, yaitu agar orang-orang yang mempunyai inti pikiran, yang memandang jauh ke muka jangan melepaskan pegangan yang kuat, yaitu takwa kepada Allah juga.
Selesai Tafsir Surah ath-Thalaaq.