Ayat
Terjemahan Per Kata
بَلۡ
bahkan
بَدَا
telah nyata
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa yang
كَانُواْ
mereka adalah
يُخۡفُونَ
mereka sembunyikan
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelumnya/dahulu
وَلَوۡ
dan sekiranya
رُدُّواْ
mereka dikembalikan
لَعَادُواْ
tentu mereka kembali
لِمَا
kepada apa
نُهُواْ
mereka dilarang
عَنۡهُ
daripadanya
وَإِنَّهُمۡ
dan sesungguhnya mereka
لَكَٰذِبُونَ
sungguh pendusta-pendusta
بَلۡ
bahkan
بَدَا
telah nyata
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa yang
كَانُواْ
mereka adalah
يُخۡفُونَ
mereka sembunyikan
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelumnya/dahulu
وَلَوۡ
dan sekiranya
رُدُّواْ
mereka dikembalikan
لَعَادُواْ
tentu mereka kembali
لِمَا
kepada apa
نُهُواْ
mereka dilarang
عَنۡهُ
daripadanya
وَإِنَّهُمۡ
dan sesungguhnya mereka
لَكَٰذِبُونَ
sungguh pendusta-pendusta
Terjemahan
Namun, (sebenarnya) kejahatan yang mereka selalu sembunyikan dahulu telah tampak bagi mereka. Seandainya dikembalikan (ke dunia), tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Sesungguhnya mereka benar-benar para pendusta.
Tafsir
Allah berfirman (Tetapi) sebagai sanggahan terhadap kemauan mereka untuk beriman; pengertian ini dipahami dari makna tamanniy tadi (telah nyata) telah jelas (bagi mereka apa yang dahulu mereka menyembunyikannya) apa yang tersimpan dalam hati mereka yang dahulu mereka mengatakan, bahwa demi Allah, Tuhan kami, kami bukanlah orang-orang musyrik terhadap Allah. Hal itu terungkapkan berkat kesaksian anggota-anggota tubuh mereka, sehingga mereka mengharapkan (Sekiranya mereka dikembalikan) ke dunia secara perkiraan (tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya) yaitu perbuatan syirik (dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka) dalam janji mereka yang menyatakan sedia untuk beriman.
Tafsir Surat Al-An’am: 27-30
Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.”
Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu pembohong.
Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), "Hidup hanyalah di dunia ini, dan kita tidak akan dibangkitkan."
Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya, (tentulah engkau melihat peristiwa yang luar biasa). Dia berfirman "Bukankah (kebangkitan) ini benar? Mereka menjawab, "Sungguh benar, demi Tuhan kami.” Dia Berfirman, "Karena itu, rasakanlah azab ini disebabkan kalian mengingkarinya."
Ayat 27
Allah ﷻ menceritakan keadaan orang-orang kafir ketika mereka diperlihatkan neraka pada hari kiamat nanti. Mereka menyaksikan belenggu dan rantai serta segala hal yang mengerikan di dalamnya dengan mata kepala mereka sendiri. Maka pada saat itulah mereka berkata, seperti dalam firman-Nya:
“Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (Al-An'am: 27)
Yakni mereka berharap untuk dikembalikan lagi ke dunia, agar dapat mengerjakan amal saleh dan tidak akan mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka lagi, serta akan menjadi orang-orang yang beriman.
Ayat 28
Allah ﷻ berfirman: “Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya.” (Al-An'am: 28)
Pada saat itu baru terlihat jelas bagi mereka semua yang dahulu mereka sembunyikan di dalam diri mereka, yaitu berupa kedurhakaan, kebohongan, dan penolakan terhadap kebenaran, meskipun ketika di dunia atau di akhirat mereka mengingkarinya. Seperti yang baru disebutkan oleh firman-Nya sebelum ini, yaitu:
“Kemudian tiadalah kebohongan mereka kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah’. Lihatlah, bagaimana mereka telah berbohong terhadap diri mereka sendiri.” (Al-An'am: 23-24)
Dapat pula diartikan bahwa saat itu baru tampak jelas semua yang dahulu mereka ketahui dalam hati mereka sendiri, yaitu kebenaran dari para Rasul yang disampaikan kepada mereka di dunia, meskipun dahulu mereka menentangnya di hadapan pengikut mereka.
Hal yang sama diceritakan dalam firman Allah ﷻ tentang Nabi Musa a.s. yang mengatakan kepada Fir'aun:
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.” (Al-Isra: 102), hingga akhir ayat.
Semakna pula dengan firman Allah ﷻ yang menceritakan perihal Fir'aun dan kaumnya:
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (An-Naml: 14)
Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud dengan 'mereka' ialah orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kedurhakaan. Dengan demikian, makna ayat ini merupakan pemberitaan tentang apa yang bakal terjadi di hari kiamat menyangkut perkataan orang-orang kafir.
Pengertian ini sama sekali tidak bertentangan dengan keadaan surat ini sebagai surat Makkiyah, meskipun dikatakan bahwa sesungguhnya orang munafik itu hanya baru muncul dalam periode Madaniyyah yang dilakukan oleh sebagian penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang ada di sekitarnya. Tetapi Allah telah menyebutkan pula terjadinya nifaq (munafik) dalam surat Makkiyah, yaitu surat Al-'Ankabut. Allah ﷻ telah berfirman:
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” (Al-'Ankabut: 11)
Dengan demikian, berarti makna ayat ini (Al-An'am: 27) merupakan berita tentang apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik di akhirat nanti, yaitu di saat mereka menyaksikan azab. Maka saat itu tampak jelas rahasia yang dahulu mereka sembunyikan di dalam hati mereka, yaitu berupa kekufuran, kemunafikan, dan pertentangan.
Adapun mengenai makna idrab (tetapi) yang ada dalam firman-Nya:
“Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya.” (Al-An'am: 28)
Sesungguhnya mereka meminta untuk dikembalikan ke dunia bukan karena keimanan dan ingin bertobat, melainkan semata-mata karena takut dengan azab yang mereka saksikan yang merupakan pembalasan dari apa yang dahulu mereka perbuat, yaitu kekafiran mereka. Karena itulah mereka minta kembali ke dunia agar bebas dari kedahsyatan pemandangan neraka yang mereka saksikan itu. Maka dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pembohong.” (Al-An'am: 28)
Yakni dalam permintaan mereka yang menginginkan agar dikembalikan ke dunia supaya mereka dapat beriman. Permintaan itu bukan didasari karena suka dan cinta kepada keimanan.
Kemudian Allah berfirman menceritakan perihal mereka, bahwa sekiranya mereka dikembalikan ke dalam kehidupan di dunia, niscaya mereka akan kembali mengulangi perbuatan yang mereka dilarang melakukannya, yaitu kedurhakaan dan menolak perkara yang benar.
“Dan sesungguhnya mereka itu adalah pembohong.” (Al-An'am: 28)
Dan penyesalan mereka yang sebagaimana disebutkan oleh firman-Nya:
“Seandainya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (Al-An'am: 27)
Ayat 29
Firman Allah ﷻ: “Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), ‘Hidup hanyalah kehidupan di dunia saja, dan kita tidak akan dibangkitkan’.” (Al-An'am: 29)
Dengan kata lain, mereka akan kembali melakukan hal hal yang dilarang dan mengatakan bahwa kehidupan hanya ada di dunia ini. Dan niscaya mereka akan mengatakan:
“Hidup hanyalah kehidupan di dunia saja.” (Al-An'am: 29) Artinya, kehidupan itu hanyalah di dunia saja, kemudian tidak ada hari berbangkit sesudahnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
“Dan kita tidak akan dibangkitkan.” (Al-An'am: 29)
Ayat 30
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya.” (Al-An'am: 30)
Yaitu ketika dihadapkan kepada Tuhan mereka.
Allah ﷻ berfirman: “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” (Al-An'am: 30)
Yakni bukankah hari kebangkitan ini benar (adanya), bukan kebohongan seperti apa yang kalian duga sebelumnya? Mereka menjawab, "Sungguh benar, demi Tuhan kami.”
Allah ﷻ berfirman: "Karena itu, rasakanlah azab ini disebabkan kalian mengingkari (nya)." (Al-An'am: 30)
Karena dulu kalian tidak mempercayainya, maka pada hari ini rasakanlah azab itu. Lalu dikatakan kepada mereka:
“Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat?” (At-Tur: 15)
Nurani mereka ingin kembali ke dunia untuk menjadi orang beriman, tetapi sebenarnya bagi mereka telah nyata kejahatan, yaitu penolakan dan kekufuran mereka terhadap ajakan Rasulullah yang mereka sembunyikan dahulu dalam lubuk hati mereka. Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, suatu angan-angan yang tidak mungkin terjadi, tentu mereka akan mengulang kembali kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafikan yang telah dilarang oleh Allah mengerjakannya. Mereka itu kenyataannya sungguh pendusta terhadap diri mereka sendiri. Orang-orang kafir tidak mempercayai adanya kehidupan akhirat dan kebangkitan setelah mati. Dan mereka akan mengatakan pula suatu pandangan yang bersumber dari ideologi materialisme, Hidup hanyalah di dunia ini, kini, di sini, dan di tempat ini saja, dan kita tidak akan pernah dibangkitkan untuk hidup di akhirat setelah kematian menimpa diri kita.
Ayat ini menegaskan bahwa semua pembangkangan yang mereka sembunyikan selama di dunia terlihat jelas saat itu bagi mereka. Keinginan mereka untuk kembali ke dunia agar menjadi orang yang beriman tidaklah benar, tetapi karena ada hal yang lain, yaitu sesudah nampak bagi mereka akibat yang buruk dari kekafiran dan kemusyrikan, dan melihat azab neraka yang akan menimpa mereka. Mereka merasa takut dan mereka ingin lepas dari siksa itu dengan dikembalikan ke dunia. Pada hari Kiamat tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan. Segala kenyataan akan terbuka, bahkah anggota badan manusia menjadi saksi atas segala perbuatannya yang buruk maupun yang baik. Dengan demikian, bagaimana sesuatu dapat disembunyikan di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lahir dan batin?
Firman Allah:
Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatupun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah). (al-haqqah/69: 18)
Seandainya mereka dikembalikan ke dunia seperti yang mereka inginkan, niscaya mereka kembali seperti semula, yakni kembali kepada kemusyrikan, kemunafikan, tipu muslihat, kemaksiatan dan segala yang terlarang, karena kejahatan itu sudah mendarah daging pada diri mereka dan disebabkan kelemahan mereka untuk menerima suatu yang baik. Keinginan mereka akan menjadi orang beriman dan tidak akan mendustakan ayat-ayat Allah adalah dusta belaka, karena pernyataan itu lahir akibat ketakutan akan siksa neraka dan sifat mereka tidak akan berubah. Jika kembali ke dunia, mereka kembali sombong, membanggakan dan melakukan maksiat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 25
“Dan sebagian dari mereka ada yang mendengarkan engkau, tetapi telah Kami adakan di atas hati mereka penutup-penutup untuk merekankannya dan pada telinga mereka penyumbat."
Artinya, sebagian dari mereka memang ada juga yang suka mendengarkan sabda-sabda, ayat-ayat atau pengajaran Rasulullah ﷺ terutama tentang kebenaran tauhid dan kesesatan syirik. Meskipun mereka mendengarkan, tidaklah mau mereka menerima kebenaran itu. Hati mereka telah tertutup rapat oleh taklid kepada nenek moyang dan telinga mereka telah tersumbat oleh hawa nafsu dan kebencian sehingga pengajaran tidak masuk lagi. Karena apabila orang telah berkeras, dengan “fanatik" memegang suatu pendirian, walaupun pendirian itu salah, mereka tidak bersedia lagi mendengarkan keterangan yang lain. Malahan bertambah mereka dengarkan keterangan yang akan menyinggung pegangan mereka itu, mereka akan bertambah marah, benci, dan dendam. Dijadikan Allah ada penutup-penutup di hati mereka d3n penyumbat di telinga mereka karena mereka sendirilah yang terlebih dahulu telah mempertahankan pendirian yang batil dan sesat itu, “Dan meskipun ada mereka melihat tiap-tiap ayat, tidaklah mereka akan percaya kepadanya “ Meskipun dikemukakan berbagai ayat, yaitu bukti dan alasan yang masuk akal, tidaklah mereka mau percaya dan tidaklah mereka mau menerima. Sebab, rasa benci telah menutup hati dan rasa dendam telah menyumbat telinga.
“Sehingga apabila mereka datang kepada engkau buat membantah engkau, berkatalah orang-orang yang kafir itu, ini tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang dahulu.'"
Asaathir kata jamak, mufradnya ialah usthuur, artinya dongeng, yaitu cerita-cerita karut, khayat, fantasi, karang-karangan yang indah-indah, tetapi tidak ada dalam kenyataan. Disebut orang dalam bahasa Yunani mythos, menjadi mythologi. Padahal Nabi Muhammad ﷺ untuk memberi pelajaran kepada kaum itu bukanlah berdongeng, bukah pula mengulang-ulang cerita karut orang-orang dahulu, melainkan beliau diberi wahyu oleh Allah menceritakan kecelakaan-kecelakaan umat-umat Nabi yang dahulu-dahulu, umat Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Syu'aib, Nabi Shalih, dan lain-lain. Semuanya ini banyak diturunkan pada surah-surah Mekah. Karena memang telah kufur, mereka pun mendakwa bahwa wahyu yang menerangkan umat-umat yang telah binasa itu hanya dongeng belaka. Padahal kerap pula diingatkan kepada mereka bahwa mereka boleh mengembara di bumi dan menyaksikan sendiri bekas-bekas negeri yang telah hancur karena mendurhakai Allah. Namun, karena di hati mereka tidak mau percaya bahwa itu bukan dongeng, dan tetap mengatakan, “Itu Dongeng!"
Ayat 26
“Dan mereka pun melarang daripadanya dan menjauh daripadanya."
Artinya, setelah mereka dengar keterangan-keterangan Rasulullah ﷺ itu, nyata sangat membantah pendirian dan pegangan mereka. Mereka laranglah kawan-kawannya atau anak buahnya mendengarkan keterangan-keterangan Rasulullah ﷺ itu! Mengapa mereka larang? Karena, mereka takut yang mendengar akan tertarik. Setelah melarang orang mendengarkan, mereka sendiri pun menjauh, tidak mau lagi dekat-dekat Rasul telah mereka pandang sebagai musuh yang akan menghancurkan pegangan mereka atas berhala itu. Dengan melarang orang lain mendengarkan dan diri sendiri pun mulai menjauh, mereka menyangka akan gagallah segala usaha Rasul menegakkan kebenaran itu dan akan dapatlah tetap dipertahankan kepercayaan mereka yang karut itu.
“Dan tidaklah mereka binasakan kecuali diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak merasa."
Kebenaran kian lama kian bersinar tidak dapat dihalang-halangi. Dia kian lama kian kukuh dan tidak akan binasa. Mereka yang kufur itu menyangka bahwa dengan melarann dan menjauh, berhasillah pertahanan mereka dan akan rugilah segala usaha Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Itulah persangkaan yang salah. Karena, pegangan mereka, walaupun mereka pertahankan dengan segala kekerasan, dengan melarang dan menjauh, tidaklah berhasil. Sebab kebenaran itu kuat dengan sendirinya. Kebenaran adalah kehendak Allah. Namun, mereka tidak merasa. Mereka masih merasa kuat juga, padahal pertahanan telah runtuh dari dalam. Pengaruh Islam kian tersebar yang telah masuk ke dalam Islam tidak ada yang keluar lagi. Ini tidak mereka insafi.
“Dan alangkah hebat kalau engkau lihat tatkala meteka dibetditikan di
pinggit nenaka lalu meteka betkata,
Ayat 27
“Wahai kinanya, alangkah baiknya jika kami dikembalikan supaya kami tidak mendustakan (lagi) akan ayat-ayat Tuhan kami dan jadilah kami daripada orang-orang yang beriman."
Ayat itu menjelaskan kepada Rasulullah ﷺ bahwa orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu, yang mempertahankan pendirian yang sesat itu kelak akan disuruh berdiri di hadapan hadirat Allah. Sudah nyata bahwa tidak ada berhala yang mereka sembah itu yang akan membantu mereka pada hari itu. Kekuasaan mutlak ada pada Allah. Mereka pun menyesali kesalahannya semasa di dunia itu, sesal yang amat sangat. Melihat neraka telah terbentang di hadapan dan diri sudah disuruh berdiri untuk dicemplungkan ke dalam. Mereka pun mengeluh mengenang kesalahan itu, memanglah tidak ada Tuhan selain Allah. Melihat hebatnya adzab yang dihadapi, terkenanglah mereka akan dunia, inginlah mereka dikembalikan ke sana supaya perangai yang lama mereka ubah dan tidak lagi akan mendustakan dan membantah ayat-ayat Allah sebab sudah nyata kebenaran dari segala yang dibantahnya itu. Kalau sekiranya Allah memberi kesempatan bagi mereka datang ke dunia sekali lagi, berjanjilah mereka bahwa mereka tidak lagi akan kafir, dan akan menjadi orang-orang yang beriman.
Itulah suatu yang disebut oleh orang Arab Tamanni sebagai menginginkan hal yang tidak bisa kejadian lagi. Orang tua menginginkan kembali menjadi muda, anak kecil menginginkan kembali ke dalam kandungan ibu.
Ayat 28
“Bahkan telah nyatalah bagi mereka apa yang mereka sembunyikan dahulunya."
Hal yang dulunya dirahasiakan sekarang telah terbuka. Kejahatan yang disembunyikan sudah tampak. Catatan amal sudah terhampar di hadapan mata, tidak dapat dielakkan lagi. Bahkan perbuatan salah yang diri sendiri sudah lupa karena lamanya, dalam catatan Allah tetap tertulis. Semuanya terbayang pada hari itu, semuanya nyata. Ngeri dan takut sebab neraka ternganga menunggu kedatangan untuk berdiam di dalam; sesal, ingin kembali, ingin beramal.
“Tetapi, jika sekitarnya mereka dikembalikan pun niscaya mereka akan kembali (pula) kepada apa yang mereka telah dilarang daripadanya itu. Karena sesungguhnya mereka itu adalah pendusta."
Misalkan dapatlah mereka kembali ke dunia sebagaimana yang mereka harapkan dan inginkan, setelah melihat siksaan yang terbentang di hadapan mereka di akhirat, tidaklah mereka akan berbuat sebagaimana yang mereka janjikan itu. Mereka mengatakan begitu di akhirat karena telah melihat adzab. Kalau mereka bebas kembali ke dunia, misalnya, mereka akan mengulangi lagi pada kehidupan musyrik yang lama. Janji mereka yang demikian di akhirat hanyalah dusta saja. Keku-furan sudah menjadi sikap jiwa mereka.
Dari ayat ini kita mendapat pengajaran bagaimana pentingnya membentuk sikap jiwa. Supaya tauhid menjadi sikap jiwa, hendaklah latihan dan didikan dari kecil dan pergaulan yang baik dan guru yang jujur lahir dalam kalangan keluarga yang beragama pula. Pendidikan dalam rumah tangga dan suasana di rumah itu besar pengaruhnya membentuk sikap jiwa. Kebiasaan-kebiasaan yang selalu dilakukan, amatlah payah mengubah. Memang pada waktu terdesak, misalnya karena sakit keras, pikiran menjalar pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa yang sudah-sudah dan berniat hendak mengubahnya jika telah sembuh. Namun setelah sembuh, kembali lagi dalam pengaruh pergaulan dan kebiasaan tadi, kembali.lagi jiwa berjalan menurut sikapnya.
Penting untuk kita perhatikan perintah Rasulullah ﷺ agar kanak-kanak kalau sudah berusia 7 tahun hendaklah disuruh shalat. Dan kalau sudah usia 10 tahun dilalaikannya shalatnya, hendaklah orangtuanya memukul dan memarahinya, sampai shalat itu menjadi sikap jiwa dan sampai besarnya dia merasa berdosa jika meninggalkannya. Meskipun barangkali setelah dewasa, baru dia tahu hikmah mengerjakan shalat itu, yaitu untuk membentuk sikap jiwa. Sama seperti seseorang yang telah biasa mencopet dan mencuri. Meskipun sudah berulang kali dimasukkan ke dalam penjara dan selama di penjara telah menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi kalau keluar, sesampainya di luar jika ada kesempatan, tangannya akan cepat saja mencuri kembali. Setelah dia mati dan sampai berhadapan dengan api neraka, tentu dia akan sangat menyesal dan memohon agar dikembalikan ke dunia supaya diperbaikinya hidupnya. Tidak bisa dipercayai lagi sebab akan diulangnya kembali. Beginilah perumpamaan dari orang-orang yang kafir itu.
Ayat 29
“Dan mereka berkata, ‘ini tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia saja. Dan tidaklah kita akan dibangkitkan.'"
Satu macam lagi dari kekafiran, yaitu tidak percaya bahwa ada lagi sambungan dari kehidupan yang sekarang. Mereka berkata bahwa hidup ini hanya sekali ini saja. Kebangkitan pada hari Kiamat tidak akan ada. Jadi, selama kita masih hidup, hendaklah kita puaskan selera, perturutkan kehendak hati, jangan ditahan-tahan.
Inilah musyrik jahiliyyah zaman Nabi, yaitu memandang bahwa hidup ini hanya hingga kini saja dan seputus nyawa. Sehabis hidup, sambungnya tidak ada lagi. Tidak merasa bertanggung jawab terhadap hari depan. Berlombalah mengambil kesempatan pada zaman sekarang. Kalau tidak lekas mengambilnya, niscaya kita akan dianiaya orang lain. Oleh karena itu, berlombalah yang kuat menindas yang lemah dan mengeluhlah yang lemah menderita penindasan.
Sekarang, jahiliyyah itu masih dilanjutkan dengan jahiliyyah modern. Segala macam teori tentang susunan masyarakat telah diciptakan oleh manusia. Kekuasaan telah tersusun, baik yang bersandarkan paham kapitalisme maupun yang bersendikan paham sosialisme dan paham komunisme, mencitakan suatu negara yang adil dan makmur, tetapi jauh sama sekali dari kepercayaan akan hari perhitungan. Oleh karena itu, silih bergantilah kekuasaan. Dari zaman feodal kekuasaan raja-raja atau bersekongkol dengan kekuasaan penguasa-penguasa agama, tetapi yang lemah tetap tertindas. Kemudian hancurlah kekuasaan feodal, berganti dengan kekuasaan borjuis, yang dicela mati-matian oleh golongan proletar. Kemudian, diadakan pula pemberontakan proletar terhadap borjuis, tetapi buruh dan tani diambil untuk membangkitkan semangat perlawanan. Dianjurkan diktator proletariat, tetapi dalam kenyataannya ialah membagi sama rata kemiskinan di antara buruh dan tani dan menumpukkan segala kekuasaan dan kemegahan pada partai yang berkuasa. Meskipun nama teori yang dikemukakan dan isme yang diperjuangkan, hakikatnya hanya satu, yaitu keadilan dan kemakmuran bertambah jauh. Yang merata bukan kekayaan melainkan kemiskinan. Sebab, dasar semuanya itu hanya satu, yaitu memandang bahwa hidup hanya hingga dunia ini saja. Baik politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, hubungan kelamin laki-laki dengan kelamin perempuan, seni, atau apa saja kegiatan hidup, sudah dibatasi hanya di dunia ini saja. Hari perhitungan tidak ada, akhirat tidak ada. Semuanya itu dipandang hanya khayat ahli agama. Yang betul adalah pikiran manusia dan yang betul adalah filsafat hidup dan Struggle of Life perbuatan dan perjuangan hidup siapa yang kuat menang dan
siapa yang lemah hancur. Jika hancur takkan ada yang membela lagi. Benar atau salah suatu pendirian bukanlah menjadi pertimbangan. Yang memutuskan adalah kekuatan. Bukan kebenaran. Dan untuk mencapai suatu maksud yang dituju maka segala usaha untuk mencapai itu menjadi halal. Itu menurut ajaran Machiavelli. Akan tetapi, paham-paham seperti ini sudah nyata tidak akan membawa umat manusia pada kebahagiaan. Kehancuran mental dan moral, habisnya rasa saling memercayai di antara manusia, timbulnya penyakit jiwa yang menyeluruh, hancurnya nilal-nilai budi, dan jatuhnya manusia dari perikemanusiaan pada kebinatangan di pertengahan abad kedua puluh ini menunjukkan bahwa peradaban yang tidak percaya pada hari akhirat ini sudah mendekati kehancurannya. Begitulah di dunia, apalagi di akhirat.
Ayat 30
“Dan alangkah hebat kalau engkau lihat tatkala mereka dibendirikan di hadapan Tuhan mereka."
Yaitu pada hari akhirat esok. Saat malaikat menghalau mereka di hadapan hadirat Ilahi untuk menerima siksaan mereka."Bertanyalah Dia, ‘Bukankah ini suatu kebenaran?'" Bukankah telah engkau hadapi sekarang kenyataan ini? Bukankah engkau telah dihidupkan kembali agar merasakan pahit getir yang seperti ini? Pahit getir dari kejahatan-kejahatan yang engkau lakukan tatkala hidupmu yang menurut katamu hanya sekali. Sesudah itu tidak ada lagi.
“Mereka menjawab, ‘Sungguh, demi Tuhan kami.'" Pada waktu itulah mereka baru meng-akui bahwa memang ada sambungan hidup sesudah ini sebab kebenarannya sudah mereka alami. Namun apalah hendak dikata, hidup yang kedua kali telah dihadapi, telah menjadi kenyataan padahal catatan hidup yang pertama dahulu itu hanyalah catatan buruk belaka. Ingin diulangi, tidak dapat lagi.
Berfirman Dia, “Maka rasakanlah olehmu adzab ini dari sebab kamu telah kufur."
(ujung ayat 30)