Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
menciptkan
سَبۡعَ
tujuh
سَمَٰوَٰتٖ
langit
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
مِثۡلَهُنَّۖ
seperti itu
يَتَنَزَّلُ
turun/berlaku
ٱلۡأَمۡرُ
perintah
بَيۡنَهُنَّ
diantara mereka/diantaranya
لِتَعۡلَمُوٓاْ
supaya kamu mengetahui
أَنَّ
bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
وَأَنَّ
dan bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
قَدۡ
sungguh/benar-benar
أَحَاطَ
meliputi
بِكُلِّ
dengan segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عِلۡمَۢا
ilmu
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
menciptkan
سَبۡعَ
tujuh
سَمَٰوَٰتٖ
langit
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
مِثۡلَهُنَّۖ
seperti itu
يَتَنَزَّلُ
turun/berlaku
ٱلۡأَمۡرُ
perintah
بَيۡنَهُنَّ
diantara mereka/diantaranya
لِتَعۡلَمُوٓاْ
supaya kamu mengetahui
أَنَّ
bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
وَأَنَّ
dan bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
قَدۡ
sungguh/benar-benar
أَحَاطَ
meliputi
بِكُلِّ
dengan segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عِلۡمَۢا
ilmu
Terjemahan
Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan (menciptakan pula) bumi seperti itu. Perintah-Nya berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.
Tafsir
(Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi) tujuh lapis bumi. (Turunlah perintah) wahyu-Nya (di antaranya) di antara langit dan bumi, malaikat Jibril turun dari langit yang ketujuh hingga ke bumi lapis tujuh (agar kalian mengetahui) lafal lita'lamuu bertaalluq kepada lafal yang tidak disebutkan, yakni Allah memberi tahu kepada kalian akan hal tersebut, yaitu mengenai masalah penciptaan dan penurunan wahyu-Nya (bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu).
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu; dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan pengaruh-Nya yang besar. Dimaksudkan agar hal ini menjadi pendorong bagi umat manusia untuk mengagungkan agama yang lurus yang telah disyariatkan oleh-Nya. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit. (Ath-Thalaq: 12) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang menceritakan tentang Nabi Nuh, bahwa dia berkata kepada kaumnya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala lainnya, yaitu: Langit yang tujuh dan bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Yakni tujuh lapis.
Seperti yang dijelaskan di dalam sebuah hadits yang terdapat di dalam kitab Sahihain, yaitu: Barang siapa yang merebut tanah orang lain barang sejengkal, maka Allah akan mengalungkannya (pada lehernya) dari tujuh lapis bumi. Di dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan dengan lafal berikut: maka di dibenamkan ke dalamnya sampai tujuh lapis bumi. Jalur-jalur periwayatan dan lafal-lafal hadits ini telah diketengahkan, dan para ulama ahli hadits mengatakan bahwa hadits ini terdapat di dalam permulaan kitab Al-Bidayah wan Nihayah, sebagai sumbernya, yaitu dalam Bab "Penciptaan Bumi." Adapun mengenai pendapat orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis adalah tujuh kawasan, maka sesungguhnya pendapatnya itu jauh dari kebenaran dan tenggelam ke dalam pertentangan serta menyimpang dari Al-Qur'an dan hadits tanpa sandaran.
Dalam tafsir surat Al-Hadid, yaitu pada tafsir firman-Nya: Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin. (Al-Hadid: 3) telah disebutkan tujuh lapis bumi, dan bahwa jarak di antara masing-masing lapis serta ketebalannya sama dengan jarak perjalanan lima ratus tahun. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya. Demikian pula telah disebutkan dalam hadits yang lain, yaitu: Tiadalah tujuh lapis langit dan semua yang ada padanya dan semua yang ada di antara tiap lapisnya, begitu pula tujuh lapis bumi dan semua yang ada padanya serta semua yang ada di antara tiap lapisnya, (bila dibandingkan) dengan Al-Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran kecil (mata uang logam) yang tergeletak dipadang sahara yang luas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kamj Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Bahwa seandainya aku ceritakan kepada kalian mengenai tafsirnya, tentulah kalian akan mengingkarinya, dan keingkaran kalian itu ialah mendustakan makna ayat ini.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Sa'd Al-Qummi Al-Asy'ari, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah Al-Khuza'i, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12), hingga akhir ayat. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Apakah yang menjamin bahwa jika aku ceritakan kepadamu maka kamu tidak mengingkarinya?" Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrrah, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Amr mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, "Pada tiap-tiap lapis bumi terdapat orang yang seperti Nabi Ibrahim dan yang semisal dengan jumlah makhluk yang ada di atas bumi." Ibnul Musanna mengatakan dalam hadits yang diriwayatkannya, bahwa pada tiap-tiap langit terdapat (orang yang sama seperti Nabi) Ibrahim.
Imam Baihaqi telah meriwayatkan di dalam Kitabul Asma was Sifat atsar ini dari Ibnu Abbas dengan lafal yang lebih rinci. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafrz, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ganam An-Nakha'i, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari ‘Atha’ ibnus Saib, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Yakni tujuh lapis bumi, dan pada tiap lapis bumi terdapat seorang nabi seperti nabi kalian, Adam seperti Adam, Nuh seperti Nuh, Ibrahim seperti Ibrahim, dan Isa seperti Isa.
Kemudian Imam Baihaqi meriwayatkannya melalui hadits Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq: 12) Bahwa pada tiap lapis bumi terdapat nabi seperti Nabi Ibrahim a.s. Selanjutnya Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad atsar ini sampai kepada Ibnu Abbas shahih. Tetapi atsar ini syaz sekali, dan aku tidak mengetahui bahwa Abud Duha merupakan salah seorang pengikut Ibnu Abbas; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia Al-Qurasyi, telah mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar bahwa telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Hatim Al-Mada-ini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sulaiman, dari Usman ibnu Abu Dahras yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ menjumpai para sahabatnya yang saat itu mereka sedang terdiam, tiada seorang pun yang berkata-kata. Maka beliau ﷺ bertanya, "Mengapa kalian tidak berbicara?" Mereka menjawab, "Kami sedang memikirkan makhluk Allah subhanahu wa ta’ala" Maka Nabi ﷺ bersabda: Memang demikianlah yang harus kamu lakukan. Pikirkanlah olehmu tentang makhluk Allah, dan janganlah kamu pikirkan tentang Allah.
Karena sesungguhnya di sebelah barat (magrib) ini terdapat bumi yang putih, cahayanya putih atau putihnya karena cahayanya seluas perjalanan matahari selama empat puluh hari. Padanya terdapat suatu makhluk dari makhluk Allah subhanahu wa ta’ala Mereka tidak pernah durhaka kepada Allah barang sekejap mata pun. Mereka bertanya, "Kalau begitu, di manakah tempat setan selain mereka?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Mereka tidak mengenal apakah setan telah diciptakan ataukah tidak." Mereka bertanya, "Apakah mereka dari keturunan Adam? Rasulullah ﷺ menjawab, "Mereka tidak mengenal apakah Adam diciptakan ataukah tidak." Hadits ini berpredikat mursal, dan munkar sekali. Dan Usman ibnu Abu Dahras disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam suatu kitabnya, bahwa Usman ibnu Abu Dahras meriwayatkan hadits dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Al-Hakam ibnu Abul As, juga telah meriwayatkan darinya (salah seorang keluarga Al-Hakam ibnu Abul As) Sufyan ibnu Uyaynah, Yahya ibnu Salim At-Ta-ifi, dan Ibnul Mubarak.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya berkata demikian."
Allah yang menciptakan tujuh lapis langit dan demikian juga penciptaan dari bumi serupa itu, yakni tujuh lapis bumi. Perintah Allah berupa hukum alam berlaku padanya secara mutlak, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu yang menyadarkan manusia untuk beriman dan taat kepada Allah; dan menyadari bahwa ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu, baik yang kasat mata maupun yang tersembunyi. 1. Setelah pada surah sebelumnya Allah menyapa Nabi tentang hukum dan etika menceraikan istri, pada awal surah ini Allah menyapa, 'Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu dengan bersumpah tidak akan pernah minum madu setelah minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, salah seorang istrimu, dan tidak akan pernah melakukan hubungan suami istri dengan Mariyah al-Qib'iyyah, setelah berhubungan di rumah Hafsah' hanya karena Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu, terutama Hafsah dan '''isyah'' Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang kepada siapa saja yang bertobat, termasuk dua istri Nabi, yaitu Hafsah dan '''isyah.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dialah yang menciptakan tujuh petala langit dan yang menciptakan tujuh lapis bumi. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud , Nabi ﷺ bersabda:
Wahai Abu dzarr, tidaklah ada (perbandingan) tujuh petala langit dengan kursi melainkan seperti lingkaran kecil di hamparan tanah yang luas. Sedangkan (perbandingan) 'Arsy dengan kursi di hamparan tanah yang luas dengan lingkaran kecil. (Riwayat Ibn hibban dan Abu Nu'aim)
Perintah, qadha', dan qadar Allah berlaku di antara bumi dan langit. Dialah yang mengatur semuanya sesuai dengan ilmu-Nya yang Mahaluas, menerapkan kebijaksanaan-Nya yang adil dan membawa maslahat. Semuanya itu bertujuan agar manusia mengetahui sejauh mana kekuasaan Allah. Tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi kehendak-Nya. Dia kuasa di atas segala sesuatu. Hal ini juga bertujuan agar manusia mengetahui bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatunya. Tidak ada sesuatu di langit dan di bumi walau bagaimanapun kecilnya, kecuali diketahui Allah. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit. (Ali 'Imran/3: 5)
Dijelaskan juga dalam firman-Nya yang lain:
Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. (Ibrahim/14: 38).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Jika dilihat sepintas lalu, tidaklah ada lagi hubungan ayat-ayat yang berkenaan dengan talak dari ayat 1 sampai ayat 7. Tetapi kalau direnungkan lebih dalam, jelas ada pertaliannya. Dasar kehidupan yang dibina dalam mendirikan rumah tangga ialah takwa kepada Allah. Suami istri yang diberkahi Allah dianugerahi anak-anak. Dari sanalah berkembang menjadi kampung, jadi negeri dan kota. Bahkan jadi negara!
Kalau rasa takwa tidak dijadikan alas dasar hidup bersuami istri, padahal suami istri yang jadi rumah tangga menjadi kampung, desa, dusun, teratak, kota dan negeri, niscaya akan kacau balaulah masyarakat negeri itu.
Ayat 8
“Dan berapa banyaknya negeri yang mendurhaka dari perintah Tuhannya dan rasul-rasul-Nya."
“Berapa banyaknya" berarti juga “Alangkah banyaknya." Kalau disebut “negeri men-durhaka" niscaya yang dimaksud adalah penduduk negeri itu. Negeri-negeri itu atau penduduk negeri-negeri itu tidak memerhatikan nilai-nilai ajaran Ilahi dan tidak mengacuhkan seruan yang disampaikan oleh rasul-rasul. Mereka berbuat sesuka hati, tidak mengerjakan yang disuruh Allah dan tidak menghentikan yang dilarang. Tipu-menipu, yang kuat menganiaya yang lemah, berzina, mencuri, merampok dan memeras, mencari rezeki dari yang tidak halal, korupsi. “Maka Kami hisablah dia dengan hisab yang sangat." Hisab artinya diperhitungkan oleh Allah dengan teliti sekali, sehingga kesalahan dan kecurangan itu mendapat ganjaran yang setimpal ketika di dunia ini juga. Artinya tidak ada keamanan hati, tidak ada rasa cinta-mencintai, segala rencana digagalkan Allah, hasil bumi tidak diberi keberkahan. Yang kaya benci kepada yang miskin, yang miskin berdendam kepada yang kaya. Itulah yang mereka rasakan di atas dunia ini juga. Segala teori dicobakan, sehingga negara jadi kelinci percobaan belaka, namun yang gagal lebih banyak daripada yang berhasil.
“Dan Kami siksa dia dengan siksaan yang ngeri."
Siksaan yang ngeri itu ialah yang akan mereka derita kelak di akhirat.
Ayat 9
“Maka dideritanyaiah bencana buruk dari pembuatannya."
Oleh karena sejak semula sudah tidak didasarkan kepada ketaatan kepada Allah, malahan Allah hanya semata-mata jadi permainan bibir, maka hasil dari perbuatan yang buruk itu ialah bencana belaka.
“Dan adalah akibat dari pembuatannya itu kerugian yang besar."
Ayat 9 ini adalah peringatan lebih keras tentang isi dari ayat 8, Yaitu bahwa perbuatan yang tidak berdasar kepada takwa kepada Allah, tidak menurut ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul, akhirnya akan membawa bencana yang buruk bagi masyarakat dalam negeri itu di dunia ini, dan akibat yang lebih sengsara lagi di akhirat. Yaitu
Ayat 10
“Allah menyediakan buat mereka adzab yang sangat."
Adzab di waktu hidup dan adzab setelah mati. Adzab karena meninggalkan jejak yang buruk yang dipusakakan kepada anak-cucu dan adzab penyesalan yang tidak berkeputusan sampai akhirat, yang di sana mereka akan jadi tempatnya. “(Oleh sebab itu) maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai inti sari pikiran." Yaitu orang-orang yang memandang jauh, orang-orang yang jadi pemimpin dan pemuka orang banyak dalam satu-satu negeri; janganlah mereka lupa kepada Allah karena kekhilafan sedikit saja dengan mengemudikan suatu negeri atau negara, maka seluruh penduduklah yang akan menanggung akibatnya. “Orang-orang yang beriman." Orang-orang yang mempunyai inti pikiran, yang berpemandangan jauh ialah pula orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka adalah imam, mereka akan diikuti oleh orang banyak. Kalau yang memegang kemudi negeri atau negara tidak bertakwa kepada Allah, tidak berpikiran mendalam, apatah lagi tidak beriman, akan hondang-pondanglah seluruh isi negeri ke dalam kecelakaan.
Perhatikan dan bandingkanlah panggilan Allah di ayat ini supaya orang yang berpikir berpandangan jauh agar bertakwa kepada Allah dalam memimpin negeri, sama dengan peringatan Allah kepada seorang suami agar bertakwa kepada Allah dalam memimpin rumah tangga.
“Telah menurunkan Allah kepada kamu suatu peringatan."
Artinya, bahwa dari Allah sudah cukup bimbingan kepada kamu, sehingga tidaklah patut kamu memilih jalan yang salah lagi, peringatan sudah cukup diberikan.
Ayat 11
“Seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepada kamu, dalam keadaan yang menjelaskan."
Peringatan yang menjelaskan ialah Al-Qur'an sendiri! Seorang Rasul ialah Nabi Muhammad ﷺ, yang dengan perantaraan beliau Al-Qur'an itu diturunkan. Maksud kedatangan Rasul membawakan peringatan yang menjelaskan itu ialah, “Supaya mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh dari dalam gelap gulita kepada terang benderang." Yaitu gelap gulita kekufuran kepada terang benderang iman. Gelap gulita jahiliyyah kepada terang benderang Islam. Gelap gulita musyrik mempersekutukan Allah kepada terang benderang tauhid, mengesakan Allah, “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah," sebagai sikap jiwa dan haluan batin. “Dan beramal yang saleh," yaitu bahwa iman itu dibuktikan dengan perbuatan dan langkah-langkah kehidupan, “Niscaya akan Dia masukkan dianya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." Dan itu hanya sebagian kecil saja dari nikmat yang disediakan Allah di sana. Adapun puncak nikmat paling tinggi yang akan diberi kesempatan melihat wajah Allah, sebagaimana tersebut di dalam ayat-ayat yang lain dalam berbagai-bagai surah tentang nikmat yang akan diterima di surga. “Kekal mereka di dalamnya selama-lamanya," sebab apabila masuk ke dalam surga, tidak akan keluar-keluar lagi, diam di situ mengecap segala kenikmatan dan kelezatan luar biasa dijanjikan Allah padanya. Bukan itu saja, malah hidup di sana terus-menerus kekal abadi, bukan seperti hidup di dunia yang berakhir dengan mati, sebab di akhirat tidak ada mati lagi.
“Sesungguhnya Allah telah menyediakan rezeki yang baik untuknya."
Yaitu dengan memberikan ganjaran dan segala kenikmatan yang sungguh menakjubkan penerimanya di akhirat.
Ayat 12
“Allah yang menciptakan ketujuh langit dan dari bumi pun seumpama itu pula."
Banyak bertemu ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit. Sekarang Allah pun mewahyukan bahwa bumi ini diciptakan Allah seperti itu pula yaitu tujuh pula.
Berbagai macam tafsir telah kita dapati, bahkan kadang-kadang dikuatkan pula dengan hadits dari Rasulullah, bahkan untuk penguatkan ada ahli tafsir yang menambahinya dengan berita-berita yang tidak terang pangkal asalnya, yang kalau pembacanya tidak dapat memperbedakan firman Allah yang asli dengan tafsiran manusia, bisa terperosok.
Fakhruddin ar-Razi menyalinkan sebuah contoh tafsir tentang langit tujuh lapis itu di dalam tafsirnya sendiri, yang beliau beri alasan bahwa tafsir yang dipakai orang itu tidak mau akal menerimanya.
Dikatakan dalam tafsir dongeng itu bahwa langit pertama ialah gelombang awan menutup penglihatan. Langit kelima perak. Langit keenam emas. Langit ketujuh intan.
Sambungan dongeng itu pula ialah bahwa jarak di antara satu langit dengan langit yang lain ialah 500 tahun perjalanan dan tebal masing-masing langit 500 tahun perjalanan.
Sesudah menyalin cerita ini Imam ar-Razi mengatakan, “Semuanya itu tidak ada harganya di mata ahli-ahli selidik yang sejati."
Tentang bumi seumpama langit itu pula, yaitu tujuh, maka telah banyak pula ditulis orang dulu-dulu tafsirnya menurut sekadar pengetahuan yang ada pada masa itu. Ada yang mengatakan memang bumi ini tujuh banyaknya dan pada tiap-tiap bumi ada Nabinya sendiri. Namun pangkal dari cerita ini tidak bertemu yang shahih dapat dijadikan pegangan. Ada pula yang mengatakan bahwa bumi hanya satu, tetapi terbagi kepada tujuh lapisan. Dasarnya terbagi tiga, pertama inti bumi, yang kedua atau di tengah tanah semata, ketiga tanah terbuka. Di tanah terbuka itulah hidup segala yang hidup, baik binatang atau tumbuh-tumbuhan. Di atasnya itu terdapat empat bagian, yaitu darat, laut, gunung, dan bagian yang dinamai manusia.
Tetapi apakah segala tafsiran ini sudah mutlak? Pasti tidak!
Bertambah usaha dan ikhtiar manusia menyelidiki alam ini, dengan berbagai kemajuan alat-alat penyelidik, diperhatikan dengan tekun, bertambahlah manusia insaf betapa besar dan luasnya “Malakuutus Samaawaati wal Ardhi" (Kerajaan yang meliputi semua langit dan bumi) ini, sehingga untuk ini dongeng-dongeng tidak laku lagi dan pengetahuan-pengetahuan yang setengah-setengah percuma. Dalam kemajuan ilmu pengetahuan itu orang telah sampai kepada kesimpulan yang dahulu telah disimpulkan juga oleh ulama-ulama salaf, yaitu baik tujuh lapis langit atau tujuh lapis bumi yang tersebut dalam Al-Qur'an biarlah tinggal yang sebagaimana adanya yang tertulis dalam Al-Qur'an. Sebab tiap-tiap tersingkap rahasia yang baru, bertambah tahu manusia bahwa yang didapatinya belum berarti apa-apa, dan teori-teori yang lama semuanya buyar. Apalagi dongeng!
“Berlaku kehendak Allah di antaranya semua." Artinya ialah bahwa segala yang dikehendaki oleh Allah, itulah saja yang berlaku, baik di ketujuh petala langit atau di ketujuh petala bumi: dilahirkan, dihidupkan dan dimatikan, didatangkan dan dipergikan. Dikayakan dan dimiskinkan. Dinaikkan dan dijatuhkan. Tidak ada yang terlepas dari ketentuan Allah itu, “Supaya tahulah kamu bahwa Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah menentukan." Lantaran itu pandai-pandailah engkau menjaga diri dan menentukan tujuan hidup. Sebab,
“Meliputi Ilmu-Nya atas tiap-tiap sesuatu."
Sehingga seekor semut hitam menjalar-jalar di atas batu hitam di dalam lubang gua yang kelam, dihitung oleh Allah akan gerak-geriknya. Oleh sebab itu maka kembalilah kepada inti sari yang terdapat dalam surah ath-Thalaaq ini; dalam mengurus rumah tangga, kehidupan bersuami istri, setia berbaur, bertingkah bercerai, namun intinya ialah takwa kepada Allah.
Dan dalam hidup bermasyarakat, sejak dari kampung dan kota, negeri dan negara, pegangannya sama juga, yaitu agar orang-orang yang mempunyai inti pikiran, yang memandang jauh ke muka jangan melepaskan pegangan yang kuat, yaitu takwa kepada Allah juga.
Selesai Tafsir Surah ath-Thalaaq.