Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَنۡ
dan siapa
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّنِ
dari pada orang
ٱفۡتَرَىٰ
mengada-adakan
عَلَى
atas/terhadap Allah
ٱللَّهِ
Allah
ٱلۡكَذِبَ
dusta
وَهُوَ
dan dia
يُدۡعَىٰٓ
di ajak
إِلَى
atas
ٱلۡإِسۡلَٰمِۚ
Islam
وَٱللَّهُ
baginya
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
وَمَنۡ
dan siapa
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّنِ
dari pada orang
ٱفۡتَرَىٰ
mengada-adakan
عَلَى
atas/terhadap Allah
ٱللَّهِ
Allah
ٱلۡكَذِبَ
dusta
وَهُوَ
dan dia
يُدۡعَىٰٓ
di ajak
إِلَى
atas
ٱلۡإِسۡلَٰمِۚ
Islam
وَٱللَّهُ
baginya
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
Terjemahan
Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, padahal dia diseru kepada (agama) Islam? Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Tafsir
(Dan siapakah) artinya tiada seseorang pun (yang lebih zalim) maksudnya lebih besar kezalimannya (daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah) yakni dengan cara menisbatkan adanya sekutu bagi-Nya, menyebutkan-Nya bahwa Dia mempunyai anak dan mengatakan ayat-ayat-Nya sebagai sihir (sedangkan dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim) kepada orang-orang yang kafir.
Tafsir Surat Ash-Shaff: 7-9
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedangkan dia diajak kepada agama Islam Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik benci.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedangkan dia diajak kepada agama Islam? (Ash-Shaff: 7) Yakni tiada seorang pun yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dan mengadakan bagi-Nya tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu, padahal dia diajak kepada agama tauhid dan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Ash-Shaff: 7) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. (Ash-Shaff: 8) Maksudnya, mereka berupaya menolak perkara yang hak dengan perkara yang batil.
Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan seseorang yang ingin memadamkan sinar mentari dengan mulutnya. Maka sebagaimana hal ini mustahil, begitu pula memadamkan cahaya (agama) Allah merupakan hal yang mustahil pula. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik benci. (Ash-Shaff: 8-9) Mengenai tafsir kedua ayat ini telah dikemukakan dalam tafsir surat At-Taubah dengan keterangan yang cukup.
Dan siapakah yang lebih zalim, yakni tidak ada yang paling zalim, daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah dengan meyakini konsep trinitas, Tuhan Bapak, Tuhan Yesus, dan Tuhan Bunda Maria; padahal dia, orang yang meyakini konsep trinitas itu diajak kepada agama Islam' Dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim, yaitu orang-orang yang menyekutukan atau mengada-adakan kebohongan tentang Allah. 8. Mereka, orang-orang yang mengada-adakan kebohongan tentang Allah, hendak memadamkan cahaya agama Allah yang menekankan prinsip tauhid, prinsip tidak ada tuhan selain Allah, prinsip tidak dibenarkan beribadah kecuali kepada-Nya dan prinsip tidak ada manusia yang mempertuhankan manusia dengan mulut, ucapan-ucapan mereka, bahkan dengan sikap dan tindakan mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya, agama-Nya dengan menurunkan wahyu, mengutus rasul dan memerintahkan rasul, mengajak umat meyakininya, meskipun orang-orang kafir membencinya dan merintanginya dengan berbagai cara.
Allah menyatakan, "Siapakah yang lebih zalim dari orang-orang yang mengada-adakan sesuatu tentang Allah", seperti mengatakan bahwa Allah mempunyai sekutu dalam mengatur alam ini. Dari ayat ini dipahami bahwa orang yang paling zalim ialah orang yang diajak memeluk agama Allah, agama yang benar dan membawa manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat yaitu Islam, mereka menolak ajakan itu. Bahkan mereka mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, seperti mendustakan Nabi Muhammad, memandang Al-Qur'an sebagai sihir ciptaan tukang sihir yang bernama Muhammad, dan sebagainya.
Orang-orang yang mengada-adakan kebohongan tentang Allah itu berarti menganiaya diri mereka sendiri, dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Orang-orang yang mengerjakan perbuatan itu tidak akan memperoleh taufik dari Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KELUHAN SEORANG RASUL ALLAH
Ayat 5
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Wahai kaumku! Apakah sebabnya kamu sakiti aku, padahal kamu tahu bahwa aku ini sesungguhnya adalah utusan Allah kepada kamu!'"
Kaum Nabi Musa sebagaimana telah kita maklumi, ialah Bani Israil. Di ayat ini Allah menceritakan bagaimana Nabi yang besar itu mengeluh menanyakan kepada kaumnya mengapa mereka menyakiti dia, padahal mereka pun sudah tahu sejak semula, bahwa beliau memang rasul Allah kepada mereka. Mereka alami sejak Musa datang dari membuang dirinya ke negeri Madyan, bahwa pulangnya itu ialah karena membawa tugas akan memerdekakan mereka dari tindasan Fir'aun. Mereka saksikan sendiri ketika Musa bertanding kesaktian dengan tukang-tukang sihir Fir'aun; mereka itu mengemukakan permainan sulap dengan tali-temali dan tongkat-tongkat dan Musa mengalahkan mereka dengan tongkat. Mereka pun telah diseberangkan oleh Allah melalui lautan, dengan terbelahnya laut dan tenggelamnya Fir'aun dan selamatnya mereka sampai di seberang laut itu, di tanah yang dijanjikan.
Tetapi baru saja mereka diselamatkan, mulailah tidak henti-hentinya mereka menyakiti perasaan Nabi Musa dengan berbagai tindakan, dengan berbagai permintaan, dengan berbagai sikap yang tidak menyenangkan.
Baru saja terseberangkan dengan selamat dari bumi Mesir ke tanah asal, tempat kedatangan Ya'qub dengan kedua belas anak laki-lakinya itu beberapa ratus tahun yang lalu, baru saja sampai ke seberang, ada di antara mereka yang meminta kepada Nabi Musa supaya Musa menyediakan berhala yang akan dipertuhankan, Buatkan kami Tuhan, sebagaimana mereka itu mempunyai tuhan- tuhan." (surah al-A'raaf, ayat 138).
Bukankah permintaan itu sangat menyakitkan hati? Padahal bukankah mereka diseberangkan dengan membelah laut itu agar mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka yang asli, yaitu Ibrahim, Ishaq, Ya'qub dan Yusuf. “Bahwa kita tidak menyembah melainkan kepada Allah, Allah Yang Maha Esa?" Bukankah meminta dibuatkan Allah pula, serupa yang ada pada kaum kafir penyembah berhala benar-benar menyakitkan hati?
Danketikatelahsampaidisuatuperhentian dalam perjalanan jauh itu, datanglah panggilan Allah kepada Nabi Musa, agar datang ke atas Gunung Thursina, menerima perintah peraturan yang akan dipakai untuk mengatur Bani Israil itu. Tetapi sepeninggal Nabi Musa pergi empat puluh hari lamanya, mereka telah dapat dibujuk rayu oleh Samiri, dibuatkannya mereka tuhan yang mereka ingini itu, patung anak sapi yang bernama ‘Ijil, terbuat daripada emas, lalu mereka sembah. Dan setelah Musa datang mereka semuanya dihukum disuruh membunuh diri dan si Samiri sendiri dibuang. (Lihat surah Thaahaa, ayat 83-97. Dalam Juz 16).
Ini pun satu sikap menyakiti hati Nabi yang sangat serius. Sehingga sampai pada kejadian ini Nabi Musa memarahi abangnya, Nabi Harun, sampai dia tarik-tarik rambut dan janggutnya.
Membuat sakit hati tidaklah cukup hingga itu saja; malahan pernah mereka mengatakan kepada Nabi Musa, bahwa mereka tidak akan mau percaya, tidak akan mau beriman, sebelum mereka dapat melihat Allah dengan jelas dengan mata kepala sendiri, (surah al-Baqarah ayat 55).
Dengan permintaan-permintaan, usul-usul yang sangat menyakiti hati itu, akhirnya mereka dikerahkan hendak menyerbu merebut Palestina, tanah yang dijanjikan itu, dari tangan kaum Amalik. Tetapi setelah sampai di tempat yang ditentukan untuk memulai penyerbuan, timbullah takut mereka menghadapi musuh, yang kata mereka musuh itu lebih gagah lebih kuat. Maka keluar pulalah perkataan mereka yang menyakiti hati. “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau ke sana, hai Musa, biarlah kami duduk-duduk saja di sini." (surah al-Maa'idah, ayat 24).
Sungguh-sungguh kepengecutan semacam ini menimbulkan hukuman bagi mereka. Mereka ditahan (terkurung) di Padang Tiih 40 tahun lamanya (al-Maa'idah ayat 26). Biarkan habis dahulu angkatan tua yang masih ada dalam jiwa mereka sisa-sisa kepengecutan yang susah mengikisnya dari jiwa mereka, karena beratus tahun lamanya tertanam semangat budak di negeri Mesir.
Sungguh pun penahan perjalanan 40 tahun lamanya itu adalah satu masa buat mendidik, satu masa buat mengganti generasi lama dengan generasi baru; di sana pun mereka masih bertingkah. Kepada mereka disediakan dua macam makanan, yaitu Manna dan Salwa mereka tidak merasa puas dengan persediaan makanan itu. Mereka mengeluh lagi minta bawang, minta dasun, minta timun, minta adas.
Permintaan ini pun sangat menyakitkan hati Nabi Musa. Jawaban yang diberikan Nabi Musa, seperti diwahyukan oleh Allah patutlah jadi pengajaran bagi mereka. Nabi Musa berkata, “Turunlah di salah satu kota, di sana akan kamu dapati apa yang kamu minta itu!"
Mesir adalah kota besar. Di situ kamu diperbudak oleh keluarga Fir'aun hampir 400 tahun lamanya. Kamu dikeluarkan Allah dari situ untuk memberikan kemerdekaan bagi kamu. Padahal di sana cukup makanan yang kamu rindui itu!
Apakah kamu mau pulang ke sana?
Kalau kita buat perumpamaan yang terdekat ialah perumpamaan ketika mula-mula revolusi bangsa Indonesia melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Untuk perjuangan, banyak pahlawan kemerdekaan yang mengungsi, berpindah dari kota masuk ke pedalaman. Di pedalaman hidup serba kekurangan. Sedang di kota yang ditinggalkan segala keperluan hidup tersedia lengkap. Di pedalaman lampu togok, di kota pendudukan lampu listrik. Orang yang masih berjiwa budak rindulah akan kehidupan kota itu. Mereka merasa tertekan jiwa karena roti tidak ada di daerah perjuangan itu, mentega pun tidak ada. Sedang di daerah pendudukan semua lengkap.
Tafsir yang kedua, Nabi Musa berkata, “Pergilah ke salah satu kota. Di sana akan kamu dapati apa yang kamu ingini itu." Kota yang satu lagi adalah Palestina; kota yang di waktu itu disebut kaya dengan susu dan madu! Dikerahkan kamu merebut kota itu dengan penyerbuan, dengan perjuangan. Kamu jawab biarlah Musa dengan Tuhannya saja pergi ke sana dan kami biarlah menunggu di sini saja.
Ini pun menyakitkan hati.
Tersebut lagi dalam hadits-hadits bahwa sampai dalam soal yang kecil-kecil mereka sakiti hati Nabi mereka. Mereka perbuat kata bisik-bisik, bahwa Nabi Musa itu, walaupun orangnya gagah perkasa, namun dalam satu hal dia tidak gagah, yaitu alat kelaminnya terlalu kecil. Nabi Musa tidak tahu, bahwa sampai kepada urusan itu pun dia hendak diganggu. Kalau beliau tahu, tentu ini pun termasuk menyakiti hati juga.
Pada suatu hari beliau mandi di tempat air yang memancar dari dalam batu, bertelanjang seorang diri. Tiba-tiba sedang dia asyik mandi, celananya diterbangkan angin. Karena menyangka tidak ada orang, beliau kejar celana yang terbang itu dengan bertelanjang. Kebetulan di sana ada beberapa pemuda mengintip. Ketika beliau berlari itu kelihatanlah oleh pengintip-pengintip itu bahwa alat kelamin beliau sepadan dengan keperkasaannya dalam berperang dan dalam memimpin umatnya. Dengan demikian habislah bisik desus yang termasuk dalam daftar menyakiti hati itu.
Ketika Nabi Harun meninggal dengan wajar, dicoba pula membuat fitnah bahwa Nabi Harun meninggal karena dibunuh oleh Nabi Musa. Sebabnya kata si pembuat fitnah itu karena Harun itu lebih disukai oleh kaumnya, sedang Musa lebih ditakuti. Fitnah itu pun dapat dihapuskan dengan kesaksian anak-anak Nabi Harun sendiri.
Oleh sebab itu dapat kita pahamkan kalau Nabi Musa sampai mengeluh begini, “Apakah sebabnya kamu sakiti aku, padahal kamu telah tahu bahwa aku ini benar-benar utusan Allah?"
Tetapi apa akibat yang mereka rasakan, karena kerjanya hanya menyakiti hati rasul Allah? Rasul yang merangkap menjadi pemimpin besar, pemerdeka kaumnya? Allah berfirman di ujung ayat, “Maka tatkala mereka telah berpaling," daripada petunjuk yang dibawa oleh Nabi Musa yang amat mengasihi mereka itu. “Dipalingkan Allah pulalah hati mereka." Tegasnya nabi mereka dengan jujur memimpin mereka, namun mereka tidak juga jujur menuruti nabi, akhirnya mereka sendirilah yang tersesat dan sengsara.
“Dan Allah tidaklah membelikan petunjuk kepada kaum yang durhaka."
Akibatnya ialah bahwa kenikmatan hidup sebagai kaum atau sebagai bangsa tidaklah dikecap oleh Bani Israil. Turun-temurun, turunan demi turunan, bertimpalah kesengsaraan yang diterima, karena sejak semula telah salah sikap, yaitu menyakiti hati nabi.
Ayat ini adalah pula sebagai suatu tasliyah, yaitu obat hati kepada Nabi Muhammad ﷺ Jika banyak disakiti hatinya oleh kaumnya, namun penderitaan Musa lebih parah lagi. Memang Nabi Muhammad pun disakiti, tetapi kebanyakan tikaman hati ini dilakukan oleh musuhnya yang nyata, yaitu kaum musyrikin dan Yahudi (Bani Israil) sendiri; dan juga oleh kaum munafik, yang sampai menuduh istri beliau yang amat beliau cintai, Aisyah, berbuat yang tidak-tidak.
Nabi kita Muhammad ﷺ yang sangat tawadhu itu pun pernah mengakui bahwa penderitaan Musa lebih besar daripada penderitaan dirinya, beliau pernah mengatakan,
“Rahmat Allah atas Musa, dia telah disakiti lebih dari ini, namun dia sabar."
Dalam hal ini sekali lagi kita menundukkan kepala kepada Nabi kita Muhammad ﷺ. Beliau puji nabi-nabi yang lebih dahulu darinya atas kebesaran jiwa mereka. Bila itu terjadi pada diri beliau sendiri, tentu betapa berat cobaan mesti ditanggung.
Ketika beliau mengomentari wahyu Allah tentang Nabi Ibrahim ketika bertanya kepada Allah, bagaimana cara Allah dapat menghidupkan orang yang telah mati, lalu Allah bertanya, “Apakah engkau tidak percaya?" Ibrahim menjawab, “Tetapi untuk lebih tentaram hatiku."
Nabi Muhammad ﷺ berkata,
“Kita lebih berhak ada keraguan daripada Ibrahim, ketika beliau bertanya: ‘Bagaimana cara Engkau menghidupkan orang mati!'" (HR Bukhari dan Muslim)
Dan ketika datang ayat 80 dari surah Huud, yang menceritakan riwayat Nabi Luth yang didesak oleh kaumnya yang durhaka, supaya Luth menyerahkan malaikat-malaikat yang diutus Allah untuk menurunkan siksa atas kaum Luth itu, sedang malaikat-malaikat itu menampakkan dirinya sebagai laki-laki yang tampan dan gagah. Nabi Luth berkata, “Sesungguhnya jikalah aku mempunyai kekuatan untuk mempertahankan diri atau aku memperlindungi diri kepada sandaran yang teguh"
Sandaran yang teguh yang dimaksud oleh Luth itu tidak lain adalah Allah sendiri. Setelah Luth berkata demikian, berbisiklah utusan itu kepadanya, menyatakan bahwa maksud jahat orang-orang itu kepadanya, tidaklah akan sampai. Sebab utusan itu akan memberi perlindungan kepadanya.
Ketika merenungkan ayat ini, Nabi Muhammad ﷺ berkata memberikan pujiannya kepada Luth,
“Dirahmatilah Allah kiranya Luth; dia telah bersandar kepada dinding yang teguh."
Dan ketika sampai pada Nabi kita merenungkan ayat 50 daripada surah Yuusuf yang menerangkan bahwa Nabi Yusuf telah disuruh dijemput ke penjara, agar dibawa menghadap ke istana, agar dia yang menjelaskan tabir mimpi raja tersebut, Nabi Yusuf belum mau keluar sebelum diselesaikan terlebih dahulu tuduhan yang ditimpakan ke atas dirinya sehingga dia ditahan demikian lama, hampir sembilan tahun.
Karena dituduh membuat onar dengan istri pejabat besar kerajaan, Yusuf minta diselesaikan itu dahulu, benarkah dia bersalah atau tidak? Setelah itu baru dia akan memenuhi panggilan raja. Kalau tidak, biarkanlah dia tinggal dalam penjara, sampai raja berkenan membuka perkara itu.
Setelah merenungkan cerita perasaan Yusuf ini, Nabi kita Muhammad ﷺ menyatakan perasaan kagum dan penghargaannya yang tinggi terhadap Yusuf.
Menurut sebuah hadits mursal yang dirawikan oleh Abdurrazzaq, beliau berkata,
“Aku kagum dengan Yusuf lantaran kesabaran dan kemuliaan budinya, padahal Allah meng-ampuninya ketika dia ditanyai tentang tujuh sapi kurus dan sapi gemuk itu. Kalau terjadi pada diriku, tentu syarat yang aku kemukakan lebih dahulu ialah supaya aku segera dikeluarkan waktu itu juga. Sungguh aku kagum dengan Yusuf lantaran kesabaran dan kemuliaan budinya, sedang Allah telah memberinya ampun sejak utusan raja datang menjemputnya. Kalau terjadi pada diriku, baru saja pintu terbuka tentu aku segera keluar. Tetapi Yusuf tidak mau sebelum jelas bersihnya dan tuduhan."
Pernah beliau, Nabi Muhammad ﷺ dilempari dan dipukuli oleh kaumnya hingga berceceran darah pada terompahnya. Namun Nabi ketika menceritakan itu tidaklah menyebut dirinya, melainkan seperti diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud,
“Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., berkata dia, “Masih teringat saya ketika Rasulullah ﷺ menceritakan nasib seorang Nabi di antara nabi-nabi yang banyak itu, dia dipukuli oleh kaumnya sampai berdarah, lalu dihapusnya darah yang mengalir di mukanya dan dia berdoa, ‘Ya Allah! Ampunilah kiranya kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui apa-apa.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Artinya, lantaran bodohnya maka mereka berbuat seperti ini kepadaku, tetapi beliau tidak menyebut mereka bodoh, itu pun kehalusan memakai kata-kata.
Semuanya ini adalah contoh teladan yang patut kita tiru dari Nabi kita. Beliau menghargai dan menjunjung tinggi saudara-saudaranya sesama utusan Allah, bahkan beliau tinggikan mereka itu. Karena beliau sangat mengetahui bagaimana beratnya perjuangan yang ditempuh oleh nabi-nabi itu di dalam menegakkan kebenaran agama Allah. Dan kalaupun mengenai dirinya sendiri, dilempari orang batu, sampai mengalir darah di pipinya, namun didoakannya kaumnya janganlah Allah murka kepada mereka, karena mereka itu bodoh! Beliau tidak menyebut bahwa kejadian itu adalah pada dirinya, melainkan dikatakannya saja kejadian pada salah seorang di antara nabi-nabi yang banyak itu.
SERUAN ISA ANAK MARYAM
Ayat 6
“Dan (ingatlah) ketika berkata Isa anak Maryam"
Demikianlah selalu disebut Nabi Isa di dalam Al-Qur'an, Isa anak Maryam; dan kadang-kadang ditambah di pangkalnya dengan al-Masih Isa anak Maryam. Karena memang dengan Mahakuasa Allah, Isa itu dilahirkan ke dunia tidak dengan perantaraan bapak! Allah Mahakuasa sekali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya berbuat berlainan dari kelaziman alam.
“Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah kepada kamu." Dari ayat ini kita mendapat keterangan yang jelas.
Pertama, ialah keterangan dari Nabi Isa al-Masih sendiri bahwa beliau adalah diutus Allah kepada Bani israil, khusus kepada mereka, bukan kepada yang lain. Ini dikuatkan oleh sabda beliau sendiri yang dicatat dalam Injil karangan Matius 15: 24. Dikuatkan pula dalam pesannya kepada dua belas orang muridnya, “Janganlah kamu pergi ke negeri orang kafir dan jangan kamu masuk ke negeri orang Samaria, melainkan pergilah kamu kepada segala domba kaum Israil yang sesat." (Matius 10: 5-6).
Kedua, jelas beliau mengatakan bahwa dia adalah rasul Allah, utusan Allah. Beliau tidak mengatakan bahwa dia adalah Allah yang menjelma ke dunia, lalu menyelinap ke dalam tubuh Maryam, lalu lahir ke dunia setelah genap bulannya, menjadi anak Allah, atau anak dari diri-Nya!
Beliau pun tidak mengatakan bahwa dia sendiri adalah satu di antara tiga oknum: Oknum Bapa, oknum Anak, dan oknum Ruhul-Qudus. Tegasnya tidaklah beliau mengatakan, “Aku ini adalah Allah, adalah Isa al-Masih, adalah juga Ruhul Qudus itu." Tidak demikian.
Dan ibunya, yaitu Maryam, tidaklah pernah berkata bahwa anak yang dia lahirkan itu adalah Tuhannya sendiri dan anaknya itu Allah. Lalu lanjutan perkataan beliau lagi, “Membenarkan Taurat yang ada di antara kedua tanganku." Artinya bahwa kedatangan beliau adalah mengakui dan membenarkan wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi yang terdahulu dari beliau, yaitu Nabi Musa dalam kitab yang bernama Taurat. “Di antara kedua tanganku" artinya ialah yang berhadapan dengan beliau. Karena seperti beliau katakan sejak semula bahwa kedatangan beliau yang terutama ialah kepada Bani Israil, dan beliau sendiri pun adalah keturunan dari Bani Israil, dari pihak ibu. Sebab ayah beliau tidak ada. Dengan sebab demikian maka kedatangan beliau adalah memperkukuh Taurat yang telah ditinggalkan oleh Nabi Musa itu. Tidak akan mengubahnya.
Di dalam kitab Injil yang ada sekarang ini pun ucapan beliau tentang itu masih bisa kita dapati.
“Janganlah kamu sangkakan aku datang hendak merombak hukum Taurat atau kitab nabi-nabi; bukannya aku datang hendak merombak, melainkan hendak menggenapkan." (Matius, 17)
Karena menurut ajaran agama Islam yang kita pegang ini ialah bahwa nabi-nabi Allah itu adalah dari satu keluarga. Sejak dari Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, mereka itu adalah penyebar dari satu ajaran, yaitu mengakui bahwa Pencipta dan Penguasa di alam ini hanyalah satu saja, yaitu Allah. Jadi inti dari segala kitab suci, termasuk Taurat ialah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Inti dari Kitab Taurat termaktub dalam apa yang dikenal dengan Hukum Sepuluh.
Hatta, maka dikatakan Allah segala firman ini bunyinya.
Akulah Allah Tuhanmu, yang telah mengantarkan kamu keluar dari negeri Mesir, dari dalam tempat perhambaan itu.
Jangan padamu ada ilah lain di hadapan-Ku.
Inilah pokok pertama dari sepuluh hukum dan inilah inti dari kitab Taurat. Sesuai dengan apa yang dikisahkan oleh Al-Qur'an, surah Thaahaa ayat 14, bahwa firman Allah kepada Musa tatkala Musa telah sampai ke lembah Thuwaa yang Muqaddas itu,
“Sesungguhnya Akulah Allah, tidak ada Allah selain Aku, maka sembahlah akan Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (Thaahaa: 14)
Dengan tegas Isa al-Masih anak Maryam menyatakan bahwa kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa itulah hidup yang kekal, “Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka itu mengenal Engkau, Allah yang Esa dan Benar; dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu."
Persis seperti ajaran sejati Muhammad ﷺ yaitu Kalimatun Thayyibatun, kata yang indah, “Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah suruhan Allah."
Isa al-Masih anak Maryam pun menerangkan bagaimana hubungan seorang makhluk dengan Allah, bukan hubungan takut, melainkan cinta. “Hendaklah engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan sebulat-bulat hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan sepenuh akal budimu." (Matius 22: 37).
Dan hukum yang kedua bersama itu, “Hendaklah engkau mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22: 39)
“Kedua-dua hukum ini bergantung segenap kitab Taurat dan kitab segala nabi." (Matius 22: 40)
Dengan sisa-sisa catatan yang masih didapati dalam Kitab Injil yang telah disusun, kita pahamkan bahwa inti sari ajaran beliau tidak berubah dari ajaran nabi-nabi yang dahulu dan telah beliau terangkan pula bahwa sesudah dia dipanggil Allah, kelak akan ada lagi utusan Allah datang. “Dan memberikan berita gembira dengan seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad."
Di dalam ayat ini dijelaskantah bahwa Nabi Isa anak Maryam telah memberikan kabar gembira kepada murid-muridnya atau yang disebut Hawari-nya, bahwa sesudah dia kelak akan datang lagi seorang utusan Allah, seorang rasul. Telah beliau tunjukkan pula namanya, yaitu Ahmad.
Maka timbullah pertanyaan, “Dapatkah kiranya dicari pada Injil-Injil yang sekarang, yang disusun dan dikarang oleh Matius, Markus, Lukas dan Yohannes (Yahya) perkataan Nabi Isa yang menyebutkan itu?"
Ahli tafsir Islam yang mula-mula sekali menuliskan dalam tafsirnya bahwa memang masih ada bertemu tafsir (berita gembira) Nabi Isa al-Masih, ialah al-lmam Fakhruddin ar-Razi (545-606 H atau 1149-1209 M), tetapi tidak pada keempat Injil karangan itu, melainkan di dalam Injil Yohannes (Yahya), yang beliau temui dalam pasal 14, disalin oleh Fakhruddin ar-Razi dalam tafsir beliau, kalimat bahasa Arabnya sebagai berikut.
Kita artikan: “Dan aku akan meminta kepada Bapaku sehingga Dia karuniakan kepada kamu dan Dia berikan Paraclete sehingga Dia akan ada bersama kamu selama-lamanya. Dan Paraclete ialah Ruh Kebenaran yang yakin."
Setelah kita selidiki di dalam Injil Yahya yang dicetak dan dikeluarkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia pada tahun 1970, memang bertemulah susunan ayat itu dalam salinan Indonesia demikian bunyinya,
“Dan aku akan mintakan kepada bapa, maka Ia akan mengaruniakan kepada kamu Penolong yang lain, supaya ia menyertai kamu selama-lamanya."
“Yaitu ruh kebenaran, yang dunia ini tiada dapat menyambut, oleh sebab tiada ia tampak dia; tetapi kamu ini kenal dia. Karena ia tinggal beserta dengan kamu dan ia akan ada di dalam kamu." (Injil karangan Yahya 14: 16 dan 17).
Kemudian Syekh Fakhruddin ar-Razi pun menjelaskan pula Nabi Isa menjelaskan dan mengulangi lagi perkataan itu pada pasal 15. Demikian bahasa Arabnya.
“Adapun Paraclete Ruhul Qudus itu akan diutus oleh bapaku di atas namaku, dan dia akan mengajarkan kepada kamu apa yang aku katakan kepadamu."
Setelah kita perbandingkan dengan Perjanjian Baru, bertemulah dalam Injil Yahya pasal 15 ayat 26 demikian bunyinya,
“Akan tetapi apabila datang Penolong yang akan Kusuruhkan kepadamu daripada bapa, yaitu Ruh Kebenaran yang keluar daripada bapak itu, ialah akan menyaksikan dan halku."
Ar-Razi menerangkan selanjutnya bahwa dalam Pasal 16 dari Injil Yahya itu bertemu lagi perkataan Yesus yang lain,
Artinya, “Tetapi aku katakan kepada kamu sekarang sebenarnya yakin bahwa ke- pergianku dari kamu adalah lebih baik bagi kamu. Maka jika aku tidak meninggalkan kamu kepada bapaku, tidaklah akan datang kepada kamu Alparaclete itu. Kalau aku sudah meninggalkan kamu akan aku kirimlah dia kepada kamu. Kalau dia sudah datang akan besarlah faedahnya bagi dunia, dan dia akan memberi mereka agama dan mengaruniakan mereka dan menghentikan mereka dari dosa dan berbuat kebajikan dan agama."
Sesudah itu -kata ar-Razi selanjutnya- Isa al-Masih menyambung lagi bicaranya,
“Sesungguhnya padaku masih banyak lagi kata-kata yang hendak aku ucapkan kepada kamu, tetapi tidaklah sanggup kamu menerimanya dan memeliharanya. Akan tetapi jika datang Ruh Kebenaran itu kepada kamu, dia akan memberi ilham kepada kamu dan dia akan menyokong kamu dengan sekalian kebenaran. Karena dia tidaklah berkata-kata dari kehendaknya sendiri."
Maka bertemulah dalam pasal 16 Injil Yahya yang cetakan dalam bahasa Indonesia 1970 itu demikian bunyinya,
“Tetapi aku ini mengatakan yang benar kepadamu, bahwa berfaedahlah bagi kamu jikalau aku ini pergi, karena jikalau tiada aku pergi, tiadalah Penolong itu akan datang kepadamu; tetapi jikalau aku pergi, aku akan menyuruhkan dia kepadamu." (ayat 7)
Apabila ia datang maka ialah menerangkan kepada isi dunia ini dari hal dosa dan keadilan hukuman.
Kemudian dilanjutkan lagi pada ayat 12 demikian bunyinya,
“Banyak lagi perkara yang aku hendak katakan kepadamu, tetapi sekarang ini tiada dapat kamu menanggung dia." (ayat 12)
Akan tetapi apabila dia sudah datang, yaitu Ruh Kebenaran, maka ia pun akan membawa kamu kepada segala kebenaran; karena tiada ia berkata-kata dengan kehendaknya sendiri, melainkan barang yang didengarnya itu juga akan dikatakannya; dan dikabarkannya kepadamu segala perkara yang akan datang." (ayat 13)
Sudah pasti bahwa orang Nasrani sekarang ini tidak akan menerima berita ini. Meskipun perkataan Isa al-Masih itu terang tertulis di dalam kitab Yahya itu sendiri, sudah pastilah bahwa mereka akan menakwilkan ayat-ayat itu kepada arti yang lain, supaya tertolak dari penyebutan sosok Nabi Muhammad ﷺ.
Maka ada di antara mereka yang menakwilkan bahwa yang ditunggu-tunggu itu bukan orang lain, melainkan Isa al-Masih atau Yesus Kristus sendiri.
Tentang itu sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud itu ialah Yesus bangkit dari dalam kuburnya di hari ketiga, sebelum dia naik ke langit. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang ditunggu-tunggu itu memang Isa al-Masih sendiri, yaitu kelak setelah dia turun kembali ke muka bumi ini.
Tetapi yang lain lagi mengatakan bahwa yang dijanjikan akan datang sebagai penolong itu ialah Paulus, sebab dialah yang banyak memperjelas ajaran Yesus Kristus yang belum jelas selama ini. Padahal kalau diteliti secara saksama, Paulus bukanlah memperjelas, melainkan menjungkirbalikkan ajaran Yesus, sampai mengubah sama sekali dari yang aslinya; dan di waktu Yesus atau Isa al-Masih masih hidup, Paulus ini masih memusuhinya.
Yang jadi pokok pangkal dalam pemberitaan Nabi Isa akan kedatangan Nabi Muhammad yang tersebut dalam Injil Yahya ini ialah kata Paraclete yang dalam bahasa Yunani itu, atau disebut juga Paraclithus. Yang dalam Injil cetakan sekarang (1970) setelah disesuaikan dengan perkembangan bahasa Indonesia disebut Penolong.
Syekh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi menyalinkan dalam tafsir beliau, Mahasinut-Ta'wil, bahwa di dalam harian al-Moayyad no. 3284 halaman 2, dengan tajuk “Islam tidak kekurangan orang yang menginsafinya," bahwa Monsignor Marsiell, profesor dalam bahasa-bahasa Timur menulis demikian,
“Muhammad adalah pendiri dari agama Islam, nama Muhammad itu sendiri diambil dari asal kata hamd (pujian). Dan suatu kebetulan yang mengherankan ialah bahwa orang Nasrani Arab memakai suatu nama yang diambil dari asal kata, yang sangat berdekat artinya dengan Muhammad, yaitu Ahmad! Untuk ganti nama dari Paraclithus itu. Arti Ahmad ialah yang empunya pujian. Inilah yang menyebabkan ulama-ulama Islam menetapkan bahwa kitab suci orang Kristen menyampaikan berita gembira dengan akan kedatangan Nabi Muhammad. Dan memang Al-Qur'an sendiri telah mengisyaratkan hal itu dengan menyebutkan bahwa al-Masih pernah mengatakan, ‘Dan memberikan berita gembira dengan seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad.'"
Jadi teranglah bahwa guru besar bahasa-bahasa Timur ini menyingkapkan bahwa orang Nasrani Arab, jauh sebelum Nabi Muhammad lahir ke dunia, telah menerjemahkan Injil dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, dan kalimat Paraclithus ke dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi Ahmad, yang berarti yang amat terpuji. Beliau ini mengakui akan hal itu, dan beliau merasa heran tentang secara “kebetulan"-nya Nasrani Arab zaman dahulu mengartikan Paraclithus kepada Ahmad. Sedang pokok arti di antara Ahmad dengan Muhammad adalah satu, yaitu pujian.
Beliau ini sebagai orang Kristen tidak mau mengakui bahwa kata-kata ini adalah berita gembira dari Isa al-Masih, melainkan semata-mata kebetulan tersalin kepada Ahmad, kemudian baru ada Nabi Muhammad!
Syekh Muhammad Bairam menyalinkan keterangan dari seorang penyelidik bangsa Inggris, bahwa di dalam kumpulan buku-buku kuno (library) Vatikan di antara naskah-naskah Injil lama, terdapat sebuah naskah Injil bahasa Arab, ditulis dalam bahasa Himyari (Arab Purba), terdapat di dalamnya perkataan Al-Masih persis seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an itu, “Dan memberikan berita gembira dengan seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad."
Syekh Rahmatullah al-Hindi di dalam kitabnya yang terkenal dalam mengupas kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam aqidah Kristen menulis demikian,
“Ahlul Kitab sejak dahulu sampai sekarang di dalam menerjemah, maka biasanya nama-nama pun mereka terjemahkan. Nabi Isa di zaman dahulu teranglah bercakap dalam bahasa Ibrani, bukan bahasa Yunani. Sebab itu tidak dapat diragukan lagi bahwa ketika mereka menerjemahkan Injil Keempat (Injil Yahya) itu telah pula menterjemahkan dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani, nama dari orang yang diberita gembirakan oleh Nabi Isa al-Masih itu. Kemudian penerjemah dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, lalu mengarahkan saja nama itu dengan Paraclete." Kata Syekh Rahmatullah selanjutnya, “Maka pada tahun 1268 Hijriyah (1851 Masehi), sampai ke tangan saya sebuah risalah dalam bahasa Urdu yang dikarang oleh pendeta-pendeta penyebar Kristen, dicetak di Kalkuta. Maksudnya ialah hendak menjelaskan tentang perkataan Paraclete itu. Maksud pengarangnya ialah memberi penjelasan kepada kaum Muslimin yang telah salah dalam memahamkan kata Paraclete itu. Isi keterangannya ialah bahwa kalimat itu di-Arab-kan dari bahasa Yunani, artinya ‘Kalau asal kata dalam bahasa Yunani, Paraclithus, maka artinya ialah penghibur, atau penolong atau wakil. Tetapi kalau kita lihat bahwa asal kata ialah Pariclithus, maka itulah yang dekat artinya dengan Muhammad dan Ahmad. Ulama-ulama Islam rupanya memahamkan bahwa kalimat ini ialah Pariclithus, sehingga berdekatlah artinya dengan Muhammad dan Ahmad. Lantaran itu mereka artikan ucapan Isa al-Masih itu mengisyaratkan berita gembira dengan kedatangan Muhammad. Padahal asal kata yang sebenarnya ialah Paraclithus." Sekian Syekh Rahmatullah menyalin keterangan pihak Kristen untuk mengelakkan dari Nabi Muhammad ﷺ.
Tetapi Syekh Rahmatullah al-Hindi yang juga mengetahui seluk-beluk huruf Yunani (sandaran dari huruf Latin atau Romawi yang kita pakai sekarang) menyambut penjelasan Zending Kristen itu demikian,
“Perbedaan di antara kedua perkataan itu sedikit sekali, sedang huruf Yunani itu hampir- hampir serupa semua. Sebab itu kalau terjadi pertukaran di antara Pariclithus dengan Paraclithus pada setengah naskah salinan mungkin saja terjadi, tetapi oleh karena kaum penganut “Allah tiga tetapi satu" berkeras hendak mengelakkan berita gembira al- Masih itu dari Nabi Muhammad, maka mereka pakailah naskah yang salah salinan itu."
“Padahal—ujar Rahmatullah al-Hindi selanjutnya—kepercayaan akan kedatangan telah tertanam juga lama sebelum Nabi Muhammad ﷺ lahir ke dunia. Pada abad kedua, yaitu pada tahun 177 Masehi seorang yang bernama Mentanus mendakwakan bahwa dirinya adalah Paraclithus yang dijanjikan Isa al-Masih itu. Sir William Muir menceritakan dalam sejarah yang beliau susun, bagian kedua dari bab ketiga dalam bahasa Urdu tentang orang yang mendakwakan dirinya Pariclithus itu, seorang yang sangat takwa dan berlatih diri dalam kesucian."
Dari fakta-fakta sejarah itu sudah terang bahwa sejak abad-abad permulaannya memang sudah tertanam kepercayaan akan datangnya kelak seorang nabi yang terpuji dan membawa Ruh Kebenaran dari Ilahi. Kalau bukanlah kepercayaan yang demikian, niscaya tidaklah akan selekas itu Najasyi di negeri Habsyi akan segera mengakui Nabi Muhammad ﷺ setelah beliau menerima keterangan dari Ja'far bin Abi Thalib. Demikian rapatnya hubungan Rasulullah ﷺ dengan beliau sehingga Nabi mewakilkan kepadanya menikahi Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dan ketika Jibril menyampaikan kepada Rasulullah beberapa masa kemudian, bahwa raja Habsyi itu telah wafat, segera beliau meng-ajak sahabat-sahabat mengadakan shalat gaib buat beliau.
Dalam suratnya kepada Rasulullah ﷺ ketika menyatakan diri memeluk Islam, beliau katakan terus terang, “Aku bersaksi dengan nama Allah, bahwa memang dia itulah Nabi yang ditunggu-tunggu oleh Ahlul Kitab."
Sebelum beliau lahir tidaklah ada lagi keraguan dalam kalangan orang Nasrani bahwa Nabi yang dijanjikan Isa al-Masih itu akan datang. Dengan secara jujur, karena belum ada prasangka apa-apa, Nasrani Arab menyalin Injil dari bahasa Yunani kata Paraclithus menjadi Ahmad? Monsignor Marseill mengatakan bahwa penyalinan itu hanya kebetulan, ialah setelah dunia Kristen menolak kenabian itu. Padahal Muqauqis sendiri, Raja Mesir yang mewakili Romawi ketika menjawab surat Nabi, di antaranya dia berkata, “Tahulah sekarang saya bahwa Nabi itu tetap ada. Tadinya saya sangka akan timbul di negeri Syam. Utusan yang Tuan utus kepadaku aku sambut dengan segala hormat."
Dapat pulalah kita pahamkan jika arti yang dipakai bagi Paraclithus bahasa Yunani itu, dalam Injil bahasa Indonesia ialah “Penolong", menguatkan naskah salinan yang menuliskan Paraclithus. Dan itulah yang disindirkan oleh Rahmatullah al-Hindi tadi. Kemudian daripada itu, maka Rasulullah ﷺ telah menyatakan tentang dirinya,
“Sesungguhnya padaku ada beberapa nama. Aku adalah Muhammad, dan aku Ahmad, dan aku al-Maahi (penghapus), karena dengan aku Allah menghapus kekufuran, dan aku adalah al-Haasyir (pengumpul), karena dikumpulkan manusia di bawah kakiku, dan aku adalah al-Aaqib (penungkas) yang menungkasi nabi-nabi yang dahulu." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan meriwayatkan pula Muhammad bin Ishaq, bahwa pada suatu ketika bertanyalah beberapa orang sahabat beliau,
“Ya Rasul Allah! Terangkanlah kepada kami dan hal engkau!" Lalu beliau berkata, ‘Aku ini adalah doa nenekku Ibrahim, dan berita gembira yang disampaikan Isa, dan ketika ibuku mengandungku, beliau bermimpi seakan- akan melihat suatu cahaya keluar dari dirinya, sehingga sampai sinarnya kepada gedung-gedung besar di Syam. "
Menurut keterangan Imam Ahmad bin Hambal, yang bertanya itu ialah Abu Amamah.
Tentang permohonan Nabi Ibrahim itu marilah kita perhatikan kembali surah Al-Baqarah ayat 129, yaitu setelah Nabi Ibrahim dengan bantuan putranya Ismail selesai melaksanakan perintah Ilahi mendirikan Ka'bah, berdoalah beliau agar anak-cucu beliau yang tinggal di lembah yang tidak bertumbuh- tumbuhan (Mekah) itu diberi perlindungan dan dihidupkan dalam keadaan beragama; Nabi Ibrahim mengharap agar dari kalangan mereka dibangkitkan seorang Rasul yang akan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah dan mendidik kepada mereka, agar jiwa mereka jadi suci.
Permohonan itulah yang dikabulkan Allah dengan mengutus Nabi Muhammad ﷺ.
“Maka tatkala dia telah datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, ‘Ini adalah sihir yang nyata.'"
Artinya ialah bahwa mereka tidak mau menerima baik segala keterangan dan penjelasan Nabi Muhammad ﷺ. Mereka tidak mau menerima meskipun dikemukakan dengan alasan yang cukup. Bahkan semua mereka salah artikan.
Ini telah mereka mulai sejak mereka lihat bahwa gerakan Nabi ﷺ itu kian lama kian berhasil. Artinya sejak masa-masa pertama dari kebangkitan Islam itu. Mereka tidak mau tahu, mereka tidak mau terima. Jika mereka terdesak, mereka tuduh saja bahwa semuanya itu sihir yang nyata saja.
Mengapa mereka tuduh sihir? Ialah karena barangsiapa yang mendengar dengan hati terbuka, mesti tertarik.
Tujuan pertama dari ayat ini ialah Bani Israil! Karena di awal ayat telah dinyatakan bahwa yang diseru oleh Nabi Isa al-Masih bin Maryam ialah Bani Israil; bahwa beliau diutus kepada mereka. Sebab itu maka setengah ahli tafsir mengatakan bahwa maksud ayat yang mengatakan bahwa setelah dia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang nyata, terus mereka tuduh sihir yang nyata, boleh dialamatkan kepada Nabi Isa. Tetapi lebih tepatlah kalau yang dimaksud dengan dia yang datang dengan bukti-bukti yang nyata itu ialah Nabi Muhammad ﷺ. Karena surah ini diturunkan di Madinah dan penentang keras terhadap beliau setelah beliau hijrah itu ialah orang Yahudi yang umumnya ialah Bani Israil. Merekalah yang menuduh bahwa ajakan Nabi Muhammad itu sama saja dengan sihir, ataupun lebih daripada sihir. Pada mulanya mereka menyambut Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah dengan sebaik-baiknya, sampai membuat perjanjian perdamaian, hidup bertetangga secara baik. Sebagaimana yang telah kita uraikan terlebih dahulu ketika menafsirkan surah al-Hasyr dalam juz ini juga.
Ayat 7
“Dan siapakah lagi yang lebih zalim dan orang yang mengada-adakan dusta atas Allah, padahal dia diseru kepada islam?"
Diungkapkan sebagai suatu pertanyaan siapakah lagi yang lebih zalim, lebih aniaya; artinya ialah bahwa tidak ada lagi aniaya dan zalim yang lebih daripada mengada-adakan sesuatu dusta berkenaan dengan Allah. Berdusta atas nama Allah, atau membawa-bawa nama Allah, adalah kejahatan jiwa paling besar. Dusta yang mereka ada-adakan itu ialah membuat fitnah atas Nabi Allah dengan berbagai cara; padahal dia diseru kepada Islam. Mereka persekutukan Allah kepada yang lain, padahal mereka diseru kepada tauhid. Mereka tidak memedulikan isi daripada seruan itu, benar atau tidakkah? Mereka masih bertahan dengan pendirian yang salah.
Di dalam surah al-Baqarah ayat 146, diterangkan bahwa mereka telah mengenal Nabi Muhammad di dalam kitab-kitab suci mereka sama seperti mengenal anak-anak mereka sendiri. Tetapi mereka mungkiri, mereka tuduh sihir yang nyata, mereka ingkari kenabiannya, sebab disebut pula dalam surah kedua, al-Baqarah ayat 109, ialah karena ada rasa hasad atau dengki dalam diri mereka terhadap beliau; maka kalau penyakit dengki sudah berpengaruh, gelaplah jalan kepada kebenaran dan timbullah kezaliman. Sebab itu dijelaskan Allah di ujung ayat,
“Dan Allah tidaklah akan membeli petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
Sebab kalimat zalim itu sendiri adalah dari pokok kata zulm (…), artinya gelap. Orang yang zalim ialah orang yang dirinya sendiri telah gelap. Jiwanya telah kepadaman suluh, karena salahnya sendiri, yaitu hasadnya. Allah tidak akan memberi petunjuk orang yang demikian.
Ayat 8
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka. "
Inilah bukti utama daripada ruh yang hidup dalam gelap. Yaitu sikap dan aksi mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut, dengan maksud supaya cahaya itu padam. Mereka tidak mengukur kekuatan diri mereka sendiri yang mencoba hendak melawan Allah.
Cahaya Allah ialah kebenaran itu sendiri yang diberi keterangannya oleh nabi-nabi. Intisari dari cahaya Allah ialah tepatnya hasil renungan akal, bahwa Allah itu ada; dan Dia adalah Esa, tiada bersekutu yang lain dengan Dia. Mulut yang berusaha hendak memadamkannya ialah mulut kemusyrikan, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Dia. Sebab itu dengan tegas lanjutan ayat mengatakan, “Tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya." Artinya bahwa Kebenaran Ilahi itu tetap tidak dapat dihambat dengan kedustaan dan kegelapan,
“Walaupun dibenci oleh orang-orang yang kafir itu."
Artinya bahwa kebencian mereka tidak akan dapat menghalangi dan menghambat bersinarnya cahaya itu terus-menerus.
Keterangan ayat 8 ini diperjelas lagi dengan ayat selanjutnya,
Ayat 9
“Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar."
Ini adalah jaminan dan pembelaan yang sejati langsung dari Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad ﷺ bahwa kedatangannya di dunia ini benar-benar Allah yang mengutus. Dan perutusannya itu dibimbing dengan petunjuk Ilahi, yaitu wahyu, baik yang dihantarkan sendiri oleh Malaikat Jibril yang berupa Al-Qur'an, ataupun nikmat Ilahi yang diberikan kepada beliau sebagai ilham, yang kemudian dikenal sebagai Sunnah beliau yaitu perkataannya, perbuatannya dan perbuatan orang lain yang diketahuinya dan tidak disalahkannya. Agama yang benar; itulah yang berpokok kepada inti aqidah dan ibadah dan muamalah sesama makhluk yang diatur dengan amar (perintah) dan nahyu (larangan). Itulah agama Islam, yang berarti penyerahan diri kepada Allah dengan segenap kesadaran, karena keinsafan bahwa diri ini adalah makhluk dan Allah itu adalah Khaliq. “Karena Dia akan memenangkannya atas agama-agama sekaliannya." Karena agama yang sejati agama, ialah Islam, yaitu penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa itu dengan segenap kesadaran, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah! Agama yang lain pasti kalah dan terdesak karena mereka tidak menyerahkan diri sebulatnya kepada Allah. Mereka itu menyembah thaghut, berhala, atau memberhalakan manusia dan mempertuhankan benda. Sedang seluruh benda di alam ini hanyalah terjadi karena dijadikan oleh Allah.
Islam akan menang di atas segala agama. Bukan berarti bahwa agama yang lain itu hapus habis, lalu semua orang di dunia ini memeluk Islam. Berpikir bukanlah sedangkal itu! Artinya, bahwa Islam akan menang, mengatasi agama sekalian, karena kebenaran ajarannya dan tahan ujinya karena pergolakan zaman. Kian lama manusia dalam dunia selalu mencari cara apa yang lebih baik buat mengatur pergaulan hidup ini. Sampai dibicarakan sistem pemerintahan mana yang lebih baik, yang lebih cocok bagi perikemanusiaan. Sampai orang memutuskan hubungan dengan agama-agama, karena mereka memandang bahwa agama-agama itu tidak memberikan kata putus yang dapat dipegang.
Telah kita katakan bahwa yang agama sebenarnya di sisi Allah ialah Islam. Segala nabi dan rasul diutus Allah ke dunia ialah buat membimbing manusia kepada Islam, agar sadar akan dirinya bahwa dia adalah makhluk dari Allah Yang Mahakuasa; dan bukan hanya sekadar sadar, melainkan diikuti dengan menyerah dan mengabdi kepada-Nya saja. Tetapi kemudian oleh Bani Israil hendak dimonopolinya agama itu jadi kepunyaan sendiri, hendak dijadikannya agama milik kaum, lalu mereka katakan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah dan mereka namai golongan mereka Yahudi, dibangsakan kepada anak yang terkemuka daripada Nabi Ya'qub, abang dari Yusuf, yang bernama Yahuda.
Adapun nama “Kristen" atau “Nasrani" atau “Masehi" belumlah dikenal di zaman Nabi Isa masih hidup. Nama itu baru dikenal kemudian setelah Isa al-Masih dipanggil Allah ke hadirat-Nya, ketika Baruabas bertemu dengan Saul, yang kemudian dikenal sebagai Paulus di kota Antokhia (Antiokhi). (Lihat Kisah Rasul-Rasul, 11: 26). Maka nama yang asal itulah yang dibangkitkan Nabi Muhammad ﷺ kembali.
Adapun agama-agama yang lain, seperti agama Brahmana dan Buddha, atau agama Kong Hu Chu (Confisius), banyaklah perubahan yang terjadi pada agama itu. Yang umumnya penyakit segala agama itu ialah hilang keasliannya setelah lama masa dilalui; daripada menyembah Allah kepada agama menyembah manusia.
Kemudian setelah diadakan penyelidikan yang saksama, ternyatalah bahwa ajaran Trinitas Kristen banyak kena pengaruh dari orang Mesir Kuno dan agama Brahmana Hindu.
Penyelidikan manusia tentang rahasia kebesaran Ilahi dalam alam ini bertambah mendalam dan meluas. Dari hari ke hari orang mencari suatu agama yang sesuai dengan kepercayaannya yang sejati, yang masuk dalam akalnya dan yang dapat mengatasi krisis alam. Tibalah orang pada kesimpulan, seperti yang disimpulkan oleh Syahid fi Sabilillah, Sayyid Quthub, al-Mustaqbal lil Islam, masa depan ialah bagi Islam.
Di ayat pertama (ayat 8) dikatakan bahwa mereka berusaha hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut, namun Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya. Di ayat kedua (ayat 9) dikatakan bahwa Allah akan memenangkan agama yang dibawa Rasul-Nya yang terakhir ini mengatasi segala agama.
“Walaupun dibenci oleh orang-orang yang musyrik."
Perhatikanlah sejarah! Sejak mulai timbulnya Islam, sejak mulai diutusnya Nabi Muhammad ﷺ sampai sekarang sudah empat belas abad, inilah agama yang selalu hendak diembus dan dipadamkan cahayanya dengan mulut. Sejak dari zaman adanya kaum Yahudi di Madinah yang mulanya membuat surat perjanjian damai dengan Nabi, tetapi setelah nyata perkembangan Islam tidak dapat dihalangi lagi, kaum Yahudi itu telah berusaha hendak memadamkannya dengan mulut. Sejak dari usaha Bani Nadhir hendak membunuh Nabi, tetapi akhirnya mereka yang diusir dari Madinah. Sejak dari berkhianatnya Bani Quraizhah, sampai mereka masuki dengan secara rahasia persekutuan dengan kaum musyrikin Quraisy untuk menghancurkan Islam di kandangnva sendiri, yaitu di Madinah yang berakhir mereka sendiri yang dimusnahkan dengan hukuman bunuh, sampai kepada penaklukan atas Khaibar; semuanya itu adalah usaha hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut, namun yang musnah adalah mereka, bukan Islam.
Tidak henti-henti, sampai kepada masuknya bangsa Tartar dan Mongol ke negeri-negeri Islam dan menghancurkan negeri-negeri Islam, bahkan menghancurkan Baghdad dan mereka pun habisi Khalifah Bani Abbas yang terakhir (1258 M atau 656 H).
Untuk menguatkan kedudukannya menghadapi kekuatan Islam yang pasti bangun kembali Hulako Khan, penakluk Baghdad, membuat perjanjian damai dan perkongsian dengan orang Kristen. Putra Hulako yang bernama Abaqa kawin dengan putri Kaisar Byzantium di Konstantinopel. Meskipun Abaqa tidak masuk Kristen, namun istananya penuh dengan pendeta-pendeta Kristen. Adik dari Abaqa yang bernama Takudar di masa kecil sudah dibaptiskan masuk Kristen, dengan memakai nama Nicolas. Tetapi setelah dia duduk memerintah (1278-1282), dia terus masuk Islam dan memakai nama Ahmad Takudar. Sejak itu bangsa Mongol yang tadinya musuh besar penghancur Baghdad dan kebudayaan Islam, berbalik jadi pembela Islam.
Pada tahun 1492 habislah kekuasaan Islam dari Spanyol dengan diusirnya Raja Abu Abdillah dari Bani Ahmar dari Granada oleh Raja Spanyol suami istri, Ferdinand dari Aragon dan Isabella dari Castillia. Sisa-sisa kaum Muslimin yang masih tinggal sampai seratus tahun di belakang masih dipaksa masuk Kristen. Sejak itu padamlah cahaya Islam di semenanjung Iberia itu. Dan sejak waktu itu pula bangsa Portugis bersiap-siap menjajah ke negeri-negeri Timur sehingga dapat menyerbu dan menaklukkan Kerajaan Islam Melayu Melaka pada tahun 1511, yaitu 22 tahun sesudah jatuhnya Granada. Setelah Melaka dapat ditaklukkan, Alfonso de Albuquerque, panglima penakluk Melaka memancangkan salib besi di tepi pantai Melaka, sebagai lambang bahwa pancang salib telah ditanamkan di pusat Kerajaan Melayu dan Islam tidak akan bangkit lagi. Sampai dia mengatakan bahwa dengan jatuhnya Malaka, jalan ke Mekah sudah dia tutup untuk selama-lamanya.
Sekarang timbullah pertanyaan, “Apakah benar Islam dapat dihancurkan dengan jatuhnya kota Baghdad dan benarkah bangsa Mongol yang memusuhi Islam dapat dirangkul untuk meneruskan penghancuran Islam?"
Benarkah salib besi yang dipancangkan Alfonso de Albuquerque jadi tanda bahwa Kristen telah terpancang buat selama-lamanya di negeri ini dan jalan ke Mekah telah ditutup?
Untuk menjawabnya kita salinkan apa yang ditulis oleh Sir Thomas Arnold, orientalis Inggris yang terkenal dalam bukunya, Preaching of Islam, yang telah disalin ke dalam bahasa Arab dengan judul ad-Da'watu lil Islam (Dakwah kepada Islam) pada kata pendahuluannya.
“Meskipun imperiumnya yang besar itu telah mulai runtuh sesudah itu, dan telah mulai goyang sendi-sendi politik Islam, namun penyerbuannya dari segi ruhani tetap berjalan tidak putus-putus. Dan setelah banjir bangsa Mongol itu menghancur leburkan Baghdad (1258) dan tenggelam kemegahan kerajaan Bani Abbas ke dalam genangan darah; dan meskipun Raja Ferdinand dari Castillia dan Leon telah mengusir kekuasaan Islam dari Cordova (1236 M) dan beberapa lama kemudian Kerajaan Islam di Granada sudah terpaksa membayar upeti kepada kerajaan Kristen, namun di pihak lain Islam bertambah kukuh tonggak-tonggaknya tertanam di Pulau Sumatera dan dari sana jelaslah dia akan berkembang dengan jayanya di seluruh pulau-pulau yang lain terletak di negeri Melayu itu. Maka di saat-saat dari segi politik Islam telah lemah, kita lihat dia mencapai kemenangan-kemenangan yang gilang-gemilang dari segi keruhanian di mana-mana.` Sekian kita salin pendapat Arnold.
Yang paling hebat pula ialah Perang Salib (Crusade) yang berlaku sejak tahun 1097-1270 M (173 tahun) dengan delapan kali angkatan perang di bawah pimpinan raja-raja Eropa yang besar-besar.
Memang dengan menanamkan penjajahan selama empat ratus tahun, sambil menyebarkan agama Kristen, baik penjajahan Portugis dan Spanyol, atau penjajahan Perancis, Inggris dan Belanda dan memang tertekan kaum Muslimin dalam dunia politik empat ratus tahun lamanya. Tetapi roda dunia berputar terus. Negeri-negeri Islam mencapai kemerdekaannya satu demi satu.
Perkongsian Yahudi dengan Kristen berusaha menghancurkan Turki yang sampai kepada permulaan abad kedua puluh masih menjadi tonggak teguh Islam. Kekuatan penjajah berhasil menjatuhkan Sultan Abdulhamid dari singgasana Turki Utsmani, karena dia tidak mau menyerahkan Palestina kepada Yahudi. Akhirnya Khalifah penghabisan, yaitu Abdul Majid II bisa dima'zulkan dan Khalifah dihapuskan sama sekali, dengan memakai tangan Putra Turki sendiri, Kemal Attaturk. Kerajaan-kerajaan Barat Kristen membuat propaganda besar bahwa dia adalah Islam modern, bahwa Attaturk patut ditiru kalau orang Islam di tempat lain ingin maju.
Tetapi Attaturk aaahanya populer di kala hidupnya dan berkuasa dari tahun 1922 sampai meninggalnya 1938, artinya hanya enam belas tahun! Namun di samping dia telah timbul pahlawan Islam yang lain-lain, yang jauh lebih besar dalam hati kaum Muslimin sedunia dari Kemal Attaturk. Dalam politik telah timbul orang-orang seperti Raja Abdul Aziz Ibnu Saud dan putranya, Faisal bin Abdul Aziz, dan Ali Jinnah Pendiri Pakistan. Dalam dakwah timbul Syekh Hassan al-Banna di Mesir, Abui A'laa al-Mauduui di Pakistan; dan dalam dunia filsafat dan pemikiran timbul Maulana Muhammad Iqbal.
Dunia Kristen menyangka habislah kekuatan Islam dengan habisnya Khalifah di Istanbul. Tetapi dengan hilangnya Khalifah, Persatuan dunia Islam sekarang lebih kukuh daripada masa Khalifah masih ada. Badan-badan Islam internasional, baik secara swasta atau pemerintah, telah timbul dan hidup kian lama kian subur.
Negara-negara penjajah membelanjakan tenaga tidak terbatas untuk menyelidiki segi-segi kelemahan Islam di mana ia menimbulkan Orientalisme dan Orientalis. Tetapi lama kelamaan sarjana-sarjana Muslim modern telah bangkit pula menyelidiki sendiri dan dengan alat-alat penyelidik yang dipakai musuh itu segala tuduhan mereka telah ditangkis, dan kian lama kian jelas korupsi ilmiah yang ditimbulkan oleh kaum Orientalis itu, sehingga buat selanjutnya mereka mesti lebih berhati-hati.
Di beberapa negara, terutama dalam negeri-negeri yang telah dikuasai kaum Komunis suara Islam seakan-akan telah hilang. Karena diperangi dengan cara sistematis. Namun tekanan-tekanan yang dirasakan di negara-negara tidak bertuhan itu tidaklah mengurangi jumlah kaum Muslimin. Kalau lima puluh tahun yang lalu orang menyebut kaum Muslimin sekitar 350 juta di seluruh dunia, namun sekarang dalam perhitungan tidak kurang dari 650 sampai 700 juta.
Di Turki yang dicoba dengan segala kekerasan dan tangan besi dihapuskan oleh Kemal Attaturk sebagai seorang pionir dari sekularisme Barat, namun umur sikap melengah dari Islam itu hanya sepanjang kekuasaan Attaturk. Setelah dia mati, ternyata kecintaan bangsa Turki kepada Islam tidak pernah berkurang.
Di Indonesia sendiri, konon sebelum Islam masuk ke Kepulauan Nusantara, agama dan kebudayaan Hindulah yang berkuasa hampir 1500 tahun. Islam merdeka berkembang hanyalah kira-kira dari abad ketiga belas sampai abad ketujuh belas. Setelah itu masuklah penjajahan Barat yang dimulai oleh Portugis (1511) dan diikuti oleh penjajahan Belanda yang dimulai tahun 1596. Hanya sekitar tiga abad saja Islam dapat berkuasa. Hanya sekadar di masa itu raja-raja dan sultan-sultan Islam dapat mengembangkan Islam. Tiga setengah abad lamanya penjajahan Belanda dengan alat kekuasaan yang kukuh dan teratur. Kekuasaan Islam tidak ada lagi.
Tetapi cobalah perhatikan! Lima belas abad kebesaran kebudayaan Hindu dan agamanya di seluruh kepulauan Nusantara dan Semenanjung Tanah Melayu, namun sisa yang masih mempertahankan pusaka Hindu hanya tinggal di Pulau Bali.
Tiga ratus lima puluh tahun kekuasaan Belanda, namun yang memeluk agama Kristen, yang disiarkan dengan segenap kekuasaan dalam masa 350 tahun, tidaklah sampai sepuluh persen dari seluruh bangsa Indonesia yang pada waktu tafsir ini adalah sekitar 130 juta. Lebih dari 100 juta adalah pemeluk agama Islam.
Setelah Indonesia merdeka, kegiatan Zending dan misi Kristen berlipat ganda daripada semasa penjajahan. Segala sekte yang ada di Amerika, termasuk sekte Mormoon yang membolehkan beristri berapa kuat saja; namun yang berbalik dan kembali kepada Islam sesudah mereka dibujuk masuk Kristen dengan uang, dengan beras dan dengan kain baju, membuktikan bahwa masuknya orang kepada agama Kristen itu hanya karena bujukan harta. Setelah mereka sadar akan diri, mereka pun kembali kepada agama nenek moyangnya.
Kerapkali kejadian, penyusun tafsir ini didatangi oleh pemuda-pemuda yang ingin kembali kepada agama nenek moyangnya. Ketika ditanyai apakah mereka tidak keberatan bersunat (berkhitan), mereka menjawab bahwa mereka sudah berkhitan sejak dahulu. Sebab adat mereka sebagai orang Jawa yang berkebudayaan Islam mengakibatkan mereka harus berkhitan sebelum mereka dibujuk masuk Kristen.
Sekitar tiga empat tahun sesudah dapat dihancurkan perlawanan kaum Komunis (Gerakan 30 September 1965), penyebar agama Kristen membuat propaganda ke seluruh dunia bahwa 4 juta orang Islam masuk Kristen. Dengan demikian datanglah bantuan bertubi-tubi dari dunia Kristen. Dan dunia Islam sendiri pun merasa cemas, sehingga beberapa orang pemimpin dan ulama datang ke Indonesia menyelidiki berita itu.
Tetapi setelah diadakan sensus kenegaraan yang lengkap ternyata bahwa jumlah umat Islam tidaklah berkurang 4 juta dan jumlah pemeluk Kristen tidaklah bertambah 4 juta. Hasil pemilihan umum untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1971 memberikan gambaran yang lebih jelas bahwa tambahan 4 juta itu tidak ada, malahan pemeluk Kristen banyak yang menceburkan diri ke dalam Golongan Karya, karena merasa tidak akan berhasil perjuangan mereka kalau hanya mengandalkan dari partai politik bercorak agama.
Kita pun mengakui bahwa bukanlah kosong saja usaha mereka, kita mengakui bahwa sebagian kecil usaha mereka berhasil juga. Tetapi mereka pun akan mengakui bahwa hasil yang mereka dapat tidaklah sepadan dengan belanja yang mereka keluarkan. Kita pun mengakui bahwa ada pada suatu waktu semangat kaum Muslimin dalam perjuangan agamanya jadi kendor. Di waktu kita lengah itulah, kita kecurian umat. Seperti pesan Nabi ﷺ, “Bahwa kambing yang biasa ditangkap serigala, ialah yang terpencil dari rombongannya."
Seperti contoh terbesar tadi, yaitu dengan hilangnya jabatan Khalifah ternyata kebangkitan Islam tidak terhalang. Persatuan kaum Muslimin dan kesetiaan kawannya sekarang lebih mendalam daripada di zaman ada Khalifah. Namun sekarang setia kawan Islam lebih lengkap, karena kesadaran yang mendalam. Dalam lingkaran yang kecil di Indonesia pun demikian pula. Dalam hapusnya kekuasaan raja-raja Islam Indonesia karena direbut penjajah, disangka oleh Belanda Islam akan lemah. Padahal di awal abad kedua puluh timbul kesadaran kaum Muslimin dalam politik, sosial dan ekonomi. Gerak kebangunan Islam dianjurkan oleh pemuka-pemuka Kaum Muslimin dari perkumpulan-perkumpulan Islam. Artinya bahwa gerak jihad kaum Muslimin itu timbul dari kesadaran mereka sendiri.
Dari ini semuanya dapatlah disimpulkan bahwa usaha hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut tidaklah membawa hasil, bahkan Allah menyempurnakan cahaya-Nya.