Ayat
Terjemahan Per Kata
بَلۡ
bahkan/tetapi
إِيَّاهُ
hanya kepada Dia
تَدۡعُونَ
kamu menyeru
فَيَكۡشِفُ
maka Dia menghilangkan
مَا
apa(bahaya)
تَدۡعُونَ
kamu menyeru
إِلَيۡهِ
kepadanya
إِن
jika
شَآءَ
Dia menghendaki
وَتَنسَوۡنَ
dan kalian melupakan
مَا
apa
تُشۡرِكُونَ
kamu sekutukan
بَلۡ
bahkan/tetapi
إِيَّاهُ
hanya kepada Dia
تَدۡعُونَ
kamu menyeru
فَيَكۡشِفُ
maka Dia menghilangkan
مَا
apa(bahaya)
تَدۡعُونَ
kamu menyeru
إِلَيۡهِ
kepadanya
إِن
jika
شَآءَ
Dia menghendaki
وَتَنسَوۡنَ
dan kalian melupakan
مَا
apa
تُشۡرِكُونَ
kamu sekutukan
Terjemahan
Tidak! Hanya kepada-Nya kamu menyeru. Maka, jika Dia menghendaki, Dia hilangkan apa (bahaya dan siksa) yang (karenanya) kamu memohon kepada-Nya, dan (karena dahsyatnya keadaan) kamu tinggalkan apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).
Tafsir
(Bahkan hanya kepada-Nyalah) tidak ada lain (kamu berseru) memohon pertolongan-Nya di masa kalian tertimpa kesulitan (maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya) Ia akan menyingkirkan mara bahaya dari dirimu dan juga lain-lainnya (jika Dia menghendaki) niscaya Ia melenyapkannya (dan kamu melupakan) kamu meninggalkan (apa-apa yang kamu sekutukan) dengan Allah yaitu berupa sesembahan-sesembahan lain-Nya, maka dari itu janganlah kamu berseru kepadanya.
Tafsir Surat Al-An'am: 40-45
Katakanlah (Muhammad), "Terangkanlah kepadaku jika datang azab Allah kepadamu atau datang hari kiamat kepadamu, apakah kalian menyeru (tuhan) selain Allah jika kalian orang-orang yang benar."
(Tidak), tetapi hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan. Jika Dia menghendaki, maka Dia menghilangkan bahaya yang kalian mohonkan kepada-Nya (supaya dihilangkan), dan kalian tinggalkan sembahan-sembahan yang kalian sekutukan (dengan Allah).
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, (tetapi mereka membangkang), kemudian Kami azab mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Akan tetapi, mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang azab Kami kepada mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu juga mereka terdiam berputus asa.
Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Ayat 40
Allah ﷻ menceritakan bahwa Dialah Yang Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki terhadap makhluk-Nya menurut apa yang Dia sukai. Tidak ada yang bisa mengubah hukum Allah terhadap makhluk-Nya, dan tidak ada yang mampu mengubah ketentuan-Nya. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki sekutu. Jika Dia menghendaki, Dia akan mengabulkan permohonan. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku jika datang azab Allah kepadamu atau datang hari kiamat kepadamu’.”(Al-An'am: 40)
Yakni datang kepada kalian yang ini atau yang itu.
“Apakah kalian menyeru (tuhan) selain Allah?” (Al-An'am: 40)
Artinya janganlah kalian menyeru selain kepada Allah, karena kalian mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menghilangkan hal itu selain Dia sendiri. Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan:
“Jika memang kalian orang-orang yang benar.” (Al-An'am: 40) Yaitu kalian termasuk golongan orang-orang yang benar jika kalian menyeru Allah sebagai Tuhan.
Ayat 41
“(Tidak), tetapi hanya kepada-Nya kalian meminta pertolongan. Jika Dia menghendaki, maka Dia menghilangkan bahaya yang kalian mohonkan kepada-Nya (supaya dihilangkan), dan kalian tinggalkan sembahan-sembahan yang kalian sekutukan (dengan Allah).” (Al-An'am: 41)
Maksudnya, saat berada dalam keadaan bahaya kalian hanya memohon pertolongan Allah, dan lenyaplah dari pikiran kalian berhala-berhala dan sembahan-sembahan kalian. Ayat ini semakna dengan firman Allah ﷻ:
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia.” (Al-Isra: 67), hingga akhir ayat.
Ayat 42
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami azab mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan” (Al-An'am: 42)
Yakni kemiskinan, kesempitan dalam hidup, penyakit dan hal-hal yang menyakitkan.
“Supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (Al-An'am: 42)
Maknanya adalah mintalah kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya dengan penuh rasa khusyuk.
Ayat 43
Allah ﷻ berfirman: “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang azab Kami kepada mereka.” (Al-An'am: 43)
Artinya, mengapa manakala Kami uji mereka dengan hal tersebut, mereka tidak memohon kepada Kami dengan tunduk merendahkan diri dan mendekatkan diri kepada Kami?
“Bahkan hati mereka telah menjadi keras.” (Al-An'am: 43)
Yakni hatinya keras membangkang dan tidak dapat khusyuk.
“Dan setan pun menampakkan kepada mereka (seolah-olah) baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al-An'am: 43)
Yaitu kemusyrikan, keingkaran, dan perbuatan-perbuatan maksiat.
Ayat 44
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka.” (Al-An'am: 44)
Maksudnya mereka berpaling dari peringatan itu dan melupakannya serta mengabaikannya, sehingga peringatan itu menjadi terlupakan oleh mereka.
“Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka.” (Al-An'am: 44)
Yakni Kami bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah buat mereka dan sebagai pemenuhan terhadap apa yang mereka inginkan. Kami berlindung kepada Allah dari tipu muslihat-Nya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka.” (Al-An'am: 44)
Yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang banyak, dan rezeki melimpah ruah.
“Kami azab mereka secara tiba-tiba.” (Al-An'am: 44)
Yaitu di saat mereka sedang lalai.
“Maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (Al-An'am: 44)
Artinya putus harapan dari semua kebaikan Allah.
Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa “al-mublis” artinya orang yang putus asa. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Barang siapa yang diberi keluasan oleh Allah. lalu ia tidak memandang bahwa hal itu merupakan ujian baginya, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan. Dan barang siapa yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak memandang bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia adalah orang yang tidak mempunyai pandangan." Kemudian Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya:
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu juga mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Kaum itu telah tertipu. Demi Tuhan Ka'bah, mereka diberi kemakmuran, kemudian diazab.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Qatadah mengatakan: “Azab yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba merupakan urusan Allah. Dan Allah tidak akan menyiksa suatu kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta sedang tenggelam di dalam kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian terpedaya oleh ujian yang diberikan Allah, karena sesungguhnya hanya orang fasik (durhaka)lah yang terperangkap dalam tipu daya Allah.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka.” (Al-An'am: 44)
Bahwa makna yang dimaksud ialah kemakmuran dan kesenangan duniawi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin (Ibnu Sa'd alias Abul Hajjaj Al-Muhri), dari Harmalah ibnu Imran At-Tajibi, dari Uqbah ibnu Muslim, dari Uqbah ibnu Amir, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Apabila kamu lihat Allah memberikan kesenangan dunia kepada seorang hamba yang suka berbuat maksiat terhadap-Nya sesuka hatinya, maka sesungguhnya hal itu adalah istidraj (membinasakannya secara perlahan-lahan). Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya:
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Harmalah dan Ibnu Luhai'ah, dari Uqbah ibnu Muslim, dari Uqbah ibnu Amir dengan lafal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Irak ibnu Khalid ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Ubadah ibnu Samit, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Apabila Allah menghendaki keberlangsungan atau kemakmuran pada suatu kaum, maka Dia memberi mereka rezeki (kekayaan) dan memelihara martabat (kehormatan) mereka. Tetapi, apabila Dia menghendaki perpecahan suatu kaum, maka Dia membukakan untuk mereka pintu khianat.
“Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami azab mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An'am: 44)
Ayat 45
Kemudian Allah ﷻ melanjutkan dalam firman: “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An'am: 45)
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan lain-lainnya.
Tidak mungkin kamu menyeru tuhan-tuhan itu, tetapi hanya kepada-Nya kamu menyeru untuk meminta pertolongan. Maka jika Dia menghendaki, Dia akan dengan mudah menghilangkan apa, yakni bahaya, yang kamu mohonkan kepada-Nya, dan pada hari kiamat pasti akan kamu tinggalkan apa yang kamu persekutukan dengan Allah saat di dunia, karena saat itu tidak ada satu pun makhluk yang dapat mengingkari kuasa Allah (Lihat: Surah al-Fa'tihah/1: 4). Ayat ini mengabarkan bahwa ketentuan tersebut berlaku juga atas umat sebelumnya. Dan sungguh, Kami telah mengutus para rasul kepada umat-umat sebelum engkau, wahai Nabi Muhammad, tetapi mereka durhaka, maka kemudian Kami siksa mereka dengan menimpakan kemelaratan dan kesengsaraan, agar mereka memohon kepada Allah sambil mengakui kesalahan dan dengan sikap kerendahan hati, semoga kiranya Allah menerima tobat mereka sehingga dapat terhindar dari siksa Allah.
Ayat ini mengingatkan orang-orang kafir tentang sikap dan keadaan mereka ketika ditimpa cobaan berat dari Allah atau datang kiamat. Mereka ingat dan menyeru Allah Yang Maha Esa, memohon pertolongan-Nya agar dihindarkan dari cobaan-cobaan yang berat yang sedang mereka alami itu. Tetapi apabila mereka telah terhindar dari cobaan berat itu, mereka kembali mempersekutukan Allah. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menanyakan kepada orang-orang musyrik yang mendustakan ayat-ayat Allah dan mempersekutukan-Nya itu, "Terangkanlah kepadaku hai orang-orang musyrik, jika datang kepadamu azab Allah seperti yang pernah menimpa umat-umat yang terdahulu, seperti serangan angin kencang, banjir besar, petir yang menyambar dari langit dan sebagainya, apakah kamu sekalian akan meminta pertolongan dan perlindungan kepada berhala-berhala dan sembahan-sembahan itu, yang kamu sangka mereka dapat menolong dan melindungimu?"
Pertanyaan itu dijawab oleh Allah, yaitu, "Tidak! Tetapi hanya Dialah yang kamu seru." Maksudnya: Hai orang-orang musyrik, penyembah-penyembah berhala, jika kamu ditimpa azab, seperti yang pernah menimpa orang-orang terdahulu, maka kamu tidak akan meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah untuk menghindarkan kamu dari azab itu.
Dengan pertanyaan dan jawaban di atas, seakan-akan Allah melukiskan watak orang-orang musyrik pada khususnya dan watak manusia pada umumnya yaitu bahwa manusia dalam keadaan senang tidak ingat kepada Allah, tetapi bila dalam keadaan kesulitan dan kesukaran mereka ingat dan menyembah Allah.
Allah ﷻ berfirman:
Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). (al-'Ankabut/29: 65)
Firman Allah swt:
Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih. (Luqman/31: 32)
Fitrah manusia yang sebenarnya ialah percaya kepada Allah Yang Maha Esa, Penguasa dan Pemilik seluruh alam. Fitrah ini pada seseorang dapat berkembang dan tumbuh dengan subur dan dapat pula tertutup perkembangan dan pertumbuhannya oleh pengaruh lingkungan dan sebagainya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak seorang pun dari anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah (mentauhidkan Allah), maka dua orang ibu-bapaknya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Di samping pengaruh orang tua dan pengaruh lingkungan, pengaruh hawa nafsu dan keinginan pun dapat mempengaruhi atau menutup fitrah manusia itu. Karena itu manusia waktu di masa senang, tidak ingat kepada Allah. Tetapi bila ditimpa kesengsaraan mereka ingat kepada Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 38
“Dan tidaklah ada satu pun dari binatang di bumi dan tidak (pula) satu pun yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan adalah mereka itu umat-umat seperti kamu"
Binatang kita ambil arti dari kalimat bahasa Arab yang tertulis di dalam ayat, yaitu dabbatin. Artinya yang asal dari dabbatin ialah merangkak, menjalar, dan melangkah, segala yang merangkak, menjalar, dan melangkah di atas bumi, baik dengan dua kaki, empat kaki, menjalar seperti ular, dengan 40 kaki seperti lipan atau beratus-ratus kaki seperti berbagal-bagai ulat, semuanya itu bernama dabbatin.
Di dalam surah an-Nuur ayat 45 disebut-kanlah segala gblongan binatang itu, termasuk
yang menjalar dengan perutnya. Kemudian di dalam ayat disebut tha-ir, kita artikan yang terbang. Dengan demikian, segala yang terbang dengan sayap ialah semacam unggas dan burung, termasuk juga kelelawar, kalong, dan kubin. Termasuk capung, lalat, nyamuk, lebah, kupu-kupu, dan lain-lain. Meskipun di dalam ayat ini tidak dimasukkan ikan yang di dalam laut, buka berarti bahwa ikan tidak berumat-umat seperti manusia pula. Niscaya ikan pun berumat-umat pula karena pada ikan ada pula redai, insang untuk “terbang" di dalam air itu dan ada pula yang melata merangkak di dasar laut. Semua binatang yang berjalan di bumi dan segala yang bersayap terbang di udara, kata ayat ini semuanya adalah umat-umat seperti kamu pula. Kalau kamu manusia berumat-umat, berpuak-puak, dan diurus hidupnya oleh Allah, binatang-binatang dan segala yang bersayap buat terbang itu pun berumat-umat berpuak-puak pula. Nenek moyang kita meninggalkan beberapa pepatah yang sesuai dengan ayat ini, seumpama, “Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya." Atau pepatah, “Sedangkan beruk di rimba lagi ada berketua-ketua, kononlah kita manusia." Atau pepatah, “Sebuah lesung, seekor ayam gedungnya."
Dengan ayat ini, Allah menyatakan, bukan saja manusia, bahkan binatang-binatang dan burung-burung pun dijadikan Allah berumat-umat, berkelompok-kelompok dengan kata-kata binatang, terkumpullah segala jenis binatang, baik binatang berkaki empat, yang melata, sebagai ular, ulat-ulat, maupun serangga. Dengan kata yang terbang, terkumpullah segala yang bersayap.
Satu macam binatang yang berkaki empat saja, terbagi menjadi berpuluh bahkan beratus macam; seumpama singa, beruang, gajah, harimau yang dimasukkan pada yang liar. Dan kambing, unta, kerbau, sapi; yang dimasukkan pada yang jinak. Jenis kera atau beruk terbagi pula menjadi berbagai kelompok, misalnya: kera, beruk, monyet, siamang, ungko, cigak, pukang, orang hutan, gorila. Semuanya masih jenis beruk, padahal dia telah berbagi pula menjadi berbagai kelompok. Kemudian dilihat pula gajah yang selalu berjalan bersama-sama dengan rombongan. Unta yang kita ketahui ada dua macam, yaitu yang satu saja munggu (ponok) punggungnya sebagai yang terdapat di Tanah Arab dan ada pula munggu di punggungnya dua buah, seperti yang terdapat di Tiongkok.
Kemudian, didapati bangsa jenis semut, yang beratus-ratus pula kelompoknya. Malahan ada semut yang sanggup membuat bangunan “lubang perlindungan" yang sangat menakjubkan karena sangat baik perlengkapannya, mempunyai bilik-bilik, mempunyai gudang persediaan makanan pada musim dirigin, mempunyai “air-condition" pengatur udara, mempunyai “penyelidik" sehingga dalam sebentar waktu saja satu sendok gula dapat dikerumuni beribu-ribu semut. Sebab setelah “seekor" penyelidik tahu, dia pun segera memberi laporan kepada temannya. Malahan menurut penyelidikan ahli-ahli, serangga semut itu pun mengenal peperangan, penyerbuan, dan penaklukan. Mana yang kalah dijadikan budak oleh yang menang, disuruh mengangkut barang-barang keperluan.
Dan terkenal pula semut “Marabunta" yang kalau mengganas bisa memakan orang!
Apalagi dunia lebah yang menurut hasil penyelidikan, inilah satu macam serangga yang mempunyai kelompok kehidupan yang sangat teratur dan dapat menghasilkan madu yang sangat manis dan menjadi obat bagi manusia. Belum pula dibicarakan macam-macam burung. Seumpama burung yang pindah dari Kutub Utara ke Kutub Selatan, pada musim-musim yang berombong-rombongan dari lautan yang jauh sekali dan telurnya saja yang dipungut oleh pemelihara ikan bandeng di Jawa Timur untuk ditetaskan dan dibesarkan. Kemudiau, tertarik pula minat ahli-ahli pada binatang komodo, yang di seluruh dunia ini hanya ada di Pulau Komodo di Nusa Tenggara. Pada zaman purbakala, filsuf India yang terkenal, bernama Baidaba telah mengarang cerita yang berjudul Panca Tantra atau Panja Tanderan yang lebih terkenal lagi dengan nama Hikayat Kalilah dan Daminah penuh kias dan ibarat untuk mengajar manusia siasat dan hidup dengan memakai percakapan binatang-binatang. Di dalam Al-Qur'an pun diceritakan tentang burung Hud-hud (burung takur) yang bercakap dengan Nabi Sulaiman dan tentang Nabi Sulaiman yang memahami percakapan semut.
Pada zaman sekarang ahli-ahli pun menumpahkan perhatian ke jurusan kehidupan binatang. Sampai Rudyard Kipling, pujangga Inggris yang terkenal mengarang sebuah buku bernama, Mongli, Anak Rimba, mengisahkan kehidupan binatang-binatang di India. Minat manusia pada kehidupan binatang timbul sehingga di kota-kota besar seluruh dunia diadakan orang kebun binatang agar bisa diperhatikan kehidupan-kehidupan binatang itu dari dekat. Inilah yang dimaksud oleh ayat ini, bukan manusia saja yang hidup berumat-umat, bahkan binatang-binatang dengan segala jenisnya dan burung-burung dengan segala penerbangannya, semuanya itu berumat-umat seperti kamu juga, dijamin juga hidupnya oleh Allah dengan peraturan dan daya hidupnya sendiri-sendiri pula. Bahkan sampai pada kuman-kuman yang sangat halus. Bahkan kalau satu kelompok tikus mengganas, hidup manusia sendiri pun dapat terancam sehingga pada pertengahan 1965 di Karawang, dengan bantuan pemerintah sendiri, terpaksa berperang hebat dengan tikus-tikus sehingga dapat dimusnahkan dalam tempo dua bulan tidak kurang dari 7 juta ekor tikus. Dan bahaya belalang di Timur Tengah dan di Afrika terpaksa diperangi memakai pesawat udara!
Ini semua menunjukkan bahwa segala jenis binatang dan segala jenis yang terbang itu pun ditakdirkan Allah berumat-umat seperti manusia juga. “Tidak ada yang Kami luputkan di dalam kitab sesuatu pun." Artinya, mulai dari jenis yang merangkak, menjalar, melata, merayap, berjalan, dan melangkah di bumi, sampai pada segala jenis yang terbang di udara, tidak ada yang di luar catatan Allah Ta'aala. Semua ada dalam catatan Allah sehingga mereka pun bisa hidup dan semua disediakan rezekinya.
“Kemudian, kepada Tuhan merekalah, mereka akan dikumpulkan."
Menurut Ibnu Abbas, arti bahwa mereka semuanya akan dikumpulkan belaka kepada Allah ialah bahwa semuanya akan mati. Dengan mati artinya sudah berkumpul, kembali pulang kepada Allah. Sayyid Al-Alusi di dalam tafsirnya Ruhul Ma'ani menjelaskan maksud penafsiran Ibnu Abbas ini, ayat ini mengatakan bahwa mereka akan dikumpulkan, ialah sebagai kiasan dari maut sebab di dalam sebuah hadits telah tersebut bahwa jika seseorang telah mati, berdirilah Kiamatnya. Adapun, maksud dikumpulkan dalam ayat ini bukanlah dibangkitkan dari satu tempat ke lain tempat. Namun menurut Raghib, ahli bahasa, kalimat hasyar yang berarti dikumpulkan itu ialah mengeluarkan satu kelompok jamaah dari tempat kehidupannya atau dari tempat kediamannya. Oleh karena itu, bukan saja binatang-binatang dan burung-burung dikumpulkan dengan mati bahkan akan dikumpul lagi di Padang Mahsyar, sebagai manusia juga. Demikian Raghib.
Di dalam hadits-hadits pun banyak kedapatan sabda Rasulullah ﷺ bahwa binatang-binatang itu memang berumat-umat. Coba perhatikan kembali penafsiran kita tentang rahmat Allah yang meliputi seluruh alam, pada ayat kesatu. Di antaranya tentang hadits yang menceritakan seorang rasul Allah digigit semut lalu dibakarnya sarang semut itu maka datang satu wahyu dari Allah menegur dan mengatakan bahwa engkau telah membakar suatu umat yang tengah bertasbih kepada Allah. Dan satu hadits yang dirawikan oleh al-Baihaqi, bahwa Rasulullah ﷺ tidak senang kepada orang yang suka menganiaya binatang. Hendaklah kasihan kepadanya jangan dipukuli dengan kebencian, binatang kendaraan kamu. Sebab kelalaianmu pada binatang itu pun akan diperhitungkan di hadapan Allah kelak di akhirat. Dan ada pula hadits shahih yang dirawikan oleh an-Nasa'i dan al-Hakim bahwa orang yang memanah burung-burung kecil hanya sebagai main-main sehingga burung-burung itu mati bukan menurut haknya, akan dituntut juga oleh Allah pada hari Kiamat. Yang dimaksud dengan haknya ialah buat dimakan. Dan hadits shahih pula yang dirawikan an-Nasa'i dan Ibnu Hibban, agar kalau menyembelih binatang hendaklah dengan sebaik-baiknya penyembelihan. Artinya, disembelih dengan yang tajam sehingga binatang itu tidak lama menderita sebagaimana telah ditafsirkan di dalam surah al-Maa'idah ayat ketiga tentang penyembelihan. Dan hadits yang lain menyatakan, berdosa besar seorang perempuan yang mengurung kucingnya sehingga kucing itu mati kelaparan. Dan hadits shahih yang lain pula, diberikan pujian bahwa akan diampuni dosa orang yang menolong mengambilkan air dengan sepatunya sendiri untuk anjing yang hampir mati kehausan. Dan dicela keras Rasulullah ﷺ seseorang yang memelihara seekor unta dan telah banyak unta itu berjasa kepadanya, tetapi karena unta itu telah tua, dia bermaksud menyembelihnya. Kemudian, unta itu lari melindungkan diri kepada Rasulullah lalu di-perlindungi oleh beliau. Sehingga binatang pun diberi Allah naluri, mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ adalah sangat mengasihi binatang. Dan beliau tertawakan kesalahan berpikir dari seorang perempuan yang bernadzar hendak menyembelih untanya lalu menjamu orang dengan itu, sebab unta itu telah berjasa melarikannya dari bahaya.
Memang pernah beliau menyuruh membunuh habis anjing-anjing di Kota Madiriah, tetapi setelah anjing-anjing itu hampir habis dibunuh, beliau menyuruh menghentikan pembunuhan besar-besaran itu. Di sini, dapat kita pahami bahwa bukanlah beliau membenci seluruh anjing. Adapun yang diperbuat beliau ketika itu karena besar kemungkinan adanya bahaya anjing gila sebagaimana juga pemerintah sebuah negeri mengadakan pembunuhan anjing besar-besaran jika diketahui ada berjangkit penyakit anjing gila.
Kita berani mengambil kesimpulan demikian karena mengingat sabda Rasulullah ﷺ ketika menyuruh menghentikan pembunuhan anjing besar-besaran itu. Beliau bersabda:
“Kalau bukanlah anjing itu suatu umat dari berbagai umat juga, niscaya aku suruh engkau membunuh habis semua. Maka, bunuhlah anjing hitam pekat." (HR Imam Ahmad dan Aslvhabus Sunan dan dishahihkan oleh Tirmidzi)
Dan pada hadits lain yang dirawikan oleh Muslim dan Imam Ahmad, dikatakan bahwa anjing hitam pekat itu ialah setan. Arti setan menurut ahli bahasa mengandung segala yang keji, baik dari jin, manusia, maupun binatang. Mungkin pada waktu itu, dengan teropong nubuwwah-nya, Rasulullah ﷺ memandang betapa besar bahaya anjing-anjing itu yang kalau menggigit dapat memindahkan penyakitnya dan membuat yang digigitnya itu jadi gila “kemasukan setan" Dan kalau bahaya itu tidak ada lagi, disuruhlah menghentikan pembunuhan besar-besaran itu. Tersebutlah dalam hadits lain yang shahih juga, supaya anjing penjaga kebun, penjaga ternak, boleh terus dipelihara. Tentu termasuk juga penjaga … … akan keluar hadits shahih menyuruh menggosok bejana yang dijilat anjing tujuh kali dengan air dan satu kali di antaranya dengan tanah, kalau sekiranya anjing-anjing itu tidak ada lagi atau telah disapu bersih dari Madiriah. Dan tidaklah akan tersebut di dalam surah al-Maa'idah bahwa buruan yang digunggung anjing pem-buru dengan mulutnya, lalu diserahkannya kepada tuannya, boleh dimakan sehingga tidak pula tersebut, daging buruan yang bekas digunggung itu dibuang atau digosok dengan tanah sekali dan dengan air enam kali. Lantaran itu, kalau kita melihat ada orang-orang yang membenci anjing, melempari anjing bahkan sampai membunuhnya jika masuk pekarangan, padahal anjing itu tidak bersalah sehingga seakan-akan membenci binatang tersebut menjadi sebagian ketaatan beragama juga, bukanlah itu dari ajaran Rasulullah ﷺ kecuali jika sedang berjangkit penyakit anjing gila.
Dalam ayat telah diterangkan bahwa seluruh yang melata, menjalar, dan merangkak di bumi, dan seluruh yang terbang di udara, semuanya kelak akan dikumpulkan di hadapan Tuhan, sebagai manusia juga. Hal ini dikuatkan lagi di surah at-Takwiir ayat 5.
“Dan (ingatlah) tatkala binatang-binatang buas pun dikumpulkan." (at-Takwiir: 5)
Tidaklah perlu kita selidiki lebih panjang betapa mereka dikumpulkan kelak itu sebab itu adalah soal yang akan terjadi pada hari Kiamat. Adapun alam binatang yang ada di dunia ini saja yang sudah banyak ahli-ahli menyelidikinya kadang-kadang “spesialisasi" sebangsa semut saja atau sejenis burung saja, lagi menakjubkan, apatah lagi yang ada dalam ilmu Allah di dunia dan di akhirat. Sedang orang yang pandai, hanya seorang saja, yaitu Nabi Sulaiman. Jadi, hendaklah kita kembali pada maksud ayat tadi, yaitu memberi ingat kepada kaum yang kafir Wvwna jvtatv manusia … diatur diberi hak hidup oleh Allah. Segala yang melata di bumi dan terbang di udara dengan kedua sayapnya pun mendapat jaminan hidup, berumat-umat pula dan akan dibangkitkan pula pada hari Kiamat. Dan, semua ada kitab catatannya pada Allah.
Ayat 39
“Dan orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu adalah tuli dan bisu di dalam berbagai kegelapan."
Cocok sangat caranya Allah menurunkan wahyu. Mula-mula diperingatkan bahwa se-dangkan yang melata di bumi dan terbang di udara lagi berumat-umat, kononlah manusia. Namun apalah hendak dikata, manusia yang kafir tidak mengerti itu. Mereka telah tuli dan bisu. Yah, tuli itulah yang menyebabkan bisu. Tak ada yang masuk ke dalam telinga mereka, tak ada kebenaran yang mereka dengar. Oleh karena itu, lidah mereka pun tidak dapat mereka angkat untuk menyatakan kebenaran. Tak ada hubungan mereka keluar. Oleh sebab itu, mereka pun hidup dalam serba kegelapan. Bukan satu kegelapan saja melainkan zhuluma beraneka-ragam kegelapan. Yang di dalam batin mereka adalah gelap. Kegelapan batin itulah yang menyebabkan telinga jadi tuli dan lidah jadi kelu. Dia hidup, tetapi tak ada kontaknya dengan alam di luar dirinya. Padahal, ada orang yang tuli telinganya mulai dari lahir sebab itu kelu lidahnya dan dia pun bisu. Namun, karena batinnya senantiasa mencari terang dan ruhani hidup dalam menuntut kebenaran, tidaklah dia sampai sengsara seperti Nona Hellen Kelier yang terkenal di Amerika itu. Inilah yang dimaksud pada ayat 178 dari surah al-A'raaf kelak bahwa akan dilemparkan oleh Allah ke neraka. Orang-orang yang ada berhati, tetapi tidak mempergunakannya untuk memahamkan; dan ada bermata, tetapi tidak dipergunakannya buat melihat; dan ada telinga, tetapi tidak diper-gunakannya buat mendengar. Orang-orang itu laksana binatang ternak saja bahkan lebih
sesat lagi dan mereka itu adalah orang-orang yang lalai. Sebab pelita hati mereka sendirilah yang padam, sedangkan binatang sendiri tidaklah sampai separah orang yang demikian.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki, niscaya akan Dia sesatkan dia dan barangsiapa yang Dia kehendaki akan Dia jadikan dia di atas jalan yang lurus."
Allah bisa berlaku sekehendak-Nya, yaitu menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Dan kita pun telah tahu setelah membaca urutan ayat bahwa yang dikehendaki Allah akan di-sesatkan-Nya itu ialah orang yang lebih menyukai gelap daripada terang, lebih suka buta daripada kebenaran asal kebiasaan yang lama jangan diubah-ubah, yang membiarkan telinganya tuli, tidak suka mendengar hidayah. Dan kita pun maklumlah bahwa Allah pun dengan kehendak-Nya dengan kudrat dan iradah-Nya akan menunjuki pula jalan yang lurus bagi siapa yang memang ada keinginan menempuh jalan itu. Berapa banyak sahabat Rasulullah ﷺ itu yang dulunya jahiliyyah juga, kafir juga, tetapi demi mereka mendengar ayat Allah, mata hati mereka terbuka. Kemudian, mereka dituntun Allah menuju jalan yang lurus itu dan berbahagialah mereka. Berapa pula banyaknya yang lain, membuang muka tidak peduli maka dijadikan Allah-lah mereka orang yang sesat. Bandirigkanlah antara Abu Jahal dengan Umar bin Khaththab. Keduanya pada zaman jahiliyyah sama kafirnya, sama gagahnya sehingga Rasulullah ﷺ pernah berdoa kepada Allah agar Islam dikuatkan dengan mereka berdua. Adapun Umar, sekali mendengar ayat, terbuka hatinya lalu memeluk Islam, lalu dituntun Allah-lah dia menjadi orang Islam yang besar. Namun Abu Jahal, sebagai riwayat yang telah kita salin ketika menafsirkan ayat 33, dia pernah mengakui terus terang bahwa Muhammad itu bukan pendusta dan memang rasul, tetapi dia tidak mau menerima. Jalan sesatlah yang dibukakan Allah kepadanya. Dari membandirigkan kedua pribadi itu, dapatlah kita memahami ayat ini dengan wajar dan kita tidak lagi memakai paham Jabariyah. Semua takdir Allah itu mempunyai jalannya sendiri, yaitu sunatullah.
Ayat 40
“Katakanlah, ‘Cobalah kabarkan kepadaku jika datang kepadamu adzab Allah atau datang kepada kamu Kiamat, apakah kepada yang selain Allah kamu akan menyeru? Jika memang kamu orang-orang yang benar?'"
Ayat ini adalah pertanyaan yang sangat tepat. Cobalah terangkan kepadaku, demikian hendaklah engkau minta kepada mereka, wahai utusan-Ku, jika datang kepada kamu suatu adzab Allah, datang kepada kamu bahaya menimpa dirimu, sedangkan kamu siang-malam selalu menyembah berhala saja, memuja sesuatu yang kamu anggap dan jadikan Allah. Atau datang kepada kamu saat itu baik saat putus nyawamu cerai dengan badan maupun saat Kiamat yang besar itu yang pasti datang. Cobalah kabarkan kepadaku pada saat kamu ditimpa bahaya atas keniatian atau pun Kiamat itu, apakah berhala itu yang kamu seru tempat kamu mengadu? Cobalah katakan dengan terus terang.
Kalau begitu pertanyaannya, mereka tidak akan bisa menjawab. Sebab, jika bahaya sudah datang, adzab sudah menimpa, maut sudah terbayang, bahkan Kiamat kalau sudah tiba, tidak seorang jua pun yang memanggil berhala lagi. Semua dengan serta-merta hanya ingat kepada Allah.
Ayat 41
“Bahkan, Dialah yang kamu semi."
Dengan serta-merta, pada saat yang berbahaya itu mereka semua kembali pada fitrahnya, kembali pada tauhid. Mereka lemparkan, mereka lupakan sama sekali segala yang mereka jadikan perantaraan itu. Itulah terbaliknya kekufuran. Pada waktu senang-senang itulah mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, tetapi kalau bahaya menimpa atau Kiamat datang, semua menunjukkan pikiran kepada Yang Maha Esa. Allah pun membuka rahasia kelemahan insan yang kafir itu dengan sabdanya,
“Maka Dialah yang akan melepaskan apa yang kamu mohonkan kepada-Nya itu, jika Dia kehendaki, dan akan lupalah kamu kepada apa yang kamu persekutukan itu"
(ujung ayat 41)