Ayat

Terjemahan Per Kata
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
لَوۡلَا
mengapa tidak
نُزِّلَ
diturunkan
عَلَيۡهِ
kepadanya
ءَايَةٞ
suatu ayat/mukjizat
مِّن
dari
رَّبِّهِۦۚ
Tuhannya
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
قَادِرٌ
kuasa
عَلَىٰٓ
atas
أَن
bahwa
يُنَزِّلَ
menurunkan
ءَايَةٗ
suatu ayat/mukjizat
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mengetahui
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
لَوۡلَا
mengapa tidak
نُزِّلَ
diturunkan
عَلَيۡهِ
kepadanya
ءَايَةٞ
suatu ayat/mukjizat
مِّن
dari
رَّبِّهِۦۚ
Tuhannya
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
قَادِرٌ
kuasa
عَلَىٰٓ
atas
أَن
bahwa
يُنَزِّلَ
menurunkan
ءَايَةٗ
suatu ayat/mukjizat
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mengetahui
Terjemahan

Mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Nabi Muhammad) suatu bukti (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah Mahakuasa menurunkan suatu bukti (mukjizat), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Tafsir

(Dan mereka berkata) yaitu orang-orang musyrik Mekah ("Mengapa tidak) kenapa tidak (diturunkan kepadanya, Muhammad, suatu mukjizat dari Tuhannya?") seperti mukjizat onta, tongkat dan hidangan. (Katakanlah) kepada mereka ("Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan) dengan dibaca tasydid dan takhfif (suatu mukjizat) seperti apa yang mereka minta (tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui") karena sesungguhnya dengan turunnya mukjizat itu berarti suatu musibah besar yang pasti menimpa mereka jika mereka masih tetap mengingkarinya.
Tafsir Surat Al-An'am: 37-39
Dan mereka berkata, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya? Katakanlah, "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita.
Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik, bahwa mereka pernah bertanya, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya suatu mukjizat dari Tuhannya?" Mukjizat ini diungkapkan dengan istilah ayat yang artinya peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam yang biasa mereka dapati, termasuk di antaranya ialah seperti apa yang mereka katakan dalam firman-Nya: Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami. (Al-Isra: 90), hingga beberapa ayat berikutnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.(Al-An'am:37) Yakni Allah subhanahu wa ta’ala mampu untuk melakukan hal itu. Tetapi karena suatu hikmah (kebijaksanaan) dari-Nya, maka sengaja Dia menangguhkan hal itu. Karena sesungguhnya jikalau Allah menurunkan mukjizat seperti yang mereka minta, kemudian ternyata mereka tidak beriman, niscaya Allah akan menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, seperti yang telah Allah lakukan terhadap umat-umat terdahulu. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu.
Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti. (Al-Isra: 59) Jika Kami kehendaki, niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya. (Asy-Syu'ara: 4) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. (Al-An'am: 38) Menurut Mujahid, makna umamun ialah berbagai macam jenis yang nama-namanya telah dikenal. Menurut Qatadah, burung-burung adalah umat, manusia adalah umat, begitu pula jin.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. (Al-An'am: 38) Yakni makhluk juga, sama seperti kalian. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab. (Al-An'am: 38) Maksudnya, semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah, tiada sesuatu pun dari semuanya yang dilupakan oleh Allah rezeki dan pengaturannya, baik ia sebagai hewan darat ataupun hewan laut. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Hud: 6) Yakni tertulis nama-namanya, bilangannya, serta tempat-tempatnya, dan semua gerakan serta diamnya terliputi semuanya dalam tulisan itu. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman pula: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian, dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Ankabut: 60) An-Hafidzhh Abu Ya'la mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Waqid Al-Qaisi Abu Abbad, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Isa ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa belalang jarang didapat dalam masa satu tahun dari tahun-tahun masa pemerintahan Khalifah Umar Kemudian Umar bertanya-tanya mengenai hal itu, tetapi sia-sia, tidak mendapat suatu berita pun.
Dia sedih karena hal tersebut, lalu ia mengirimkan seorang penunggang kuda (penyelidik) dengan tujuan tempat anu, seorang lagi ke negeri Syam, dan seorang lagi menuju negeri Irak. Masing-masing ditugaskan untuk memeriksa keberadaan belalang di tempat-tempat tersebut. Kemudian datang kepadanya penunggang kuda dari negeri Yaman dengan membawa segenggam belalang, lalu semuanya ditaruh di hadapannya. Ketika ia (Umar) melihatnya, maka ia mengucapkan takbir tiga kali, kemudian berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan seribu umat (jenis makhluk), enam ratus umat di antaranya berada di laut dan yang empat ratusnya berada di daratan. Mula-mula umat yang binasa dari seluruhnya ialah belalang.
Apabila belalang telah musnah, maka merembet ke yang lainnya seperti halnya untaian kalung apabila talinya terputus. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38) Bahwa penghimpunannya ialah bila telah mati.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Israil, dari Sa'id, dari Masruq, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; disebutkan bahwa matinya hewan-hewan merupakan saat penghimpunannya. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Mujahid dan Adh-Dhahhak hal yang semisal. Pendapat yang kedua mengatakan, penghimpunannya ialah saat hari berbangkit, yaitu di hari kiamat nanti, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) .
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Munzir Ats-Tsauri, dari guru-guru mereka, dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah ﷺ melihat dua ekor domba yang sedang adu tanduk (bertarung), lalu Rasulullah ﷺ bersabda: Wahai Abu Dzar, tahukah kamu mengapa keduanya saling menanduk? Abu Dzar menjawab, "Tidak Nabi ﷺ bersabda, "Tetapi Allah mengetahui, dan Dia kelak akan melakukan peradilan di antara keduanya." Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Al-A'masy, dari orang yang disebutkannya, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa ketika para sahabat sedang berada di hadapan Rasulullah ﷺ, tiba-tiba ada dua kambing jantan saling menanduk (berlaga). Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Tahukah kalian mengapa keduanya tanduk-menanduk? Mereka (para sahabat) menjawab, "Kami tidak tahu. Rasulullah ﷺ bersabda, "Tetapi Allah mengetahui, dan kelak Dia akan mengadakan peradilan di antara keduanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur Munzir Ats-Tsauri, dari Abu Dzar, lalu ia menyebutkannya, tetapi ditambahkan bahwa Abu Dzar berkata, "Dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ meninggalkan kami, sedangkan tidak sekali-kali ada seekor burung mengepakkan sayapnya di langit melainkan beliau ﷺ menceritakan kepada kami pengetahuan mengenainya." Abdullah ibnu Imam Ahmad telah mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Muhammad dan Abu Yahya Al-Bazzar; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Nasir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Awwam ibnu Muzahim, dari Bani Qais ibnu Sa'labah, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Usman , bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya hewan yang tidak bertanduk benar-benar akan menuntut hukum qisas terhadap hewan yang bertanduk (yang telah menanduknya) kelak di hari kiamat.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ja'far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38) Bahwa semua makhluk kelak di hari kiamat dihimpunkan, termasuk semua binatang ternak, binatang-binatang lainnya, burung-burung, dan semua makhluk. Kemudian keadilan Allah pada hari itu menaungi semuanya sehingga hewan yang tidak bertanduk mengqisas hewan bertanduk yang pernah menanduknya.
Setelah itu Allah berfirman, "Jadilah kamu sekalian tanah." Karena itulah orang kafir (pada hari itu) mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba: 40) Hal ini telah diriwayatkan secara marfu di dalam hadits yang menceritakan sur (sangkakala). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita. (Al-An'am: 39) Yakni perumpamaan mereka dalam kejahilannya dan keminiman ilmunya serta ketiadaan pengertiannya sama dengan orang yang tuli tidak dapat mendengar, bisu tidak dapat bicara, dan selain itu berada dalam kegelapan tanpa dapat melihat.
Maka orang yang seperti itu mustahil mendapat petunjuk ke jalan yang benar atau dapat keluar dari apa yang mengungkungnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menggambarkan keadaan mereka, yaitu: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (Al-Baqarah: 17-18) Sama pula dengan apa yang digambarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman lainnya: Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 40) Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya.
Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus. (Al-An'am: 39) Yakni Dialah yang mengatur makhluk-Nya menurut apa yang dikehendakinya"
Setelah menjelaskan situasi yang akan dialami para pendurhaka, Allah mengingatkan Nabi Muhammad dan juga umat Islam tentang beberapa ucapan dan usul para pendurhaka itu. Dan mereka, orangorang musyrik, berkata, Mengapa tidak diturunkan kepadanya, yakni Nabi Muhammad, suatu bukti berupa mukjizat dari Tuhannya' Katakanlah, wahai Nabi, sebagai jawaban atas usul mereka yang telah menolak bukti-bukti yang telah ada, Sesungguhnya Allah berkuasa menurunkan suatu bukti berupa mukjizat seperti yang mereka usulkan atau selainnya, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui, yakni enggan menggunakan akal pikirannya secara benar. Kalau mereka tidak dapat meraih petunjuk atas aneka macam bukti dari Allah, itu karena sikap mereka yang memang berpaling dari kebenaran. (Lihat: Surah ashshaff/61: 5). Allah Mahakuasa untuk sekadar mengabulkan permintaan orangorang musyrik seperti dalam ayat sebelumnya. Dan di antara contoh kekuasaan Allah adalah tidak ada seekor binatang yang merayap atau bergerak dengan kakinya dari satu tempat ke tempat lainnya yang ada di bumi, baik di darat maupun di laut, dan juga burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat juga seperti kamu, hai manusia. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan atau abaikan di dalam Kitab, yaitu Al-Qur'an atau Lauh Mahfudh, kemudian kepada Tuhan mereka yakni seluruh manusia akan dikumpulkan untuk dimintai pertanggungjawaban.
Ayat ini menegaskan lagi tentang sikap orang-orang musyrik yang sangat ingkar kepada seruan Nabi Muhammad dan kepada ayat-ayat Allah. Mereka meminta agar diturunkan kepada mereka bukti-bukti dan keterangan-keterangan tentang kebenaran kenabian Muhammad, sebagaimana yang pernah diturunkan kepada Rasul-rasul dahulu. Mereka tidak merasa cukup dengan bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang terdapat di dalam Al-Qur'an, padahal bukti dan keterangan yang terdapat di dalam Al-Qur'an itu adalah yang paling tinggi nilainya bagi orang-orang yang mau menggunakan akal, pikiran dan mata hatinya. Mereka tetap menuntut agar diturunkan bukti dan keterangan seperti telah diturunkan kepada umat-umat yang dahulu, tetapi mereka tidak mau memikirkan dan mengambil pelajaran dari sunnah Allah yang berlaku bagi orang-orang yang menerima bukti dan keterangan seperti itu serta akibat yang dialami oleh orang-orang dahulu, yaitu mereka dihancur leburkan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang pedih, karena mereka tetap dalam keingkaran dan tidak memperhatikan bukti-bukti dan keterangan-keterangan itu.
Orang-orang musyrik Mekah itu tidak mau tahu bagaimana kasih sayang Allah kepada mereka, yaitu mengapa Allah tidak menurunkan bukti dan keterangan seperti yang diturunkan kepada umat yang dahulu, agar mereka tidak dihancurkan di dunia ini, dengan demikian mereka mendapat kesempatan untuk bertobat dan berbuat baik, tetapi mereka tidak mau mensyukuri nikmat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, tetapi tetap ingkar dan membangkang.
Sebenarnya Allah Kuasa menurunkan apa yang mereka minta, tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya, Dia hanya menurunkan bukti dan keterangan, Dia tidak menurunkan bukti dan keterangan berdasarkan permintaan dan hawa nafsu orang-orang musyrik, apalagi bila permintaan itu adalah semata-mata untuk melemahkan dan menyulitkan Nabi.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 33
“Sesungguhnya, Kami tahu bahwa telah sangat mendukacitakan engkau apa yang mereka katakan."
Pernah beliau dituduh sebagai tukang sihir, padahal sihir adalah penipuan. Pernah beliau dikatakan gila dan berbagai olok-olok. Beliau bersedih hati lantaran itu bukan karena diri rasa tersinggung, tetapi sedih melihat keadaan kaum yang masih mencintai kegelapan dan menolak cahaya terang. Allah berfirman di sini, bahwa Allah yang melindungi hamba-Nya tahu akan hal itu semua. Kemudian, diberikanlah obat hati kepada beliau,
“Maka sesungguhnya bukanlah mereka itu mendustakan engkau, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari akan ayat-ayat Allah."
Artinya, bukanlah engkau yang mereka dustakan. Mereka sendiri mengakui mulai dari waktu mudamu pun bahwa engkau adalah seorang yang jujur. Bahkan pada waktu engkau masih muda remaja karena engkau sanggup menyelesaikan perselisihan mereka, telah mereka beri engkau gelar al-Amin atau setiawan atau orang yang dapat dipercaya. Namun, yang mereka tolak dan mereka ingkari ialah ajaran Allah atau ayat-ayat Allah yang engkau sampaikan itu. Tegasnya lagi, bukan engkau yang mereka dustakan, melainkan Allah sendiri. Oleh karena itu, mereka berhadapan dengan Allah!
Menurut Ibnu Katsir di dalam tafsirnya Ruhul Bayan, “Bukanlah mereka menuduh engkau pendusta, melainkan mereka sendiri yang hendak ingkar kepada Allah." Artinya, mereka semata-mata hendak menolak kebenaran. Sebagaimana kata Sufyan Tsauri, dari Ibnu Ishaq, dari Nabiyah bin Ka'ab bin Ali, berkata dia, “Pernah Abu Jahal berkata kepada Nabi ﷺ, ‘Kami bukanlah mendustakan engkau Muhammad, tetapi kami tidak mau percaya akan segala keterangan yang engkau bawa itu."‘ Dan menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin al-Qazir al-Waasithi di Mekah, menerimanya pula dari Abu Yazid al-Madari bahwa pada suatu hari Abu Jahal bertemu dengan Rasul ﷺ, lalu dia menjabat tangan beliau (bersalaman). Melihat Abu Jahal bersalam dengan Nabi, menegurlah seorang musyrik yang lain kepada Abu Jahal, “Mengapa engkau bersalaman dengan orang yang telah mengkhianati agama nenek moyangnya itu?" Abu Jahal menjawab, “Demi Allah! Saya pun tahu dia memang nabi. Tetapi, pantang bagi kami akan menjadi pengikut dari keturunan Abdi Manaf."
Dan ada pula riwayat dibawakan oleh Ibnu Ishaq dari az-Zuhri, bahwa beberapa malam berturut-turut Abu Jahal, Abu Sufyan, dan al-Akhnas bin Syuraiq, pergi mengintip dengan sembunyi-sembunyi ke pekarangan rumah Nabi, untuk mendengarkan Nabi membaca Al-Qur'an, padahal yang seorang tidak mengetahui bahwa yang lain mengintip pula. Setelah mereka pulang, barulah di luar mereka bertemu. Kemudian, berjanjilah mereka bahwa tidak akan mengulangi lagi pergi mendengar-dengar bacaan Al-Qur'an itu.
Mereka sangat tertarik mendengarkan Rasulullah ﷺ membaca ayat-ayat itu. Namun, sampai tiga malam sesudah itu berturut-turut mereka datang juga sembunyi-sembunyi men-dengarkan ayat-ayat itu dan masing-masing menyangka bahwa dia hanya datang seorang diri. Akhirnya berkatalah mereka dari hati ke hati bahwa ayat-ayat yang dibaca Muhammad itu memang mengherankan, menakjubkan, setengah dipahamkan, setengah lagi tidak dapat dipahamkan karena sangat tinggi mutu pembicaraannya. Namun, akhirnya mereka pun sampai pada kesimpulan yang sebenarnya, apa sebab mereka terus menentang. Berkata Abu Jahal, “Kita telah berebut pengaruh dengan keluarga Abdi Manaf. Mereka memberi jamuan makan, kita pun memberi jamuan makan. Mereka telah memberi hadiah tetamu yang datang dengan berupa pikulan-pikulan, kita pun telah berbuat begitu, tetapi setelah perpacuan hampir sampai ke batas terakhir (final), Bani Abdi Manaf berkata,"‘Pada kami ada Nabi yang mendapat wahyu dari langit.' Kalau sudah demikian, bila kita akan dapat menyamai Bani Abdi Manaf lagi? Demi Allah, kita tidak akan beriman kepadanya, kita tidak akan mengakui kebenarannya!"
Menurut yang diriwayatkan Ibnu Jarir pula, dari as-Suddi, berkata dia, “Tatkala terjadi Peperangan Badar, berhadapanlah empat mata di antara al-Akhnas dengan Abu Jahal. Lalu berkatalah al-Akhnas, “Hai Abui Hakam, katakanlah kepada saya betapa yang sebenarnya Muhammad itu, apakah dia seorang yang benar atau seorang pendusta? Katakanlah yang sebenarnya. Di sini, tidak ada orang Quraisy selain kita berdua yang akan mendengar percakapan kita ini!'"
Berkatalah Abu Jahal, “Bagaimana engkau ini! Demi Allah, sesungguhnya Muhammad itu adalah seorang yang benar. Sedikit pun Muhammad itu tidak berdusta. Tetapi, kalau keturunan Quraisy telah memegang bendera di medan perang dan mereka pula yang memberi minum orang haji dan mereka yang memegang kunci Ka'bah (hijasbah), sekarang ditambah lagi, dari kalangan mereka pula timbul nubuwwah, apa sisanya yang tinggal untuk orang Quraisy?"
Inilah beberapa asbabun-nuzul disebut orang tentang ayat ini.
Memang, Muhammad ﷺ yang sejak dari masa kecilnya sampai remajanya tidak pernah berbohong dan terkenal jujur, setelah mengakui dirinya menjadi rasul Allah, baru didustakan, akan sangatlah merasa duka cita karena penghinaan itu. Bagi orang yang tinggi budiriya, amatlah dirasa satu penghinaan besar kalau dia dituduh pembohong.
Penulis tafsir ini telah mengalami sesuatu yang pahit ketika ditahan dan diperiksa polisi secara aniaya. Pada waktu negara Indonesia ini telah mulai meninggalkan nilal-nilai keadilan, sebab kepala negara telah dipengaruhi paham tidak bertuhan (Komunis). Ketika mulai diperiksa tidak berhenti-henti hampir sebulan lamanya, didatangkanlah berbagai tuduhan yang dibuat-buat oleh polisi itu sendiri untuk menjerumuskan penulis tafsir al-Azhar ini. Ketika diberikan jawaban-jawaban yang jujur, mereka tolaklah dengan kata-kata kasar tidak berbudi, “Saudara bohong!"
Dituduh berbohong bagi penulis, jauh lebih sakit ketimbang dipukul atau ditembak. Itulah satu di antara sebab-sebab penulis agak tuli keluar dari tahanan. Kita yang orang
biasa, yang di dalam diri telah tumbuh dengan baik rasa kejujuran dan pertanggungjawaban di hadapan Allah, tuduhan berbohong lagi sakit, apalagi bagi seorang rasul. Apalagi bagi Muhammad Rasulullah ﷺ Inilah yang diobati oleh Allah, jangan engkau berduka cita! Bukan engkau yang mereka bohongkan, melainkan Akulah. Sebab wahyu yang engkau sampaikan itu dari-Ku.
Ayat 34
“Dan sesungguhnya telah didustakan beberapa Rasul dari sebelum engkau, namun mereka adalah sabarn atas apa yang didustakan mereka."
Pengalaman pahit ini, maksud yang jujur dari engkau sebagai utusan-Ku, diterima mereka dengan salah dan mereka dustakan, bukanlah perasaan engkau saja. Rasul-rasul yang dahulu dari engkau pun menderita begini juga. Namun mereka sabar, tabah, dan tahan. Niscaya engkau pun begitu pula hendaknya. Bukan saja rasul-rasul yang dahulu itu didustakan, bahkan, “Dan disakiti mereka." Bukan saja jiwa rasul-rasul itu yang diganggu dengan membohongkan, mereka bahkan disakiti dengan berbagai cara. Diusir dari negeri mereka dan ada yang diancam dengan berbagai ancaman."Sehingga datanglah kepada mereka pertolongan Kami." Kata inilah sambungan penawar hati untuk beliau tadi bahwa rasul-rasul yang dahulu itu sepuas-puas didustakan, sepuas-puas disakiti, yang mereka derita dengan penuh kesabaran. Akhirnya, datanglah pertolongan Allah melepaskan mereka dari kepungan sikap yang rendah orang kafir itu. Akhirnya mereka dimenangkan Allah. Oleh sebab itu, engkau pun pasti akan diberi kemenangan oleh Allah, engkau pun pasti ditolong."Karena tidaklah ada pengganti dari kalimat-kalimat Allah." Artinya, segala sesuatu yang telah ditentukan, tidaklah ada yang akan menggantinya atau mencarikan gantinya. Kalimat Allah terhadap Rasul-Nya pun sudah ada pula kepastiannya, yaitu pasti menang. Tidak ada satu kekuatan pun dalam dunia yang sanggup menentang ketentuan itu.
“Dan sesungguhnya telah datang kepada engkau setengah dari benita utusan-utusan itu."
Dengan ujung ayat ini, Allah mengingatkan kembali bahwa terlebih dahulu dari surah al-An'aam ini diturunkan, sudah juga Allah menurunkan wahyu-wahyu menerangkan perjuangan rasul-rasul yang dahulu, pengalaman mereka, bahwa mereka didustakan, disakiti dan bahwa mereka tabah menghadapinya. Seperti tersebut di dalam surah asy-Syu'araa', an-Naml, al-Qashash, Huud, dan surah al-Hijr, yang semuanya itu lebih dulu turun dari surah al-An'aam.
Ayat 35
“Dan jika amat besar bagimu berpalingan mereka."
Artinya, jika engkau merasa amat besarlah, atau amat berat rasanya karena mereka tidak mau percaya ini, yang menyebabkan hatirnu demikian duka citanya, “Maka, jika engkau sanggup membuat suatu lubang di bumi atau suatu jenjang ke langit, lalu engkau bawakan kepada mereka satu ayat." Meskipun dengan pertolongan Allah, engkau dapat membuat satu lubang menembus bumi atau engkau sanggup mengadakan sebuah jenjang (tangga) untuk menaiki langit, sebagai suatu ayat atau mukjizat buat menarik mereka, tidak jugalah mereka akan berubah lantaran itu. Yang mau kafir akan tetap kafir juga, yang menolak akan bertambah menolak. Bukankah telah mereka minta supaya diturunkan kitab di atas kertas, hitam di atas putih, yang kalau misalnya itu dikabulkan, engkau akan tetap mereka tuduh tukang sihir juga? (Lihat kembali ayat ke-7 yang lalu)."Karena kalau Allah menghendaki niscaya Dia kumpulkan mereka atas petunjuk itu." Artinya, Allah pun Mahakuasa untuk mengumpulkan mereka dalam satu haluan, satu kepercayaan, satu petunjuk itu sehingga tidak ada yang membantah lagi, setuju saja semuanya. Allah pun sanggup berbuat begitu. Bukankah Allah telah membuat demikian pada kehidupan lebah, kehidupan semut, dan sebagainya? Ini adalah manusia! Allah telah menakdirkan manusia diberi akal, perasaan, berbagai macam pendapat, berbagai macam pengalaman, dan pandangan hidup. Itulah yang menjadikan bahwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran itu menghendaki pula perjuangan, keuletan, dan kesabaran.
“Maka, janganlah engkau jadi dari orang-orang yang bodoh."
Hanya orang-orang yang merasa kesal kalau ada perjuangan antara hak dan batil.
Dalam ayat ini. kita diberi pengertian yang mendalam tentang pentingnya perjuangan. Untuk kemenangan kalimat Allah sehingga mengisi jalan akal manusia, Islam mewajibkan jihad. Bahkan ditegaskan bahwasanya Islam akan runtuh kalau jihad tidak ada. Arti yang umum dari jihad ialah berjuang dan bekerja keras. Sebab, yang dituju ialah menegakkan nilal-nilai kebenaran di tengah-tengah pendapat akal yang berbagai ragam. Itulah hidup sehingga hidup itu sendiri pun tidak berarti kalau tidak ada jihadnya. Allah Mahakuasa membuat manusia itu jadi satu semuanya, yaitu seperti kehidupan lebah saja, tidak berpikir lagi, tinggal bekerja saja menurut naluri, bukan menurut akal. Kalau terjadi demikian, hidup itu sendiri pun tidak bernilai lagi. Hanya orang-orang bodoh saja yang ingin “memakan pisang yang telah dikupas" atau tinggal memakan saja. Yang berpikir demikian adalah orang yang bodoh, yang sontok akal, yang tidak mengerti nilai kebenaran. Oleh karena tiap-tiap orang yang berakal itu adalah mempunyai pendapat bahwa hasil pendapat akalnya yang benar, dan pegangannya yang betul. Kaum Musyrikin itu merasa bahwa pendirian merekalah yang benar. Oleh karena itu, mereka pertahankan mati-matian. Padahal kebenaran yang dibawa Rasulullah yang benar, sebab dia datang dari wahyu, datang dari Allah. Kalau di sana mengatakan merekalah yang benar, padahal hakikat yang benar terletak di sini karena dia datang dari wahyu, sudah pasti ada perjuangan. Sampai yang benar itulah yang menang. Itulah ketentuan dari kalimat Allah yang satu kekuatan pun tidak dapat mengubahnya.
Berkata Ahmad Syauqi, ahli syair Mesir yang terkenal:
Teguhlah pada pendapatmu di dalam hidup ini dan berjuanglah.1 Karena sesungguhnya hidup itu ialah aqidah dan perjuangan.
Ayat ini wahyu kepada Rasulullah ﷺ niscaya beliau mengetahui akan hal itu. Akan tetapi, tujuan sebenarnya ialah kepada umat Muhammad sendiri bahwa agamanya akan selalu hidup di tengah-tengah api perjuangan. Baru keluar apinya Islam itu, setelah dia disangai, disalai, dan ditanak di tengah-tengah perjuangan.
Ayat 36
“Hanya saja yang mau menyambut ialah orang-orang yang mendengar."
Lanjutan peringatan lagi bahwa yang sudi menerima kebenaran hanyalah yang memasang telinganya, yakni yang ada kontak di antara telinganya dengan hatinya. Kalau telinganya hanya telinga betung atau telinga kuali, menganga, tetapi tidak mendengar atau melongo saja, walaupun telinga terbuka lebar, sebab hati ada penutup, baik karena kebodohan atau karena taklid buta maka tidaklah akan berfaedah bagi mereka pengajaran ini. Tidak ada pada mereka alat penyam-but. Dapat dibuat, misalnya dengan seorang yang ada rasa seni atau yang kosong jiwa dari seni. Jika seorang yang ada rasa seninya mendengat unggas bernyanyi, ayam berkokok, elang berkelit, ombak berdebur, akan tersinggung perasaan keindahan yang ada dalam dirinya. Namun, orang yang berjiwa kasar tidaklah mengerti semuanya itu Sebab alat penyambut yang di dalam tidak ada. Oleh karena itu, ada setengah peminat seni bertanya, “Di mana terletak keindahan? Di luar diri kitakah atau dalam diri?" Jawabannya, seni yang tertinggi sekali ialah iman! Kalau di dalam sudah ada persediaan penyambut, akan terdengarlah seruan suara. Adapun yang mati, walaupun masih bernyawa, tidaklah dia akan dapat menyambut dan sebab itu dihi-tunglah orang itu sama dengan mati.
“Sedang orang-orang yang mati itu akan dibangkitkan mereka oleh Allah." Maka orang yang mati, yaitu mati hati yang tidak mau mendengar kebenaran dan tidak mau menyambut ajakan Rasul akan dibangkitkanlah mereka oleh Allah dari kuburan mereka dan dikirim oleh malaikat ke tempat berhitung (hisab) bersama-sama dengan orang-orang yang diberdirikan untuk menerima ganjaran dosa mereka.
“Kemudian itu kepada-Nyalah mereka akan dikembalikan."
Maka, Allah-lah yang akan memutuskan siksaan untuk mereka.
Nyatalah di sini bahwa yang dimaksud dengan orang yang telah mati itu ialah yang sudah sangat mendalam kekufurannya, seumpama sudah mati hati mereka, tidak mau berganjaklagi dari kekufuran itu. Dan di dalam ayat ini terdapatlah sambungan penawar hati Rasul sebagaimana yang telah dimulai sebelumnya, yaitu bahwa orang-orang yang semacam itu jangan terlalu mendukacitakan engkau; serahkan sajalah urusan kepada Allah.
Ayat 37
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya satu ayat dari Tuhannya.'"