Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَسۡتَجِيبُ
akan memperkenankan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَسۡمَعُونَۘ
(mereka)mendengar
وَٱلۡمَوۡتَىٰ
dan orang-orang mati
يَبۡعَثُهُمُ
akan membangkitkan mereka
ٱللَّهُ
Allah
ثُمَّ
kemudian
إِلَيۡهِ
kepadaNya
يُرۡجَعُونَ
mereka dikembalikan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَسۡتَجِيبُ
akan memperkenankan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَسۡمَعُونَۘ
(mereka)mendengar
وَٱلۡمَوۡتَىٰ
dan orang-orang mati
يَبۡعَثُهُمُ
akan membangkitkan mereka
ٱللَّهُ
Allah
ثُمَّ
kemudian
إِلَيۡهِ
kepadaNya
يُرۡجَعُونَ
mereka dikembalikan
Terjemahan
Hanya orang-orang yang menyimak (ayat-ayat Allah) sajalah yang mematuhi (seruan-Nya). Adapun orang-orang yang mati kelak akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nya mereka dikembalikan.
Tafsir
(Sesungguhnya yang mendengar) ajakanmu kepada keimanan (hanyalah orang-orang yang mematuhi ajakanmu) dengan pendengaran yang penuh pengertian dan penuh pertimbangan (dan orang-orang yang mati hatinya) yakni orang-orang kafir; Allah menyerupakan mereka dengan orang-orang yang mati oleh karena mereka semua sama-sama tidak bisa mendengar (akan dibangkitkan oleh Allah) di akhirat (kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan) mereka akan dikembalikan kepada-Nya kemudian Allah membalas amal perbuatan mereka.
Tafsir Surat Al-An’am: 33-36
Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah kamu bersedih hati) karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.
Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (ketetapan) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.
Dan jika keberpalingan mereka terasa berat bagimu (Muhammad), maka seandainya kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit, lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah). Dan seandainya Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua mengikuti petunjuk. Sebab itu, janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang bodoh.
Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati, kelak akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.
Ayat 33
Allah ﷻ berfirman menghibur nabi-Nya dalam menghadapi kebohongan dan penolakan kaumnya terhadapnya:
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu.” (Al-An'am: 33)
Maksudnya, Kami benar-benar mengetahui bahwa mereka telah berbohong kepadamu sehingga kamu merasa kecewa dan sedih dengan sikap mereka.
Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain:
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (Fathir: 8)
Sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya yang lain:
“Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Asy-Syu'ara: 3)
Sama pula dengan firman-Nya:
“Maka barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan (Al-Qur'an) ini.” (Al-Kahfi: 6)
Adapun firman Allah ﷻ: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An'am: 33)
Artinya mereka sama sekali tidak menuduhmu sebagai seorang pembohong, tetapi orang-orang yang zalim itu menutup hati dan mengingkari ayat-ayat Allah.
Mereka mengingkari kebenaran dan menolaknya dengan dada mereka, seperti yang diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Najiyah ibnu Ka'b, dari Ali yang menceritakan bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Nabi ﷺ, "Sesungguhnya kami tidak menuduh dirimu pembohong, tetapi kami hanya membohongi apa yang kamu sampaikan itu." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An'am: 33)
Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain (Imam Bukhari dan Imam Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir Al-Wasiti di Mekah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mubasysyir Al-Wasiti, dari Salam ibnu Miskin, dari Abu Yazid Al-Madani, bahwa Nabi ﷺ bertemu dengan Abu Jahal, lalu berjabat tangan dengannya. Kemudian ada seorang lelaki berkata kepada Abu Jahal, "Kalau tidak salah aku pernah melihatmu berjabat tangan dengan orang yang sabi’ ini (maksudnya Nabi Muhammad ﷺ)." Abu Jahal menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui bahwa dia adalah seorang nabi, tetapi apakah kami kalangan Bani' Abdu Manaf mau mengikutinya?" Lalu Abu Yazid membacakan firman-Nya: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An'am: 33) Menurut takwil Abu Saleh dan Qatadah disebutkan, "Mereka mengetahui bahwa engkau adalah Rasulullah, tetapi mereka mengingkari(nya)."
Muhammad ibnu Ishaq menuturkan dari Az-Zuhri kisah Abu Jahal ketika datang mendengar bacaan Al-Qur'an Nabi ﷺ di malam hari, dan Abu Sufyan ibnu Harb dan Al-Akhnas ibnu Syuraiq datang pula mendengarkannya, tetapi ketiga orang tersebut masing-masing tidak mengetahui keberadaan yang lainnya. Lalu mereka mendengarkannya sampai subuh. Dan ketika hari telah subuh, mereka bubar, lalu dalam perjalanan pulangnya mereka bertemu di tengah jalan. Maka masing-masing dari mereka berkata kepada yang lainnya, "Apakah yang kamu dengarkan?" Lalu masing-masing orang mengemukakan apa yang telah didapat (dipahami)nya. Kemudian mereka saling berjanji bahwa mereka tidak akan mendengarkannya lagi, karena khawatir perbuatan mereka diketahui oleh para pemuda Quraisy, yang dampaknya nanti para pemuda Quraisy menjadi tertarik kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Pada malam keduanya masing-masing dari mereka datang kembali. Mereka menduga bahwa kedua temannya pasti tidak akan datang, mengingat perjanjian yang telah mereka sepakati bersama. Tetapi pada pagi harinya mereka bertemu di tengah jalan dalam perjalanan pulangnya dan mereka saling mencela. Akhirnya mereka mengadakan perjanjian lagi bahwa mereka tidak akan mendengarkannya lagi. Pada malam ketiganya ternyata mereka datang lagi dan pagi harinya mereka bertemu kembali, lalu berjanji tidak akan melakukan hal yang serupa, kemudian mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
Pada pagi harinya Al-Akhnas ibnu Syuraiq mengambil tongkatnya, lalu pergi ke rumah Abu Sufyan. Setelah sampai di rumah Abu Sufyan, ia bertanya, "Wahai Abu Hanzalah, ceritakanlah kepadaku kesan yang kamu simpulkan setelah mendengar bacaan Muhammad itu." Abu Sufyan menjawab, "Wahai Abu Tsa'labah, demi Allah, sesungguhnya aku telah mendengar banyak hal yang kuketahui dan kuketahui pula makna yang dimaksud darinya, tetapi aku telah mendengar pula banyak hal yang tidak kumengerti maknanya dan apa yang dimaksud olehnya." Al-Akhnas berkata mengiakan, "Aku pun berani sumpah seperti kamu, bahwa aku mempunyai pemahaman yang sama denganmu."
Lalu Al-Akhnas keluar dari rumah Abu Sufyan dan langsung menuju ke rumah Abu Jahal. Ia langsung masuk ke dalam rumah Abu Jahal dan berkata, "Wahai Abul Hakam, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah kamu dengar dari (bacaan) Muhammad?" Abu Jahal menjawab, "Sama seperti yang kamu dengar." Abu Jahal melanjutkan perkataannya, "Kami bersaing dengan Bani Abdu Manaf dalam hal kedudukan yang terhormat. Mereka memberi makan, maka kami pun memberi makan. Mereka membantu mengadakan angkutan, maka kami pun berbuat hal yang sama. Dan mereka memberi, maka kami pun memberi pula, hingga manakala kami berlutut di atas kendaraan dalam keadaan lemah dan tersandera, mereka mengatakan bahwa dari kalangan kami ada seorang nabi yang selalu didatangi oleh wahyu dari langit. Maka bilamana kami menjumpai ini, demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya selama-lamanya dan tidak akan percaya kepadanya." Maka Al-Akhnas bangkit meninggalkannya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui Asbat, dari As-Saddi sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sungguh Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An'am: 33)
Ketika Perang Badar, Al-Akhnas ibnu Syuraiq berkata kepada Bani Zahrah, "Wahai Bani Zahrah, sesungguhnya Muhammad adalah anak lelaki saudara perempuan kalian. Maka kalian adalah orang yang lebih berhak untuk melindungi anak saudara perempuan kalian. Karena sesungguhnya jika dia memang seorang nabi, janganlah kalian memeranginya hari ini. Dan jika dia bohong, maka kalian adalah orang yang paling berhak untuk menghentikan anak saudara perempuan kalian itu. “Berhentilah kalian, sebelum aku bertemu lebih dahulu dengan Abul Hakam (Abu Jahal). Jika Muhammad menang, kalian tetap kembali dengan selamat. Dan jika Muhammad dikalahkan, maka sesungguhnya kaum kalian belum pernah berbuat sesuatu pun kepada kalian."
Sejak saat itu ia diberi nama Al-Akhnas, sebelum itu namanya adalah Ubay. Lalu Al-Akhnas menjumpai Abu Jahal, kemudian membawanya menyendiri hanya berduaan dengannya. Al-Akhnas bertanya, "Wahai Abul Hakam, ceritakanlah kepadaku tentang Muhammad, apakah dia benar ataukah bohong? Karena sesungguhnya di tempat ini sekarang tidak ada seorang Quraisy pun selain aku dan kamu yang dapat mendengar pembicaraan kita." Abu Jahal menjawab, "Celakalah kamu, demi Allah, sesungguhnya Muhammad memang orang yang benar, Muhammad sama sekali tidak pernah berbohong. Tetapi apabila Abi Qusai memborong semua jabatan, yaitu liwa, siqayah, hijabah, dan kenabian, maka apa lagi yang tersisa buat kaum Quraisy lainnya?" Yang demikian itulah maksud dari firman-Nya: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An'am:33) Ayat-ayat Allah adalah Nabi Muhammad ﷺ
Ayat 34
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka.” (Al-An'am: 34)
Hal ini merupakan hiburan untuk hati Nabi Muhammad ﷺ, sekaligus sebagai ungkapan dukungan terhadapnya dalam menghadapi orang-orang yang mendustakannya dari kalangan kaumnya, juga merupakan perintah kepadanya agar bersikap sabar sebagaimana sikap sabar orang-orang yang berhati teguh dari kalangan para rasul terdahulu.
Dalam ayat ini pun terkandung janji Allah kepada nabi-Nya, bahwa Dia akan menolongnya sebagaimana Dia telah menolong para rasul terdahulu, dan kemudian meraih kemenangan. Pada akhirnya para rasul mendapatkan hasil yang terpuji setelah mengalami penolakan dan gangguan dari kaumnya masing-masing. Setelah itu datanglah kepada mereka pertolongan dan kemenangan di dunia dan di akhirat. Seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya:
“Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (ketetapan) Allah.” (Al-An'am: 34)
Yakni janji-janji kemenangan yang telah ditetapkan-Nya di dunia dan akhirat bagi hamba-hamba-Nya yang mukmin. Perihalnya sama dengan firman-Nya yang lain:
“Dan sesungguhnya telah ditetapkan janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti akan mendapatkan pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti akan menang.” (Ash-Shaffat: 171-173)
Allah ﷻ telah menetapkan:
"Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Mujadilah: 21)
Mengenai firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.” (Al-An'am: 34)
Artinya berita tentang mereka, bagaimana mereka mendapat pertolongan dan dukungan dalam menghadapi orang-orang yang menolak dan menentang mereka dari kalangan kaumnya. Maka demikian pula halnya dengan kamu (Muhammad), akan mengalami hal yang sama dengan para rasul yang mendahuluimu.
Ayat 35
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan jika keberpalingan mereka terasa berat bagimu.” (Al-An'am: 35)
Yaitu apabila terasa berat olehmu, sikap berpaling mereka kepadamu.
“Maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit.” (Al-An'am: 35)
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa “nafaq” artinya terowongan. Yakni kamu (Muhammad) masuk ke dalam terowongan itu, lalu datang membawa ayat kepada mereka. Atau kamu buat tangga sampai ke langit, lalu kamu naik ke langit dan mendatangkan kepada mereka suatu ayat (bukti) yang lebih baik daripada yang engkau sampaikan kepada mereka sekarang, maka lakukanlah.
Hal yang serupa dikatakan pula oleh Qatadah, As-Suddi, dan lain-lainnya.
Firman Allah ﷻ: “Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu, janganlah kalian sekali-kali termasuk orang-orang yang bodoh.” (Al-An'am: 35)
Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (Yunus: 99), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
“Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua mengikuti petunjuk.” (Al-An'am: 35)
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ sangat menginginkan semua orang beriman dan mengikuti jalan petunjuknya. Maka Allah memberitahukan kepadanya bahwa tidak ada seorang pun yang beriman kecuali orang yang telah ditakdirkan oleh Allah mendapat kebahagiaan sejak zaman azalinya.
Ayat 36
Firman Allah ﷻ: “Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah).” (Al-An'am 36)
Sesungguhnya orang yang menyambut seruanmu wahai Muhammad, hanyalah orang yang mau mendengar, mencerna, dan memahaminya. Perihalnya sama dengan yang disebutkan oleh ayat lain:
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.” (Yasin: 70)
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang mati akan dibangkitkan oleh Allah.” (Al-An'am: 36)
Yang dimaksud dengan 'orang-orang yang mati' ialah orang-orang kafir.
Dikatakan demikian karena hati mereka mati, maka Allah menyerupakan mereka dengan orang-orang yang mati sungguhan (yakni bangkai). Karena itulah disebutkan:
“Dan orang-orang yang mati akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.” (Al-An'am: 36)
Di dalam ungkapan ini terkandung makna cemoohan dan penghinaan terhadap mereka.
Ayat sebelumnya berbicara tentang kaum yang durhaka dan karena mereka berpaling maka mereka tidak akan beriman, maka pada ayat ini menegaskan bahwa hanya orang-orang yang berusaha sungguhsungguh untuk mendengar sajalah yang akan mematuhi seruan Allah, karena mereka bukan orang-orang yang mati sehingga mereka dapat memetik pelajaran dari apa yang mereka dengarkan, dan orang-orang yang mati, baik mati hati nuraninya maupun mati dalam arti yang sebenarnya, kelak akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nya mereka dikembalikan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan mereka. Setelah menjelaskan situasi yang akan dialami para pendurhaka, Allah mengingatkan Nabi Muhammad dan juga umat Islam tentang beberapa ucapan dan usul para pendurhaka itu. Dan mereka, orangorang musyrik, berkata, Mengapa tidak diturunkan kepadanya, yakni Nabi Muhammad, suatu bukti berupa mukjizat dari Tuhannya' Katakanlah, wahai Nabi, sebagai jawaban atas usul mereka yang telah menolak bukti-bukti yang telah ada, Sesungguhnya Allah berkuasa menurunkan suatu bukti berupa mukjizat seperti yang mereka usulkan atau selainnya, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui, yakni enggan menggunakan akal pikirannya secara benar. Kalau mereka tidak dapat meraih petunjuk atas aneka macam bukti dari Allah, itu karena sikap mereka yang memang berpaling dari kebenaran. (Lihat: Surah ashshaff/61: 5).
Ayat ini menerangkan bahwa yang akan memperkenankan seruan Allah adalah hanya bagi orang yang mendengar. Kemudian, dalam menghadapi seruan Nabi dan risalah yang disampaikannya, manusia terbagi dua, yaitu manusia yang hidup jiwanya dan manusia yang mati jiwanya.
Manusia yang hidup jiwanya ialah manusia yang menggunakan akal, pikiran, perasaan dan kehendak serta pilihan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Dengan anugerah itu, mereka dapat melihat, memperhatikan dan menilai segala sesuatu yang dikemukakan kepada mereka. Yang baik mereka ambil, sedang yang buruk mereka buang. Karena itu hati dan pikiran mereka terbuka untuk menerima petunjuk Allah, Mereka ibarat tanah yang subur. Sedikit saja disirami air, tanah itu akan menjadi subur, dapat menumbuhkan tanaman-tanaman dengan mudah dan cepat.
Sedangkan manusia yang mati jiwanya ialah manusia yang tidak mau menggunakan akal, pikiran, perasaan, pilihan dan mata hati yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Hati mereka telah tertutup oleh rasa dengki. Karena itu segala keterangan yang dikemukakan Nabi tidak akan mereka dengar dan perhatikan. Seandainya mereka dapat melihat dan memperhatikan dalil-dalil dan bukti-bukti yang dikemukakan Rasul dan pikiran mereka menerimanya, namun semuanya itu ditolak dan tidak diterima karena rasa dengki tersebut. Mereka diibaratkan seperti tanah yang tandus, berapa pun air yang dialirkan padanya, tanah itu tidak akan menumbuhkan tumbuhan yang ditanam.
Kelompok manusia yang kedua ini adalah orang-orang kafir yang kekafirannya telah mendalam, sehingga tidak ada harapan bahwa mereka akan beriman dan mematuhi seruan Nabi. Maka Allah menganjurkan agar Muhammad ﷺ tidak bersedih hati atas sikap mereka, dan menyerahkan keadaan mereka kepada Allah. Allah akan membangkitkan mereka dari kuburnya di hari Kiamat dan akan mengazab mereka sebagai balasan dari kekafiran mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 33
“Sesungguhnya, Kami tahu bahwa telah sangat mendukacitakan engkau apa yang mereka katakan."
Pernah beliau dituduh sebagai tukang sihir, padahal sihir adalah penipuan. Pernah beliau dikatakan gila dan berbagai olok-olok. Beliau bersedih hati lantaran itu bukan karena diri rasa tersinggung, tetapi sedih melihat keadaan kaum yang masih mencintai kegelapan dan menolak cahaya terang. Allah berfirman di sini, bahwa Allah yang melindungi hamba-Nya tahu akan hal itu semua. Kemudian, diberikanlah obat hati kepada beliau,
“Maka sesungguhnya bukanlah mereka itu mendustakan engkau, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari akan ayat-ayat Allah."
Artinya, bukanlah engkau yang mereka dustakan. Mereka sendiri mengakui mulai dari waktu mudamu pun bahwa engkau adalah seorang yang jujur. Bahkan pada waktu engkau masih muda remaja karena engkau sanggup menyelesaikan perselisihan mereka, telah mereka beri engkau gelar al-Amin atau setiawan atau orang yang dapat dipercaya. Namun, yang mereka tolak dan mereka ingkari ialah ajaran Allah atau ayat-ayat Allah yang engkau sampaikan itu. Tegasnya lagi, bukan engkau yang mereka dustakan, melainkan Allah sendiri. Oleh karena itu, mereka berhadapan dengan Allah!
Menurut Ibnu Katsir di dalam tafsirnya Ruhul Bayan, “Bukanlah mereka menuduh engkau pendusta, melainkan mereka sendiri yang hendak ingkar kepada Allah." Artinya, mereka semata-mata hendak menolak kebenaran. Sebagaimana kata Sufyan Tsauri, dari Ibnu Ishaq, dari Nabiyah bin Ka'ab bin Ali, berkata dia, “Pernah Abu Jahal berkata kepada Nabi ﷺ, ‘Kami bukanlah mendustakan engkau Muhammad, tetapi kami tidak mau percaya akan segala keterangan yang engkau bawa itu."‘ Dan menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin al-Qazir al-Waasithi di Mekah, menerimanya pula dari Abu Yazid al-Madari bahwa pada suatu hari Abu Jahal bertemu dengan Rasul ﷺ, lalu dia menjabat tangan beliau (bersalaman). Melihat Abu Jahal bersalam dengan Nabi, menegurlah seorang musyrik yang lain kepada Abu Jahal, “Mengapa engkau bersalaman dengan orang yang telah mengkhianati agama nenek moyangnya itu?" Abu Jahal menjawab, “Demi Allah! Saya pun tahu dia memang nabi. Tetapi, pantang bagi kami akan menjadi pengikut dari keturunan Abdi Manaf."
Dan ada pula riwayat dibawakan oleh Ibnu Ishaq dari az-Zuhri, bahwa beberapa malam berturut-turut Abu Jahal, Abu Sufyan, dan al-Akhnas bin Syuraiq, pergi mengintip dengan sembunyi-sembunyi ke pekarangan rumah Nabi, untuk mendengarkan Nabi membaca Al-Qur'an, padahal yang seorang tidak mengetahui bahwa yang lain mengintip pula. Setelah mereka pulang, barulah di luar mereka bertemu. Kemudian, berjanjilah mereka bahwa tidak akan mengulangi lagi pergi mendengar-dengar bacaan Al-Qur'an itu.
Mereka sangat tertarik mendengarkan Rasulullah ﷺ membaca ayat-ayat itu. Namun, sampai tiga malam sesudah itu berturut-turut mereka datang juga sembunyi-sembunyi men-dengarkan ayat-ayat itu dan masing-masing menyangka bahwa dia hanya datang seorang diri. Akhirnya berkatalah mereka dari hati ke hati bahwa ayat-ayat yang dibaca Muhammad itu memang mengherankan, menakjubkan, setengah dipahamkan, setengah lagi tidak dapat dipahamkan karena sangat tinggi mutu pembicaraannya. Namun, akhirnya mereka pun sampai pada kesimpulan yang sebenarnya, apa sebab mereka terus menentang. Berkata Abu Jahal, “Kita telah berebut pengaruh dengan keluarga Abdi Manaf. Mereka memberi jamuan makan, kita pun memberi jamuan makan. Mereka telah memberi hadiah tetamu yang datang dengan berupa pikulan-pikulan, kita pun telah berbuat begitu, tetapi setelah perpacuan hampir sampai ke batas terakhir (final), Bani Abdi Manaf berkata,"‘Pada kami ada Nabi yang mendapat wahyu dari langit.' Kalau sudah demikian, bila kita akan dapat menyamai Bani Abdi Manaf lagi? Demi Allah, kita tidak akan beriman kepadanya, kita tidak akan mengakui kebenarannya!"
Menurut yang diriwayatkan Ibnu Jarir pula, dari as-Suddi, berkata dia, “Tatkala terjadi Peperangan Badar, berhadapanlah empat mata di antara al-Akhnas dengan Abu Jahal. Lalu berkatalah al-Akhnas, “Hai Abui Hakam, katakanlah kepada saya betapa yang sebenarnya Muhammad itu, apakah dia seorang yang benar atau seorang pendusta? Katakanlah yang sebenarnya. Di sini, tidak ada orang Quraisy selain kita berdua yang akan mendengar percakapan kita ini!'"
Berkatalah Abu Jahal, “Bagaimana engkau ini! Demi Allah, sesungguhnya Muhammad itu adalah seorang yang benar. Sedikit pun Muhammad itu tidak berdusta. Tetapi, kalau keturunan Quraisy telah memegang bendera di medan perang dan mereka pula yang memberi minum orang haji dan mereka yang memegang kunci Ka'bah (hijasbah), sekarang ditambah lagi, dari kalangan mereka pula timbul nubuwwah, apa sisanya yang tinggal untuk orang Quraisy?"
Inilah beberapa asbabun-nuzul disebut orang tentang ayat ini.
Memang, Muhammad ﷺ yang sejak dari masa kecilnya sampai remajanya tidak pernah berbohong dan terkenal jujur, setelah mengakui dirinya menjadi rasul Allah, baru didustakan, akan sangatlah merasa duka cita karena penghinaan itu. Bagi orang yang tinggi budiriya, amatlah dirasa satu penghinaan besar kalau dia dituduh pembohong.
Penulis tafsir ini telah mengalami sesuatu yang pahit ketika ditahan dan diperiksa polisi secara aniaya. Pada waktu negara Indonesia ini telah mulai meninggalkan nilal-nilai keadilan, sebab kepala negara telah dipengaruhi paham tidak bertuhan (Komunis). Ketika mulai diperiksa tidak berhenti-henti hampir sebulan lamanya, didatangkanlah berbagai tuduhan yang dibuat-buat oleh polisi itu sendiri untuk menjerumuskan penulis tafsir al-Azhar ini. Ketika diberikan jawaban-jawaban yang jujur, mereka tolaklah dengan kata-kata kasar tidak berbudi, “Saudara bohong!"
Dituduh berbohong bagi penulis, jauh lebih sakit ketimbang dipukul atau ditembak. Itulah satu di antara sebab-sebab penulis agak tuli keluar dari tahanan. Kita yang orang
biasa, yang di dalam diri telah tumbuh dengan baik rasa kejujuran dan pertanggungjawaban di hadapan Allah, tuduhan berbohong lagi sakit, apalagi bagi seorang rasul. Apalagi bagi Muhammad Rasulullah ﷺ Inilah yang diobati oleh Allah, jangan engkau berduka cita! Bukan engkau yang mereka bohongkan, melainkan Akulah. Sebab wahyu yang engkau sampaikan itu dari-Ku.
Ayat 34
“Dan sesungguhnya telah didustakan beberapa Rasul dari sebelum engkau, namun mereka adalah sabarn atas apa yang didustakan mereka."
Pengalaman pahit ini, maksud yang jujur dari engkau sebagai utusan-Ku, diterima mereka dengan salah dan mereka dustakan, bukanlah perasaan engkau saja. Rasul-rasul yang dahulu dari engkau pun menderita begini juga. Namun mereka sabar, tabah, dan tahan. Niscaya engkau pun begitu pula hendaknya. Bukan saja rasul-rasul yang dahulu itu didustakan, bahkan, “Dan disakiti mereka." Bukan saja jiwa rasul-rasul itu yang diganggu dengan membohongkan, mereka bahkan disakiti dengan berbagai cara. Diusir dari negeri mereka dan ada yang diancam dengan berbagai ancaman."Sehingga datanglah kepada mereka pertolongan Kami." Kata inilah sambungan penawar hati untuk beliau tadi bahwa rasul-rasul yang dahulu itu sepuas-puas didustakan, sepuas-puas disakiti, yang mereka derita dengan penuh kesabaran. Akhirnya, datanglah pertolongan Allah melepaskan mereka dari kepungan sikap yang rendah orang kafir itu. Akhirnya mereka dimenangkan Allah. Oleh sebab itu, engkau pun pasti akan diberi kemenangan oleh Allah, engkau pun pasti ditolong."Karena tidaklah ada pengganti dari kalimat-kalimat Allah." Artinya, segala sesuatu yang telah ditentukan, tidaklah ada yang akan menggantinya atau mencarikan gantinya. Kalimat Allah terhadap Rasul-Nya pun sudah ada pula kepastiannya, yaitu pasti menang. Tidak ada satu kekuatan pun dalam dunia yang sanggup menentang ketentuan itu.
“Dan sesungguhnya telah datang kepada engkau setengah dari benita utusan-utusan itu."
Dengan ujung ayat ini, Allah mengingatkan kembali bahwa terlebih dahulu dari surah al-An'aam ini diturunkan, sudah juga Allah menurunkan wahyu-wahyu menerangkan perjuangan rasul-rasul yang dahulu, pengalaman mereka, bahwa mereka didustakan, disakiti dan bahwa mereka tabah menghadapinya. Seperti tersebut di dalam surah asy-Syu'araa', an-Naml, al-Qashash, Huud, dan surah al-Hijr, yang semuanya itu lebih dulu turun dari surah al-An'aam.
Ayat 35
“Dan jika amat besar bagimu berpalingan mereka."
Artinya, jika engkau merasa amat besarlah, atau amat berat rasanya karena mereka tidak mau percaya ini, yang menyebabkan hatirnu demikian duka citanya, “Maka, jika engkau sanggup membuat suatu lubang di bumi atau suatu jenjang ke langit, lalu engkau bawakan kepada mereka satu ayat." Meskipun dengan pertolongan Allah, engkau dapat membuat satu lubang menembus bumi atau engkau sanggup mengadakan sebuah jenjang (tangga) untuk menaiki langit, sebagai suatu ayat atau mukjizat buat menarik mereka, tidak jugalah mereka akan berubah lantaran itu. Yang mau kafir akan tetap kafir juga, yang menolak akan bertambah menolak. Bukankah telah mereka minta supaya diturunkan kitab di atas kertas, hitam di atas putih, yang kalau misalnya itu dikabulkan, engkau akan tetap mereka tuduh tukang sihir juga? (Lihat kembali ayat ke-7 yang lalu)."Karena kalau Allah menghendaki niscaya Dia kumpulkan mereka atas petunjuk itu." Artinya, Allah pun Mahakuasa untuk mengumpulkan mereka dalam satu haluan, satu kepercayaan, satu petunjuk itu sehingga tidak ada yang membantah lagi, setuju saja semuanya. Allah pun sanggup berbuat begitu. Bukankah Allah telah membuat demikian pada kehidupan lebah, kehidupan semut, dan sebagainya? Ini adalah manusia! Allah telah menakdirkan manusia diberi akal, perasaan, berbagai macam pendapat, berbagai macam pengalaman, dan pandangan hidup. Itulah yang menjadikan bahwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran itu menghendaki pula perjuangan, keuletan, dan kesabaran.
“Maka, janganlah engkau jadi dari orang-orang yang bodoh."
Hanya orang-orang yang merasa kesal kalau ada perjuangan antara hak dan batil.
Dalam ayat ini. kita diberi pengertian yang mendalam tentang pentingnya perjuangan. Untuk kemenangan kalimat Allah sehingga mengisi jalan akal manusia, Islam mewajibkan jihad. Bahkan ditegaskan bahwasanya Islam akan runtuh kalau jihad tidak ada. Arti yang umum dari jihad ialah berjuang dan bekerja keras. Sebab, yang dituju ialah menegakkan nilal-nilai kebenaran di tengah-tengah pendapat akal yang berbagai ragam. Itulah hidup sehingga hidup itu sendiri pun tidak berarti kalau tidak ada jihadnya. Allah Mahakuasa membuat manusia itu jadi satu semuanya, yaitu seperti kehidupan lebah saja, tidak berpikir lagi, tinggal bekerja saja menurut naluri, bukan menurut akal. Kalau terjadi demikian, hidup itu sendiri pun tidak bernilai lagi. Hanya orang-orang bodoh saja yang ingin “memakan pisang yang telah dikupas" atau tinggal memakan saja. Yang berpikir demikian adalah orang yang bodoh, yang sontok akal, yang tidak mengerti nilai kebenaran. Oleh karena tiap-tiap orang yang berakal itu adalah mempunyai pendapat bahwa hasil pendapat akalnya yang benar, dan pegangannya yang betul. Kaum Musyrikin itu merasa bahwa pendirian merekalah yang benar. Oleh karena itu, mereka pertahankan mati-matian. Padahal kebenaran yang dibawa Rasulullah yang benar, sebab dia datang dari wahyu, datang dari Allah. Kalau di sana mengatakan merekalah yang benar, padahal hakikat yang benar terletak di sini karena dia datang dari wahyu, sudah pasti ada perjuangan. Sampai yang benar itulah yang menang. Itulah ketentuan dari kalimat Allah yang satu kekuatan pun tidak dapat mengubahnya.
Berkata Ahmad Syauqi, ahli syair Mesir yang terkenal:
Teguhlah pada pendapatmu di dalam hidup ini dan berjuanglah.1 Karena sesungguhnya hidup itu ialah aqidah dan perjuangan.
Ayat ini wahyu kepada Rasulullah ﷺ niscaya beliau mengetahui akan hal itu. Akan tetapi, tujuan sebenarnya ialah kepada umat Muhammad sendiri bahwa agamanya akan selalu hidup di tengah-tengah api perjuangan. Baru keluar apinya Islam itu, setelah dia disangai, disalai, dan ditanak di tengah-tengah perjuangan.
Ayat 36
“Hanya saja yang mau menyambut ialah orang-orang yang mendengar."
Lanjutan peringatan lagi bahwa yang sudi menerima kebenaran hanyalah yang memasang telinganya, yakni yang ada kontak di antara telinganya dengan hatinya. Kalau telinganya hanya telinga betung atau telinga kuali, menganga, tetapi tidak mendengar atau melongo saja, walaupun telinga terbuka lebar, sebab hati ada penutup, baik karena kebodohan atau karena taklid buta maka tidaklah akan berfaedah bagi mereka pengajaran ini. Tidak ada pada mereka alat penyam-but. Dapat dibuat, misalnya dengan seorang yang ada rasa seni atau yang kosong jiwa dari seni. Jika seorang yang ada rasa seninya mendengat unggas bernyanyi, ayam berkokok, elang berkelit, ombak berdebur, akan tersinggung perasaan keindahan yang ada dalam dirinya. Namun, orang yang berjiwa kasar tidaklah mengerti semuanya itu Sebab alat penyambut yang di dalam tidak ada. Oleh karena itu, ada setengah peminat seni bertanya, “Di mana terletak keindahan? Di luar diri kitakah atau dalam diri?" Jawabannya, seni yang tertinggi sekali ialah iman! Kalau di dalam sudah ada persediaan penyambut, akan terdengarlah seruan suara. Adapun yang mati, walaupun masih bernyawa, tidaklah dia akan dapat menyambut dan sebab itu dihi-tunglah orang itu sama dengan mati.
“Sedang orang-orang yang mati itu akan dibangkitkan mereka oleh Allah." Maka orang yang mati, yaitu mati hati yang tidak mau mendengar kebenaran dan tidak mau menyambut ajakan Rasul akan dibangkitkanlah mereka oleh Allah dari kuburan mereka dan dikirim oleh malaikat ke tempat berhitung (hisab) bersama-sama dengan orang-orang yang diberdirikan untuk menerima ganjaran dosa mereka.
“Kemudian itu kepada-Nyalah mereka akan dikembalikan."
Maka, Allah-lah yang akan memutuskan siksaan untuk mereka.
Nyatalah di sini bahwa yang dimaksud dengan orang yang telah mati itu ialah yang sudah sangat mendalam kekufurannya, seumpama sudah mati hati mereka, tidak mau berganjaklagi dari kekufuran itu. Dan di dalam ayat ini terdapatlah sambungan penawar hati Rasul sebagaimana yang telah dimulai sebelumnya, yaitu bahwa orang-orang yang semacam itu jangan terlalu mendukacitakan engkau; serahkan sajalah urusan kepada Allah.
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya satu ayat dari Tuhannya.'"
(pangkal ayat 37)