Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نُفَصِّلُ
Kami jelaskan
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat itu
وَلِتَسۡتَبِينَ
agar menjadi jelas
سَبِيلُ
jalan
ٱلۡمُجۡرِمِينَ
orang-orang yang berdosa
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نُفَصِّلُ
Kami jelaskan
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat itu
وَلِتَسۡتَبِينَ
agar menjadi jelas
سَبِيلُ
jalan
ٱلۡمُجۡرِمِينَ
orang-orang yang berdosa
Terjemahan
Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur’an secara terperinci (agar terlihat jelas jalan kebenaran) dan agar terlihat jelas (pula) jalan para pendurhaka.
Tafsir
(Dan demikianlah) sebagaimana yang telah Kami jelaskan sebelumnya (Kami terangkan) Kami jelaskan (ayat-ayat) Al-Qur'an untuk menampakkan yang hak kemudian diamalkan (supaya jelas) supaya menjadi terang (jalan) kelakuan (orang-orang yang berdosa) kemudian engkau menjauhinya. Dalam suatu qiraat dibaca litubayyina; menurut qiraat lainnya dibaca litastabiina. Bila lafal sabiil dibaca nashab maka pembicaraannya ditujukan kepada Nabi ﷺ
Tafsir Surat Al-An'am: 55-59
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an (agar terlihat jalan orang-orang yang saleh dan) agar terlihat (pula) jalan orang-orang yang berdosa.
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku dilarang menyembah Tuhan-Tuhan yang kalian sembah selain Allah." Katakanlah, "Aku tidak akan mengikuti keinginan kalian, sungguh tersesatlah aku dan aku tidak termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk (jika berbuat demikian)."
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku (berada) di atas kebenaran yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku, sedangkan kalian menolaknya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.
Katakanlah, "Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahuinya, dan tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuz).
Ayat 55
Allah ﷻ berfirman -sebagaimana kami telah jelaskan bukti-bukti dan dalil-dalil sebagai jalan petunjuk, bimbingan, serta celaan terhadap sikap membantah dan ingkar-:
“Dan demikian pula Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an.” (Al-An'am: 55)
Yaitu penjelasan yang memang dibutuhkan oleh orang-orang yang diseru (dalam al-Qur’an)
“Dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An'am: 55)
Yaitu supaya jelas jalan yang ditempuh para pendosa yang menentang para rasul. Menurut qiraah (pelafalan) yang lain, ayat ini dibaca “sabiila”, sehingga artinya menjadi: “Agar engkau hai Muhammad melihat jelas jalan orang-orang yang berdosa.”
Artinya, agar jelas bagi kamu, wahai Muhammad atau wahai orang yang diajak bicara tentang jalan yang dilalui oleh orang-orang yang berdosa.
Ayat 57
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku berada di atas keterangan yang nyata dari Tuhanku’.” (Al-An'am: 57)
Maksudnya, aku berada di dalam (pengetahuan) ajaran dari syariat Allah yang telah diwahyukan oleh-Nya kepadaku.
“Sedangkan kalian menolaknya.” (Al-An'am: 57)
Yakni kalian menolak kebenaran yang disampaikan kepadaku dari Allah.
“Tidak ada kewenangan padaku terhadap apa yang kalian minta supaya disegerakan.” (Al-An'am: 57)
Yaitu siksaan atau azab.
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An'am: 57)
Artinya, sesungguhnya kekuasaan tersebut hanyalah milik Allah. Dengan kata lain, jika dia menghendaki untuk menyegerakannya kepada kalian, niscaya Dia akan menyegerakan azab yang kalian minta itu. Dan jika Dia menghendaki penundaan terhadap kalian, niscaya Dia menundanya, karena dalam penundaan itu terkandung hikmah yang besar yang hanya Dia saja yang mengetahuinya.Karena itulah pada firman selanjutnya disebutkan:
“Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (Al-An'am: 57)
Yakni Dia adalah sebaik-baik pemberi keputusan peradilan dan sebaik-baik pemberi penyelesaian dalam memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya.
Ayat 58
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang Kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada di antara aku dan kalian’.” (Al-An'am: 58)
Yaitu seandainya keputusan mengenai azab itu berada di tanganku, niscaya aku benar-benar akan menimpakannya kepada kalian sesuai dengan kadar yang berhak kalian terima darinya.
“Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.” (Al-An'am: 58)
Di dalam kitab Shahihain, diriwayatkan melalui Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah, bahwa Siti Aisyah pernah berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Wahai Rasulullah, apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang terasa lebih keras olehmu daripada Perang Uhud?” Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya aku pernah mengalaminya dari kaummu, dan hari yang paling keras yang pernah kualami adalah hari Aqabah. Yaitu ketika aku mengajak Ibnu Abdu Yalil bin Abdu Kulal untuk masuk Islam, tetapi dia tidak mau menerima apa yang kutawarkan kepadanya. Maka aku pergi dengan hati yang penuh kesusahan dan kedukaan, aku baru tersadar dari kesusahanku setelah tiba di Qarnus Sa'alib. Lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat segumpal awan yang menaungiku. Ketika kuperhatikan, ternyata di dalamnya terdapat Malaikat Jibril a.s.” Jibril menyeruku dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, mereka tidak mau mengikuti perkataanmu, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan malaikat penjaga gunung-gunung untuk engkau perintahkan sesukamu terhadap mereka.” Malaikat penjaga gunung menyeruku dan memberi salam kepadaku, kemudian berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan kepadaku menemuimu untuk engkau perintah aku menurut apa yang engkau kehendaki. Jika engkau suka, maka aku timpakan kepada mereka kedua Bukit Akhsyab ini.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak, tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun."
Demikianlah menurut lafal Imam Muslim, Nabi ﷺ ditawari agar mereka diazab dan dibinasakan sampai ke akar-akarnya, tetapi Nabi ﷺ bersikap lunak kepada mereka dan memohon agar azab itu ditunda, dengan harapan semoga Allah mengeluarkan dari mereka keturunan yang mau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Pertanyaan yang muncul ialah bagaimanakah menggabungkan pengertian hadits ini dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat ini:
“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian’. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.” (Al-An'am: 58)
Sebagai jawabannya hanya Allah yang lebih mengetahui dapat dikatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian 'seandainya persoalan azab yang mereka minta itu berada di tangan Nabi ﷺ, niscaya Nabi ﷺ akan menimpakannya kepada mereka pada saat mereka memintanya'. Adapun mengenai hadits ini, maka di dalamnya tidak mengandung makna bahwa mereka meminta agar dijatuhkan azab atas diri mereka. Tetapi yang menawarkannya datang dari para malaikat penjaga gunung-gunung, yaitu 'apabila Nabi ﷺ menginginkan agar kedua Bukit Akhsyab ditimpakan kepada mereka, niscaya akan dilakukan oleh malaikat penjaga gunung'.
Gunung Akhsyab ialah dua buah bukit yang mengelilingi kota Mekah dari arah selatan dan utaranya. Karena itulah Nabi ﷺ memohon agar hal itu ditunda dan memohon agar mereka diampuni.
Ayat 59
Firman Allah ﷻ: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al-An'am: 59)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Ibnu Syihab, dari Salim ibnu Abdullah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Kunci-kunci perkara yang gaib itu ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah.”
Yaitu yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. Dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Di dalam hadits Umar disebutkan bahwa ketika Malaikat Jibril menampakkan dirinya kepada Nabi ﷺ dalam rupa seorang lelaki Badui, lalu bertanya kepada Nabi ﷺ mengenai iman dan Islam serta amal kebaikan, maka Nabi ﷺ menjawabnya. Di antara jawaban Nabi ﷺ kepadanya ialah: “Ada lima perkara tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali hanya Allah.” Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman-Nya:
“Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat.” (Luqman: 34), hingga akhir ayat.
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan.” (Al-An'am: 59)
Artinya yaitu pengetahuan Allah Yang Maha Mulia meliputi semua alam wujud ini, baik yang ada di daratan maupun yang ada di lautan, tidak ada sesuatu pun darinya yang tersembunyi bagi Allah, dan tidak ada yang terlalu kecil bagi Allah hingga tidak diketahui. Sebesar zarrah pun yang ada di bumi dan di langit.
Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh As-Sarsari dalam bait syairnya yang menyebutkan: “Tidak ada yang samar bagi Allah sebesar zarrah pun, baik yang kelihatan oleh mata ataupun yang tidak kelihatan.”
Firman Allah ﷻ: “Dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59)
Yakni Dia mengetahui semua gerak kehidupan seluruh benda, terlebih lagi hewan yang hidup, dan lebih lagi makhluk yang terkena taklif (tanggung jawab), baik dari kalangan jenis jin maupun manusia. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Al-Mumin: 19)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sa'id ibnu Masruq, telah menceritakan kepada kami Hassan An-Namiri, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan tiada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59)
Bahwa tidak ada sebuah pohon pun baik di daratan maupun di lautan yang lepas dari pengetahuannya. Dan Allah memerintahkan malaikat untuk menjaganya. Malaikat itu mencatat daun-daun yang gugur dari pohon itu.
Firman Allah ﷻ: “Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuz).” (Al-An'am: 59)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Miswar Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Sa'ir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdullah ibnul Haris yang mengatakan bahwa tidak ada suatu pohon pun di bumi, tidak pula sebuah biji pun yang ditanam melainkan padanya terdapat malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk melaporkan kepada-Nya apa yang terjadi pada pohon itu, yaitu mengenai masa lembabnya apabila mengalami kelembaban dan masa keringnya apabila mengalami kekeringan.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abul Katthab Ziyad ibnu Abdullah Al-Hassani, dari Malik ibnu Sa'ir dengan lafal yang sama. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abu Hudzaifah bahwa Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Amrah ibnu Qais, dari seorang lelaki, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan “Nun” yaitu tinta dan lembaran-lembaran, lalu dicatatkan padanya perkara dunia hingga habis, yaitu mengenai penciptaan makhluk atau rezeki halal atau rezeki haram, atau amal baik atau amal buruk. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
“Dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (Al-An'am: 59), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Yahya ibnun Nadr, dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa sesungguhnya di bawah bumi lapis ketiga dan di atas lapis keempat terdapat makhluk jin. Sekiranya makhluk jin itu menampakkan dirinya pada kalian, niscaya kalian tidak akan mendapat secerah cahaya pun karena terhalang oleh mereka.
Pada tiap-tiap sudut (sisi) bumi terdapat sebuah tempat yang diberikan Allah ﷻ dan pada setiap tempat itu terdapat malaikat. Setiap hari Allah ﷻ mengutus seorang malaikat dari sisi-Nya kepada malaikat penjaga tempat itu untuk menyampaikan perintah-Nya, yaitu untuk memelihara dan menjaga dengan baik apa yang ada di tempat tersebut.
Uraian yang sedemikian jelas pada ayat-ayat sebelumnya digarisbawahi pada ayat ini. Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an agar terlihat jelas jalan orang-orang yang saleh dan agar terlihat jelas pula jalan orang-orang yang berdosa. Setiap orang pada akhirnya akan mempertanggungjawabkan pilihan jalan yang ditempuh, karena keterangan-keterangan dari Allah Yang Mahakuasa sudah sangat jelasKeterangan tentang jalan orang-orang yang sesat telah disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya maka pada ayat ini menjelaskan respons yang seharusnya diberikan oleh Nabi Muhammad dan orang-orang beriman atas sikap orang-orang musyrik. Katakanlah, hai Muhammad, Aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah. Dan katakanlah juga, Aku tidak akan mengikuti keinginan hawa nafsumu di antaranya adalah mengusir orang-orang beriman yang meskipun keadaannya lemah dan miskin sekalipun. Jika berbuat demikian, sungguh tersesatlah aku, dan aku tidak termasuk orang yang mendapat petunjuk.
Jalan hidup orang-orang beriman adalah mengerjakan kebaikan. Kalaupun mereka berbuat salah, itu karena kekeliruan. Sedangkan jalan hidup orang yang tidak beriman adalah berbuat dosa. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia dengan sejelas-jelasnya agar orang-orang beriman mengetahui secara nyata, mana jalan orang-orang baik dan mana jalan orang-orang berdosa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 54
“Dan jika datang kepada engkau orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami maka katakanlah, ‘Selamat sejahtera atas kamu! Tuhan kamu telah mewajibkan atas diri-Nya sendiri akan memberi rahmat. (Yaitu) banangsiapa di antaia kamu yang beramal dengan suatu kejahatan karena kebodohan kemudian itu dia pun tobat sesudahnya dan memperbaiki maka sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Penyayang."
Tidak ada seorang manusia pun yang sunyi daripada suatu kesalahan. Kadang-kadang karena kesalahan itulah mereka berat menyatakan iman. Tidak ada manusia yang sunyi daripada dosa. Sebab diri insan ini adalah medan perjuangan di antara cita yang mulia dengan nafsu angkara murka. Kadang-kadang, mereka ragu-ragu menyatakan iman karena dosa itu. Kemudian, Rasulullah disuruh menyampaikan kepada orang yang telah menyatakan iman itu yang telah mengakui percaya pada ayat-ayat Allah kalau mereka datang kepada Rasul bahwa kedatangan mereka disambut dengan segala sukacita. Kepada mereka disampaikan ucapan salam sejahtera, “Salamun ‘alaikum" atau “Assalamu'alaikum". Dengan demikian, mulai saja berjumpa, hilanglah lapis pertama dari hati yang ragu. Sebab pernyataan iman itu saja pun sudah membukakan pintu yang luas bagi mereka akan menuju selamat dan sejahtera dunia dan akhirat. Kemudian disuruhlah menyampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada diri-Nya sendiri akan memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang telah menyatakan iman itu. Yaitu cinta dan iba kasihan. Pernyataan rahmat yang pertama dari Allah ialah bahwa orang-orang yang pernah berbuat suatu kesalahan atau yang diriamakan dosa karena kebodohannya, kemudian dia sadar. Setelah sadar segera bertobat dan setelah tobat itu mereka memperbaiki diri dan memperbaiki mutu amal, semuanya itu akan diampuni oleh Allah. Karena Allah Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.
Ayat inilah yang diperkuat pula oleh yang tersebut dalam surah az-Zumar ayat 53.
“Katakanlah, ‘Wahai sekalian hamha-Ku yang telah melanggar batas atas diri mereka. Ja-nganlah kamu putus harapan daripada rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan memberi ampun dosa-dosa sekaliannya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Penyayang.'" (az-Zumar: 53)
Dengan tuntunan kedua ayat ini, seorang Mukmin tidaklah akan merasa rendah diri, putus asa dan tidak dapat mengangkat muka lantaran bersalah. Lekas-lekaslah minta tobat dan segeralah perbaiki kesalahan itu, yaitu jika kesalahan tersebut timbul dari kebodohan, belum ada pengalaman. Setelah tobat, hendaklah terus berusaha memperbaiki diri dan memperbaiki sehingga tempo tidak hilang karena menyesali kesalahan saja, tetapi diisi dengan berbuat baik terus-menerus. Dan demikian, akan dirasailah kenaikan pribadi karena tuntunan rahmat Allah. Cobalah perhatikan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺyang besar-besar itu. Rata-rata pada zaman dahulu adalah orang-orang yang berdosa, pemakan riba, penyembah berhala, bahkan ada yang menguburkan anak perempuan hidup-hidup. Semuanya itu dikerjakan karena bodoh, belum mendapat penerangan. Namun, setelah mereka menyatakan iman, “Salam sejahtera Allah disampaikan kepada mereka", seakan-akan ucapan, “Selamat datang ke dalam Islam", dan mereka pun maju dalam rahmat Allah.
Niscaya dapatlah kita pahami di sini maksud ayat, yaitu berdosa karena kebodohan. Dan memang, dosa itu umumnya ialah karena bodoh. Artinya karena tidak memikirkan akibat di belakang. Ada karena nafsu tidak terkendalikan dan ada karena marah sehingga gelap mata. Sesudah terjadi barulah menyesal. Sungguh pun demikian, setelah beriman dan tobat dan memperbaiki maka Rasulullah ﷺ juga mengajarkan agar kita setiap waktu tobat. Dalam shalat kita meminta tobat dan ampun, sehabis shalat pun kita meminta tobat dan ampun sehingga di dalam salah satu ucapan, memohon ampun sesudah shalat itu disebut juga kita memohonkan ampun dari dosa yang nyata-nyata atau yang tersembunyi atau yang Engkau sendiri lebih tahu dariku. Dengan demikian, kita selalu memperbaiki (ashlaha). Laksana orang yang membuka sebuah kedai, hendaklah selalu barang-barang yang dikedal-kannya itu dibersihkannya, dikipas-kipasnya dengan bulu ayam, walaupun telah kelihatan bersih. Sebab, setiap detik akan ada saja angin membawa debu ke atas barang-barang itu. Demikian juga jiwa kita.
Menurut kitab-kitab tafsir, sebab turun ayat ini masih bertalian dengan ayat-ayat yang sebelumnya. Yaitu bahwa beberapa pemuka Quraisy datang kepada Nabi Muhammad ﷺ Di antara para pemuka itu, yaitu al-Aqra' bin Habis at-Tamimi dan ‘Uyainah bin Hasan al-Fizari. Mereka mendapati Nabi sedang duduk dikelilingi Bilal, Shuhaib, ‘Ammar, Khab-bab, dan beberapa orang yang lain lagi, yaitu orang-orang Mukmin yang taat setia kepada Rasulullah ﷺ Namun, mereka dari kalangan dhuafa, yaitu orang-orang yang dianggap lemah, rendah, atau kalangan bawah. Setelah pemuka-pemuka Quraisy itu melihat orang-orang yang mereka anggap lemah itu, mereka tunjukkanlah muka yang menghina dan memandang rendah. Kemudian, mereka datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, “Kami minta engkau istimewakan untuk kami satu majelis tersendiri supaya seluruh Arab tahu bahwa kami ini orang-orang utama. Sebab, utusan-utusan seluruh negeri Arab akan datang menemui engkau dari mana-mana. Kami malu kelihatan oleh utusan-utusan itu sedang duduk bersama-sama dengan hamba-hamba sahaya yang rendah itu. Sebab itu, kalau kami datang, hendaklah orang-orang ini engkau suruh keluar dan kalau kami telah selesai, boleh engkau suruh masuk mereka kembali sesuka hati engkau."
Rasulullah ﷺ setuju usul itu. Kemudian, mereka berkata lagi, “Untuk ini, kami minta bukti tertulis!" Rasulullah pun setuju. Dipang-gilnyalah Ali bin Abi Thalib untuk menuliskan perjanjian itu. Dan Khabbab salah seorang dari orang rendah itu yang meriwayatkan hadits ini berkata, “Kami duduk saja menunggu di satu sudut"
Tiba-tiba, datanglah Jibril membawa ayat 52 di atas."Dan, janganlah engkau usir orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang karena mengharapkan wajah-Nya. Tidaklah engkau memikul tanggung jawab atas perhitungan mereka sedikit pun dan mereka pun tidak (pula) memikul tanggung jawab atas engkau sedikit pun. Maka, bila engkau usir mereka, menjadilah engkau termasuk orang yang aniaya." Kemudian, dibacanya terusan ayat,"Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka dengan sebagian yang lain sehingga sampai mereka mengatakan, ‘Inikah orang-orang yang dikaruniai Allah di antara kami?'"
(Yang berkata begini adalah para pemuka Quraisy tadi) karena mereka tidak senang melihat orang-orang yang mereka pandang hina, hamba sahaya, mendapat kedudukan istimewa."Bukankah Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur?"
Kemudian datanglah ayat berikut ini:
“Dan jika datang kepada engkau orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami maka katakanlah, ‘Selamat sejahteralah atas kamu. Tuhan kamu telah mewajibkan atasdiri-Nya sendiri akan memberi rahmat.'"
Kata Khabbab, “Setelah ayat turun sampai di sini maka surah yang telah dibuat oleh Ali itu mereka lemparkan dari dalam tangannya, lalu kami beliau panggil dan kami pun datang ke hadapan beliau. Langsung beliau berucap, ‘Salamun ‘alaikum, selamat sejahteralah bagi kamu, Allah telah mewajibkan atas diri-Nya sendiri akan memberikan rahmat.'" Kemudian, duduklah kami di sekeliling beliau dan apabila hendak berdiri, beliau pun berdiri dan beliau meninggalkan kami. Kemudian, turunlah firman Allah surah al-Kahf ayat 28:
“Dan sabarkanlah dirimu kepada orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang karena mengharapkan wajah-Nya dan janganlah engkau hindarkan pandangan matamu dari mereka karena mengharapkan perhiasan dunia." (al-Kahf: 28)
Sejak ayat ini turun, kata Khabbab, Rasulullah ﷺ biasa duduk-duduk bersama kami dan apabila telah lelah sampai saatnya beliau akan berdiri, kami sendirilah yang dahulu berdiri dan kami meninggalkan beliau dan sampai beliau berdiri pula.
Sejak ayat-ayat ini turun, jika Rasulullah ﷺ melihat orang-orang yang dipandang rendah oleh kepala-kepala Quraisy itu datang, Rasulullah yang lebih dulu mengucapkan salam kepada mereka. Pernah Rasulullah ﷺ bersabda, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan yang telah menjadikan dalam kalangan umatku orang-orang yang aku diperintahkan Tuhanku memulai mengucapkan salam kepada mereka."
Rasulullah ﷺ merasa sangat bangga karena dalam kalangan umatnya ada orang-orang yang seperti demikian. Kalau bertemu, Rasulullah ﷺ yang wajib terlebih dahulu mengucapkan salam kepada mereka. Dan Rasulullah ﷺ pun kerap kali menyatakan rasa bangganya jika berjumpa dengan Ibnu Ummi Maktum. Beliau berkata, “Segala puji bagi Allah karena dengan perantaraan engkau, hai Ibnu Ummi Maktum, aku telah diberi teguran oleh Tuhanku." (Lihat surah ‘Abasa ayat 1).
Di dalam hadist Shahih Muslim pun tersebut bahwa Abu Sufyan, (yang dulunya memusuhi Islam dan kemudian telah memeluk Islam ketika Rasulullah ﷺ akan menaklukkan Mekah), pada suatu hari datang kepada Salman, Shuhaib, Bilal, dan beberapa orang yang lain. Kemudian, orang-orang itu berkata, “Demi Allah, sayang sekali pedang-pedang Allah tidak mengambil dari musuh-musuh Allah ini pengambilannya yang pantas!"
Dalam majelis itu, kebetulan ada Sayyi-diria Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian, dia menegur mereka dengan berkata, “Mengapa kalian berkata seperti itu terhadap seorang Syekh Quraisy dan pemimpin mereka?"
Setelah itu, Abu Bakar datang kepada Rasulullah ﷺ dan beliau beritakanlah kejadian tersebut kepada Rasulullah ﷺ Kemudian, Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai, Abu Bakar! Apakah sampai engkau membuat mereka jadi marah? Kalau sampai engkau membuat mereka jadi marah, tentulah Allah akan marah pula kepada engkau!" Pergilah Abu Bakar kepada mereka dan bertanya, ‘Apakah kamu marah kepadaku?" Mereka menjawab, “Tidak! Kami tidak marah, moga-moga Allah memberi ampun kepadamu, wahai Abu Bakar saudara kami!"
Kisah dan riwayat ini menyebabkan bertambah bangganya kita menjadi orang Islam. Ingatlah siapa Abu Sufyan, yaitu pemimpin besar Quraisy yang amat disegani, yang memimpin perjuangan Quraisy melawan Rasulullah ﷺ, sampai dia tunduk dan takluk dan telah memeluk Islam. Setelah memeluk Isiam, dia tetap dihormati dan disegani, sedangkan orang yang bertiga ini dalam susunan masyarakat Quraisy, dipandang hina dan lemah. Salman orang Persia (Iran), Shuhaib orang Rumi (Romawi), dan Bilal orang Habsyi (Negro). Ketiganya berasal dari budak. Abu Bakar menegur mereka karena bercakap agak kasar kepada pemuka Quraisy yang besar itu, tetapi Rasulullah telah menegur Abu Bakar, menanyakan apakah orang-orang itu marah mendengar tegurannya. Kalau mereka marah, berarti Allah pun marah kepada Abu Bakar. Kemudian dengan segala kerendahan hati, Abu Bakar datang menjelang mereka dan meminta maaf kalau-kalau mereka berkecil hati karena tegurannya. Akan tetapi, mereka menyatakan bahwa mereka tidak marah dan memanggil Abu Bakar sebagai saudaranya sendiri.
Di sini, kita mendapat kesan yang mendalam bahwa kemuliaan seorang di dalam Islam tidaklah ditentukan oleh keturunannya, tetapi oleh takwanya kepada Allah dan nilai perjuangannya menegakkan Islam. Salinan mengembara dari tanah airnya, dari kota menempuh kota, mencari kebenaran menjadi budak belian, sampai tiba di Madiriah dan menyatakan diri pengikut Rasul. Shuhaib adalah seorang Romawi, hidup di Mekah sebagai pedagang kecil dan setelah Rasulullah pindah ke Madiriah dia pun turut hijrah lalu ditinggalkannya harta benda dan kekayaannya karena berpindah kepada Allah dan Rasul. Bilal menyatakan iman sejak Islam bangkit, sampai disakiti dan dihinakan oleh penghulu yang menguasainya. Sedangkan pada waktu orang-orang itu berjuang membela Rasul dan Islam, Abu Sufyan memimpin kaum Quraisy menentang Islam yang sedang tumbuh. Dia pula yang memimpin segala peperangan Quraisy menantang Rasulullah ﷺ
Allah sendiri yang menjelaskan bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada diri-Nya sendiri akan melimpahkan rahmat kepada orang-orang yang beriman dan mereka itulah yang menjadi sebab turunnya ayat.
Kalau pada zaman modern ini orang menyanyikan tentang hak-hak asasi manusia maka Al-Qur'an telah melukiskan ini. Kalau sampai pada masa kita sekarang ini masih terdapat pertentangan karena warna kulit di Amerika, Afrika Selatan, dan Rhodesia. Namun, sejak 1380 tahun yang lalu, Islam telah mengajarkan persamaan kedudukan di antara manusia dan kemuliaan kedudukan seseorang ditentukan oleh iman dan takwanya dan perjuangannya,
Bekas ajaran ini tinggal dan lekat sampai pada zaman kita sekarang. Perbedaan warna kulit tidak menghambat kemajuan seseorang. Hanya dalam sejarah Islam terdapat budak-budak, hamba sahaya yang mencapai kedudukan tertinggi, hingga menjadi raja karena keadilan dan ke'sanggupannya.
Sehabis mengerjakan shalat Ashar di Bab Dzuraibah di Masjidil Haram di Mekah, setelah selesai mengerjakan Haji (Maret 1968, akhir Dzulhijjah 1387), duduklah saya mengerjakan i'tikaf. Tiba-tiba di hadapan saya duduk itu datanglah beberapa orang saudara seagama Islam yang warna kulitnya hitam. Mungkin mereka datang dari Ghana atau Nigeria. Ada yang masih memakai pakaian ihram. Mereka pun duduk berlingkar kira-kira tiga puluh orang banyaknya dan bersama-sama membaca wirid shalawat dari kitab Dalciilul-Khairat. Tiba-tiba, melintaslah di dekat lingkaran itu seorang berkulit putih. Tampaknya dia tidak kenal seorang pun dari yang sedang berwirid berkulit hitam itu. Namun, setelah mendengar wirid yang dibaca dengan tidak ragu lagi dia pun masuk dalam lingkaran dan sama duduk bersila dan turut membaca dengan suara fasih. Rupanya dia adalah salah seorang Muslim dari Eropa yang telah lama memeluk Islam dan menyukai wirid shalawat dari Dalciilul-Khairat.
Orang-orang hitam yang sedang duduk berlingkar itu melapangkan tempat duduk bagi si kulit putih, walaupun mereka tidak mengerti bahasa masing-masing.
Ayat 55
“Dan demikianlah Kami menjelaskan beberapa ayat supaya mendapat jelaslah ke mana jalan bagi orang-orang yang berbuat kesalahan besar."
Artinya, dengan keterangan pada ayat tersebut, Allah telah menunjukkan jalan bagi orang yang telah pernah berbuat kesalahan yang besar, jalan mana yang semestinya mereka tempuh sehingga kesalahannya itu, betapa pun besarnya, akan diampuni oleh Allah. Lekaslah datang! Kalau pada waktu Rasulullah ﷺ masih hidup, lekaslah datang kepada beliau. Setelah Rasulullah tak ada lagi seperti sekarang ini, lekas cemplungkan diri ke dalam jamaah Islam. Datangi Jum'at dan jamaah, pilih pergaulan yang baik, tinggalkan pergaulan yang membawa sansai, Sebab agama ialah pergaulan. Demikianlah petunjuk Allah, seakan-akan Allah mengembangkan kedua belah tangan-Nya, menerima kedatangan ham-ba-hamba-Nya yang insaf, yang menyesal."Selamat datang, engkau pulang kembali wahai hamba-hamba-Ku. Sejak engkau mengatakan iman, segala kesalahan telah Aku ampuni. Mulailah hidup baru dalam iman dan tegakkanlah mukamu! Jangan berjiwa kecil dan tengadahkanlah muka ke hadapan. Rahmat-Ku selalu ada!"
Setelah itu, sekarang dihadapkan lagi kepada kaum yang musyrik dan kufur itu.
Ayat 56
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah dilaiang menyembah apa yang kamu seru selain … Allah itu."
Niscaya masih kita rasakan betapa eratnya pertalian ayat ini dengan ayat yang sebelumnya. Orang musyrik masih tetap dalam kemusyrikannya.
Mereka masih memuja yang lain dari Allah. Mereka masih bertahan pada perbuatan yang bodoh. Padahal apa yang mereka sembah selain dari Allah itu, tidaklah mengenal apa yang dikatakan rahmat, tidak mengenal pengampunan dosa sebab semuanya itu hanya benda yang dipuja sendiri saja oleh mereka. Laksana bertepuk sebelah tangan! Sebab seluruh yang diberhalakan itu hanya bisa menerima, tidak sanggup memberi! Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa beliau dan segala orang yang telah beriman dilarang oleh Allah menyembah yang lain karena faedahnya tidak ada dan perbuatan yang bodoh adanya. Namun, kalau mereka sendiri yang bertobat kedatangan mereka dapat diterima dalam Islam. Adapun orang Islam, kembali kepada mereka, tidak mungkin. Adakah mungkin setelah mendapat cahaya yang terang akan kembali lagi pada yang gelap? “Katakanlah, ‘Tidaklah aku akan mengikuti kehendak-kehendak kamu."
Atau segala macam hawa nafsu kamu yang hanya timbul dari kebodohan, menyembah benda, atau memuja manusia, sedangkan aku sudah tetap hanya menyembah kepada Allah Yang Satu."Karena sesungguhnya telah sesatlah aku kalau begitu." Yakni kalau aku turuti kehendakmu yang bodoh itu, niscaya aku menjadi orang sesat.
“Dan tidaklah aku daripada orang-orang yang diberi petunjuk."
Dengan sambutan demikian, diinsafkanlah mereka bahwa segala persembahan mereka pada berhala atau pemujaan mereka kepada sesama manusia adalah perbuatan yang sesat belaka. Orang yang telah beriman tida akan suka menukar imannya dengan kufur kembali. Adapun sebab Rasulullah ﷺ berkata dengan wahyu setegas ini karena kaum musyrikin masih ada saja yang mempertahankan perbuatan mereka. Hal itu terjadi karena mereka taklid kepada nenek moyang sehingga pernah mereka menyebut Nabi Muhammad ﷺ seorang yang shabi', artinya telah menyeleweng dari agama nenek moyang. Beliau pun disuruh menunjukkan pendirian yang tegas ini.
Ayat 57
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku adalah di atas ketenangan yang nyata dari Tuhanku."
Artinya, segala pendirian yang telah aku terangkan ini adalah dengan tuntunan keterangan yang nyata dan jelas dari Tuhanku sendiri, Allah yang tidak ada Tuhan melainkan Dia."Tetapi, kamu mendustakannya." Sedangkan segala perbuatan mempersekutukan Allah yang kamu kerjakan itu tidah ada alasannya. Tidah ada satu pun dari berhala itu yang memberikan keterangan kepadamu. Lantaran itu bukanlah kamu yang benar, lalu aku dustakan. Melainkan akulah di pihak yang benar dan kamulah yang telah mendustakannya. Maka, karena mendustakan kebenaran Allah yang telah aku sampaikan itu, sampai kamu menentang lalu kamu minta supaya didatangkan sekarang juga adzab Allah itu kalau memang kamu ini di pihak yang salah."Tidaklah ada padaku apa yang kamu harapkan cepat itu." Kamu minta kepadaku supaya adzab segera didatangkan, padahal aku sendiri tidak mempunyai kekuasaan mendatangkan adzab itu dengan segera, sebab aku hanyalah utusan Allah, bukan Allah! “Karena tidaklah ada hukum melainkan bagi Allah." Aku sendiri tidah berkuasa sama sekali menjatuhkan hukum, hanyalah Allah."Dialah yang akan menerangkan kebenaran dan Dialah yang sebaik-baik pemutus." Dialah yang akan menerangkan yang sebenarnya, baik janji maupun ancaman, dan Dia pula yang akan mendatangkan keputusan dengan adil. Jika fajar kebenaran dari Allah itu telah memancar, kegelapan paham kamu yang sesat itu sudah pasti sirna.
Bagaimana Allah menjatuhkan keputusan-Nya? Apakah dengan mendatangkan adzab atau dengan menghilangkan pengaruh kamu dengan cepat, walaupun kamu masih bersitegang urat leher mempertahankannya? Terserahlah itu kepada Allah. Dialah yang lebih bijaksana dan lebih tepat apa yang Dia putuskan dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat membendung kekuatan Allah itu.
Ayat 58
“Katakanlah, ‘Jika adalah di sisiku apa yang kamu harapkan cepat itu, niscaya berlakulah perkara di antara aku dan di antara kamu.'"
Artinya, sekiranya Allah menganugerahkan kepadaku suatu kekuasaan sehingga aku dapat bertindak sendiri dengan izin Allah mempercepat apa yang kamu minta itu, seumpama pernah kamu meminta diturunkan hujan batu, adzab dari langit, ataupun adzab yang lai. (Lihat surah al-A'raaf ayat 32). Kalau aku dibolehkan Allah dengan mukjizat berbuat demikian, niscaya segera bereslah urusan kita, niscaya aku binasakan segera mana yang zalim di antara kamu, yang selama ini telah menghalang-halangi dakwah dan tabligh yang aku sampaikan, padahal maksudku jujur kepada kamu, dan tentu akan menanglah orang-orang yang iman kepada seruan yang aku bawa.
“Sedangkan Allah itu lebih mengetahui siapa-siapa orang yang zalim."
Dengan ujung penutup ayat ini, kembali Rasul menjelaskan bahwa Allah-lah yang lebih tahu siapa-siapa orang yang zalim, yang aniaya. Oleh sebab itu, pada kebijaksanaan Allah jualah diserahkan pasal mengadzab atau menghukum. Adapun Rasul, walaupun misalnya dia diberi mukjizat oleh Allah sehingga dapat mendatangkan hukum kepada mereka dengan cepat, mengaku juga di, bahwa dia tidaklah sepintar Allah di dalam mengetahui siapa yang benar-benar pantas dihukum karena zalimnya.
Dengan susun-susun wahyu yang demikian, tampaklah betapa perbedaan perlakuan Allah kepada umat nabi akhir zaman ini dan betapa pula kebijaksanaan yang diberikan Allah kepada beliau di dalam menghadapi keingkaran kaumnya. Meskipun dengan begitu kasar mereka membantah lagi menentang pula, meminta turunkan adzab sekarang juga, beliau masih saja memberikan jawaban yang berisi pimpinan dan masuk di akal. Segala sesuatu selalu dipulangkan beliau kepada Allah. Beliau menyatakan pula bahwa bukanlah tidak mungkin Allah menurunkan mukjizat kepada beliau untuk menghancurkan mereka, tetapi seperti yang berulang-ulang beliau katakan, beliau bukan Tuhan, melainkan seorang manusia yang diberi wahyu dan disuruh menyampaikan. Niscaya kebijaksanaan Allah jualah yang lebih benar.
…kamu minta supaya didatangkan sekarang juga adzab Allah itu kalau memang kamu ini di pihak yang salah."Tidaklah ada padaku apa yang kamu harapkan cepat itu." Kamu minta kepadaku supaya adzab segera didatangkan, padahal aku sendiri tidak mempunyai kekuasaan mendatangkan adzab itu dengan segera, sebab aku hanyalah utusan Allah, bukan Allah! “Karena tidaklah ada hukum melainkan bagi Allah." Aku sendiri tidah berkuasa sama sekali menjatuhkan hukum, hanyalah Allah."Dialah yang akan menerangkan kebenaran dan Dialah yang sebaik-baik pemutus." Dialah yang akan menerangkan yang sebenarnya, baik janji maupun ancaman, dan Dia pula yang akan mendatangkan keputusan dengan adil. Jika fajar kebenaran dari Allah itu telah memancar, kegelapan paham kamu yang sesat itu sudah pasti sirna.
Bagaimana Allah menjatuhkan keputusan-Nya? Apakah dengan mendatangkan adzab atau dengan menghilangkan pengaruh kamu dengan cepat, walaupun kamu masih bersitegang urat leher mempertahankannya? Terserahlah itu kepada Allah. Dialah yang lebih bijaksana dan lebih tepat apa yang Dia putuskan dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat membendung kekuatan Allah itu.
Ayat 58
“Katakanlah, ‘Jika adalah di sisiku apa yang kamu harapkan cepat itu, niscaya berlakulah perkara di antara aku dan di antara kamu.'"
Artinya, sekiranya Allah menganugerahkan kepadaku suatu kekuasaan sehingga aku dapat bertindak sendiri dengan izin Allah mempercepat apa yang kamu minta itu, seumpama pernah kamu meminta diturunkan hujan batu, adzab dari langit, ataupun adzab yang lai. (Lihat surah al-A'raaf ayat 32). Kalau aku dibolehkan Allah dengan mukjizat berbuat demikian, niscaya segera bereslah urusan kita, niscaya aku binasakan segera mana yang zalim di antara kamu, yang selama ini telah menghalang-halangi dakwah dan tabligh yang aku sampaikan, padahal maksudku jujur kepada kamu, dan tentu akan menanglah orang-orang yang iman kepada seruan yang aku bawa.
“Sedangkan Allah itu lebih mengetahui siapa-siapa orang yang zalim."
(ujung ayat 58)