Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidaklah
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَآ
dunia
إِلَّا
kecuali/selain
لَعِبٞ
permainan
وَلَهۡوٞۖ
dan senda gurau
وَلَلدَّارُ
dan sungguh kampung
ٱلۡأٓخِرَةُ
akhirat
خَيۡرٞ
lebih baik
لِّلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
يَتَّقُونَۚ
(mereka)bertakwa
أَفَلَا
apakah tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
وَمَا
dan tidaklah
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَآ
dunia
إِلَّا
kecuali/selain
لَعِبٞ
permainan
وَلَهۡوٞۖ
dan senda gurau
وَلَلدَّارُ
dan sungguh kampung
ٱلۡأٓخِرَةُ
akhirat
خَيۡرٞ
lebih baik
لِّلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
يَتَّقُونَۚ
(mereka)bertakwa
أَفَلَا
apakah tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
Terjemahan
Kehidupan dunia hanyalah permainan dan kelengahan, sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?
Tafsir
(Dan tiadalah kehidupan dunia ini) artinya kesibukannya (selain dari main-main dan senda-gurau) adapun mengenai amal taat dan hal-hal yang menjadi sarananya maka hal itu termasuk perkara-perkara akhirat. (Dan sungguh kampung akhirat itu) di dalam suatu qiraat yang dimaksud dengan kampung akhirat itu ialah surga (lebih baik bagi orang-orang yang takwa) yang takut berbuat kemusyrikan. (Maka tidakkah kamu memahaminya?) dengan memakai ya dan ta; hal itu kemudian mendorong kamu untuk beriman.
Tafsir Surat Al-An'am: 31-32
Sungguh rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan. Sehingga apabila kiamat datang kepada mereka secara tiba-tiba, mereka berkata, “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!” sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Alangkah buruknya apa yang mereka pikul itu.
Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau belaka. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?
Ayat 31
Mereka akan kembali melakukan larangan-larangan dan mengira bahwa kehidupan hanya (sebatas) di dunia ini. Allah ﷻ berfirman, menceritakan kerugian yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan adanya hari pertemuan dengan-Nya, kekecewaan mereka ketika di hari kiamat, datang secara tiba-tiba, dan penyesalan mereka terhadap kelalaian mereka terhadap amal saleh serta perbuatan jahat yang pernah mereka lakukan.
Hal ini digambarkan oleh firman-Nya: “Sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata, ‘Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu’!” (Al-An'am: 31)
Kata yang terdapat pada lafal “fiha” merujuk kepada kehidupan dunia, amal-amal saleh, dan hari akhirat, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hari akhirat (termasuk hari kiamat).
Firman Allah ﷻ: “Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Alangkah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An'am: 31)
“Yaziruna” artinya apa yang mereka pikul. Menurut Qatadah, itu berarti 'apa yang mereka kerjakan'.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Said Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Abu Marzuq yang mengatakan bahwa orang kafir atau orang durhaka ketika keluar dari kuburnya disambut oleh seseorang yang rupanya sangat buruk dan baunya sangat busuk.
Lalu ditanya, ''Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Apakah kamu tidak mengenalku?" Si kafir menjawab, "Tidak, demi Allah, hanya Allah telah memburukkan mukamu dan membusukkan baumu." Lalu yang ditanya menjawab, "Aku adalah amal perbuatanmu, seperti inilah keadaanmu sewaktu di dunia, yaitu buruk dan busuk. Sekarang kemarilah kamu, aku akan menaikimu sebagai pembalasan perbuatan engkau sewaktu di dunia." Yang demikian itu disebutkan dalam firman Allah ﷻ:
“Sambil mereka memikul dosa-dosa itu di atas punggungnya.” (Al-An'am: 31), hingga akhir ayat.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Suddi yang mengatakan bahwa seorang zalim yang dimasukkan ke dalam kuburnya akan didatangi oleh seorang lelaki yang buruk wajahnya, hitam penampilannya dan busuk baunya serta memakai pakaian yang sangat kotor, lelaki itu masuk ke dalam kubur bersamanya.
Ketika si zalim itu melihatnya, ia bertanya, "Mengapa wajahmu sangat buruk?" Dijawab, ''Demikian pula amal perbuatanmu dahulu, buruk seperti aku." Ia bertanya, "Mengapa baumu sangat busuk?" Dijawab, "Demikian pula amal perbuatanmu dahulu, busuk seperti aku." Ia bertanya, "Mengapa pakaianmu kotor?" Dijawab, "Sesungguhnya amal perbuatanmu dahulu kotor." Ia bertanya, "Siapakah kamu sebenarnya?" Dijawab, "Amal perbuatanmu." Lalu ia bersamanya di dalam kuburnya.
Ketika ia dibangkitkan pada hari kiamat, maka amalnya itu berkata kepadanya, "Sesungguhnya dahulu ketika di dunia akulah yang menggendongmu dengan semua kelezatan dan nafsu syahwat, sekarang gantian engkaulah yang menggendongku." Maka amalnya itu menaiki punggungnya, lalu orang tersebut diantarkan oleh amalnya hingga masuk ke dalam neraka. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
“Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Sangatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An' am: 31)
Ayat 32
Firman Allah ﷻ: “Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau.” (Al-An'am: 32)
Artinya, sesungguhnya kehidupan dunia memang kebanyakannya demikian. Sedangkan (kehidupan) akhirat itu, lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
“Maka tidaklah kalian memahaminya?”(Al-An'am: 32)
Dan sebenarnya kalau mereka menggunakan nalar dan nurani yang jernih dalam menyikapi ajaran Al-Qur'an, mereka akan memahami bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau yang hanya akan bermanfaat jika digunakan untuk kehidupan di akhirat. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman dan melindungi dirinya dari malapetaka dunia dan akhirat. Apakah kamu tidak memikirkan-nya secara mendalam' Manusia yang tertipu kehidupan dunia itu mengingkari ayat-ayat Allah dan mengucapkan kata-kata yang menyakiti perasaan Rasulullah. Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan bahwa hidup ini hanyalah di dunia ini dan kita tidak akan pernah dibangkitkan untuk hidup di akhirat setelah kita mati, itu benar-benar menyedihkan hatimu, wahai Nabi Muhammad. Bersabarlah menghadapi mereka, janganlah bersedih, karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau. Nurani mereka mengakui kebenaran engkau sebagai rasul Allah, tetapi orangorang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah karena kesombongan dan ketertutupan hati mereka.
Ayat ini menegaskan gambaran kehidupan duniawi dan ukhrawi. Kehidupan dunia sesungguhnya tidak lain hanyalah permainan dan hiburan. Bagi mereka yang mengingkari hari kebangkitan sehingga mereka sangat mencintai hidup duniawi, seperti anak-anak bermain-main, mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan sewaktu dalam permainan itu. Semakin pandai mereka mempergunakan waktu bermain semakin banyak kesenangan dan kepuasan yang mereka peroleh. Sehabis bermain itu, mereka tidak memperoleh apa-apa. Atau seperti pecandu narkotik, dia mendapatkan perasaan yang amat menyenangkan sewaktu dia tenggelam dalam kemabukan narkotika itu. Hilanglah segala gangguan pikiran yang tidak menyenangkan, lenyaplah kelelahan dan kelesuan rohaniah dan jasmaniah pada waktu itu. Tetapi itu hanya sebentar, bila pengaruh narkotik itu sudah tidak ada lagi, perasaan yang menyenangkan itupun lenyap dan dia menderita kelelahan lebih berat dari sebelum menggunakan narkotik. Begitulah keadaan orang-orang yang ingkar terhadap hari kebangkitan dan hidup sesudah mati. Mereka membatasi diri mereka dalam kesempatan yang pendek itu. Hidup bagi mereka adalah permainan dan hiburan.
Orang-orang beriman dan bertakwa tidak berpikir seperti orang-orang yang ingkar. Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan duniawi. Apakah arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya sementara, untuk kemudian menderita dengan tidak memperoleh apa-apa. Oleh karena itu, hendaknya orang-orang beriman memilih kehidupan yang kekal yakni kehidupan ukhrawi, sebab itulah kehidupan yang paling baik. Untuk menghadapi kehidupan yang panjang ini hendaklah mempersiapkan diri dengan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Kehidupan dunia hanyalah perantara bagi kehidupan akhirat. Orang-orang beriman lebih memilih kehidupan yang abadi daripada kehidupan sementara.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 31
“Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah sehingga apabila datang kepada mereka saat itu dengan sekonyong-konyong, berkatalah mereka, Wahai menyesalnya kita atas apa yang telah kita abaikan di dalam (dunia)."
Sungguh rugilah orang-orang yang tidak punya kepercayaan bahwa hidup dunia kita ini masih bersambung dan beruntung ber-labalah orang yang beriman sebab dia akan bertemu dengan hasil iman dan amal yang diamalkannya pada masa dia masih hidup yang pertama. Orang yang beriman tenang, tidak ada rasa gelisah, merasa cukup dengan yang ada, bersyukur jika ditambah dan sabar kalau berkurang, ridha kepada Allah dalam segala hal, serta merasa tenteram (thuma ninah) kalau musibah malapetaka datang menimpa. Hatinya tidak terpaut pada nikmat itu, malahan terikat kepada yang memberikan nikmat. Oleh sebab itu, sedang ada dia bersyukur, sedang tidak dia bersabar. Dia tidak merasa kesepian sebab perasaannya senantiasa berdekat dengan Allah. Dia selalu mengingat nama-Nya dengan menyebut-Nya. Adapun orang yang tidak mempunyai kepercayaan akan pertemuan dengan Allah adalah sebaliknya dari itu, dia selalu merasa hidupnya hampa.
Sungguh rugi orang yang tidak percaya bahwa sambungan dari hidup yang sekarang ini masih ada dan masih lanjut dan segala amal usaha, jerih dan payah di kala hidup yang fana ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Lantaran tidak ada kepercayaan yang demikian, rugilah hidupnya ini, sebab persiapannya buat hidup yang kedua kali itu sangat dia abaikan. Mereka tidak bersiap menghadapi maut sebab hati telah tertambat pada dunia. Bagaimana mereka tidak akan rugi? Maut akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, sedangkan kasih terpaut pada dunia, mati pun datang. Dan maut bagi seseorang adalah permulaan dari Kiamat. Saat dalam artinya, yang asal ialah suatu ketika. Satu saat juga berarti satu jam. Ke dalam bahasa kita pun dipakai dengan arti begitu, seperti “setelah sesaat kemudian" atau “beberapa saat saja". Kemudian, dalam bahasa agama kalimat saat itu mempunyai dua pengertian. Pertama ialah sampai saatnya, berarti sampai ajalnya atau mati dan dalam agama yang lebih umum lagi ialah bahwa saat itu berarti Kiamat. Dengan demikian, kalimat sesaat dalam ayat in, maksudnya yang utama ialah saat Kiamat. Namun, mengandung juga akan arti saat maut. Sebab, dalam suatu hadits pun ada hal tersebut, jika seorang telah mati, telah berdirilah Kiamatnya.
Ahli-ahli tafsir membagi Kiamat itu menjadi tiga macam: Kiamat shughra, yaitu saat matinya satu orang. Kiamat kubra ialah Kiamat besar, Kiamat raja, yang akan terjadi kelak kemudian hari. Dan Kiamat wustha, yaitu hancur merosotnya suatu umat atau suatu bangsa.
Terhadap ayat yang tengah kita tafsirkan ini, menurut jumhur ahli tafsir, yang dimaksud ialah Kiamat kubra. Namun, Raghib bersendiri dalam tafsirnya bahwa Kiamat yang dimaksud di sini ialah bila panggilan maut telah datang kepada seseorang dan dia tidak dapat mengelak lagi. Pada waktu itulah datang sesat, “Wahai alangkah menyesalnya aku, aku belum bersiap apa-apa."
“Sedang mereka adalah memikul dosa-dosa mereka di bahu mereka." Karena tidak percaya bahwa di seberang maut itu ada hidup lagi, bekal tak sedia, persiapan tak dibawa, dan yang diperbuat di kala hidup hanyalah dosa, tak tahu halal-haram, menghabiskan tenaga untuk yang tidak berguna, di dunia ini, amal usaha itu hanya dua macam saja. Pertama amal usaha yang baik dan saleh, berlandaskan iman yang teguh kepada Allah. Yang kedua ialah lawannya, yaitu amal usaha yang buruk dan tiada berguna. Yang ketiga tidak ada. Dengan demikian, karena persiapan amal baik tidak ada, niscaya hanya dosa buruk yang akan terbawa ke akhirat, bungkuk punggung memikulnya.
“Alangkah buruknya yang mereka pikul itu!"
Alangkah buruknya orang yang berjalan berpayah-payah, terbungkuk-bungkuk, sampai mengalir keringat mulai dari dahi sampai ke seluruh bada . Keringat itu menetes sampai ke bawah, mengangkat beban yang amat berat, sedangkan isi beban itu bukanlah barang yang berfaedah melainkan beban dosa, yang mencelakakan diri sendiri. Akan dilepaskan tidak bisa sebab itu adalah perbuatan diri sendiri. Sentana dimisalkan ke dalam hidup kita sekarang ini, bagaimanalah wajah orang yang memikul dosa itu, saat di pinggir jalan orang melihat mereka terpincut-pincut kepayahan, sedangkan yang dibawa adalah dosa saja? “Beban berat" memikul dosa, tanggung jawab pada hari akhir. Sebabnya yang utama ialah karena lupa menilai keadaan dunia yang sebenarnya. Oleh karena itu, mulai dari sekarang Allah memperingatkan betapa yang sebenarnya nilai dunia yang menawan hati itu.
Ayat 32
“Dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan permainan dan kelalaian."
Dunia hanya permainan atau main-main belaka. Hal yang dikatakan permainan ialah perbuatan yang tidak tentu maksudnya dan tidak jelas tujuannya, baik untuk mencari manfaat maupun untuk menolak mudharat. Seperti perbuatan kanak-kanak bermain kelereng, guli atau gundu, memanjat-manjat gembira ria, merasa senang dan gembira, atau bersorak-sorai karena mengejar kucing. Setelah itu, mereka pun bosan, dan keesokan harinya menukarnya dengan permainan baru lagi. Berangsur besar, kanak-kanak itu bertambah kuranglah permainannya, malah kian lama kian merasa malulah dia menurut umurnya kaiau masih bermain-main. Dan dunia ialah kelalaian, yaitu terpesona oleh kerja yang tidak penting sehingga terabailah yang lebih penting. Seumpama seseorang yang mestinya masuk ke dalam jabatan tempat dia bekerja pukul tujuh pagi. Namun, dia berlalal-lalai di jalan sehingga hari berjalan jua maka sampailah dia di jabatannya itu pukul sepuluh siang. Tertumpuklah pekerjaan yang harus diselesaikannya karena kelalaiannya di jalan itu. Oleh sebab itu, kalau orang tidak hati-hati menilai kehidupan ini akan habislah hidupnya itu karena main-main dan berlalal-lalai. Padahal, umur yang telah habis terbuang tidak dapat dikejar lagi.
Dimisalkan dunia dengan permainan, ialah karena mulanya dia menggirangkan, tetapi lama-lama membosankan. Lihatlah kanak-kanak bermain tadi. Kalau mereka bermain sesama mereka, agak sejam dua jam, dalam beberapa waktu saja permainan itu mereka tukar-tukar. Sebentar bercari-cari, sebentar bermain gundu, sebentar mencari capung, dan tiap-tiapnya itu tidak ada yang tetap sebab kegembiraan itu lekas membosankan. Bawalah perbandirigan pada permainan kanak-kanak itu segala kerja yang menawan hati kita di dunia ini kalau tujuannya tidak jelas. Kita misalkanlah pada permainan yang masih ada faedahnya, seumpama menonton sandiwara.
Satu adegan saja, kalau telah berlebih dari sekian menit yang ditentukan, niscaya si pe-nonton akan bosan.
Hidup main-main dan lalal-lalai inilah yang menawan orang kafir pada dunia ini, menyangka tak ada lagi hidup sesudah in. Oleh karena itu, mereka lepaskanlah tenaga untuk itu selepas-lepasnya. Kadang-kadang, mereka mengobati kesusahan hati dengan kesusahan yang lebih besar. Mereka minum arak dan tuak karena waktu meminum itu mereka merasa hilang segala kesusahan. Padahal setelah selesai minum dan habis pengaruhnya pada diri, kesusahan itu timbul lagi. Oleh sebab itu, mereka minum lagi untuk lebih susah lagi. Atau seumpama orang yang ketagihan mengisap candu. Pada waktu candu itu diisap, mereka merasa sangat puas dan senang. Enak rasanya perasaan, lega rasanya hati, dan membubung khayat ke langit, padahal bertambah lama jasmani ruhaninya, bertambah lemah dan kurus-kering, habis segala tenaga.
Lihatlah ‘OKB' (Orang Kaya Baru) yang uang berjuta-juta mengalir ke dalam kantongnya, keuntungan yang tidak dikira-kira. Karena hidup tidak mempunyai tujuan, di-hambur-hamburkannyalah harta itu sesuka hati, bermain-main dan berlalal-lalai. Lantaran itu, hilanglah tujuan hidup yang sebenarnya dari dalam rumah tangga. Si istri bertindak sendiri, si suami bertindak sendiri pula, dan pendidikan anak-anak terlantar, hari depannya gelap-gulita. Tidak ada pikiran untuk hari depan, untuk akhirat. Kemudian, timbullah dalam masyarakat dendam yang miskin terhadap yang kaya. Dan orang-orang yang hanyut dalam permainan dan kelalaian itu, akan dikejutkanlah mereka oleh maut yang datang tiba-tiba atau bahaya yang tidak mereka sangka-sangka sebab persiapan menghadapinya tidak ada. Atau mereka ditimpa malu karena anak laki-laki yang membuat durjana atau anak perempuan yang telah rusak kehormatannya atau si istri yang menaikkan laki-laki lain ke rumah sepeninggal lakinya, sedangkan si laki tidak dapat lagi menegur sebab dia pun berbuat demikian pula dengan istri orang lain. Inilah akibat dari hidup yang hanya dipusatkan pada dunia, main-main dan kelalaian. Oleh sebab itu, ayat ini memberi peringatan kepada Mukmin bahwasanya bekal hidup dunia ini hanyalah sekian zaman, masanya pendek nian. Orang yang berakal budi tidaklah terpesona oleh hidup begini. Hidup yang hanya permainan kanak-kanak. Alangkah banyaknya orang tua yang karena tidak dapat mengendalikan diri, sudah surut bermain seperti kanak-kanak.
“Dan sesungguhnya, kampung akhiratlah yang sebaik-baiknya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kamu tidak mau berpikir?"
(ujung ayat 32)








