Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذَا
dan apabila
رَأَيۡتَ
kamu melihat
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَخُوضُونَ
(mereka)memperolok-olok
فِيٓ
pada
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
فَأَعۡرِضۡ
maka berpalinglah/tinggalkanlah
عَنۡهُمۡ
dari mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَخُوضُواْ
mereka memperolok-olok/membicarakan
فِي
tentang
حَدِيثٍ
pembicaraan
غَيۡرِهِۦۚ
lainnya
وَإِمَّا
dan jika
يُنسِيَنَّكَ
menjadikan kamu lupa
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
فَلَا
maka jangan
تَقۡعُدۡ
kamu duduk-duduk
بَعۡدَ
sesudah
ٱلذِّكۡرَىٰ
teringat
مَعَ
bersama
ٱلۡقَوۡمِ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
وَإِذَا
dan apabila
رَأَيۡتَ
kamu melihat
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَخُوضُونَ
(mereka)memperolok-olok
فِيٓ
pada
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
فَأَعۡرِضۡ
maka berpalinglah/tinggalkanlah
عَنۡهُمۡ
dari mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَخُوضُواْ
mereka memperolok-olok/membicarakan
فِي
tentang
حَدِيثٍ
pembicaraan
غَيۡرِهِۦۚ
lainnya
وَإِمَّا
dan jika
يُنسِيَنَّكَ
menjadikan kamu lupa
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
فَلَا
maka jangan
تَقۡعُدۡ
kamu duduk-duduk
بَعۡدَ
sesudah
ٱلذِّكۡرَىٰ
teringat
مَعَ
bersama
ٱلۡقَوۡمِ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
Terjemahan
Apabila engkau (Nabi Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama kaum yang zalim.
Tafsir
(Dan apabila melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami) yakni Al-Qur'an dengan cemoohan (maka tinggalkanlah mereka) janganlah kamu bergaul dengan mereka (sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika) Lafal immaa berasal dari in syarthiah yang diidghamkan ke dalam maa zaidah (menjadikan kamu lupa) dengan dibaca yunsiyannaka atau yunassiyannaka (godaan setan) kemudian engkau duduk bersama mereka (maka janganlah kamu duduk sesudah teringat) artinya sesudah engkau teringat akan larangan itu (bersama orang-orang yang lalim itu) ungkapan ini mengandung peletakan isim zahir pada posisi isim mudhmar. Dan orang-orang muslim mengatakan, "Jika kami berdiri sewaktu mereka mulai memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, maka kami tidak bisa lagi duduk di mesjid dan melakukan tawaf di dalamnya," lalu turunlah ayat berikut ini:.
Tafsir Surat Al-An'am: 66-69
Dan kaummu mendustakannya (Al-Qur'an), padahal azab itu benar adanya. Katakanlah (Muhammad), "Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu
Setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.
Dan apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka beralih membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu setelah teringat (akan larangan itu).
Dan atas orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka, tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.
Ayat 66
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan kaummu mendustakannya.” (Al-An'am: 66)
Artinya mendustakan Al-Qur'an yang telah engkau sampaikan kepada mereka, dan mereka pun menolak hidayah dan penjelasannya. Yang dimaksud dengan kaum adalah orang-orang Quraisy.
“Padahal (Al -Al-Qur'an) itu benar adanya.” (Al-An'am: 66)
Yakni tiada yang lebih benar daripada Al-Qur'an.
“Katakanlah (Muhammad), ‘Aku ini bukanlah penanggung jawab kalian." (Al-An'am: 66)
Maksudnya, aku ini bukanlah orang yang diharuskan menjaga kalian,dan bukan pula orang yang ditugasi menolong kalian.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“Dan Katakanlah (Muhammad), ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir’.” (Al-Kahfi: 29)
Dengan kata lain, sesungguhnya tugasku hanyalah menyampaikan kebenaran, dan tugas kalian hanyalah mendengarkan dan patuh (taat). Maka barang siapa yang mengikuti aku, niscaya ia berbahagia di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menolak dan menentang aku, maka sesungguhnya dia celaka di dunia dan akhiratnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Ayat 67
“Setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya.” (Al-An'am: 67)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, makna yang dimaksud ialah setiap berita ada kenyataannya, atau setiap berita ada waktu kejadiannya, sekalipun kejadian yang beberapa lama kemudian, seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain:
“Dan sesungguhnya kalian akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur'an setelah beberapa waktu lagi.” (Sad: 88)
“Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).” (Ar-Ra'd: 38) Hal ini mengandung ancaman dan peringatan yang pasti. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Dan kelak kalian akan mengetahui.” (Al-An'am: 67)
Ayat 68
Firman Allah ﷻ: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami.” (Al-An'am: 68)
Yakni mendustakan dan memperolok-olokkannya.
“Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka beralih membicarakan pembicaraan yang lain.” (Al-An'am: 68)
Yakni sehingga pembicaraan mereka beralih kepada hal yang lain yang bukan kedustaan mereka.
“Dan jika setan menjadikan kamu lupa.” (Al-An'am: 68)
Makna yang dimaksud ialah supaya setiap orang dari umat ini tidak bergaul dengan para pendusta yang mengubah ayat-ayat Allah dan menakwilkannya bukan pada takwil yang semestinya (tidak pada tempatnya), Jika seseorang duduk bersama mereka karena lupa:
“Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu setelah teringat.” (Al-An'am: 68)
Maksudnya, sesudah kamu ingat akan larangan ini. Karena itu, di dalam sebuah hadits disebutkan: “Dimaafkan dari umatku (perbuatan) keliru, lupa, dan hal yang dipaksakan kepada mereka.”
As-Suddi telah meriwayatkan dari Abu Malik dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan jika setan menjadikan kamu lupa.” (Al-An'am: 68)
Artinya, apabila kamu lupa, lalu kamu ingat.
“Maka janganlah kamu duduk.” (Al-An'am: 68)
Yakni bersama mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan. Ayat inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka.” (An-Nisa: 140), hingga akhir ayat. Dengan kata lain, jika kalian tetap duduk bersama mereka dan kalian setuju akan pembicaraan tersebut, berarti kalian sama saja perbuatannya dengan mereka.
Ayat 69
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka.” (Al-An'am: 69)
Yakni apabila kalian menjauhi mereka dan tidak duduk dengan mereka dalam hal tersebut, berarti kalian terlepas dari golongan mereka dan bebas dari dosa mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka.” (Al-An'am: 69)
Yakni tidak ada dosa perbuatan memperolok-olokkan ayat-ayat Allah seperti yang dilakukan mereka, apabila kamu menghindari mereka dan meninggalkan mereka.
Tetapi menurut ulama yang lain, makna ayat tersebut ialah meskipun orang-orang yang bertakwa duduk bersama mereka yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, maka orang-orang yang bertakwa itu tetap tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka. Ulama yang berpendapat demikian menduga bahwa ayat ini di-mansukh (diganti) oleh ayat surat An-Nisa yang Madaniyyah, yaitu:
“Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka.” (An-Nisa: 140)
Demikianlah menurut Mujahid, As-Suddi, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya.
Berdasarkan takwil mereka yang maka makna firman-Nya:
“Akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.” (Al-An'am: 69)
Artinya adalah, tetapi Kami perintahkan kepada kalian agar mengingatkan (yang benar) dan berpaling dari mereka saat itu, sebagai peringatan kepada mereka yang melakukan hal tersebut agar mereka menjaga dirinya dari hal tersebut dan tidak berani mengulanginya lagi.
Apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad tidak selalu mendapat respons yang baik dari kaumnya seperti yang disebut pada ayatayat sebelumnya. Oleh karena itu, ayat ini memerintahkan kepada Nabi agar meninggalkan mereka yang memperolok-olokkan agama. Apabila engkau, Nabi Muhammad, melihat orang-orang membicarakan ayat-ayat Kami dengan maksud untuk memperolok-olok, maka tinggalkanlah mereka dengan cara apa pun agar engkau tidak terlibat, hingga mereka beralih ke topik pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa akan larangan ini, setelah ingat kembali maka janganlah engkau duduk dalam satu majelis bersama orang-orang yang memperolokkan ayat-ayat Kami, karena mereka adalah orang-orang yang zalim. Orang-orang yang bertakwa, yaitu yang berusaha melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas dosa-dosa mereka, yakni para pendurhaka, baik akibat melecehkan agama maupun dosa lainnya, tetapi kaum muslim berkewajiban mengingatkan mereka tersebut agar bertakwa.
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad, jika ia duduk bersama orang-orang kafir, dan mereka memperolokkan ayat-ayat dan agama Allah, hendaklah segera meninggalkan mereka kecuali jika mereka mengalihkan pembicaraan mereka kepada masalah yang lain. Tindakan ini dilaksanakan agar orang-orang kafir sadar bahwa tindakan mereka itu tidak disukai Allah dan kaum Muslimin, atau jika Nabi tetap duduk bersama mereka, berarti Nabi seakan-akan menyetujui tindakan mereka itu.
Nabi Muhammad dan para sahabatnya serta kaum Muslimin pada setiap masa diperintahkan untuk meninggalkan orang-orang yang memperolok ayat-ayat Al-Qur'an. Termasuk di dalamnya segala macam tindakan yang tujuannya memperolok agama Allah, menafsirkan dan menakwilkan ayat-ayat Al-Qur'an hanya karena mengikuti keinginannya.
Jika ayat-ayat ini dihubungkan dengan ayat-ayat yang memerintahkan kaum Muslimin agar memerangi orang-orang yang menentang agama Islam, seakan-akan kedua ayat ini berlawanan. Ayat ini seakan-akan menyuruh kaum Muslimin tetap bersabar walau apapun tindakan orang-orang kafir terhadap mereka. Sedang ayat-ayat lain yang memerintahkan agar membunuh orang-orang kafir dimana saja mereka ditemui.
Jawabannya ialah bahwa ayat-ayat ini diturunkan pada masa Nabi Muhammad, masih berada di Mekah, di saat kaum Muslimin masih lemah, yang pada waktu itu tugas pokok Nabi ialah menyampaikan ajaran tauhid. Pada masa ini belum ada perintah berperang dan memang belum ada hikmah diperintahkan berperang. Setelah Nabi di Medinah, dan keadaan kaum Muslimin telah kuat, serta telah ada perintah berperang, maka sikap membiarkan tindakan orang-orang yang memperolok-olokkan agama Allah adalah sikap yang tercela, bahkan diperintahkan agar kaum Muslimin membalas tindakan mereka itu.
Kemudian Allah memperingatkan Nabi Muhammad, bahwa jika ia dilupakan setan tentang larangan Allah duduk bersama-sama orang yang memperolok-olokkan agama itu, kemudian ingat maka segera ia berdiri meninggalkan mereka, jangan duduk bersama mereka.
Yang dimaksud dengan "Nabi lupa" di sini ialah lupa terhadap hal-hal yang biasa, sebagaimana manusia biasa juga lupa. Tetapi Nabi tidak pernah lupa terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah menyampaikannya.
Para ahli tafsir sepakat menyatakan bahwa Nabi Muhammad pernah lupa, tetapi bukan karena gangguan setan, sebagaimana firman Allah swt:
Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa (al-Kahf/18: 24)
Nabi Adam pernah lupa, sebagaimana firman Allah:
? tetapi dia lupa, dan Kami tidak dapati kemauan yang kuat padanya. (thaha/20: 115)
Nabi Musa pun pernah lupa, firman Allah swt:
Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (al-Kahf/18: 73)
Nabi Muhammad, pernah lupa di waktu beliau salat, lalu beliau bersabda:
"Aku tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu, aku lupa sebagaimana kamu lupa, karena itu apabila aku lupa, maka ingatkan aku." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah)
Allah menegaskan bahwa setan hanya dapat mempengaruhi orang-orang yang lemah imannya, sedangkan terhadap orang yang kuat imannya, setan tidak sanggup mempengaruhinya dan menjadikannya lupa kepada Allah.
Allah ﷻ berfirman:
Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin dan terhadap orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (an-Nahl/16: 99-100)
Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setan tidak sanggup menjadikan hamba yang beriman lupa terhadap sesuatu, apalagi menjadikan Nabi lupa terhadap sesuatu, karena ia tidak dapat menguasai hamba Allah yang beriman. Dalam ayat ini disebutkan, setan menjadikan Nabi lupa hanya merupakan kebiasaan dalam bahasa, bahwa segala macam perbuatan yang tidak baik adalah disebabkan perbuatan setan, sekalipun yang melakukan bukan setan. Seandainya seorang hamba yang mukmin kuat imannya lupa, maka lupanya hanyalah karena pengaruh hati dan jiwanya sendiri, bukan karena pengaruh atau gangguan setan.
Sebagian ulama menetapkan hukum berdasarkan ayat ini, sebagai berikut:
1. Wajib menjauhkan diri dari orang-orang yang sedang mempermainkan ayat-ayat Allah, atau orang-orang yang mentakwilkan ayat-ayat Allah hanya karena mengikuti keinginan hawa nafsunya, seandainya tidak mampu menegur mereka agar menghentikan perbuatan itu.
2. Boleh duduk bersama untuk membicarakan sesuatu yang bermanfaat dengan orang-orang kafir, selama mereka tidak memperolokkan agama Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 68
“Dan apabila engkau lihat orang-orang yang memperook-olokkan ayat-ayat Kami maka berpalinglah dari mereka sehingga mereka pindah mempercakapkan yang lain."
Perintah Allah ini terang sekali yaitu Rasul dilarang keras duduk turut bercakap dengan kafir-kafir itu ketika mereka telah masuk membicarakan soal-soal yang akan mempe-ringan-ringan, memperolok-olok ayat-ayat Allah. Menurut tafsir-tafsir, kata “engkau" yang dituju di sini ialah terhadap orang-orang yang Mukmin, ‘pengikut Muhammad ﷺ Agar mereka jangan duduk di satu majelis yang di sana orang sedang berbicara, mengobrol mengejek-ejek, dan mengolok-olok ayat-ayat Allah. Kalau sudah mulai mereka masuk ke pembicaraan serupa itu, Iekas-lekaslah tinggalkan tempat itu. Namun, kalau mereka telah menukar perkataannya dari soal itu pada soal lain, sebelum engkau meninggalkan tempat itu, bolehlah engkau duduk juga.
“Danjika engkau dijadikan lupa oleh setan maka janganlah duduk sesudah engkau ingat, bersama kaum yang zalim."
Sebagaimana kita sudah maklum, surah al-An'aam ini diturunkan di Mekah sebelum hijrah ke Madiriah. Kaum yang beriman masih sedikit dan lemah, sedangkan kaum musyrikin yang zalim itu masih kuat. Tidak ada lain jalan pada waktu itu daripada menjauhkan diri dari dalam majelis mereka supaya perasaan jangan tersinggung dan untuk menunjukkan kepada orang-orang itu bahwa orang Mukmin tidak senang mendengarkannya, kemudian menunjukkan rasa tidak senang itu dengan perbuatan. Tinggalkan majelis mereka. Sebab dalam perkara aqidah tidak boleh tenggang menenggang.
Ayat 69
“Dan tidaklah atas orang-orang yang bertakwa dari satu perhitungan pun dengan orang-orang itu"
Artinya, apabila orang-orang kafir tukang cemooh itu duduk bersama-sama mengolok-olok ayat-ayat Allah, jika ada orang beriman dalam majelis itu sebab mereka bertakwa, tidaklah pembicaraan itu akan memengaruhi mereka, walaupun misalnya mereka masih duduk di situ.
“Tetapi hanya peringatan supaya mereka terpelihara."
Artinya, walaupun mereka misalnya masih tetap duduk dalam majelis itu, orang yang bertakwa tidaklah akan kena-mengena dengan pembicaraan itu. Akan tetapi, mereka diberi peringatan untuk meninggalkan majelis tersebut agar mereka terpelihara dalam ketakwaannya atau terpelihara dari sebab-sebab yang akan membawa akibat buruk. Pertama, kalau dia mudah naik darah, niscaya akan timbul pertengkaran. Pertengkaran bisa membawa perkelahian, padahal kaum Mukmin masih lemah. Dan kalau dia duduk juga berlama-lama di situ, walaupun hatinya akan menolak seluruh pembicaraan yang mengolok-olok ayat-ayat Allah itu karena dia berdiam diri, niscaya orang-orang itu akan bertambah leluasa.
Ayat 70
“Dan biarkanlah orang-orang yang telah mengambil agama mereka menjadi permainan dan kelalaian dan telah ditipu mereka oleh kehidupan dunia."
Peringatan lagi kepada Rasul ﷺ agar beliau biarkan atau lihatkan saja dahulu bagaimana perangai dari orang-orang musyrikin itu yang telah mengambil agama mereka jadi permainan dan kelalaian, tidak ada yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, membuang tempo tidak menentu sehingga agama sendiri pun dikerjakan dengan main-main dan lalailengah. Meskipunmerekabelumberagama Islam waktu itu, agama ini diturunkan untuk mereka sebab itu adalah agama mereka. Mereka menjadi lalai, memandang agama sebagai permainan saja atau mereka berlalal-lalai ialah karena hidup dunia masih menipu mereka. Maksud perintah membiarkan di sini bukanlah supaya didiamkan saja, melainkan supaya diawasi, diketahui akan akibatnya. Akan tetapi, kepada orang yang beriman hendaklah selalu diperingatkan betapa besar bahaya mempermainkan agama karena tipuan dunia."Maka peringatkanlah dengan dia (Al-Qur'an) agar terpelihara suatu diri dari terjerumus karena usahanya. Tidak ada baginya lain daripada Allah seorang pelindung pun dan tidak pula yang akan melepaskan." Maka, di samping membiarkan orang-orang yang mengambil agama menjadi permainan dan kelalaian itu, hendaklah orang-orang yang beriman disuruh memerhatikan itu dan diperingatkan kepada mereka akan bahaya mengambil agama jadi permainan, menjadi komidi menjadi sandiwara itu. Orang-orang yang demikian karena terlalu berani mengambil agama jadi main-main, pastilah terjerumus akhir kelaknya ke dalam bala bencana. Tidak ada suatu bahaya yang lebih besar daripada mengambil agama jadi permainan. Mereka kelaknya akan tersiksa oleh perbuatan mereka sendiri, mereka akan terjerumus sehingga tidak dapat bangkit lagi. Di kala mereka telah terjerumus ke dalam siksaan Allah itu, satu pelindung pun tidak dapat melindungi mereka karena tidak ada manusia yang kuat menentang kebesaran Allah dan tidak pula seorang penolong yang akan membebaskan mereka daripada dosa dan hukum Allah. Itulah wali dan syafi' yang telah kits tafsirkan agak panjang pada ayat 51 yang lalu."Dan jika dia hendak menebus pun dengan segala penebusan, tidaklah akan diterima daripadanya." Mentang-mentang mereka kaya-raya, berpengaruh atau berpangkat sekalipun maka segala pengaruh, kekayaan, dan pangkat itu tidaklah akan dapat menebus mereka dari hukuman Allah karena dosa mereka mengambil agama jadi main-main atau pelalai itu.
Peringatan ini timbul untuk kaum musyrikin yang berpikir secara zaman jahiliy-yah bahwa karena pengaruh duniawi, bisa terlepas dari adzab akhirat. Sebagaimana sisa jahiliyyah itu masih juga banyak terdapat sampai sekarang dalam kalangan Muslimin sendiri. Kita melihat orang-orang yang berpengaruh, berpangkat, berkedudukan tinggi yang jiwanya tidak dimasuki agama sedikit pun juga. Namun, agama itu mereka ambil menjadi main-main, sandiwara untuk mengelabui mata orang awam. Pada waktu shalat hari raya dia pun turut shalat, padahal apa yang akan dibaca dalam shalat pun mereka tidak tahu. Kemudian mereka pun mati. Maka berduyun-duyunlah haji-haji, lebal-lebai, modiri-modiri duduk bersimpuh dan berderet di sekeliling jenazahnya sebelum dikuburkan, beramal-ramai membaca surah Yaasiin.
Katanya, jalannya begini, orang-orang yang membaca surah Yaasiin di sekitar jenazah itu berpahala karena mereka telah membaca surah Yaasiin. Dan, pahala mereka itu dihadiahkan kepada si mati itu sehingga dengan hadiah pahala bacaan orang lain itu, selamatlah si mati dari pertanyaan Munkar dan Nakir di dalam kubur.
Dan kadang-kadang disuruh pula lebal-lebai dan modiri-modiri itu membaca surah Yaasiin di kuburnya setelah jenazahnya ditanam. Pahalanya dihadiahkan pula kepadanya. Untuk itu keluarga yang tinggal membayar upah atau sedekah kepada si pembaca Yaasiin tadi. Maka puaslah si keluarga yang tinggal sebab telah dibayarkan upah membaca surah Yaasiin dan si mati mendapat pahala, kata mereka, dari bacaan orang lain yang diupah itu sehingga terlepaslah dia dari adzab. Mana di dunia sudah mempermain-mainkan agama, sampai dalam liang kubur pun masih diteruskan “permainannya" oleh waris yang tinggal. Sehingga timbullah satu golongan dalam kalangan Islam yang mata pencahariannya membacakan surah Yaasiin dan menerima upahnya dan menghadiahkan pahalanya.
Dan bertambah lalai orang beragama karena beragama bisa diupahkan kepada orang lain.
Dalam perlawatan ke Kesultanan Siak pada 1940, saya melihat beberapa orang pegawai kesultanan dengan pakaian resmi tiap hari Jum'at; yang pekerjaan mereka khusus membaca surah Yaasiin di makam sultan-sultan.
Dan pegawai seperti ini pernah juga saya lihat di pekarangan makam sultan-sultan di sebuah negara jiran pada perlawatan saya pada 1955, digaji untuk membacakan surah Yaasiin, dijadikan pegawai kerajaan dengan pakaian resmi, pakai polet, untuk menghadiahkan pahala bacaan mereka sendiri kepada sultan yang telah marhum! Gaji mereka diambilkan dari kas negara! Moga-moga tertebuslah dosa sultan-sultan itu jika ada mereka berbuat zalim atau mengambil agama jadi permainan dan kelalaian kala beliau-beliau hidup memerintah dahulu, mengecap nikmat duniawi semasa baginda jadi raja.
Padahal, siapa saja yang mengambil agama menjadi permainan dan kelalaian, walaupun dia raja, menteri, orang besar, orang kaya raya ataupun rakyat jelata, pastilah terjerumus ke dalam siksaan Allah. Dan tidak ada siapa pun yang sanggup menebus, walaupun mahkota pusaka beliau dijual untuk menggaji orang membaca surah Yaasiin. Buat orang itu, walaupun dia siapa,
“Adalah bagi mereka minuman dari air yang mendidih dan adzab yang pedih dari sebab mereka kufur."
(ujung ayat 70)