Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan tidak
يَتَمَنَّوۡنَهُۥٓ
mereka mengharapkannya
أَبَدَۢا
selama-lamanya
بِمَا
dengan apa/disebabkan
قَدَّمَتۡ
mendahulukan/memperbuat
أَيۡدِيهِمۡۚ
tangan-tangan mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِٱلظَّـٰلِمِينَ
pada orang-orang yang zalim
وَلَا
dan tidak
يَتَمَنَّوۡنَهُۥٓ
mereka mengharapkannya
أَبَدَۢا
selama-lamanya
بِمَا
dengan apa/disebabkan
قَدَّمَتۡ
mendahulukan/memperbuat
أَيۡدِيهِمۡۚ
tangan-tangan mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِٱلظَّـٰلِمِينَ
pada orang-orang yang zalim
Terjemahan
Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan apa (keburukan) yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.
Tafsir
(Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan-tangan mereka sendiri) yaitu berupa kekafiran mereka kepada Nabi ﷺ yang hal ini menunjukkan kepada kedustaan mereka terhadap ayat-ayat Allah. (Dan Allah Mengetahui orang-orang yang lalim) yakni orang-orang yang kafir.
Tafsir Surat Al-Jumu'ah: 5-8
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Katakanlah, "Wahai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.
Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mencela orang-orang Yahudi yang telah diberi kitab Taurat dan telah Dia bebankan kepada mereka kitab Taurat itu untuk diamalkan.
Kemudian mereka tidak mengamalkannya, perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan keledai yang dipikulkan di atas punggungnya kitab-kitab yangtebal. Makna yang dimaksud ialah keledai itu tidak dapat memahami kitab-kitab yang dipikulnya dan tidak mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, karena keledai hanya bisa memikulnya saja tanpa dapat membedakan muatan apa yang dibawanya. Demikian pula halnya dengan mereka yang telah diberi Al-Kitab, mereka hanya dapat menghafalnya secara harfiyah, tetapi tidak memahaminya dan tidak pula rfiengamalkan pesan-pesan dan perintah-perintah serta larangan-larangan yang terkandung di dalamnya.
Bahkan mereka menakwilkannya dengan takwilan yang menyimpang dan menggantinya dengan yang lain. Keadaan mereka jauh lebih buruk daripada keledai, karena keledai adalah hewan yang tidak berakal, sedangkan mereka adalah makhluk yang berakal, tetapi tidak menggunakannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain: Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebihsesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Al-Jumu'ah: 5) "" Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang berbicara pada hari Jumat, padahal imam sedang berkhotbah, maka perumpamaannya sama dengan keledai yang memikul kitab-kitab yang tebal. Dan orang yang berkata kepadanya, "Diamlah!" Maka tiada (pahala) Jumat baginya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Katakanlah, "Wahai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar. (Al-Jumu'ah: 6) Yakni jika kalian mendakwakan bahwa diri kalian berada dalam petunjuk, dan bahwa Muhammad ﷺ dan para sahabatnya berada dalam kesesatan, maka doakanlah kematian bagi golongan yang sesat di antara kedua golongan itu, jika kamu memang orang-orang yang benar dalam pengakuanmu itu.
Dan dalam firman berikutnya Allah subhanahu wa ta’ala menjawab: Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. (Al-Jumu'ah: 7) Yaitu disebabkan kekafiran, perbuatan aniaya, dan perbuatan durhaka yang mereka kerjakan untuk diri mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. (Al-Jumu'ah: 7) Dalam pembahasan yang lalu dalam tafsir surat Al-Baqarah telah kami jelaskan tentang mubahalah yang diajukan terhadap orang-orang Yahudi, yaitu melalui firman-Nya: Katakanlah, "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih tamak lagi) daripada orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 94-96) Telah kami bahas dan kami jelaskan pula dalam tafsir ayat di atas, bahwa makna yang dimaksud ialah mereka diminta untuk melakukan sumpah dengan musuh mereka bahwa siapa yang sesat dari mereka semoga ditimpa oleh laknat Allah; apakah diri mereka ataukah musuh mereka.
Sebagaimana telah disebutkan pula dalam pembahasan mubahalah terhadap orang-orang Nasrani dalam surat Ali Imran melalui firman-Nya: Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan) kamu, maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61) Dan mubahalah terhadap orang-orang musyrik dalam surat Maryam melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesalan, maka biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya." (Maryam: 75) .
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Yazid Az-Zurqi, telah menceritakan kepada kami Abu Yazid, telah menceritakan kepada kami Furat, dari Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal la'natullah pernah mengatakan bahwa sesungguhnya jika ia melihat Muhammad di dekat Ka'bah, maka ia benar-benar akan mendatanginya dan menginjak lehernya (bila Muhammad) sedang shalat.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Seandainya dia benar-benar melakukannya, niscaya malaikat akan menyambarnya secara terang-terangan. Dan seandainya orang-orang Yahudi mau mengharapkan kematian (diri mereka), niscaya mereka semuanya mati, lalu mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang ber-mubahalah dengan Rasulullah ﷺ mau keluar (untuk ber-mubahalah), tentulah mereka kembali ke tempat mereka tanpa menemukan lagi baik keluarga maupun harta benda mereka. Imam Al-Bukhari, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai meriwayatkan hadits ini melalui Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abdul Karim. Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa diikuti pula oleh Amr ibnu Khalid, dari Ubaidillah ibnu Amr dari Abdul Karim.
Imam An-Nasai telah meriwayatkannya pula dari Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Halabi, dari Ubaidillah ibnu Amr Ar-Ruqqi dengan sanad yang sama dan lebih sempurna. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(Al-Jumu'ah: 8) Semakna dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang disebutkan di dalam surat An-Nisa, yaitu: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78) Di dalam kitab Mu jam Imam Ath-Thabarani disebutkan melalui hadits Mu'az Muhammad ibnu Muhammad Al-Hudali, dari Yunus, dari Al-Hasan, dari Samurah secara marfu': .
Perumpamaan orang yang lari dari kematian sama dengan musang yang dikejar oleh bumi karena suatu utang, maka musang itu melarikan diri dengan cepatnya; hingga manakala ia kecapaian dan napasnya tersengal-sengal, lalu ia masuk ke dalam liangnya. Dan bumi pun berkata kepadanya, "Wahai musang, mana utangku, lalu musang itu keluar melarikan diri dengan cepatnya karena ditagih utang, dan ia terus-menerus dalam keadaan demikian hingga pada akhirnya ia kehabisan napas dan mati."
Namun demikian, mereka tidak mungkin mengharapkan kematian. Dan mereka, tokoh-tokoh Yahudi di Madinah yang mengaku kekasih Allah tidak akan pernah mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Hal ini karena hati kecil mereka mengakui dirinya salah dan menyadari bahwa kematian akan mengungkapkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Dan Allah Maha Mengetahui pengakuan, perasaan, dan kegelisahan orang-orang yang zalim, yaitu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri dengan berbuat kejahatan, padahal mereka mengetahuinya. 8. Kematian yang tidak diharapkan itu pasti akan datang. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad kepada para pemuka Yahudi di Madinah, 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, karena kamu menyadari bahwa kematian akan mengungkapkan siapa yang salah dan siapa yang benar, ia, kematian, meskipun dijauhi pasti menemui kamu, di mana pun kamu berada; kemudian kamu, melalui pintu kematian, akan dikembalikan kepada Allah untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan selama hidup di dunia. Dia Yang Maha Mengetahui yang gaib, yang tidak terlihat, dan yang nyata, yang kasat mata; lalu Dia akan memberitahukan kepada kamu dengan lengkap dan menyeluruh apa yang telah kamu kerjakan, baik kejahatan maupun kebaikan. '.
Allah menegaskan bahwa para penganut agama Yahudi tidak akan meminta cepat mati, karena mereka menyadari dan mengetahui kesalahan dan keadaan mereka yang bergelimang dosa. Kalau mereka betul-betul menginginkan agar cepat mati, pasti akan terlaksana atas iradat dan kodrat Allah, dan kepada mereka itu akan ditimpakan siksa Allah yang amat pedih.
Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (al-Baqarah/2: 96).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
UMPAMA KELEDAI MEMIKUL BUKU
Ayat 5
“Penumpamaan orang-orang yang dipikulkan Taurat kepada mereka kemudian tidak memikulnya."
Sebagaimana kita telah maklum, Taurat adalah kumpulan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa yang berpangkal pada sepuluh hukum yang diturunkan di atas Bukit Thursina, di lembah suci yang bernama Thuwaa. Taurat dan tambahan peraturan-peraturan yang lain diturunkan Allah kepada beliau setelah Bani Israil dibebaskan dari perbudakan Fir'aun, setelah penderitaan empat ratus tahun lamanya. Setelah selamat sampai di seberang, diturunkanlah Taurat itu untuk mengatur masyarakat Bani Israil. Oleh sebab itu maka kaum Yahudi sebagai keturunan Bani Israil mengakui bahwa sejak meninggalnya Nabi Musa, Taurat itulah pedoman hidup mereka, dan karena Taurat itulah mereka disebut Ahlul Kitab atau kaum “Utul Kitab".
Maka menjadi kebanggaanlah bagi mereka karena mereka mempunyai Taurat. Merasalah mereka bahwa mereka paling tinggi kedudukannya di sisi Allah, karena mereka menerima Taurat, walaupun Taurat itu hanya disebut dengan mulut, hafal segala ayatnya, tetapi tidak dihayati dan tidak dipegang teguh lagi inti sari yang dikandung di dalamnya. Samalah dengan keadaan orang yang dibebani dengan suatu pikulan, padahal tidak dipikulnya dengan benar, “Adalah seumpama seekor keledai yang memikul buku-buku." Dipikulkan kepada keledai itu buku-buku untuk diangkat dari satu tempat ke tempat yang lain, sampai dia keluar keringat karena beratnya, tetapi keledai itu tidak tahu apa isi dari yang dipikulnya itu.
Perumpamaan keledai memikul ini ada dalam cerita perumpamaan Melayu. Yaitu tentang dua ekor keledai menyeberangi sungai; yang seekor memikul beban garam dan yang seekor lagi memikul beban bunga karang. Yang mula-mula menyeberang sungai ialah yang memikul garam. Maka mulai saja kakinya tercecah ke dalam sungai, garam itu telah mulai cair karena bertemu dengan air, sehingga setelah ia sampai di seberang, dia merasa ringan karena garam itu telah hancur sama sekali kena air. Melihat temannya telah ringan demikian, maka keledai yang memikul bunga karang itu pun mencoba pula. Padahal pikulannya sangat ringan, sebab hanya bunga karang atau spons. Tetapi berbeda dengan kawannya yang telah menyeberang dengan keringanan itu, pada dirinya terjadi sebaliknya. Mulai saja kakinya tercecah masuk sungai, bunga karang telah mulai mengisap air. Bertambah dia melangkah bertambah berat bebannya, sebab air telah dihisap oleh bunga karang. Nyaris dia mati hanyut terbenam dalam sungai itu, karena berat beban air yang dibawanya.
Di masa mudaku pada tahun 1926 seorang keling tua di Pasar Mudik di Padang bercerita tentang pepatah di negerinya, “Gaddake za'faran kia malem." Artinya, “Keledai tidaklah tahu bahwa yang dipikulnya itu adalah za'faran yang harum wangi." Baginya akan sama saja harga za'faran itu dengan rumput.
Di dalam ayat 5 surah al-Jumu'ah ini bertemu perumpamaan keledai memikul buku-buku. Bebannya berat, tetapi dia tidak tahu bahwa isi buku-buku itu adalah mahal. Begitulah orang Yahudi yang memikul Taurat itu. Dia membanggakan diri memikul Taurat, namun sikapnya terhadap Taurat itu sama saja dengan sikap keledai, isinya tidak dipelajarinya dan tidak diamalkannya.
Ayat ini ada pertaliannya dengan ayat yang sebelumnya, yaitu tentang karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Orang Yahudi di Madinah timbul dengki karena kaum yang ummiy dan seorang putranya yang ummiy pula jadi Rasul. Mereka selama ini memandang rendah orang-orang Arab itu, sehingga kata-kata Arab disejalankan dengan ummiy. Sampai mereka tidak memandang berdosa jika orang yang ummiy itu dianiaya saja, utang kepadanya tidak dibayar, dipandang manusia kelas dua; di mana bertemu kepada bangsa yang dipandang ummiy itu Allah memberikan karunia bukan kepada yang membanggakan kitab sucinya, padahal tidak mengamalkan isinya. (Lihat surah Aali ‘Imraan, ayat 75).
Mereka mengatakan diri terpelajar, memikul kitab Taurat, padahal isinya tidak mereka amalkan. Di dalam kitab-kitab Injil yang dikarang Matius, Markus, Lukas dan Yohannes (Yahya); didapati penyesalan Nabi Isa atas mereka, keras mempertahankan teks tulisan Taurat, tetapi tidak memahamkan hikmahnya. Yang terkenal ialah ketika mereka menangkap perempuan berzina, minta supaya Nabi Isa menjalankan hukum Taurat kepadanya, yaitu dirajam sampai mati.
Nabi Isa al-Masih bersedia menyaksikan hukuman rajam itu. Beliau peringatkan bahwa orang-orang yang hendak menjalankan rajam kepada perempuan yang berdosa zina itu hendaklah orang-orang yang merasa bahwa dirinya tidak pernah berbuat dosa. Maka ketika hukuman hendak dijalankan dan perempuan itu telah diikat, dipersilakan tampil ke muka orang yang akan menjalankan hukuman rajam atas perempuan itu, dengan syarat dia tidak pernah berbuat dosa. Akhirnya tidaklah jadi hukuman itu dijalankan, karena tidak seorang jua pun di antara yang hadir itu yang merasa dirinya bersih dari dosa.
Inilah salah satu kesan dengan kebanyakan manusia yang memikul kitab Taurat itu. Mereka sangat berhati-hati hendak menjalankan bunyi hukum sebagaimana yang tertulis, namun mereka tidak memerhatikan isi dan hikmah yang tersembunyi dari hukum. Mereka berlomba hendak menuntut agar hukum dijalankan atas orang lain, tetapi tidak ingat hendak menyesuaikan isi Kitab dengan hidupnya sendiri.
“Buruklah perumpamaan bagi kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah." Meskipun mulut mereka tidak pernah memungkiri bahwa isi kitab Taurat itu adalah kebenaran sejati dari Allah, namun mereka adalah jadi pendusta besar, karena isi Kitab itu tidak pernah mereka sesuaikan dengan kehidupannya sendiri. Oleh sebab itu kalau dibuat perumpamaan dengan keledai memikul buku-buku adalah perumpamaan yang buruk, tetapi sekaligus tepat.
“Dan Allah tidaklah akan membeli petunjuk bagi kaum yang zalim."
Karena yang terlebih dahulu zalim, yaitu aniaya atau keluar dari garis yang benar, ialah mereka sendiri. Sebab itu kalau Allah tidak memberikan petunjuk lagi, sehingga dalam kehidupan mereka itu hanya seperti merunut kain sarung, berputar dari situ ke situ saja, dari sebab salah mereka sendiri.
Keledai memikul buku-buku ini bukan saja mengenai diri orang Yahudi yang menerima Taurat. Orang Islam umat Muhammad ﷺ pun serupa juga dengan “keledai memikul buku-buku" yang tidak tahu atau tidak mengamalkan apa isinya. Berapa banyaknya kaum Muslimin yang fasih sangat membaca Al-Qur'an, tetapi tidak paham akan maksudnya. Atau bacaannya itu hanya sampai sebatas leher saja, tidak sampai ke lubuk hati dan jiwa. Sebab itu dengan tegaslah al-Imam Ibnul Qayyiim al-Jauziyah menulis dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa ayat ini “Walaupun dijadikan perumpamaan bagi orang Yahudi, namun makna yang terkandung di dalamnya mengenai juga bagi orang-orang yang memikul Al-Qur'an, namun mereka tidak mengamalkannya dan tidak memenuhi haknya dan tidak memelihara maksudnya dengan sepatutnya."
Ayat 6
“Katakanlah, wahai orang-orang Yahudi."
Yaitu wahai orang-orang yang menepuk dadanya meninggikan dirinya dan menyebut bahwa mereka adalah orang Yahudi. Dan orang Yahudi mendapat hak istimewa di sisi Allah, ‘jika kamu menyangka bahwa kamulah yang auliya' bagi Allah, bukan manusia lain." Orang Yahudi di zaman Rasulullah itu, ketika ayat ini diturunkan, sampai pun kepada zaman kita sekarang ini mempunyai perasaan bahwa mereka adalah bangsa yang terpilih di sisi Allah. Bangsa-bangsa yang lain ini adalah hina dina belaka.
Di dalam surah al-Maa'idah, ayat 18, pernah disebutkan perasaan orang Yahudi dan Nasrani,
“Dan berkata orang Yahudi dan Nasrani: Kami ini adalah anak-anak Allah dan orang-orang yang paling dicintai-Nya." (al-Maa'idah: 18)
Orang yang paling dekat kepada Allah, ialah orang yang telah memberikan segenap pengor-banan untuk menegakkan jalan Allah. Orang-orang yang demikian telah disebut Auliya', kalau orang seorangnya disebut Wali. Maka di dalam surah Yuunus, ayat 62, Allah menunjukkan ciri-ciri yang khas dari para Auliya' itu,
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya auliya' Allah itu tidaklah mereka merasakan takut dan tidaklah mereka berduka-cita." (Yuunus: 62)
Dijelaskan bahwa mereka itu tidaklah merasa takut akan rugi, akan tewas dan serba macam penderitaan. Terutama ialah bahwa mereka tidak sekali-kali merasa takut akan mati. Asal untuk membela jalan Allah, mereka bersedia mati.
Dan mereka tidak merasa duka cita jika ditimpa oleh suatu cobaan, jika misalnya kehilangan harta, kematian anak dan orang-orang yang dicintai, atau mendapat cacat badan karena korban dari perjuangan.
Lalu diterangkan sebab-sebab hilangnya ketakutan itu,
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka itu adalah bertakwa." (Yuunus: 63)
Karena adanya iman dan takwa itu mereka tidak mengenal takut dan gentar dan tidak pernah berduka-cita, mereka selalu girang, karena hidup mempunyai tujuan.
Di ayat 64 lanjutannya dijelaskan bahwa bagi mereka itu telah sedia berita yang meng-gembirakan dunia ini dan akhirat kelak. Dan dijelaskan pula bahwa jalan pasti yang telah digariskan oleh “Kalimat Allah" yaitu kalau dia wali, pasti tidak ada rasa takut akan mati.
Pertama, karena dia wali Allah, artinya dia cinta kepada Allah. Orang yang cinta kepada Allah rindu sekali lekas bertemu dengan Allah. Sebab itu dia menghadapi maut dengan senyum.
Kedua, kalau ada orang lain yang menantang Allah, mencemooh kepada Allah, dia berani bertentangan dengan orang itu, walaupun lantaran itu dia akan mati terbunuh. Kalau dia mati lantaran itu, dia akan mendapat kemuliaan yaitu mati syahid.
Sekarang orang-orang Yahudi itu mengakui bahwa mereka adalah wali-wali Allah, orang yang paling dekat kepada Allah, orang yang paling cinta kepada Allah dan dibalas pula cintanya oleh Allah; sedang manusia lain tidaklah ada yang mencapai derajat setinggi mereka. Sekarang ditentanglah pengakuan mereka.
“Maka cita-citakanlah mati, jika kamu orang-orang yang benar."
Kalau benar kamu wali-wali Allah, cobalah citakan mati! Berani?
Mereka akan gugup menjawabnya karena persediaan jiwa tidak lengkap. Karena Taurat hanya dipikul, tidak diamalkan. Karena hanya membanggakan telah diturunkan kitab, bukan karena menegakkan isi kitab itu. Sebab mereka jelas ragu-ragu, maka jawabnya telah disediakan lebih dahulu oleh lanjutan ayat,
Ayat 7
“Dan tidaklah mereka mencita-citakannya selama-lamanya."
Selamanya mereka tidak akan mencita-citakan maut. Karena hati mereka terpaku kepada dunia dan terpaku kepada harta benda. Dan sebab apa yang telah didahulukan oleh tangan mereka. Artinya dari sebab langkah-langkah yang telah terlanjur di masa lampau.
Inti dari ayat ini berisi ilmu yang mendalam tentang jiwa manusia, kalau manusia telah bersalah di zaman yang sudah-sudah, sukarlah bagimu buat mengajak orang lain agar jangan berbuat kesalahan seperti itu. Rasa dosa telah menekan jiwanya. Dalam sejarah orang Yahudi nyata kelihatan bahwa kesalahan mereka telah besar dalam memungkiri kebenaran. Mula Nabi Muhammad ﷺ hijrah dari Mekah ke Madinah, mereka itu telah membuat perjanjian dengan beliau akan hidup berdamai, akan bertetangga baik. Tetapi melihat kemajuan gerakan Islam, kian lama kian timbullah rasa dengki dalam hati mereka, sehingga mereka memungkiri janji itu diam-diam, mereka hubungi musuh-musuh Rasulullah ﷺ yang ada di Mekah, dan ketika ditanyai mana yang baik, agama Muhammad atau agama menyembah berhala, mereka menjawab menyembah berhala lebih baik; padahal agama Yahudi yang mereka peluk adalah berdasarkan tauhid sebagaimana Islam juga, sebab sumbernya satu. Bani Nadhir membuat muafakat busuk hendak membunuh Nabi. Bani Quraizhah menyertai persekongkolan Quraisy dengan Arab yang lain dalam Peperangan Ahzab, ketika Kota Madinah mulai dipagari dengan parit dalam yang bernama Khandaq.
Oleh sebab itu maka perlawanan mereka kepada Nabi ﷺ tidaklah atas dasar cita-cita yang suci, yang di zaman sekarang disebut ideologi. Lama sebelum Nabi pindah ke Madinah mereka telah selalu mengatakan kepada orang-orang Arab di Madinah bahwa seorang Nabi akan datang. Tetapi setelah Nabi itu datang, yang mereka kenal sebagaimana “mengenal anak-anak mereka sendiri", sebab telah tersebut tanda-tandanya dalam kitab Taurat dan kitab-kitab nabi yang lain, hati mereka jadi berubah. Mereka memungkiri isi kitab mereka sendiri. Kalau dalam kitab itu memang masih terpancang janji dan berita gembira menunggu kedatangan nabi itu, mereka takwilkan kepada yang lain. Yang ditunggu itu bukanlah Muhammad ini, tetapi nabi yang lain lagi kelak.
Oleh sebab pendirian itu telah salah dari bermula, mereka sendiri pun telah merasa bahwa yang mereka pertahankan itu bukan lagi suatu kebenaran yang sejati, melainkan golongan sendiri. Sebab itu kalau ditanyakan, sudikah kamu menempuh maut, kalau betul kamu merasa bahwa kamulah wali-wali Allah? Mereka tidak berani, mereka takut.
“Dan Allah lebih mengetahui akan orang-orang yang zalim."
Artinya bahwa rahasia yang tersembunyi di belakang, atau hakikat yang tersembunyi dalam hati mereka diketahui oleh Allah. Mereka memang sengaja hendak membantah, sengaja hendak menantang Nabi dan ajarannya itu saja. Bukan karena palsunya Nabi itu dan bukan pula karena salah apa yang dia ajarkan; mereka semata-mata tidak mau kalau “kaum Ummiy" yang tidak terpelajar itu akan menduduki tempat yang layak di muka bumi.
Ayat 8
“Katakanlah, sesungguhnya maut yang kamu lari daripadanya itu;"
Kamu lari daripadanya karena kamu sangat takut menghadapinya. Karena kamu sangat cinta akan hidup di dunia ini. Karena kamu ingin hendak hidup seribu tahun (surah al-Baqarah, ayat 96). Ke mana pun kamu lari, “Sungguh ia akan menemui kamu." Ke mana kamu akan lari mengelak dari maut? Padahal di tempat kamu akan bersembunyi itulah ia menunggu. Kamu bersembunyi ke dalam peti yang pengap, supaya Malaikat Maut jangan masuk menjemput nyawamu, namun karena pengap itulah kamu akan mati. Kamu lari ke dalam lautan yang dalam, maka di dasar laut itulah mati menunggumu.
“Barangsiapa yang takut akan sebab-sebab kematian, pastilah dia menemuinya. Walaupun akan didakinya tingkat-tingkat langit dengan tangga."
“Kemudian itu akan dikembalikan kamu kepada Yang Maha Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata." Yaitu Allah SWT, karena pengetahuan sejati adalah pada-Nya saja. Dia yang sebenarnya mengetahui akan barangyang nyata, yang dapat ditangkap oleh pancaindra kita, yang dekatnya dapat dipegang, jauhnya dapat ditunjukkan. Sedangkan yang nyata itu saja pun tidaklah sempurna pengetahuan kita terhadapnya; seperti gunung yang dianggap nyata itu saja pun tidaklah cukup pengetahuan kita; berbeda tempat tegak berbeda pula yang tampak. Nyata kelihatan dari jauh puncak sebuah gunung yang amat indahnya. Tetapi ditakdirkan kita sampai ke puncak itu, akan nyata pulalah bahwa dia tidaklah seindah daripada yang kita lihat dari jauh. Warna alam yang kita lihat pun berbeda di waktu pagi mulai dari matahari terbit dengan waktu senja ketika matahari akan terbenam, padahal yang dilihat itu-itu juga. Sehingga apa yang kita katakan nyata itu kerapkali, bertambah diselidiki bertambah tidak nyata lagi.
Adapun yang gaib lebihlah sulit lagi daripada yang dianggap nyata itu. Banyak hal yang kita tidak pernah bertemu, kita tidak pernah melihat dengan mata, atau mendengar dengan telinga, atau meraba dengan tangan, tetapi akal meyakinkan bahwa dia ada. Dalam diri kita sendiri pun terdapat banyak kenyataan yang tetap gaib bagi kita dan banyak pula hal yang gaib namun dia nyata menurut akal kita.
Dan bagi orang Yahudi yang jadi pokok seruan ayat tadi, diberi ingatlah bahwa mereka akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang nyata, yang syahadah yang dapat disaksikan pancaindra, termasuk kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Dan di sana pula kelak akan dibongkar sesuatu yang gaib bagi orang lain, tetapi jelas bagi Allah; yaitu sebab-sebab kamu mendustakan Nabi yang telah diutus Allah itu, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi saw, dari Abu Hurairah,
“Demi Allah yang diri Muhammad tergenggam di Tangan-Nya, tidaklah mendengar akan daku dari umat ini, seorang Yahudi dan tidak pula seorang Nasrani, kemudian dia pun mati, padahal tidak juga dia beriman kepadaku, melainkan jadilah dia dari ahli neraka." (HR Muslim)
“Maka akan Ia beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
Maka di hadapan Allah kelak akan terbukalah rahasia itu semuanya. Keingkaran dan keras kepala menolak kebenaran yang nyata akan mendapat perhitungan yang saksama di hadapan Allah. Sedang ajaran sejati dari Muhammad ﷺ adalah sesuai dengan fitrah (jiwa murni) manusia, sehingga seorang Badwi dari sebuah desa yang jauh, ketika ditanyai apa yang menarik hatinya memeluk Islam, dia telah menjawab bahwa tertarik hatinya, karena kalau dia dengar sesuatu yang diperintahkan oleh Nabi, sebelum perintah didengarnya, hati kecilnya tetah mengatakan bahwa perbuatan itu memang baik. Dan kalau ada larangan, maka sebelum larangan itu didengarnya dari Rasul, hatinya pun telah mengatakan bahwa perbuatan semacam ini patutlah dilarang.
Kemudian dari itu maka ayat-ayat yang mengenai Yahudi dengan sikap mereka menepuk dada mengatakan bahwa mereka adalah wali-wali terdekatkepada Allah, padahal mereka takut mati, bukan saja bertemu pada diri orang Yahudi; orang Islam pun banyak yang ditimpa penyakit demikian itu. Mereka menyangka bahwa apabila kita sudah bernama Islam, walaupun kehidupan kita jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam, maka kitalah orang yang paling dekat kepada Allah. Kita katakan bahwa umat Muhammad semulia-mulia umat, padahal kita tidak mengukur diri kita apakah benar-benar umat Muhammad. Maka dalam ayat ini pun telah diberikan “termometer" untuk mengukur “panas dingin" udara iman di diri kita. Beranikah kita menghadapi maut karena mempertahankan agama Allah? Beranikah kita menempuh syahid karena berjihad pada jalan Allah? Masihkah hati kita terikat pada dunia fana ini, sehingga timbul rasa takut mati?
Hendaklah kita camkan, bahwa sebab turun ayat ini karena ada di zaman Nabi kita, Yahudi-yahudi berperangai demikian, lalu mereka ditegur. Bukan karena Yahudinya, melainkan karena perangainya. Dan Nabi pun pernah mengatakan bahwa kamu akan mengikuti jejak mereka setapak demi setapak.