Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَوۡلَآ
maka mengapa tidak
إِذۡ
ketika
جَآءَهُم
datang kepada mereka
بَأۡسُنَا
siksaan Kami
تَضَرَّعُواْ
mereka menundukan hati
وَلَٰكِن
akan tetapi
قَسَتۡ
menjadi keras
قُلُوبُهُمۡ
hati mereka
وَزَيَّنَ
dan menampakan bagus
لَهُمُ
kepada mereka
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
مَا
apa
كَانُواْ
mereka adalah
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
فَلَوۡلَآ
maka mengapa tidak
إِذۡ
ketika
جَآءَهُم
datang kepada mereka
بَأۡسُنَا
siksaan Kami
تَضَرَّعُواْ
mereka menundukan hati
وَلَٰكِن
akan tetapi
قَسَتۡ
menjadi keras
قُلُوبُهُمۡ
hati mereka
وَزَيَّنَ
dan menampakan bagus
لَهُمُ
kepada mereka
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
مَا
apa
كَانُواْ
mereka adalah
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan
Akan tetapi, mengapa mereka tidak tunduk merendahkan diri (kepada Allah) ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.
Tafsir
(Maka mengapa tidak) kenapa tidak (tatkala datang siksaan Kami kepada mereka) azab Kami (memohon kepada Allah dengan menundukkan diri) artinya mereka tidak mau melakukan hal itu, padahal yang mengharuskan mereka berbuat demikian sudah ada (bahkan hati mereka telah menjadi keras) oleh karenanya tidak mau tunduk kepada keimanan (dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan) yaitu perbuatan-perbuatan maksiat sehingga mereka terus menetapinya.
Tafsir Surat Al-An'am: 40-45
Katakanlah (Muhammad), "Terangkanlah kepadaku jika datang azab Allah kepadamu atau datang hari kiamat kepadamu, apakah kalian menyeru (tuhan) selain Allah jika kalian orang-orang yang benar."
(Tidak), tetapi hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan. Jika Dia menghendaki, maka Dia menghilangkan bahaya yang kalian mohonkan kepada-Nya (supaya dihilangkan), dan kalian tinggalkan sembahan-sembahan yang kalian sekutukan (dengan Allah).
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, (tetapi mereka membangkang), kemudian Kami azab mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Akan tetapi, mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang azab Kami kepada mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu juga mereka terdiam berputus asa.
Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Ayat 40
Allah ﷻ menceritakan bahwa Dialah Yang Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki terhadap makhluk-Nya menurut apa yang Dia sukai. Tidak ada yang bisa mengubah hukum Allah terhadap makhluk-Nya, dan tidak ada yang mampu mengubah ketentuan-Nya. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki sekutu. Jika Dia menghendaki, Dia akan mengabulkan permohonan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku jika datang azab Allah kepadamu atau datang hari kiamat kepadamu’.”(Al-An'am: 40)
Yakni datang kepada kalian yang ini atau yang itu.
“Apakah kalian menyeru (tuhan) selain Allah?” (Al-An'am: 40)
Artinya janganlah kalian menyeru selain kepada Allah, karena kalian mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menghilangkan hal itu selain Dia sendiri. Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan:
“Jika memang kalian orang-orang yang benar.” (Al-An'am: 40) Yaitu kalian termasuk golongan orang-orang yang benar jika kalian menyeru Allah sebagai Tuhan.
Ayat 41
“(Tidak), tetapi hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan. Jika Dia menghendaki, maka Dia menghilangkan bahaya yang kalian mohonkan kepada-Nya (supaya dihilangkan), dan kalian tinggalkan sembahan-sembahan yang kalian sekutukan (dengan Allah).” (Al-An'am: 41)
Maksudnya, saat berada dalam keadaan bahaya kalian hanya memohon pertolongan Allah, dan lenyaplah dari pikiran kalian berhala-berhala dan sembahan-sembahan kalian. Ayat ini semakna dengan firman Allah ﷻ:
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia.” (Al-Isra: 67), hingga akhir ayat.
Ayat 42
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami azab mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan” (Al-An'am: 42)
Yakni kemiskinan, kesempitan dalam hidup, penyakit dan hal-hal yang menyakitkan.
“Supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (Al-An'am: 42)
Maknanya adalah mintalah kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya dengan penuh rasa khusyuk.
Ayat 43
Allah ﷻ berfirman: “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang azab Kami kepada mereka.” (Al-An'am: 43)
Artinya, mengapa manakala Kami uji mereka dengan hal tersebut, mereka tidak memohon kepada Kami dengan tunduk merendahkan diri dan mendekatkan diri kepada Kami?
“Bahkan hati mereka telah menjadi keras.” (Al-An'am: 43)
Yakni hatinya keras membangkang dan tidak dapat khusyuk.
“Dan setan pun menampakkan kepada mereka (seolah-olah) baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al-An'am: 43)
Yaitu kemusyrikan, keingkaran, dan perbuatan-perbuatan maksiat.
Ayat 44
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka.” (Al-An'am: 44)
Maksudnya mereka berpaling dari peringatan itu dan melupakannya serta mengabaikannya, sehingga peringatan itu menjadi terlupakan oleh mereka.
“Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka.” (Al-An'am: 44)
Yakni Kami bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah buat mereka dan sebagai pemenuhan terhadap apa yang mereka inginkan. Kami berlindung kepada Allah dari tipu muslihat-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka.” (Al-An'am: 44)
Yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang banyak, dan rezeki melimpah ruah.
“Kami azab mereka secara tiba-tiba.” (Al-An'am: 44)
Yaitu di saat mereka sedang lalai.
“Maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (Al-An'am: 44)
Artinya putus harapan dari semua kebaikan Allah.
Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa “al-mublis” artinya orang yang putus asa. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Barang siapa yang diberi keluasan oleh Allah. lalu ia tidak memandang bahwa hal itu merupakan ujian baginya, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan. Dan barang siapa yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak memandang bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan." Kemudian Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya:
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu juga mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Kaum itu telah tertipu. Demi Tuhan Ka'bah, mereka diberi kemakmuran, kemudian diazab.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Qatadah mengatakan: “Azab yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba merupakan urusan Allah. Dan Allah tidak akan menyiksa suatu kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta sedang tenggelam di dalam kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian terpedaya oleh ujian yang diberikan Allah, karena sesungguhnya hanya orang fasik (durhaka)lah yang terperangkap dalam tipu daya Allah.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka.” (Al-An'am: 44)
Bahwa makna yang dimaksud ialah kemakmuran dan kesenangan duniawi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin (Ibnu Sa'd alias Abul Hajjaj Al-Muhri), dari Harmalah ibnu Imran At-Tajibi, dari Uqbah ibnu Muslim, dari Uqbah ibnu Amir, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Apabila kamu lihat Allah memberikan kesenangan dunia kepada seorang hamba yang suka berbuat maksiat terhadap-Nya sesuka hatinya, maka sesungguhnya hal itu adalah istidraj (membinasakannya secara perlahan-lahan). Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya:
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Harmalah dan Ibnu Luhai'ah, dari Uqbah ibnu Muslim, dari Uqbah ibnu Amir dengan lafal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Irak ibnu Khalid ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Ubadah ibnu Samit, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Apabila Allah menghendaki keberlangsungan atau kemakmuran pada suatu kaum, maka Dia memberi mereka rezeki (kekayaan) dan memelihara martabat (kehormatan) mereka. Tetapi, apabila Dia menghendaki perpecahan suatu kaum, maka Dia membukakan untuk mereka pintu khianat.
“Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Ayat 45
Kemudian Allah ﷻ melanjutkan dalam firman: “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An'am: 45)
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan lain-lainnya.
Setelah ditawarkan kesempatan untuk terhindar dari siksa dengan syarat mereka harus bertobat, para pendurhaka itu enggan melakukannya, maka muncul keheranan yaitu mengapa mereka tidak memohon kepada Allah dengan kerendahan hati ketika siksaan Kami (Allah) datang menimpa mereka' Jawabannya adalah memang mereka tidak bermohon, karena kedurhakaan mereka sudah sedemikian parah. Bahkan hati mereka telah menjadi keras sehingga sulit untuk menerima petunjuk dan setan pun merayu dan mengelabui mereka dengan menjadikan terasa indah bagi mereka apa, yakni dosa-dosa dan kedurhakaan, yang selalu mereka kerjakan. Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, atas respons mereka tersebut Kami pun membukakan semua pintu kesenangan duniawi untuk mereka dan mereka pun lalu bersikap sombong, merasa tidak butuh pihak lain, termasuk kepada Tuhan. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba sehingga tidak ada lagi kesempatan bagi mereka untuk bertobat, maka ketika itu mereka terdiam tidak berkutik karena diliputi penyesalan dan putus asa.
Sebenarnya yang paling baik bagi umat-umat terdahulu ialah mengikuti seruan para pasul yang diutus Allah kepada mereka, tunduk dan patuh kepada Allah ketika datang azab, malapetaka atau penderitaan yang ditimpakan itu, agar Allah mengampuni dosa-dosa mereka serta memberikan nikmat dan rahmat kepada mereka.
Tetapi hati mereka telah sesat dan terkunci mati, tidak dapat lagi menerima peringatan dan pelajaran apa pun yang disampaikan kepada mereka. Setan menanamkan ke dalam hati dan pikiran mereka rasa senang dan gembira mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa dan syirik, serta mendorong mereka agar selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 42
“Dan sesungguhnya telah Kami utus kepada umat-umat yang sebelum engkau."
Pada pangkal ayat ini Allah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad bahwa apa yang terjadi kepada dirinya sekarang ini telah terjadi pula kepada nabi-nabi yang telah diutus Allah sebelum dia. Allah mengirimkan utusan, nabi-nabi-Nya, dan rasul-rasul-Nya kepada umat-umat terdahulu. Namun, kedatangan rasul-rasul kepada umat-umat yang telah dahulu itu sama juga dengan penderitaan Nabi Muhammad ﷺ sekarang. Pada umumnya dan mulanya tidak lekas diterima bahkan didustakan dan ditolak."Maka telah Kami timpakan kepada mereka dengan ke-sengsaraan dan kemelaratan." Mereka dur-hakai utusan-utusan Allah itu, lalu Allah menimpakan sengsara kepada mereka. Ahli tafsir mengatakan kesengsaraan itu ialah karena bumi tidak memberikan hasil tani yang dapat memberi makan mereka. Seumpama pada musim hujan banjir yang datang sehingga tanaman rusak sebelum diambil hasilnya. Atau pada musim panas, datang kemarau yang panjang sehingga tanah tidak dapat ditanami. Kemelaratan ialah datangnya berbagai penyakit menimpa diri sehingga banyak yang mati dan harta benda pun bertambah habis, punah.
Menurut tafsiran dari tabi'in Said bin Ju-bair, “Kesengsaraan ialah karena hati tidak merasa tenteram dan aman karena tidak bebas menyatakan pikiran karena takut akan kezaliman pemerintah yang berkuasa (sultan). Kemelaratan ialah timbulnya kemiskinan dan kekurangan sandang dan pangan, harga keperluan sehari-hari tidak terbeli lagi, bertambah lama bertambah naik harganya sehingga ada orang yang mati kelaparan." Pada ujung ayat diterangkan hikmah bencana yang ditimpakan Allah itu, yaitu,
“Supaya mereka merendahkan diri."
Dari sebab percobaan yangdemikian, sengsara dan melarat sudah sepatutnyalah mereka merendahkan diri, menundukkan kepala, taat dan kembali kepada Allah, dan mau menerima petunjuk yang diberikan oleh utusan-utusan Allah. Sebab, segala sengsara dan melarat itu hanya bisa diatasi dan diselesaikan apabila orang kembali kepada Allah. Artinya kembali pada hukum dan peraturan-Nya. Sebab, jika
Kami timpakan kepada mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka merendahkan diri.
(43) Mengapalah, tatkala telah datang kepada mereka bencana dan Kami, tidak mereka merendahkan diri. Akan tetapi, keraslah hati mereka dan disanjung-sanjungkan oleh setan kepada mereka segala yang telah mereka kerjakan itu.
(44) Maka tatkala mereka telah lupa apa yang telah diperingatkan kepada mereka, Kami bu-kakanlah untuk mereka pintu-pintu dari tiap-tiap sesuatu. Sehingga apabila mereka telah bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka itu, kami siksalah mereka dengan seko-nyong-konyong. Tiba-tiba, mereka pun merasa kecewa.
(45) Lalu dipotong habislah bibit-bibit kaum yang zalim. Dan sekalian puji-pujian adalah untuk Allah, Tuhan sarwa sekalian alam.
MABUK KARENA NIKMAT
Ayat 42
“Dan sesungguhnya telah Kami utus kepada umat-umat yang sebelum engkau."
Pada pangkal ayat ini Allah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad bahwa apa yang terjadi kepada dirinya sekarang ini telah terjadi pula kepada nabi-nabi yang telah diutus Allah sebelum dia. Allah mengirimkan utusan, nabi-nabi-Nya, dan rasul-rasul-Nya kepada umat-umat terdahulu. Namun, kedatangan rasul-rasul kepada umat-umat yang telah dahulu itu sama juga dengan penderitaan Nabi Muhammad ﷺ sekarang. Pada umumnya dan mulanya tidak lekas diterima bahkan didustakan dan ditolak."Maka telah Kami timpakan kepada mereka dengan ke-sengsaraan dan kemelaratan." Mereka dur-hakai utusan-utusan Allah itu, lalu Allah menimpakan sengsara kepada mereka. Ahli tafsir mengatakan kesengsaraan itu ialah karena bumi tidak memberikan hasil tani yang dapat memberi makan mereka. Seumpama pada musim hujan banjir yang datang sehingga tanaman rusak sebelum diambil hasilnya. Atau pada musim panas, datang kemarau yang panjang sehingga tanah tidak dapat ditanami. Kemelaratan ialah datangnya berbagai penyakit menimpa diri sehingga banyak yang mati dan harta benda pun bertambah habis, punah.
Menurut tafsiran dari tabi'in Said bin Ju-bair, “Kesengsaraan ialah karena hati tidak merasa tenteram dan aman karena tidak bebas menyatakan pikiran karena takut akan kezaliman pemerintah yang berkuasa (sultan). Kemelaratan ialah timbulnya kemiskinan dan kekurangan sandang dan pangan, harga keperluan sehari-hari tidak terbeli lagi, bertambah lama bertambah naik harganya sehingga ada orang yang mati kelaparan." Pada ujung ayat diterangkan hikmah bencana yang ditimpakan Allah itu, yaitu,
“Supaya mereka merendahkan diri."
Dari sebab percobaan yangdemikian, sengsara dan melarat sudah sepatutnyalah mereka merendahkan diri, menundukkan kepala, taat dan kembali kepada Allah, dan mau menerima petunjuk yang diberikan oleh utusan-utusan Allah. Sebab, segala sengsara dan melarat itu hanya bisa diatasi dan diselesaikan apabila orang kembali kepada Allah. Artinya kembali pada hukum dan peraturan-Nya. Sebab, jika sengsara datang menimpa dan kemelaratan telah merata, tidak ada yang akan sanggup menghindarkannya melainkan Allah sendiri (lihat kembali ayat 17 di atas).
Maka berfirmanlah Allah pada ayat selanjutnya:
Ayat 43
“Mengapalah, tatkala telah datang kepada mereka bencana dari Kami itu, tidak mereka menendahkan diri."
“Falaula", mengapa mereka sampai hati demikian. Atau, sayang sekali mereka tidak segera insaf akan diri setelah bencana datang, kesengsaraan, dan kemelaratan menimpa. Bukan mereka tunduk dan insaf melainkan bertambah kafir, bertambah mendustakan rasul-rasul Allah. Tidak mereka bertambah tunduk dan sadar akan kesalahan karena menolak kebenaran dan membelakangi Allah, malah bertambah keras kepala.
“Akan tetapi, keraslah hati mereka dan disanjung -sanjungkan oleh setan kepada mereka segala yang telah mereka kerjakan itu."
Mereka berkeras hati, mereka tidak mau percaya bahwasanya berbagai macam, aneka-warna malapetaka yang menimpa mereka itu bukanlah karena takdir Allah. Kemudian, datangsetan memperdayakan, baiksetan halus maupun setan kasar yang terdiri dari manusia sendiri yang membisikkan dan menyanjung mengatakan bahwa langkah yang ditempuh ini bukanlah salah, melainkan langkah yang benar. Kalau kita merendahkan diri dan tunduk pada setah merupakan tanda bahwa kita mengaku lemah. Kalau kita mengaku lemah, niscaya wibawa kita hilang dan orang tidak takut lagi kepada kita. Oleh karena itu, demikian sanjungan setan, hendaklah ini diteruskan, pantang mundur. Onward no retreat, maju terus pantang mundur!
Dan mereka pun jalan terus! jalan terus sebab setan sebagai adfisu selalu membisikkan supaya jalan terus.
Ayat 44
“Maka tatkala mereka telah lupa apa yang telah diperingatkan kepada mereka."
Mereka jalan terus dan keadaan pun berjalan terus, gelombang demi gelombang. Peringatan-peringatan yang datang beruntun dari Allah, baik yang bersifat kesengsaraan maupun yang bersifat kemelaratan, kian lama kian mereka lupakan. Kalau ada yang mati lantaran sengsara maka yang mati itu hanya orang kecil. Kalau ada yang melarat hanyalah orang kampung. Adapun pihak penguasa tidak pernah merasakan kesengsaraan dan kemelaratan itu. Karena rayuan setan yang demikian, mereka bertambah maju terus pantang mundur. Dalam saat mereka telah lupa segala-galanya itu."Kami bukakanlah untuk mereka pintu-pintu dari tiap-tiap sesuatu." Artinya, Kami buka kesempatan sebab apa yang kamu kehendaki akan dapat. Rezeki datang laksana tercurahnya air hujan, bumi terhampar di hadapan kakimu, tidak ada makhluk yang akan dapat menghalangi. Sampai lantaran pintu dibuka Allah lebar-lebar, setengah dari manusia tadi timbul sombong dan merasa diri telah serupa dengan Tuhan atau dewa. Dipuja, disanjung, dipuji setinggi langit, lupa segala-galanya."Aku sekarang ini Aku! Siapa yang akan dapat menghalangi jalanku!" Bahkan ada yang berkata, “Allah itu sendiri berpihak kepadaku!" Berkali-kali orang mencoba hendak menganiayaku, tetapi selalu gagal sebab Allah ada bersama aku!"
Perjalanan seperti demikian, pasti berujung. Sebab demikianlah sunatullah! Cuma soal waktu belaka. Karena manusia gelisah menunggu terasa lambat temponya akan jatuh itu. Namun, setelah ketentuan Allah berlaku kelak, kejadian itu hanya bagai satu goresan kecil saja dalam sejarah. Maka berkata Allah selanjutnya, “Sehingga apabila mereka telah bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka itu, Kami siksalah mereka dengan sekonyong-konyong."
Sedang mereka bergembira dengan kesempatan-kesempatan yang teiah dibukakan Allah pintunya dengan seluas-luasnya, tampak mereka lupa daratan, datanglah siksaan Allah dengan sekonyong-konyong. Arti sekonyong-konyong ialah tiba-tiba. Tidak mereka ketahui dari mana akan datangnya. Benteng apa pun yang mereka bina untuk mempertahankan diri, tidaklah dapat menahan adzab Allah yang datang dengan tiba-tiba dan sekonyong-konyong itu.
“Tiba-tiba mereka pun merasa kecewa."
Mublisun boleh diartikan kecewa, putus harapan, tidak mendapat jalan keluar lagi. Ber-tambah diatur siasat hendak membebaskan diri dari siksaan yang sekonyong-konyong itu, bertambah terikatlah leher oleh adzab yang baru, bertambah bergerak, bertambah terkejut sehingga putus asalah sama sekali dari kelepasan.
Menurut riwayat dari Ibnu Katsir di dalam tafsirnya Ruhul Bayaan bahwa Imam Hasan al-Bishri ketika menafsirkan ayat 43 dan 44 ini:
“Sayang! Allah membukakan pintu kepadanya lebar-lebar, tetapi dia tidak mau tahu bahwa dengan demikian Allah sedang memerhatikan sikapnya. Dan sekali waktu Allah telah menimpakan kesengsaraan dan kemelaratan kepadanya, tetapi dia tidak juga mengerti bahwa sikapnya sedang ditilik oleh Allah!" Kemudian, setelah membaca ayat 44 sampai selesai, Hasan al-Bishri menafsirkannya kembali dengan keluhan, “Demi Allah! Allah telah memercayakan mereka, tetapi mereka tidak juga mau insaf. Apa saja yang mereka minta telah diberikan, tetapi kemudian diambil dengan sekonyong-konyong!"
Qatadah telah menafsirkan pula, “Kaum itu telah menentang kehendak Allah dan Allah tidaklah segera*mencabut nikmat-Nya, tetapi
pada waktu mereka telah sangat mabuk oleh nikmat itu. Bahkan nikmat itu telah menipu mereka. Wahai saudara, janganlah kamu tertipu pula. Karena, tidak ada yang tertipu kecuali orang yang fasik jua."
Dirawikan oleh Imam Ahmad dari sahabat Rasulullah ﷺ, ‘Uqbah bin Amir, Rasulullah ﷺ pernah membaca ayat 44 ini lalu bersabda:
“Apabila engkau lihat Allah memberikan sebagian keduniaan kepada hamba-Nya, apa saja yang diingininya dengan serba-serbi kemaksiatannya maka pemberian yang demikian adalah istidraj." (HR Imam Ahmad)
Istidral artinya dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Diperlakukan apa yang dia kehendaki, dibukakan segala pintu, dan yang bersangkutan sampai lupa diri, tidak ingat lagi bahwa sesudah panas pasti hujan, sesudah lautan tenang, gelombang mesti datang, lalu diperturutkan berbuat berbagai maksiat dengan hawa nafsu yang tidak terkekang. Akhirnya, diri sesat jauh sekali dan siksaan datang sekonyong-konyong.
Ayat 45
“Lalu dipotong habislah bibit-bibit kaum yang zalim."
Artinya, habis binasalah kaum yang durhaka itu karena menganiaya diri mereka sendiri karena tidak mau menuruti petunjuk utusan-utusan Allah karena memperturutkan hawa nafsu. Bukan saja mereka yang habis, bahkan dipotong sampai pada bibit-bibitnya, sampai pada urat dan akarnya.
“Dan sekalian puji-pujian adalah untuk Allah, Tuhan sarwa sekalian alam."
(ujung ayat 45)