Ayat
Terjemahan Per Kata
وَعِندَهُۥ
dan pada sisiNya/Allah
مَفَاتِحُ
kunci-kunci
ٱلۡغَيۡبِ
semua yang gaib
لَا
tidak ada
يَعۡلَمُهَآ
mengetahuinya
إِلَّا
kecuali
هُوَۚ
Dia(sendiri)
وَيَعۡلَمُ
dan Dia mengetahui
مَا
apa
فِي
di dalam
ٱلۡبَرِّ
daratan
وَٱلۡبَحۡرِۚ
dan lautan
وَمَا
dan apa
تَسۡقُطُ
jatuh
مِن
dari
وَرَقَةٍ
sehelai daun
إِلَّا
melainkan/kecuali
يَعۡلَمُهَا
Dia mengetahuinya
وَلَا
dan tidak
حَبَّةٖ
sebutir biji
فِي
dalam
ظُلُمَٰتِ
kegelapan
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَا
dan tidak
رَطۡبٖ
biji yang basah
وَلَا
dan tidak
يَابِسٍ
biji yang kering
إِلَّا
melainkan
فِي
di dalam
كِتَٰبٖ
Kitab
مُّبِينٖ
yang nyata
وَعِندَهُۥ
dan pada sisiNya/Allah
مَفَاتِحُ
kunci-kunci
ٱلۡغَيۡبِ
semua yang gaib
لَا
tidak ada
يَعۡلَمُهَآ
mengetahuinya
إِلَّا
kecuali
هُوَۚ
Dia(sendiri)
وَيَعۡلَمُ
dan Dia mengetahui
مَا
apa
فِي
di dalam
ٱلۡبَرِّ
daratan
وَٱلۡبَحۡرِۚ
dan lautan
وَمَا
dan apa
تَسۡقُطُ
jatuh
مِن
dari
وَرَقَةٍ
sehelai daun
إِلَّا
melainkan/kecuali
يَعۡلَمُهَا
Dia mengetahuinya
وَلَا
dan tidak
حَبَّةٖ
sebutir biji
فِي
dalam
ظُلُمَٰتِ
kegelapan
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَا
dan tidak
رَطۡبٖ
biji yang basah
وَلَا
dan tidak
يَابِسٍ
biji yang kering
إِلَّا
melainkan
فِي
di dalam
كِتَٰبٖ
Kitab
مُّبِينٖ
yang nyata
Terjemahan
Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
Tafsir
(Dan pada sisi Allahlah) Yang Maha Luhur (kunci-kunci semua yang gaib) simpanan-simpanan ilmu gaib atau jalan-jalan yang mengantarkan kepada pengetahuan tentangnya (tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri) ilmu tentang kegaiban itu ada lima macam; mengenai penjelasannya telah dikemukakan dalam surah Luqman ayat 34, yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat... sampai akhir ayat." Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari (dan Dia mengetahui apa) yang terjadi (di daratan) permukaan bumi (dan di lautan) perkampungan-perkampungan yang ada di atas sungai-sungai (dan tiada sehelai daun pun yang gugur) huruf min adalah zaidah/ tambahan (melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering) diathafkan kepada Lafal waraqatin (melainkan tertulis dalam kitab yang nyata) yakni Lohmahfuz. Al-Istitsna/pengecualian berkedudukan sebagai badal isytimal dari istitsna yang sebelumnya.
Tafsir Surat Al-An'am: 55-59
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an (agar terlihat jalan orang-orang yang saleh dan) agar terlihat (pula) jalan orang-orang yang berdosa.
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku dilarang menyembah Tuhan-Tuhan yang kalian sembah selain Allah." Katakanlah, "Aku tidak akan mengikuti keinginan kalian, sungguh tersesatlah aku dan aku tidak termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk (jika berbuat demikian)."
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku (berada) di atas kebenaran yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku, sedangkan kalian menolaknya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.
Katakanlah, "Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahuinya, dan tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuz).
Ayat 55
Allah ﷻ berfirman -sebagaimana kami telah jelaskan bukti-bukti dan dalil-dalil sebagai jalan petunjuk, bimbingan, serta celaan terhadap sikap membantah dan ingkar-:
“Dan demikian pula Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an.” (Al-An'am: 55)
Yaitu penjelasan yang memang dibutuhkan oleh orang-orang yang diseru (dalam al-Qur’an)
“Dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An'am: 55)
Yaitu supaya jelas jalan yang ditempuh para pendosa yang menentang para rasul. Menurut qiraah (pelafalan) yang lain, ayat ini dibaca “sabiila”, sehingga artinya menjadi: “Agar engkau hai Muhammad melihat jelas jalan orang-orang yang berdosa.”
Artinya, agar jelas bagi kamu, wahai Muhammad atau wahai orang yang diajak bicara tentang jalan yang dilalui oleh orang-orang yang berdosa.
Ayat 57
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku berada di atas keterangan yang nyata dari Tuhanku’.” (Al-An'am: 57)
Maksudnya, aku berada di dalam (pengetahuan) ajaran dari syariat Allah yang telah diwahyukan oleh-Nya kepadaku.
“Sedangkan kalian menolaknya.” (Al-An'am: 57)
Yakni kalian menolak kebenaran yang disampaikan kepadaku dari Allah.
“Tidak ada kewenangan padaku terhadap apa yang kalian minta supaya disegerakan.” (Al-An'am: 57)
Yaitu siksaan atau azab.
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An'am: 57)
Artinya, sesungguhnya kekuasaan tersebut hanyalah milik Allah. Dengan kata lain, jika dia menghendaki untuk menyegerakannya kepada kalian, niscaya Dia akan menyegerakan azab yang kalian minta itu. Dan jika Dia menghendaki penundaan terhadap kalian, niscaya Dia menundanya, karena dalam penundaan itu terkandung hikmah yang besar yang hanya Dia saja yang mengetahuinya.Karena itulah pada firman selanjutnya disebutkan:
“Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (Al-An'am: 57)
Yakni Dia adalah sebaik-baik pemberi keputusan peradilan dan sebaik-baik pemberi penyelesaian dalam memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya.
Ayat 58
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang Kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada di antara aku dan kalian’.” (Al-An'am: 58)
Yaitu seandainya keputusan mengenai azab itu berada di tanganku, niscaya aku benar-benar akan menimpakannya kepada kalian sesuai dengan kadar yang berhak kalian terima darinya.
“Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.” (Al-An'am: 58)
Di dalam kitab Shahihain, diriwayatkan melalui Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah, bahwa Siti Aisyah pernah berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Wahai Rasulullah, apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang terasa lebih keras olehmu daripada Perang Uhud?” Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya aku pernah mengalaminya dari kaummu, dan hari yang paling keras yang pernah kualami adalah hari Aqabah. Yaitu ketika aku mengajak Ibnu Abdu Yalil bin Abdu Kulal untuk masuk Islam, tetapi dia tidak mau menerima apa yang kutawarkan kepadanya. Maka aku pergi dengan hati yang penuh kesusahan dan kedukaan, aku baru tersadar dari kesusahanku setelah tiba di Qarnus Sa'alib. Lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat segumpal awan yang menaungiku. Ketika kuperhatikan, ternyata di dalamnya terdapat Malaikat Jibril a.s.” Jibril menyeruku dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, mereka tidak mau mengikuti perkataanmu, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan malaikat penjaga gunung-gunung untuk engkau perintahkan sesukamu terhadap mereka.” Malaikat penjaga gunung menyeruku dan memberi salam kepadaku, kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan kepadaku menemuimu untuk engkau perintah aku menurut apa yang engkau kehendaki. Jika engkau suka, maka aku timpakan kepada mereka kedua Bukit Akhsyab ini.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak, tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun."
Demikianlah menurut lafal Imam Muslim, Nabi ﷺ ditawari agar mereka diazab dan dibinasakan sampai ke akar-akarnya, tetapi Nabi ﷺ bersikap lunak kepada mereka dan memohon agar azab itu ditunda, dengan harapan semoga Allah mengeluarkan dari mereka keturunan yang mau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Pertanyaan yang muncul ialah bagaimanakah menggabungkan pengertian hadits ini dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat ini:
“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian’. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.” (Al-An'am: 58)
Sebagai jawabannya hanya Allah yang lebih mengetahui dapat dikatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian 'seandainya persoalan azab yang mereka minta itu berada di tangan Nabi ﷺ, niscaya Nabi ﷺ akan menimpakannya kepada mereka pada saat mereka memintanya'. Adapun mengenai hadits ini, maka di dalamnya tidak mengandung makna bahwa mereka meminta agar dijatuhkan azab atas diri mereka. Tetapi yang menawarkannya datang dari para malaikat penjaga gunung-gunung, yaitu 'apabila Nabi ﷺ menginginkan agar kedua Bukit Akhsyab ditimpakan kepada mereka, niscaya akan dilakukan oleh malaikat penjaga gunung'.
Gunung Akhsyab ialah dua buah bukit yang mengelilingi kota Mekah dari arah selatan dan utaranya. Karena itulah Nabi ﷺ memohon agar hal itu ditunda dan memohon agar mereka diampuni.
Ayat 59
Firman Allah ﷻ: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al-An'am: 59)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Ibnu Syihab, dari Salim ibnu Abdullah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Kunci-kunci perkara yang gaib itu ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah.”
Yaitu yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. Dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Di dalam hadits Umar disebutkan bahwa ketika Malaikat Jibril menampakkan dirinya kepada Nabi ﷺ dalam rupa seorang lelaki Badui, lalu bertanya kepada Nabi ﷺ mengenai iman dan Islam serta amal kebaikan, maka Nabi ﷺ menjawabnya. Di antara jawaban Nabi ﷺ kepadanya ialah: “Ada lima perkara tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali hanya Allah.” Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman-Nya:
“Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat.” (Luqman: 34), hingga akhir ayat.
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan.” (Al-An'am: 59)
Artinya yaitu pengetahuan Allah Yang Maha Mulia meliputi semua alam wujud ini, baik yang ada di daratan maupun yang ada di lautan, tidak ada sesuatu pun darinya yang tersembunyi bagi Allah, dan tidak ada yang terlalu kecil bagi Allah hingga tidak diketahui. Sebesar zarrah pun yang ada di bumi dan di langit.
Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh As-Sarsari dalam bait syairnya yang menyebutkan: “Tidak ada yang samar bagi Allah sebesar zarrah pun, baik yang kelihatan oleh mata ataupun yang tidak kelihatan.”
Firman Allah ﷻ: “Dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59)
Yakni Dia mengetahui semua gerak kehidupan seluruh benda, terlebih lagi hewan yang hidup, dan lebih lagi makhluk yang terkena taklif (tanggung jawab), baik dari kalangan jenis jin maupun manusia. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Al-Mumin: 19)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sa'id ibnu Masruq, telah menceritakan kepada kami Hassan An-Namiri, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59)
Bahwa tidak ada sebuah pohon pun baik di daratan maupun di lautan yang lepas dari pengetahuannya. Dan Allah memerintahkan malaikat untuk menjaganya. Malaikat itu mencatat daun-daun yang gugur dari pohon itu.
Firman Allah ﷻ: “Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuz).” (Al-An'am: 59)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Miswar Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Sa'ir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdullah ibnul Haris yang mengatakan bahwa tidak ada suatu pohon pun di bumi, tidak pula sebuah biji pun yang ditanam melainkan padanya terdapat malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk melaporkan kepada-Nya apa yang terjadi pada pohon itu, yaitu mengenai masa lembabnya apabila mengalami kelembaban dan masa keringnya apabila mengalami kekeringan.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abul Katthab Ziyad ibnu Abdullah Al-Hassani, dari Malik ibnu Sa'ir dengan lafal yang sama. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abu Hudzaifah bahwa Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Amrah ibnu Qais, dari seorang lelaki, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan “Nun” yaitu tinta dan lembaran-lembaran, lalu dicatatkan padanya perkara dunia hingga habis, yaitu mengenai penciptaan makhluk atau rezeki halal atau rezeki haram, atau amal baik atau amal buruk. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
“Dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Yahya ibnun Nadr, dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa sesungguhnya di bawah bumi lapis ketiga dan di atas lapis keempat terdapat makhluk jin. Sekiranya makhluk jin itu menampakkan dirinya pada kalian, niscaya kalian tidak akan mendapat secerah cahaya pun karena terhalang oleh mereka.
Pada tiap-tiap sudut (sisi) bumi terdapat sebuah tempat yang diberikan Allah ﷻ dan pada setiap tempat itu terdapat malaikat. Setiap hari Allah ﷻ mengutus seorang malaikat dari sisi-Nya kepada malaikat penjaga tempat itu untuk menyampaikan perintah-Nya, yaitu untuk memelihara dan menjaga dengan baik apa yang ada di tempat tersebut.
Pengetahuan Allah bukan hanya menyangkut siapa yang zalim seperti pada ayat sebelumnya, namun juga lebih dari itu. Dan kuncikunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui secara detail dan jelas selain Dia. Dia juga mengetahui segala apa yang ada di darat dan apa yang ada di laut. Bahkan, tidak ada sehelai daun pun yang gugur atau yang lebih dari itu yang tidak diketahui-Nya. Mungkin ada yang menduga pengetahuan Allah hanya menyangkut apa yang di permukaan bumi saja, itu salah, karena tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, baik yang telah, sedang, atau akan terwujud, melainkan diketahui-Nya dan tertulis dalam Kitab yang nyata. Di antara yang gaib adalah kematian dan kebangkitan. Melalui ayat ini Allah menegaskan tentang hal itu. Dan Dialah yang mewafatkanmu, yaitu menidurkan kamu, pada malam hari dengan menahan rohmu dan kamu tidak mampu melakukan apa pun, dan Dia juga mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari meskipun mungkin ada yang kamu rahasiakan dari manusia, kemudian Dia membangkitkanmu, yaitu membangunkan kamu, pada siang hari untuk disempurnakan batas waktu yaitu umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, tempat kamu kembali yaitu melalui pintu kematian, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ketika kamu hidup di dunia. Kemudian Dia akan memberikan balasan setimpal atas setiap perbuatanmu.
Ayat ini menerangkan bahwa kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada Allah, tidak ada seorang pun yang memilikinya.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti akhirat, surga dan neraka. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak, tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.
Sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan segala macam isinya, dilengkapi dengan aturan dan hukum yang mengaturnya sejak dari adanya sampai akhir masa adanya. Ketentuan itu tidak akan berubah sedikit pun. Kemudian Allah mengajarkan kepada manusia beberapa aturan dan ketentuan untuk meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya agar mereka menghambakan diri kepada-Nya. Karena itu seandainya ada manusia yang menyatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib itu, maka pengetahuan mereka hanyalah merupakan dugaan dan sangkaan belaka, tidak sampai kepada hakikat yang sebenarnya. Mereka pun tidak mengetahui dengan pasti akibat dan hikmat suatu kejadian. Percaya kepada yang gaib termasuk salah satu dari rukun iman.
Di antara perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh manusia disebutkan dalam firman Allah:
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Luqman/31: 34)
Pengetahuan tentang yang gaib hanya diketahui seseorang jika Allah mengajarkan kepadanya, sebagaimana firman-Nya:
Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. (al-Jinn/72: 26-27)
Di antara hal yang gaib yang pernah diajarkan atau diberitahukan Allah kepada nabi-nabi-Nya ialah:
Nabi Isa diajari Allah untuk mengetahui apa yang dimakan dan disimpan seseorang di rumahnya, firman-Nya:
dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu (ali 'Imran/3: 49)
Demikian pula kepada Nabi Yusuf, firman Allah swt:
Dia (Yusuf) berkata, "Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu. (Yusuf/12: 37)
Kemudian Allah menerangkan keluasan ilmu-Nya, yaitu di samping Dia mengetahui yang gaib, Dia juga lebih mengetahui akan hakikat dan keadaan yang dapat dicapai panca indera manusia, Dia mengetahui segala yang ada di daratan dan di lautan sejak dari yang kecil dan halus sampai kepada yang sebesar-besarnya, sejak dari tempat dan waktu gugurnya sehelai daun, keadaan benda yang paling halus yang berada pada malam yang paling gelap, apakah keadaannya basah atau kering, semuanya ada di dalam ilmu Allah tertulis di Lauh Mahfudh.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Allah telah ada dan yang lain belum ada, dan adalah arsy-Nya di atas air, dan Dia menuliskan pada Lauh Mahfudh segala sesuatu dan Dia menciptakan langit dan bumi. (Riwayat al-Bukhari dari 'Imran bin husain)
Dari hadis di atas dipahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak luput dari pengetahuan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 59
“Dan tidak yang basah dan tidak yang kering melainkan ada di dalam kitab yang nyata."
Artinya, ada daun atau ada buah yang gugur dalam keadaan basah atau dalam keadaan kering, semuanya pun dalam catatan Allah dalam kitab yang nyata. Di dalam lauh Mahfuzh Di ujung ayat ini ditegaskan bahwa selain daun yang gugur atau buah yang gugur, disebut juga gugur dalam basah atau dalam kering. Alangkah halusnya perumpamaan ini, untuk mengajak kita berpikir. Kadang-kadang, kita bertemu buah-buahan yang gugur dalam basah dan kering, sekaligus. Misalnya buah mangga, la jatuh dalam keadaan basah untuk kita makan, tetapi bijinya yang bisa tumbuh lagi ialah yang kering. Kadang-kadang ada biji buah-buahan yang kita buang begitu saja, hingga ia kering. Namun setelah beberapa lama, ia pun tumbuh. Memang ada beberapa biji, baru bisa tumbuh kalau ditanam setelah ditunggu lebih dahulu keringnya. Kita melihat sepintas lalu bahwa karena keringnya ia telah mati, padahal di situlah tersimpan hidup. Jambu perawas (kelutuk) yang manis itu kerap kali tumbuh sendiri dengan tidak ditanam. Karena, buahnya yang masak dimakan burung dan tahi burung itu dipancarkannya di mana-mana sehingga tahi burung itu tumbuh menjadi batang perawas.
Allah mengatakan bahwa semuanya ini ada dalam kitab yang nyata. Kata ahli tafsir ialah di dalam Lauh Mahfuzh, satu catatan yang terpelihara. Dan tidaklah dapat kita tidak percaya karena melihat betapa ajaib dan gaibnya segala kenyataan itu. Kita hanya dapat melihat keadaannya, tetapi kita tidak dapat menyelami kegaibannya. Oleh sebab itu, biji jambu perawas dari tahi burung pun menjadi bukti atas adanya Allah Ta'aala.
Setelah disuruh memerhatikan darat, laut, daun, dan buah yang gugur itu, disuruhlah manusia insaf akan dirinya.
Ayat 60
“Dan Dialah yang memegang (nyawamu) pada waktu malam dan yang mengetahui apa yang kamu kenjakan pada siang hari."
Pada waktu malam, kita tidur dengan nyenyak tidak ingat akan diri dan tidak tahu apa-apa. Sebab pada waktu tidur itu kita adalah separuh mati. Akal berhenti berjalan, pikiran istirahat, dan kita bermimpi yang jauh dari kenyataan. Itu tanda bahwa pada waktu itu nyawa sejati kita tidak ada pada kita. Kita hanya tinggal bernapas. Ke mana nyawa sejati pada waktu itu? Ia ada dalam pegangan Allah. Secara kasarnya ditolong Allah menyimpan. Setelah kita tersentak dari tidur, barulah dikembalikan. Oleh karena itu, di dalam ayat ini disebut yatawaffakum, yang berarti juga diwafatkan. Dan kita artikan memegang nyawamu. Di dalam surah az-Zumar ayat 30, dijelaskan lagi bahwa tidur itu adalah separuh dari mati. Orang yang tidur diambil dan dipegang Allah nyawanya, tetapi dikembalikan setelah dia tersentak dari tidur. Adapun orang yang mati, dipegang nyawanya dan tidak dipulangkan lagi. Oleh sebab itu, jika telah kita perbandirigkan perasaan kita tengah tidur dengan keadaan kita sesudah nyawa dicabut, yaitu benar-benar mati, dapatlah kita mengerti bahwa dengan mati itu nyawa kita bukanlah hilang, melainkan disimpan Allah. Namun, tidak dikembalikan dan Tuhan pun mengetahui apa yang kita kerjakan pada siang hari, kita membanting tulang dan tenaga siang hari mengerjakan berbagai pekerjaan, tidaklah lepas dari tilikan Allah."Kemudian itu akan di-bangkitkan-Nya kamu kepada-Nya supaya di-sempurnakan waktu yang telah ditetapkan." Artinya, setelah hidup di dunia dalam peredaran siang dan malam, siang bekerja keras di bawah penilikan dan pengetahuan Allah, lalu malam tidur enak dan nyawa sejati ditolong Allah memegang sementara, kita pun bangun dari tidur buat melanjutkan hidup lagi, hingga datang mati yang sebenarnya. Itulah ajal yang telah ditetapkan, yaitu bahwa akhir hidup pastilah mati. Kalau sudah menempuh hidup, wajiblah diakhiri dengan mati, “Kemudian, kepada-Nyalah kamu akan kembali." Baliklah kembali diri kita kepada Allah. Kita kembali kepada-Nya karena dulunya kita datang dari Dia.
“Kemudian Dia akan mengabarkan kepada kamu, apa yang kamu kerjakan"
Ayat ini betul-betul meminta renungan kita tentang kesatuan alam di bawah kesatuan kekuasaan Allah, dengan kunci-kuncinya yang gaib. Disuruh kita terlebih dahulu memerhatikan bumi sendiri tempat kita hidup. Di ayat ini kita tidak dibawa memerhatikan kekuasaan Allah di langit dan di bintang, tetapi di bumi sendiri, supaya kita menekur ke bawah. Disebut terlebih dahulu darat sebab di sini kita hidup. Setelah itu, barulah disebut laut. Ketika memerhatikan darat, kita disuruh memerhatikan daun yang gugur dari tangkainya, begitu pun biji-biji buah-buahan, yang keringnya dan yang basahnya.
Di situlah kita ingat bahwa kayu-kayuan di hutan dengan daunnya yang rimbun dan biji-biji buah-buahan di bawah timbunan gelap gulita bumi tumbuh dengan teratur, semuanya buat hidup kita. Selain itu, kita pun hidup dalam edaran siang dan malam. Malam kita istirahat, siang kita membanting tenaga dan anggota tubuh, lalu mencari makan seperti juga burung-burung mencari makan. Yang kita makan ialah hasil biji yang tumbuh diam-diam di bawah gelap bumi itu. Ketika siang kita bekerja keras, pada malam hari ditolong memegang nyawa kita, supaya besok pagi kita mendapat tenaga baru. Semuanya ini ada di dalam kitab yang nyata. Artinya, tidak ada satu jua pun yang secara kebetulan; kita membaca atau menyelami yang tertulis. Sekarang, timbullah pertanyaan, “Bagaimana kita mempergunakan hidup itu dalam keadaan yang demikian? Apakah pergantian siang dan malam di dalam jaminan gaib dari Allah itu telah kita pergunakan dengan sebaik-baiknya?" Disebutkan dalam ayat bahwa sesudah bangun dari tidur, kita bekerja dan nanti istirahat dan tidur lagi selama masih berganti antara siang dan malam sehingga akhirnya habislah tempo yang disediakan buat hidup kita. Kita pun kembali kepada Allah. Di sanalah, di hadapan hadirat Ilahi, akan diperhitungkan bagaimana penilaian usaha kita selama hidup itu. Baikkah atau burukkah, atau pertengahan antara buruk dan baik. Akhirnya, Allah sendirilah yang membuka kepada kita, apa sebenarnya yang telah kita kerjakan selama hidup di dunia. Kita sendiri kadang-kadang lupa petang hari, apa yang kita kerjakan pagi hari. Allah tidak lupa, walaupun sebesar ujung jari dari pekerjaan yang pernah kita kerjakan di dalam usia yang telah kita lalui itu.
Ayat 61
“Dan Dialah yang sangat Perkasa atas hamba-hamba-Nya."
Di ayat 18 telah kita terangkan juga apa maksud al-Qaahir, yang kita artikan Gagah Perkasa, atau boleh juga diartikan lebih mendalam, yaitu Maha Memaksa! Yaitu bahwa seorang hamba Allah hanya dapat beredar di dalam garis yang telah ditentukan oleh Allah buat dirinya sendiri, tidak dapat keluar dari dalamnya. Dia tidak dapat keluar dari ruang hidupnya, untuk hidup di bintang lain sebagaimana ikan pun dengan paksaan Allah hanya dapat hidup dalam air. Dan tidak dapat keluar dari waktunya atau zamannya. Karena Allah telah menentukan kita buat hidup pada zaman ini, tidaklah dapat kita memindahkan hidup kita ke zaman lampau atau zaman nanti. Badan kita pun tidak dapat ditukar dengan badan orang lain. Aku telah ditakdirkan atau dilahirkan buat hidup menjadi aku. Aku coba-coba meniru orang lain namanya hanya meniru. Namun, aku tetap aku!
“Dan Dia kirimkan kepada kamu pemelihara." Dalam hidup yang kita lalui itu, Allah mengirimkan pemelihara yang akan memelihara kita, padahal kita sendiri tidak tahu. Kita tidak sekali juga lepas dari pengawasan, baik diawasi jangan sampai ditimpa bahaya kalau tidak yang ditentukan maupun memelihara untuk menilik dan mencatat apa yang kita kerjakan ke mana kita pergi, di mana kita berhenti, di mana kita tidur, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pada ayat tersebut diterangkan apa yang kita kerjakan selama hidup itu. Akan dikabarkan kepada kita oleh Allah. Sebab, pada tiap-tiap waktu ini kita tidak terlepas dari “mata" pengawas atau sebagai “mata-mata" kata orang sekarang. Di dalam surah at-Takwiir ayat 10 diperingatkanlah bahwa kelak akan datanglah masanya segala catatan (shuhuf) itu akan dibuka dan dikembangkan di hadapan kita. Dan dalam surah al-lnfithaar ayat 10 disebutkan pula tentang maial-kat-malaikat yang menjadi pemelihara itu. Merekalah malaikat-malaikat yang mulia lagi mencatat. Mereka semua tahu apa saja yang kita kerjakan. Bagaimana caranya sampai se-halus-halusnya, tidaklah dapat kita ketahui, sebab sudah termasuk dalam kunci-kunci yang gaib tadi."Sehingga apabila datang kepada seseorang kamu kematian." Yaitu ajal janji yang telah ditetapkan tadi."Diambillah akan dia oleh utusan-utusan Kami." Maka, jika waktu yang telah ditetapkan itu tiba, datang pula utusan lain, yaitu para malaikat pembantu malaikat maut (Izrail) menjemput atau mengambil nya-wa itu, ambil yang tidak akan dipulangkan lagi sampai hari Kiamat. Malaikat-malaikat utusan yang membantu malaikat maut ini lain lagi dari malaikat-malaikat yang mencatat selama hidup tadi.
“Dan tidaklah mereka itu teledor (terlalai)."
Artinya, mereka datang dan bekerja mengambil nyawa itu tepat pada tidak terdahulu satu saat dan tidak pula terkemudian. Sebab, mereka bekerja menurut ketentuan “dirias" yang tepat dan teratur.
Ayat 62
“Kemudian itu dikembalikan mereka itu kepada Allah, yang dipertuhan mereka yang sebenarnya."
Pulanglah kembali kepada Allah, maula Al-Haqq, Tuhan kita yang sebenarnya, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Maula, yang mewilayahi kita, yang melindungi kita yang sebenarnya, dari dahulu hingga kini, hingga nanti."Ketahuilah bahwa kepunyaan-Nyalah segala hukum." Tidak ikut yang lain, walaupun siapa pun menentukan hukum di hari itu.
“Dan Dia adalah secepat-cepat Penghitung."
(ujung ayat 62)