Ayat

Terjemahan Per Kata
وَكَذَّبَ
dan mendustakan
بِهِۦ
dengannya
قَوۡمُكَ
kaummu
وَهُوَ
dan/padahal ia/azab
ٱلۡحَقُّۚ
benar
قُل
katakanlah
لَّسۡتُ
aku bukan
عَلَيۡكُم
atas kalian
بِوَكِيلٖ
yang berkuasa
وَكَذَّبَ
dan mendustakan
بِهِۦ
dengannya
قَوۡمُكَ
kaummu
وَهُوَ
dan/padahal ia/azab
ٱلۡحَقُّۚ
benar
قُل
katakanlah
لَّسۡتُ
aku bukan
عَلَيۡكُم
atas kalian
بِوَكِيلٖ
yang berkuasa
Terjemahan

Kaummu mendustakannya (azab) padahal (azab) itu benar adanya. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu.”
Tafsir

(Dan telah berdusta kepadanya) terhadap Al-Qur'an (kaummu padahal Al-Qur'an itu adalah hak) yakni benar (Katakanlah,) kepada mereka ("Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusan kamu.") kemudian aku membalas kamu; sesungguhnya aku ini hanyalah seorang pemberi peringatan sedangkan mengenai urusanmu hal itu terserah kepada Allah. Ayat ini diturunkan sebelum ada ayat perintah untuk berperang.
Tafsir Surat Al-An'am: 66-69
Dan kaummu mendustakannya (Al-Qur'an), padahal azab itu benar adanya. Katakanlah (Muhammad), "Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu
Setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.
Dan apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka beralih membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu setelah teringat (akan larangan itu).
Dan atas orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka, tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.
Ayat 66
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan kaummu mendustakannya.” (Al-An'am: 66)
Artinya mendustakan Al-Qur'an yang telah engkau sampaikan kepada mereka, dan mereka pun menolak hidayah dan penjelasannya. Yang dimaksud dengan kaum adalah orang-orang Quraisy.
“Padahal (Al -Al-Qur'an) itu benar adanya.” (Al-An'am: 66)
Yakni tiada yang lebih benar daripada Al-Qur'an.
“Katakanlah (Muhammad), ‘Aku ini bukanlah penanggung jawab kalian." (Al-An'am: 66)
Maksudnya, aku ini bukanlah orang yang diharuskan menjaga kalian,dan bukan pula orang yang ditugasi menolong kalian.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“Dan Katakanlah (Muhammad), ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir’.” (Al-Kahfi: 29)
Dengan kata lain, sesungguhnya tugasku hanyalah menyampaikan kebenaran, dan tugas kalian hanyalah mendengarkan dan patuh (taat). Maka barang siapa yang mengikuti aku, niscaya ia berbahagia di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menolak dan menentang aku, maka sesungguhnya dia celaka di dunia dan akhiratnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Ayat 67
“Setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya.” (Al-An'am: 67)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, makna yang dimaksud ialah setiap berita ada kenyataannya, atau setiap berita ada waktu kejadiannya, sekalipun kejadian yang beberapa lama kemudian, seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain:
“Dan sesungguhnya kalian akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur'an setelah beberapa waktu lagi.” (Sad: 88)
“Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).” (Ar-Ra'd: 38) Hal ini mengandung ancaman dan peringatan yang pasti. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Dan kelak kalian akan mengetahui.” (Al-An'am: 67)
Ayat 68
Firman Allah ﷻ: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami.” (Al-An'am: 68)
Yakni mendustakan dan memperolok-olokkannya.
“Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka beralih membicarakan pembicaraan yang lain.” (Al-An'am: 68)
Yakni sehingga pembicaraan mereka beralih kepada hal yang lain yang bukan kedustaan mereka.
“Dan jika setan menjadikan kamu lupa.” (Al-An'am: 68)
Makna yang dimaksud ialah supaya setiap orang dari umat ini tidak bergaul dengan para pendusta yang mengubah ayat-ayat Allah dan menakwilkannya bukan pada takwil yang semestinya (tidak pada tempatnya), Jika seseorang duduk bersama mereka karena lupa:
“Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu setelah teringat.” (Al-An'am: 68)
Maksudnya, sesudah kamu ingat akan larangan ini. Karena itu, di dalam sebuah hadits disebutkan: “Dimaafkan dari umatku (perbuatan) keliru, lupa, dan hal yang dipaksakan kepada mereka.”
As-Suddi telah meriwayatkan dari Abu Malik dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan jika setan menjadikan kamu lupa.” (Al-An'am: 68)
Artinya, apabila kamu lupa, lalu kamu ingat.
“Maka janganlah kamu duduk.” (Al-An'am: 68)
Yakni bersama mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan. Ayat inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka.” (An-Nisa: 140), hingga akhir ayat. Dengan kata lain, jika kalian tetap duduk bersama mereka dan kalian setuju akan pembicaraan tersebut, berarti kalian sama saja perbuatannya dengan mereka.
Ayat 69
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka.” (Al-An'am: 69)
Yakni apabila kalian menjauhi mereka dan tidak duduk dengan mereka dalam hal tersebut, berarti kalian terlepas dari golongan mereka dan bebas dari dosa mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan orang-orang yang bertakwa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka.” (Al-An'am: 69)
Yakni tidak ada dosa perbuatan memperolok-olokkan ayat-ayat Allah seperti yang dilakukan mereka, apabila kamu menghindari mereka dan meninggalkan mereka.
Tetapi menurut ulama yang lain, makna ayat tersebut ialah meskipun orang-orang yang bertakwa duduk bersama mereka yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, maka orang-orang yang bertakwa itu tetap tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun terhadap dosa mereka. Ulama yang berpendapat demikian menduga bahwa ayat ini di-mansukh (diganti) oleh ayat surat An-Nisa yang Madaniyyah, yaitu:
“Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka.” (An-Nisa: 140)
Demikianlah menurut Mujahid, As-Suddi, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya.
Berdasarkan takwil mereka yang maka makna firman-Nya:
“Akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.” (Al-An'am: 69)
Artinya adalah, tetapi Kami perintahkan kepada kalian agar mengingatkan (yang benar) dan berpaling dari mereka saat itu, sebagai peringatan kepada mereka yang melakukan hal tersebut agar mereka menjaga dirinya dari hal tersebut dan tidak berani mengulanginya lagi.
Sebagaimana Allah Mahakuasa menyelamatkan manusia dari bencana, Allah pun Mahakuasa menimpakan bencana kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Wahai para pendurhaka, jangan kalian merasa aman dari siksa Allah, karena Dialah yang berkuasa mengirimkan azab yang amat pedih kepadamu. Azab itu bisa datang dari atas seperti badai topan, kilat yang menyambar, atau dari bawah kakimu seperti gempa dan banjir bandang, atau dapat juga berupa Dia mencampurkan kamu yakni memecah belah masyarakat kamu ke dalam golongan-golongan yang saling bertentangan dan saling bermusuhan sehingga merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Maka Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan dengan berbagai cara dan juga secara berulang-ulang tanda-tanda kekuasaan Kami agar mereka memahami-nya. Dan ternyata kaummu, wahai Nabi Muhammad, baik yang hidup pada masamu maupun sesudahnya, mendustakannya, yakni mendustakan azab, padahal azab itu benar adanya. Katakanlah, hai Nabi Muhammad, Kalau kalian memang tetap durhaka kepada Allah, ketahuilah bahwa aku ini bukanlah penanggung jawab kamu yang dapat membela kamu ketika azab itu datang. Walau penjelasan sudah sedemikian gamblang, boleh jadi masih ada yang tetap mengejek dan mencela apa yang disampaikan Nabi Muhammad tersebut, maka ayat ini secara singkat dan lugas menyatakan bahwa setiap berita yang benar dan dibawa oleh rasul ada tempat dan waktu terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui, kapan dan di mana terjadinya apa yang telah diberitakan itu.
.
Kaum kafir di mana Nabi Muhammad berada telah mendustakan azab itu, padahal azab itu adalah benar, seperti telah terbukti pada sejarah umat-umat sebelum Nabi Muhammad, dan sejarah umat Islam sendiri. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat ini ialah mereka mendustakan Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an itu adalah benar, tidak ada keraguan sedikitpun padanya, tidak akan terdapat kesalahan padanya sejak dahulu sampai sekarang dan pada masa yang akan datang.
"Katakanlah kepada orang kafir itu hai Rasul, bahwa kamu tidak dapat menguasai dan melindungi mereka, bukan pula kamu orang yang mengurus urusan mereka, dan kamu juga tidak kuasa menjadikan mereka orang-orang yang beriman. Tetapi, kamu hanyalah seorang manusia yang ditugaskan Allah meyampaikan agama-Nya kepada mereka."
Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh firman Allah swt:
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Gasyiyah/88: 21-22)
Firman Allah swt:
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan engkau (Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka berilah peringatan dengan Al-Qur'an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku. (Qaf/50: 45)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 63
“Katakanlah!"
Wahai utusan-Ku, kepada segala mereka itu, “Siapakahyang akan menyelamatkan kamu dari bencana-bencana darat dan laut." Bencana darat macam-macam, entah banjir besar, entah gunung berapi meletus, entah gempa bumi, entah kebakaran rumah, entah tersesat di dalam hutan belantara atau di padang pasir yang tandus tak ada air sehingga tak dapat jalan keluar, entah karena utang bertumpuk tak terbayar, entah karena ditangkap yang berkuasa karena dituduh atau difitnah mengerjakan suatu kejahatan, padahal awak tidak pernah membikinnya, lalu ditahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dipisahkan dengan anak istri yang dicintai.
Dan di laut pun banyak bencana. Entah bahtera kecil ombak pun besar, kita terapung-apung laksana sabut kelapa saja, air telah masuk ke dalam bahtera sehingga terancam akan tenggelam. Bahkan kapal besar pun seumpama kapal Titanic yang terkenal atau kapal Van der Wijck yang tenggelam di Laut Jawa (1936). Atau pencalang kematian angin sehingga aturan sampai ke darat dalam seminggu, sudah lewat sebulan tidak juga sampai, sedangkan air minum persediaan sudah habis. Atau nelayan dilarikan oleh ikan sangat besar yang sedang dipancingnya, dibawanya berlarat-larat ke lautan lepas atau kapal dagang diancam oleh kapal perang atau kapal selam musuh pada musim perang. Di dalam ayat ini bencana itu disebut zhulumaat, yaitu berbagai kegelapan. Gelap, tidak tabu lagi apa yang akan dikerjakan sebab segala ikhtiar sudah habis dan jaya manusia sudah terhenti. Ketika itu, gelaplah segala jalan di bumi, di darat, dan di laut. Tempat mengadu tinggal hanya satu, yang terang selalu, yaitu Allah."Tatkala kamu memohon kepada-Nya dengan kerendahan dan bersunyi." Pada waktu itu, hilanglah segala rasa kebesaran diri yang kecil ini lalu merendah merunduk kepada Allah, kadang-kadang tekun berlutut, bersujud seorang diri di tempat sunyi, tak ada orang lain dan berseru,
“Jika Dia selamatkan kami dari ini, niscaya jadilah kami daripada orang-orang yang bersyukur."
Sekeras-keras hati manusia ketika itu menjadi lunaklah sikapnya. Tidak akan ada lagi orang yang ingkar selama ini kepada
Allah yang akan membesarkan diri, melainkan berhenti pikiran, tinggal rasa kerendahan dan memohonkan pertolongan kepada Yang Mahakuasa dan kerap kali pula pada waktu itu bernadzar bahwa Engkau selamatkan aku atau kami dari bencana ini, wahai Yang Mahakuasa maka kami akan bersyukur. Kami akan menunjukkan rasa syukur kami. Ada yang bernadzar akan memulai shalat sebab sudah lama shalat ditinggalkan. Dan orang-orang yang saleh sendiri pun bernadzar bahwa kalau dia lepas dari bencana ini dia akan berpuasa sekian hari, dia akan bersedekah, memberi makan fakir miskin sekian orang dan sebagainya sebagai alamat tanda syukur.
Niscaya ombak gelombang bencana itu akan silih berganti. Topan lautan akan reda, bencana daratan akan surut, duka akan berganti suka, tidak ada yang tetap. Namun, siapakah yang mengubah keadaan?
Ayat 64
“Katakanlah, ‘Allah-lah yang menyelamatkan kamu daripadanya dan daripada tiap-tiap kesusahan.'"
Jika bahaya itu telah lepas dan bencana-bencana darat atau bencana-bencana laut itu sudah surut dan fajar harapan timbul kembali, bukanlah itu dari kekuasaan yang lain melainkan kekuasaan Allah. Misalnya, ada suatu kepercayaan yang sangat sesat dari orang-orang yang percaya pada keramat wali-wali, yang mengatakan jika datang suatu bahaya, panggil saja nama seorang wali, seumpama Sayyid Abdulkadir Jailani atau Syekh Samman. Terjadilah suatu bencana besar, seumpama gempa di darat atau topan di laut. Meskipun berulang-ulang dimintai pertolongan, wali-wali itu tidak berkuasa menolong. Adapun waktu mereka masih hidup, tidaklah orang yang dikatakan wali itu dapat menolong, apalagi setelah mereka mati. Toh, mereka tidak dapat bergerak kalau tidak dengan izin Allah. Jadi, pergiliran di antara kesenangan dan kesusahan, keamanan dan malapetaka, kelancaran kerja atau bencana menimpa, tidaklah campur tangan manusia di dalamnya, dan tidak pula wali-wali yang telah mati itu: Seperti tersebut pada ayat 5. Sehelai daun kayu jatuh dari tangkainya, tidak terlepas dari ilmu Allah apalagi manusia. Kita umpamakan sebuah bus besar membawa berpuluh penumpang terjerumus masuk jurang. Semua penumpang mati, kecuali sang sopir. Setelah ditanyai oleh polisi, sopir itu mau bersumpah dan bersedia dihukum, tetapi jatuh masuk jurang itu bukan atas kehendaknya dan bukanlah disengajanya. Demikian juga, misalnya, terjadi perang dunia yang besar. Pada hakikatnya, politisi-politisi dan negarawan-negarawan yang besar-besar itu selalu berusaha agar perang terelak. Namun, satu waktu mereka sampai juga pada suasana yang mereka tidak dapat menguasainya lagi sehingga perang terjadi juga.
Umat Muslimin pun telah berpuluh kali ditimpa malapetaka besar seumpama penyerangan bangsa Tartar dan Mongol yang menghancurkan Baghdad, pengusiran besar-besaran kaum Muslimin dari Spanyol setelah negeri itu mereka kuasai dan menjadi tanah air mereka 700 tahun lamanya. Tidak ada yang menyukai bencana-bencana itu, tetapi bencana datang juga. Ada setengah penganut tasawuf mempunyai kepercayaan bahwa Nabi Khidhir yang mereka beri gelar Mudawil Qulub (pengobat hati yang risau), akan datang menolong pada saat yang susah itu. Padahal, dalam bencana-bencana yang besar itu tidak pernah sekali juga orang bertemu Nabi Khidhir, kecuali kalau ada yang berdongeng. Teranglah bahwa suatu bencana datang tidak lain dari kehendak Allah, menurut sunnatullah yang telah tertentu. Dan terang pula bahwa menggilirkan keadaan dari bencana pada keamanan, tidak pula dari yang lain, melainkan dari Allah.
“(Tetapi) kemudian itu kamu mempersekutukan (jua)."
Sudah terang dan dialami oleh manusia sendiri bahwa yang melepaskan mereka dari segala bencana dan kesusahan tidak ada yang lain melainkan Allah. Namun, apabila bencana itu sudah terlepas, banyaklah manusia, yaitu manusia yang kufur lupa kepada Allah dan kembali lagi menyembah yang lain. Ada yang datang menyatakan syukurnya kepada berhala, ada yang melepaskan niat qaul-nya kepada kuburan wali, dan ada pula yang mempersekutukan harta bendanya dengan Allah, sebab pengalaman pahit yang telah dilaluinya itu tidak menginsafkannya akan kekuasaan Allah.
Ayat 65
“Katakanlah, ‘Dialah Yang Mahakuasa atas membangkitkan adzab kepada kamu dari atas kamu dan dari bawah kaki kamu."
Bala bencana telah tenang kembali dan keadaan telah surut semula dalam keamanan. Pada saat yang demikian, kebanyakan manusia lupa akan apa yang telah pernah terjadi. Kian lama jarak masa bencana yang telah dilalui itu, mereka pun kian lupa. Datanglah peringatan dengan ayat ini bahwa, walaupun kelihatannya tenang, sewaktu-waktu Allah bisa saja mendatangkan adzab siksa duniawi yang tidak kamu sangka-sangka. Baik datang dari atas, misalnya turun hujan lebat berturut-turut beberapa hari sehingga terjadilah banjir besar atau hama-hama dan kuman-kuman penyakit yang beterbangan di udara membawa epidemi, penyakit menular (wabah) sehingga tembilang penggali kubur, jenazah yang baru datang pula. Atau datang lahar dari letusan gunung yang tadiriya kelihatan diam saja. Dia pun meletus memancarkan lahar berapi. Dan datang pula adzab itu dengan tidak disangka-sangka dari bawah kaki kamu karena banjir atau malapetaka yang lain. Ini dapat terjadi di darat dan di laut."Atau menjadikan kamu bergolong-golongan dan mengenakan akan sebagian kamu benci yang sebagian/ Itu pun suatu adzab yang maha pedih lagi, yaitu hilangnya keamanan dalam satu negeri karena adanya perpecahan, bergolong-golongan, berbenci-bencian, misalnya karena pertarungan politik atau perebutan kuasa sehingga dalam satu negeri timbul benci-membenci, bahkan terkadang menimbulkan perang saudara. Pengalaman karena perang saudara jauh lebih hebat dan ngeri daripada perang karena serangan musuh dari luar. Dalam suatu perang saudara, seorang kakak bisa membunuh adik kandungnya. Bukankah ini adzab?
Di dalam ayat ini kita bertemu ancaman dari dua macam adzab, yang keduanya sama ngerinya. Adzab pertama bencana yang datang dari alam yang menimpa dari atas dan mem-busat dari bawah. Adzab kedua ialah timbul perpecahan dalam kalangan kamu sendiri sehingga yang sebagian ditimpa oleh kebencian yang lain. Mujahid mengatakan bahwa adzab yang kedua ialah adzab kepada ahli iqrar, yaitu orang yang telah menerima Islam sendiri dan adzab yang pertama ialah adzab kepada orang yang mendustakan.
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari Hasan al-Bishri, tatkala ayat ini turun, berwudhulah Rasulullah ﷺ, lalu shalat, berdoa memohon kepada Allah agar jangah sampai kiranya adzab-adzab semacam itu ditimpakan ke atas umatnya, baik yang datang dari atas maupun yang memancur dari bawah kaki mereka. Dan jangan pulalah kiranya timbul perpecahan dalam kalangan umatnya sehingga yang sebagian merasai bekas kebencian yang sebagian, seumpama yang telah diderita oleh Bani Israil. Menurut riwayat, setelah Nabi berdoa itu turunlah Jibril lalu berkata kepada beliau, “Ya, Muhammad! Engkau telah memohonkan empat perkara kepada Tuhan engkau! Maka, Allah telah memperkenankan dua danyang dua lagi tidak Dia perkenankan. Sekali-kali tidak akan Dia datangkan kepada umatmu adzab yang dari atas dan dari bawah kaki mereka itu sehingga mereka musnah habis. Sebab, adzab yang dua macam itu terhadap suatu umat yang telah berkumpul atas mendustakan Nabi mereka dan menolak kitab Tuhan mereka. Namun, umatmu ini akan berkacau berpecah-belah yang setengah akan ditimpa oleh kebencian yang setengah." Adzab yang dua ini ialah adzab untuk mereka yang telah mengakui kebenaran kitab-kitab dan kedatangan nabi-nabi, tetapi mereka diadzab tersebab dosa-dosa mereka. Dan Allah telah mewahyukan, “Meskipun Kami hilangkan engkau maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka." (az-Zukhruf: 41). Dan Dia berkata dari umat engkau, “Atau Kami unjukkan kepada engkau sesuatu yang Kami ancamkan ...."(az-Zukhruf: 42). Dari suatu adzab, sedangkan engkau masih hidup." ... Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka." (az-Zukhruf: 42). Berdirilah Nabi ﷺ, lalu beliau memohon pertimbangan Tuhannya, “Adakah suatu bencana yang lebih hebat daripada aku melihat umatku, yang setengah menyiksa akan yang setengah?" Kemudian, datanglah wahyu kepadanya, “AUf-lam-mim. Adakah menyangka manusia bahwa mereka akan dibiarkan padahal mereka tidak dipercobai?" (al-'Ankabuut: 1-2). Diberitahukanlah kepada beliau bukanlah umatnya saja yang akan kena fitnah itu, melainkan seluruh umat-umat bahwa dia pun akan ditimpa bala sebagai umat yang lain-lain juga. Kemudian, diturunkanlah kepada beliau ayat, “Katakanlah, ‘Ya Allah, sekiranya akan Engkau perlihatkan kepadaku apa yang dijanjikan terhadap mereka, Ya, Allah! Maka janganlah Engkau jadikan aku pada kaum yang zalim." (al-Mu'minuun: 93-94), Berlindung dirilah nabi Allah maka dikabulkan Tuhanlah permohonan perlindungannya itu sehingga tidaklah pernah mata beliau melihat umatnya kecuali dalam bersatu, berkasih-kasihan, dan taat. Kemudian, datang pulalah satu ayat menyuruh awas terhadap tukang-tukang fitnah. Dan dikabarkan-Nya kepadanya bahwa tukang fitnah itu berkhusus kepada sebagian manusia dan tidak kena-mengena dengan yang lain. Yaitu ayat, “Dan berjaga dirilah kamu dari fitnah yang sekali-kali bukanlah dia menimpa kepada kamu yang zalim khusus saja. Dan, ketahuilah bahwa Allah sangatlah iqab-Nya." (al-Anfaal: 25). Jadi, dikhususkanlah kepada suatu kaum dari sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sesudah beliau wafat dan terpeliharalah suatu kaum yang lain lagi.
Dari keterangan yang panjang lebar ini terdapatlah peringatan bahwa bukan bahaya fitnah di antara mereka sesama mereka. Kepada Abu Hurairah pun pernah Nabi ﷺ menerangkan rahasia itu, yaitu bahwa sesudah matinya akan ada fitnah, tetapi karena takut berbahaya kepada jiwanya sendiri, rahasia itu ditutup rapat-rapat oleh Abu Hurairah. Dan doanya agar mati sebelum hal itu kejadian, dikabulkan Allah. Kemudian terjadilah perang saudara yang hebat di antara Ali dengan golongan Mu'awiyah. Dan kita diperingati akan hal ini agar senantiasa umat Muhammad awas, jangan sampai mereka musnah karena benci membenci sesama sendiri.
“Pandanglah betapa Kami menenangkan ayat-ayat, supaya mereka mengerti."
Allah menerangkan segala perumpamaan ini, perumpamaan yang nyata tentang bahaya-bahaya yang bisa ditimpakan-Nya sewaktu-waktu, baik bahaya dari alam atau bahaya yang tumbuh dalam kalangan manusia sendiri yang mereka sendiri tidak berdaya sedikit jua pun buat mengatasinya. Belum jugalah mereka mau mengerti akan kekuasaan Allah?
Ayat 66
“Dan lelah mendustakan akan Dia kaum engkau padahal Dia itu adalah kebenaran."
Kebenaran yang mereka dustakan itu ialah Al-Qur'an yang dibawa Rasul ﷺ untuk muslihat mereka sendiri namun mereka tidak mau mengacuhkan.
“Katakanlah, ‘Bukanlah aku ini benkuasa atas kamu.'"
Meskipun kamu tolak dan kamu dustakan, aku sendiri tidaklah dapat berbuat apa-apa untuk menguasai kamu. Kalau membantahku, kamu adalah berhadapan dengan Allah sendiri.
“Bagi tiap-tiap berita ada masa ketentuannya dan kamu pun akan tahu sendiri kelak."
(ayat 67)