Ayat
Terjemahan Per Kata
قَدۡ
sungguh
خَسِرَ
telah merugi
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka)mendustakan
بِلِقَآءِ
dengan perumpamaan
ٱللَّهِۖ
Allah
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
jika
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلسَّاعَةُ
saat/kiamat
بَغۡتَةٗ
dengan tiba-tiba
قَالُواْ
mereka berkata
يَٰحَسۡرَتَنَا
Alangkah besarnya penyesalan kami
عَلَىٰ
atas
مَا
apa
فَرَّطۡنَا
kelalaian kami
فِيهَا
padanya(kiamat)
وَهُمۡ
dan mereka
يَحۡمِلُونَ
mereka memikul
أَوۡزَارَهُمۡ
beban/dosa-dosa mereka
عَلَىٰ
atas
ظُهُورِهِمۡۚ
punggung mereka
أَلَا
ingatlah
سَآءَ
amat buruk
مَا
apa
يَزِرُونَ
mereka pikul
قَدۡ
sungguh
خَسِرَ
telah merugi
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka)mendustakan
بِلِقَآءِ
dengan perumpamaan
ٱللَّهِۖ
Allah
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
jika
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلسَّاعَةُ
saat/kiamat
بَغۡتَةٗ
dengan tiba-tiba
قَالُواْ
mereka berkata
يَٰحَسۡرَتَنَا
Alangkah besarnya penyesalan kami
عَلَىٰ
atas
مَا
apa
فَرَّطۡنَا
kelalaian kami
فِيهَا
padanya(kiamat)
وَهُمۡ
dan mereka
يَحۡمِلُونَ
mereka memikul
أَوۡزَارَهُمۡ
beban/dosa-dosa mereka
عَلَىٰ
atas
ظُهُورِهِمۡۚ
punggung mereka
أَلَا
ingatlah
سَآءَ
amat buruk
مَا
apa
يَزِرُونَ
mereka pikul
Terjemahan
Sungguh rugi orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah. Maka, apabila hari Kiamat datang kepada mereka secara tiba-tiba, mereka berkata, “Alangkah besarnya penyesalan kami atas kelalaian kami tentangnya (hari Kiamat),” sambil memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Alangkah buruknya apa yang mereka pikul itu.
Tafsir
(Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah) mendustakan adanya hari kebangkitan (sehingga) sebagai tanda keterlaluan mereka dalam mendustakan (apabila kiamat datang kepada mereka) yaitu hari kiamat (dengan tiba-tiba) secara mendadak (mereka berkata, "Alangkah besarnya penyesalan kami) sebagai ungkapan rasa derita yang sangat keras; dan pemakaian huruf nida atau panggilan di sini hanyalah majaz atau kiasan yang artinya sekarang saatnya telah tiba maka datanglah (terhadap kelalaian kami) kealpaan kami (tentang kiamat itu.") sewaktu di dunia (sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya) dosa-dosa itu mendatangi mereka dalam bentuk yang paling buruk dan paling berbau kemudian dosa-dosa itu menaiki mereka. (Ingatlah, amatlah buruk) sangat jeleklah (apa yang mereka pikul itu) beban yang mereka pikul itu.
Tafsir Surat Al-An'am: 31-32
Sungguh rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan. Sehingga apabila kiamat datang kepada mereka secara tiba-tiba, mereka berkata, “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!” sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Alangkah buruknya apa yang mereka pikul itu.
Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau belaka. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?
Ayat 31
Mereka akan kembali melakukan larangan-larangan dan mengira bahwa kehidupan hanya (sebatas) di dunia ini. Allah ﷻ berfirman, menceritakan kerugian yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan adanya hari pertemuan dengan-Nya, kekecewaan mereka ketika di hari kiamat, datang secara tiba-tiba, dan penyesalan mereka terhadap kelalaian mereka terhadap amal saleh serta perbuatan jahat yang pernah mereka lakukan.
Hal ini digambarkan oleh firman-Nya: “Sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata, ‘Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu’!” (Al-An'am: 31)
Kata yang terdapat pada lafal “fiha” merujuk kepada kehidupan dunia, amal-amal saleh, dan hari akhirat, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hari akhirat (termasuk hari kiamat).
Firman Allah ﷻ: “Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Alangkah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An'am: 31)
“Yaziruna” artinya apa yang mereka pikul. Menurut Qatadah, itu berarti 'apa yang mereka kerjakan'.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Said Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Abu Marzuq yang mengatakan bahwa orang kafir atau orang durhaka ketika keluar dari kuburnya disambut oleh seseorang yang rupanya sangat buruk dan baunya sangat busuk.
Lalu ditanya, ''Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Apakah kamu tidak mengenalku?" Si kafir menjawab, "Tidak, demi Allah, hanya Allah telah memburukkan mukamu dan membusukkan baumu." Lalu yang ditanya menjawab, "Aku adalah amal perbuatanmu, seperti inilah keadaanmu sewaktu di dunia, yaitu buruk dan busuk. Sekarang kemarilah kamu, aku akan menaikimu sebagai pembalasan perbuatan engkau sewaktu di dunia." Yang demikian itu disebutkan dalam firman Allah ﷻ:
“Sambil mereka memikul dosa-dosa itu di atas punggungnya.” (Al-An'am: 31), hingga akhir ayat.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Suddi yang mengatakan bahwa seorang zalim yang dimasukkan ke dalam kuburnya akan didatangi oleh seorang lelaki yang buruk wajahnya, hitam penampilannya dan busuk baunya serta memakai pakaian yang sangat kotor, lelaki itu masuk ke dalam kubur bersamanya.
Ketika si zalim itu melihatnya, ia bertanya, "Mengapa wajahmu sangat buruk?" Dijawab, ''Demikian pula amal perbuatanmu dahulu, buruk seperti aku." Ia bertanya, "Mengapa baumu sangat busuk?" Dijawab, "Demikian pula amal perbuatanmu dahulu, busuk seperti aku." Ia bertanya, "Mengapa pakaianmu kotor?" Dijawab, "Sesungguhnya amal perbuatanmu dahulu kotor." Ia bertanya, "Siapakah kamu sebenarnya?" Dijawab, "Amal perbuatanmu." Lalu ia bersamanya di dalam kuburnya.
Ketika ia dibangkitkan pada hari kiamat, maka amalnya itu berkata kepadanya, "Sesungguhnya dahulu ketika di dunia akulah yang menggendongmu dengan semua kelezatan dan nafsu syahwat, sekarang gantian engkaulah yang menggendongku." Maka amalnya itu menaiki punggungnya, lalu orang tersebut diantarkan oleh amalnya hingga masuk ke dalam neraka. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
“Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Sangatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (Al-An' am: 31)
Ayat 32
Firman Allah ﷻ: “Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau.” (Al-An'am: 32)
Artinya, sesungguhnya kehidupan dunia memang kebanyakannya demikian. Sedangkan (kehidupan) akhirat itu, lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
“Maka tidaklah kalian memahaminya?”(Al-An'am: 32)
Allah kemudian menjelaskan bahwa sungguh rugi orang-orang yang mendustakan kebangkitan sesudah mati dan pertemuan dengan Allah di akhirat, sehingga apabila kiamat datang kepada mereka secara tiba-tiba, yang mereka anggap tidak masuk akal, mereka berkata, Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu karena kami telah mendustakannya ketika Rasulullah dan para pelanjut misi dakwahnya memberitahukan akan terjadinya kiamat. Mereka mengatakan itu sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Sungguh, alangkah buruknya apa yang mereka pikul itu, karena merupakan bukti tidak menggunakan nalar dan nurani yang jernih ketika menyikapi ajakan nabi dan rasul itu. Dan sebenarnya kalau mereka menggunakan nalar dan nurani yang jernih dalam menyikapi ajaran Al-Qur'an, mereka akan memahami bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau yang hanya akan bermanfaat jika digunakan untuk kehidupan di akhirat. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman dan melindungi dirinya dari malapetaka dunia dan akhirat. Apakah kamu tidak memikirkan-nya secara mendalam'
Ayat ini menjelaskan tentang kerugian orang-orang kafir yang mengingkari keesaan Allah, kerasulan Muhammad dan hari kebangkitan. Mereka mendustakan pertemuan dengan Allah. Mereka tidak mendapat keuntungan seperti halnya orang-orang beriman. Keuntungan orang-orang beriman di dunia sebagai buah keuntungan misalnya, kepuasan batin, rida, ketenangan dan merasa bahagia dengan nikmat Allah dalam segala keadaan, mereka bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat, sabar dan tabah terhadap derita. Adapun keuntungan di akhirat sebagai buah dari imannya, seperti memperoleh rida Ilahi, mengalami kemudahan dalam hisab, dan kebahagiaan surga yang tak dapat digambarkan oleh manusia.
Orang-orang kafir yang mendustakan perjumpaan dengan Allah kehilangan segala keuntungan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya akan hari kebangkitan; hidup bagi mereka terbatas dalam dunia ini saja; oleh karena itu hidup mereka selalu dikejar-kejar oleh keinginan-keinginan yang tak ada batasnya dan kepentingan-kepentingan mereka yang saling bertentangan. Mereka tidak pernah mengalami kepuasan batin, ketenteraman rohani, dan rida Ilahi, bahkan mereka lebih dekat kepada setan yang membuat mereka lupa daratan. Demikianlah keadaan orang-orang kafir sampai kiamat. hari Kiamat akan datang secara mendadak, tak seorang pun yang dapat mengetahuinya. Di hari Kiamat orang kafir menyatakan penyesalannya karena mereka membatasi hidup ini pada kehidupan dunia saja sehingga mereka lalai mempersiapkan diri untuk hari Kiamat. Mereka memikul beban yang berat yakni dosa dan kesalahan mereka, dan mereka akan menerima hukuman atas dosa kesalahan itu. Beban berat yang mereka pikul pada hari Kiamat benar-benar merupakan beban yang amat buruk.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 31
“Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah sehingga apabila datang kepada mereka saat itu dengan sekonyong-konyong, berkatalah mereka, Wahai menyesalnya kita atas apa yang telah kita abaikan di dalam (dunia)."
Sungguh rugilah orang-orang yang tidak punya kepercayaan bahwa hidup dunia kita ini masih bersambung dan beruntung ber-labalah orang yang beriman sebab dia akan bertemu dengan hasil iman dan amal yang diamalkannya pada masa dia masih hidup yang pertama. Orang yang beriman tenang, tidak ada rasa gelisah, merasa cukup dengan yang ada, bersyukur jika ditambah dan sabar kalau berkurang, ridha kepada Allah dalam segala hal, serta merasa tenteram (thuma ninah) kalau musibah malapetaka datang menimpa. Hatinya tidak terpaut pada nikmat itu, malahan terikat kepada yang memberikan nikmat. Oleh sebab itu, sedang ada dia bersyukur, sedang tidak dia bersabar. Dia tidak merasa kesepian sebab perasaannya senantiasa berdekat dengan Allah. Dia selalu mengingat nama-Nya dengan menyebut-Nya. Adapun orang yang tidak mempunyai kepercayaan akan pertemuan dengan Allah adalah sebaliknya dari itu, dia selalu merasa hidupnya hampa.
Sungguh rugi orang yang tidak percaya bahwa sambungan dari hidup yang sekarang ini masih ada dan masih lanjut dan segala amal usaha, jerih dan payah di kala hidup yang fana ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Lantaran tidak ada kepercayaan yang demikian, rugilah hidupnya ini, sebab persiapannya buat hidup yang kedua kali itu sangat dia abaikan. Mereka tidak bersiap menghadapi maut sebab hati telah tertambat pada dunia. Bagaimana mereka tidak akan rugi? Maut akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, sedangkan kasih terpaut pada dunia, mati pun datang. Dan maut bagi seseorang adalah permulaan dari Kiamat. Saat dalam artinya, yang asal ialah suatu ketika. Satu saat juga berarti satu jam. Ke dalam bahasa kita pun dipakai dengan arti begitu, seperti “setelah sesaat kemudian" atau “beberapa saat saja". Kemudian, dalam bahasa agama kalimat saat itu mempunyai dua pengertian. Pertama ialah sampai saatnya, berarti sampai ajalnya atau mati dan dalam agama yang lebih umum lagi ialah bahwa saat itu berarti Kiamat. Dengan demikian, kalimat sesaat dalam ayat in, maksudnya yang utama ialah saat Kiamat. Namun, mengandung juga akan arti saat maut. Sebab, dalam suatu hadits pun ada hal tersebut, jika seorang telah mati, telah berdirilah Kiamatnya.
Ahli-ahli tafsir membagi Kiamat itu menjadi tiga macam: Kiamat shughra, yaitu saat matinya satu orang. Kiamat kubra ialah Kiamat besar, Kiamat raja, yang akan terjadi kelak kemudian hari. Dan Kiamat wustha, yaitu hancur merosotnya suatu umat atau suatu bangsa.
Terhadap ayat yang tengah kita tafsirkan ini, menurut jumhur ahli tafsir, yang dimaksud ialah Kiamat kubra. Namun, Raghib bersendiri dalam tafsirnya bahwa Kiamat yang dimaksud di sini ialah bila panggilan maut telah datang kepada seseorang dan dia tidak dapat mengelak lagi. Pada waktu itulah datang sesat, “Wahai alangkah menyesalnya aku, aku belum bersiap apa-apa."
“Sedang mereka adalah memikul dosa-dosa mereka di bahu mereka." Karena tidak percaya bahwa di seberang maut itu ada hidup lagi, bekal tak sedia, persiapan tak dibawa, dan yang diperbuat di kala hidup hanyalah dosa, tak tahu halal-haram, menghabiskan tenaga untuk yang tidak berguna, di dunia ini, amal usaha itu hanya dua macam saja. Pertama amal usaha yang baik dan saleh, berlandaskan iman yang teguh kepada Allah. Yang kedua ialah lawannya, yaitu amal usaha yang buruk dan tiada berguna. Yang ketiga tidak ada. Dengan demikian, karena persiapan amal baik tidak ada, niscaya hanya dosa buruk yang akan terbawa ke akhirat, bungkuk punggung memikulnya.
“Alangkah buruknya yang mereka pikul itu!"
Alangkah buruknya orang yang berjalan berpayah-payah, terbungkuk-bungkuk, sampai mengalir keringat mulai dari dahi sampai ke seluruh bada . Keringat itu menetes sampai ke bawah, mengangkat beban yang amat berat, sedangkan isi beban itu bukanlah barang yang berfaedah melainkan beban dosa, yang mencelakakan diri sendiri. Akan dilepaskan tidak bisa sebab itu adalah perbuatan diri sendiri. Sentana dimisalkan ke dalam hidup kita sekarang ini, bagaimanalah wajah orang yang memikul dosa itu, saat di pinggir jalan orang melihat mereka terpincut-pincut kepayahan, sedangkan yang dibawa adalah dosa saja? “Beban berat" memikul dosa, tanggung jawab pada hari akhir. Sebabnya yang utama ialah karena lupa menilai keadaan dunia yang sebenarnya. Oleh karena itu, mulai dari sekarang Allah memperingatkan betapa yang sebenarnya nilai dunia yang menawan hati itu.
Ayat 32
“Dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan permainan dan kelalaian."
Dunia hanya permainan atau main-main belaka. Hal yang dikatakan permainan ialah perbuatan yang tidak tentu maksudnya dan tidak jelas tujuannya, baik untuk mencari manfaat maupun untuk menolak mudharat. Seperti perbuatan kanak-kanak bermain kelereng, guli atau gundu, memanjat-manjat gembira ria, merasa senang dan gembira, atau bersorak-sorai karena mengejar kucing. Setelah itu, mereka pun bosan, dan keesokan harinya menukarnya dengan permainan baru lagi. Berangsur besar, kanak-kanak itu bertambah kuranglah permainannya, malah kian lama kian merasa malulah dia menurut umurnya kaiau masih bermain-main. Dan dunia ialah kelalaian, yaitu terpesona oleh kerja yang tidak penting sehingga terabailah yang lebih penting. Seumpama seseorang yang mestinya masuk ke dalam jabatan tempat dia bekerja pukul tujuh pagi. Namun, dia berlalal-lalai di jalan sehingga hari berjalan jua maka sampailah dia di jabatannya itu pukul sepuluh siang. Tertumpuklah pekerjaan yang harus diselesaikannya karena kelalaiannya di jalan itu. Oleh sebab itu, kalau orang tidak hati-hati menilai kehidupan ini akan habislah hidupnya itu karena main-main dan berlalal-lalai. Padahal, umur yang telah habis terbuang tidak dapat dikejar lagi.
Dimisalkan dunia dengan permainan, ialah karena mulanya dia menggirangkan, tetapi lama-lama membosankan. Lihatlah kanak-kanak bermain tadi. Kalau mereka bermain sesama mereka, agak sejam dua jam, dalam beberapa waktu saja permainan itu mereka tukar-tukar. Sebentar bercari-cari, sebentar bermain gundu, sebentar mencari capung, dan tiap-tiapnya itu tidak ada yang tetap sebab kegembiraan itu lekas membosankan. Bawalah perbandirigan pada permainan kanak-kanak itu segala kerja yang menawan hati kita di dunia ini kalau tujuannya tidak jelas. Kita misalkanlah pada permainan yang masih ada faedahnya, seumpama menonton sandiwara.
Satu adegan saja, kalau telah berlebih dari sekian menit yang ditentukan, niscaya si pe-nonton akan bosan.
Hidup main-main dan lalal-lalai inilah yang menawan orang kafir pada dunia ini, menyangka tak ada lagi hidup sesudah in. Oleh karena itu, mereka lepaskanlah tenaga untuk itu selepas-lepasnya. Kadang-kadang, mereka mengobati kesusahan hati dengan kesusahan yang lebih besar. Mereka minum arak dan tuak karena waktu meminum itu mereka merasa hilang segala kesusahan. Padahal setelah selesai minum dan habis pengaruhnya pada diri, kesusahan itu timbul lagi. Oleh sebab itu, mereka minum lagi untuk lebih susah lagi. Atau seumpama orang yang ketagihan mengisap candu. Pada waktu candu itu diisap, mereka merasa sangat puas dan senang. Enak rasanya perasaan, lega rasanya hati, dan membubung khayat ke langit, padahal bertambah lama jasmani ruhaninya, bertambah lemah dan kurus-kering, habis segala tenaga.
Lihatlah ‘OKB' (Orang Kaya Baru) yang uang berjuta-juta mengalir ke dalam kantongnya, keuntungan yang tidak dikira-kira. Karena hidup tidak mempunyai tujuan, di-hambur-hamburkannyalah harta itu sesuka hati, bermain-main dan berlalal-lalai. Lantaran itu, hilanglah tujuan hidup yang sebenarnya dari dalam rumah tangga. Si istri bertindak sendiri, si suami bertindak sendiri pula, dan pendidikan anak-anak terlantar, hari depannya gelap-gulita. Tidak ada pikiran untuk hari depan, untuk akhirat. Kemudian, timbullah dalam masyarakat dendam yang miskin terhadap yang kaya. Dan orang-orang yang hanyut dalam permainan dan kelalaian itu, akan dikejutkanlah mereka oleh maut yang datang tiba-tiba atau bahaya yang tidak mereka sangka-sangka sebab persiapan menghadapinya tidak ada. Atau mereka ditimpa malu karena anak laki-laki yang membuat durjana atau anak perempuan yang telah rusak kehormatannya atau si istri yang menaikkan laki-laki lain ke rumah sepeninggal lakinya, sedangkan si laki tidak dapat lagi menegur sebab dia pun berbuat demikian pula dengan istri orang lain. Inilah akibat dari hidup yang hanya dipusatkan pada dunia, main-main dan kelalaian. Oleh sebab itu, ayat ini memberi peringatan kepada Mukmin bahwasanya bekal hidup dunia ini hanyalah sekian zaman, masanya pendek nian. Orang yang berakal budi tidaklah terpesona oleh hidup begini. Hidup yang hanya permainan kanak-kanak. Alangkah banyaknya orang tua yang karena tidak dapat mengendalikan diri, sudah surut bermain seperti kanak-kanak.
“Dan sesungguhnya, kampung akhiratlah yang sebaik-baiknya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kamu tidak mau berpikir?"
(ujung ayat 32)