Ayat

Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَا
jangan
تَتَوَلَّوۡاْ
jadikan sabahat/pemimpin
قَوۡمًا
kaum
غَضِبَ
memurkai
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
قَدۡ
sesungguhnya
يَئِسُواْ
mereka putus asa
مِنَ
dari/terhadap
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhitat
كَمَا
sebagaimana
يَئِسَ
berputus asa
ٱلۡكُفَّارُ
orang-orang kafir
مِنۡ
dari
أَصۡحَٰبِ
penghuni
ٱلۡقُبُورِ
kubur
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَا
jangan
تَتَوَلَّوۡاْ
jadikan sabahat/pemimpin
قَوۡمًا
kaum
غَضِبَ
memurkai
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
قَدۡ
sesungguhnya
يَئِسُواْ
mereka putus asa
مِنَ
dari/terhadap
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhitat
كَمَا
sebagaimana
يَئِسَ
berputus asa
ٱلۡكُفَّارُ
orang-orang kafir
مِنۡ
dari
أَصۡحَٰبِ
penghuni
ٱلۡقُبُورِ
kubur
Terjemahan

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan kaum yang dimurkai Allah sebagai teman-teman akrab. Sungguh, mereka telah putus asa terhadap akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur juga berputus asa (dari rahmat Allah di akhirat).
Tafsir

(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian jadikan penolong kalian kaum yang Allah murka terhadap mereka) yaitu orang-orang Yahudi (sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat) yakni dari pahala akhirat, padahal mereka meyakini adanya hari akhirat; demikian itu karena mereka ingkar kepada Nabi ﷺ padahal mereka mengetahui, bahwa Nabi ﷺ itu adalah benar (sebagaimana telah berputus asa orang-orang kafir) yang kini berada (dalam kubur) yaitu orang-orang kafir yang telah mati terkubur, telah putus asa dari kebaikan akhirat. Demikian itu karena di dalam kubur diperlihatkan kepada mereka tempat kedudukan mereka di surga seandainya mereka beriman, sebagaimana diperlihatkan pula kepada mereka tempat kembali yang akan mereka tempati, yaitu neraka.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu, sungguh mereka telah putus asa terhadap akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. Allah subhanahu wa ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman berteman dengan orang-orang kafir dalam akhir surat ini, sebagaimana melarang hal yang sama dalam permulaan surat. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah: 13) Makna yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, serta orang-orang kafir lainnya yang dimurkai dan dilaknat oleh Allah subhanahu wa ta’ala serta yang berhak diusir dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Mengapa kalian memihak mereka dan menjadikan mereka teman-teman dan sahabat karib kalian, padahal mereka telah berputus asa dari negeri akhirat, yakni dari pahalanya dan nikmatnya menurut hukum Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah Swt: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13) Ada dua pendapat sehubungan dengan makna ayat ini, salah satunya mengartikan sebagaimana orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa dari kaum kerabat mereka yang telah berada di alam kubur, untuk dapat bersua kembali dengan mereka sesudahnya.
Dikatakan demikian karena mereka tidak meyakini adanya hari berbangkit dan tidak pula dengan hari perhimpunan semua makhluk; harapan mereka telah putus untuk dapat bersua kembali dengan kerabat mereka yang telah tiada, menurut keyakinan mereka. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah: 13) hingga akhir surat, yakni orang-orang yang telah mati dari kalangan kaum yang kafir, orang-orang yang hidup dari mereka putus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan mereka yang telah mati, atau mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak akan membangkitkan mereka lagi.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13) Bahwa orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa untuk dapat bersua kembali dengan orang-orang yang telah mati dari kalangan mereka. Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir berputus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan ahli kubur mereka yang telah mati.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Adh-Dhahhak, semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir dari kalangan ahli kubur berputus asa dari semua kebaikan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah: 13) Yakni sebagaimana orang kafir ini berputus asa apabila dia telah mati dan telah menyaksikan balasannya yang diperlihatkan kepadanya. Hal inilah yang dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Muqatil, Al-Kalbi, dan Mansur, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Ayat ini berbicara tentang larangan memohon perlindungan kepada orang-orang kafir. Wahai orang-orang beriman kuatkanlah iman kamu, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang dimurka Allah seperti orang-orang kafir, orang-orang munafik, dan orang-orang fasik, pelaku dosa besar secara terus-menerus sebagai penolong kamu ketika kamu mengalami kesulitan atau mempunyai masalah dunia atau agama. Sungguh mereka telah berputus asa terhadap akhirat sehingga kamu seperti berpegang kepada pohon yang tumbang atau dahan yang hanyut. Mereka tidak meyakini akhirat, bagaimana menolong kamu memperhatikan akhirat. Kehidupan mereka sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada di dalam kubur berputus asa dari kasih sayang Allah. Mereka kehilangan asa untuk mendapatkan keselamatan. 1. Apa yang ada di langit, bintang, bulan, matahari, dan seluruh planet; dan apa yang ada di bumi, hewan dan tetumbuhan bertasbih kepada Allah, mengakui dan menyatakan kemahasucian Allah yang berbeda dengan seluruh makhluk ciptaan-Nya; dan Dialah Yang Mahaperkasa menciptakan dan menghancurkan jagat raya sekejap mata; Mahabijaksana, tidak terburu menggunakan kekuasaan-Nya yang tiada terbatas untuk menghancurkan jagat raya atau menghukum manusia yang berdosa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundhir dari Ibnu Ishaq dari 'Ikrimah dan Abu Sa'id dari Ibnu 'Abbas, ia menerangkan bahwa 'Abdullah bin 'Umar dan Zaid bin haritsah bersahabat dengan orang-orang Yahudi. Maka turunlah ayat ini yang melarang kaum Muslimin berteman erat dengan orang yang dimurkai Allah.
Dalam ayat ini, Allah menegaskan kembali larangan menjadikan orang-orang Yahudi, Nasrani, dan musyrik Mekah yang berniat jahat terhadap kaum Muslimin sebagai wali atau teman akrab, karena dikhawatirkan orang-orang yang beriman akan menyampaikan rahasia-rahasia penting kepada mereka.
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir itu telah putus asa untuk memperoleh kebaikan dari Allah di akhirat, karena kedurhakaan mereka kepada Rasulullah ﷺ yang telah diisyaratkan kedatangannya dalam kitab-kitab mereka. Padahal, persoalan itu sudah dikuatkan pula dengan bukti-bukti yang jelas dan mukjizat yang nyata. Keputusasaan mereka untuk memperoleh rahmat Allah di hari akhirat sama halnya dengan keputusasaan mereka di dalam kubur karena mereka tidak percaya adanya kebangkitan kembali di akhirat.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BAIAT
Baiat ialah menyatakan janji di depan Nabi ﷺ dengan memegang tangan beliau, yang dalam janji itu dinyatakan kesetiaan dan kepada Allah, terutama tidak akan melanggar mana yang dilarang dan tidak akan melalaikan mana yang diperintahkan. Baiat pertama yang terkenal ialah ketika kaum Muslimin telah berhenti di Hudaibiyah menunggu utusan yang akan dikirim oleh Quraisy untuk mengikat persetujuan dan menunggu kembalinya Utsman bin Affan yang diutus Rasulullah ﷺ ke Mekah menghubungi pemuka-pemuka Quraisy untuk mencari penyelesaian ketika kaum Muslimin hendak melaksanakan umrah tahun itu dihambat oleh orang Quraisy. Rupanya Utsman lama baru kembali, sehingga timbul syak wasangka kaum Muslimin, mungkin dia telah dibunuh oleh orang Quraisy. Ketika itu dibuatlah baiat, akan sehidup semati, akan menuntutkan bela darah Utsman kalau benar dia telah mati dibunuh. Kalau perlu akan menyerbu Mekah menuntut bela. Syukurlah kemudian Utsman bin Affan pulang kembali dengan selamat.
Kemudian baiat itu telah berlaku di saat- saat penting, terutama di saat pengangkatan khalifah-khalifah, sejak Abu Bakar sampai seterusnya. Sebab itu maka baiat selalu dilakukan di saat-saat genting dan penting.
BAI'ATUN NISAA'
(BAIAT ORANG-ORANG PEREMPUAN)
Ayat 12
“Wahai Nabi! Apabila datang kepada engkau orang-orang perempuan yang beriman akan mengadakan baiat dengan engkau."
Menurut hadits yang dirawikan oleh Bukhari, yang diterima dengan sanadnya dari Aisyah, bahwa Nabi menerima kedatangan perempuan-perempuan yang mengatakan diri memeluk Islam, lalu beliau mengemukakan larangan-larangan yang tersebut dalam ayat ini. Setelah mereka terima semuanya, berkatalah Nabi, “Sekarang telah kami terima baiat kamu."
Ar-Razi menyalinkan dalam tafsirnya bahwa setelah Mekah ditaklukkan dan orang Mekah tidak menentang lagi, Rasulullah segera mengadakan baiat, menerima keislaman penduduk Mekah, laki-laki dan perempuan. Laki-laki diterima Nabi di atas Shafaa dan Umar beliau perintahkan menerima baiat perempuan di kaki Shafaa. Setelah itu Rasulullah ﷺ sendiri pun turun ke sana. Di antara perempuan-perempuan yang hadir akan melakukan baiat itu ialah Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan, yang telah melepaskan dendamnya karena kematian putranya dan saudaranya dalam Perang Badar, dengan menggigit jantung Hamzah yang dadanya telah robek dalam Peperangan Uhud. Dia datang ke tempat itu dengan menyamar.
Maka dimulailah baiat itu, “Bahwa mereka tidak akan mempersekutukan dengan Allah sesuatu pun." Tiba-tiba Hindun yang menyamar itu tidak kuat menahan hatinya lalu dia berkata, “Demi Allah, memang selama ini kami menyembah berhala, sekarang tidak lagi." Selanjutnya, “Dan tidak mereka akan mencuri." Semua perempuan itu pura menerima baiat itu. Tetapi Hindun yang menyamar lupa akan penyamarannya, lalu dia bertanya, “Suami saya kikir memberikan belanja. Kerapkali saya karuk saku-sakunya lalu saya ambil uangnya sekadar untuk belanja, apakah perbuatanku itu mencuri atau tidak?"
Tiba-tiba Abu Sufyan pun tidak kuat menahan hatinya, lalu disambutnya, “Segala yang engkau ambil di waktu yang telah lalu itu telah saya halalkan." Maka tidaklah tertahan lagi oleh Rasulullah gelak beliau, lalu beliau berkata, “Engkau Hindun binti Utbah, bukan?"
“Benar, ya Nabi Allah! Ampunilah dosaku yang telah lalu, mudah-mudahan Allah meng-ampuni engkau pula!" (Dia memohon ampun karena telah mengganyang dan merobek-robek dada Hamzah yang syahid di Uhud, karena melepaskan sakit hati karena kematian saudaranya, ayahnya dan putranya yang sulung).
Lalu Rasulullah ﷺ melanjutkan baiat, “Dan tidak mereka akan berzina." Perempuan lain menuruti semuanya, hanya Hindun yang nyinyir juga berkata, “Apakah perempuan-perempuan merdeka akan berzina?"
Bagi beliau rupanya tidak biasa perempuan merdeka berzina. Yang biasa berzina pada masa itu hanyalah budak-budak, untuk dizinai oleh laki-laki merdeka.
“Dan tidak mereka akan membunuh anak-anak mereka." Semua perempuan menerima baiat itu, cuma Hindun juga yang menjawabnya melepaskan rasa hatinya dengan terus terang, “Dari kecil anak itu kami didik dan kami besarkan. Kemudian setelah ia besar, kalian membunuhnya. Kalian dan anak-anak itu sendiri yang lebih tahu." Yang dimaksudnya adalah putranya yang sulung, Hanzhalah bin Sufyan, kakak dari Mu'awiyah, yang tewas di barisan musyrik dalam Perang Badar.
Seketika itu Umar bin Khaththab tertawa mendengar sahutan perempuan itu dan Nabi sendiri tersenyum.
“Dan tidak mereka datang dengan dusta yang dikarang-karangkan di antara kedua tangan mereka dan kedua kaki mereka." Menurut tafsiran dari Ibnu Ayyadh, seorang perempuan memungut anak orang lain karena suaminya tidak memberinya anak; lalu dikatakannya bahwa anak orang lain itu adalah anak suaminya. Atau yang lebih jahat dari itu, yaitu ia pergi berzina dengan laki-laki lain, lalu dikatakannya kepada suaminya, bahwa anak itu adalah anaknya dengan suaminya itu.
Diberi orang tafsir dan kalimat di antara dua tangan, dan dua kaki ialah karena anak orang lain yang dikatakan anak sendiri itu, dikatakan dikandung di dalam perut, dan perut terletak di antara dua tangan. Di antara dua kaki, yaitu kemaluan perempuan, tempat anak itu dilahirkan.
Hindun binti Utbah tadi setelah mendengar baiat sampai di sini, langsung pula menyambut, “Membuat kepalsuan serupa itu memang suatu perbuatan yang jahat. Segala perintah dan larangan yang engkau baiatkan kepada kami ini adalah baik semua, sesuai dengan akhlak yang mulia."
Lalu Rasulullah meneruskan lagi, “Dan tidak mereka akan mendurhakaiku dalam hal- hal yang ma'ruf." Artinya hendaklah mereka berjanji pula, berbaiat pula bahwa mereka akan patuh mengikuti, taat menurut segala perintah Nabi yang ma'ruf. Berat dipikul ringan dijinjing.
Waktu itu keluar pulalah isi hati talus ikhlas Hindun binti Utbah, “Demi Allah! Sejak kami duduk dalam majelis ini, tidak ada dalam diri kami suatu perasaan hendak mendurhakai engkau, ya Nabi Allah!"
Di dalam kalimat “Dan tidak akan mendurhakai engkau dalam hal-hal yang ma'ruf;" tersimpanlah suatu rahasia agama yang amat panting, yang jadi pedoman hidup kaum Muslimin dalam masyarakat. Yaitu bahwa kaum Muslimin akan taat setia, tidak akan durhaka, selama yang diperintahkan itu ialah yang ma'ruf. Sebab itu dalam ayat yang lain juga disebut amar ma'ruf nahi munkar. Sudah tidak syak lagi bahwa Nabi ﷺ sekali-kali tidaklah pernah memerintahkan umatnya berbuat yang munkar. Segala perintah Nabi pastilah yang ma'ruf. Tetapi kalau Nabi ﷺ telah meninggal, masyarakat Islam akan diteruskan oleh orang yang diberi kekuasaan. Maka kalimat ayat ini dipegang teguhlah. Yaitu “Sedangkan perintah Nabi yang ditaati hanyalah yang ma'ruf, padahal beliau tidak pernah menyuruhkan perbuatan yang bukan ma'ruf; lalu bagaimana dengan perintah penguasa-penguasa yang sesudah Nabi? Niscaya ditaati perintahnya yang ma'ruf seperti menaati Nabi, dan ditolak perintahnya yang tidak ma'ruf ataupun yang munkar.
Kalau semua baiat ini telah mereka terima, telah mereka setujui “Maka baiatlah mereka dan mohonkan ampun untuk mereka kepada Allah."Segala baiat mereka dihargai tinggi, tandanya mereka telah jadi Muslimah sejati dan segala kesalahan, kealpaan, dan kekhilafan selama ini supaya Nabi sendiri yang memohonkan ampunnya kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Maka segala dosa selama ini, pelanggaran atas janji yang telah dibaiatkan, yang terjadi di zaman jahiliyyah, semuanya telah diberi ampun oleh Allah. Sebab hal yang demikian tidak pantas akan diperbuat lagi setelah orang jadi Muslimah.
Ayat 13
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan pembela, kaum yang dimurkai Allah atas mereka."
Artinya, janganlah mengharapkan pertolongan atau membuat hubungan akrab dengan orang-orang kafir yang telah dimurkai oleh Allah karena tidak mau menerima kebenaran. Baik mereka itu Yahudi atau Nasrani, atau pun kaum musyrikin. “Sesungguhnya mereka itu telah putus asa dari Hari Akhirat." Mereka tidak percaya bahwa sesudah hidup yang sekarang ini akan ada lagi hidup di Hari Akhirat. Oleh karena kepercayaan kepada itu tidak ada sama sekali, mereka pun putus asa akan adanya ganjaran atas orang yang berbuat baik, dan balasan neraka yang setimpal atas orang yang berbuat jahat. Mereka menganggap hidup ini hanya tinggal di dunia saja. Maka berhubungan kasih sayang tidak mempunyai nilai-nilai yang akan diterima di sisi Allah.
“Sebagaimana berputus-asaannya orang-orang kafir yang telah jadi penghuni kubur."
Artinya bahwa nenek moyang mereka yang terdahulu yang telah mati dan telah masuk kubur, di zaman mereka hidup mereka pun telah putus asa dari pembalasan di Hari Akhirat. Sebab itu tidaklah ada mereka meninggalkan amalan yang baik yang akan jadi kenangan. Hidup mereka itu hanya hingga dunia ini sajalah.
Menurut tafsiran dari Ibnu Abbas yang disampaikan oleh al-Aufi, bahwa orang-orang kafir yang masih hidup pun telah putus asa, bahwa mereka akan bertemu dengan nenek moyang mereka yang sekarang telah berputih tulang dalam kubur.
Dan menurut tafsir Ibnu Jarir, bahwa orang-orang kafir itu karena kufurnya, telah putus asa mereka dari ganjaran yang akan diterimanya kelak, sampai mereka menutup mata, tergelimpangan mayat dalam kubur, hancur badan remuk tulang, namun harapan akan hari depan tidak ada sama sekali.
Janganlah orang yang telah beriman mengharapkan persahabatan dengan orang semacam itu. Janganlah mereka diajak memikul yang berat, menjinjing yang ringan. Karena tujuan hidup mereka sendirilah yang telah hancur.
Selesai Tafsir Surah al-Mumtahanah.