Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّن
orang
يَسۡتَمِعُ
ia mendengarkan
إِلَيۡكَۖ
kepadamu
وَجَعَلۡنَا
dan Kami telah menjadikan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
أَكِنَّةً
sumbat/tutup
أَن
untuk
يَفۡقَهُوهُ
memahaminya
وَفِيٓ
dan dalam
ءَاذَانِهِمۡ
telinga mereka
وَقۡرٗاۚ
sumbat/pekak
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
كُلَّ
segala
ءَايَةٖ
ayat-ayat/tanda-tanda
لَّا
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
بِهَاۖ
dengannya
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
apabila
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
يُجَٰدِلُونَكَ
mereka membantahmu
يَقُولُ
berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
إِنۡ
tidak lain
هَٰذَآ
ini
إِلَّآ
kecuali
أَسَٰطِيرُ
dongeng
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang dahulu
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّن
orang
يَسۡتَمِعُ
ia mendengarkan
إِلَيۡكَۖ
kepadamu
وَجَعَلۡنَا
dan Kami telah menjadikan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
أَكِنَّةً
sumbat/tutup
أَن
untuk
يَفۡقَهُوهُ
memahaminya
وَفِيٓ
dan dalam
ءَاذَانِهِمۡ
telinga mereka
وَقۡرٗاۚ
sumbat/pekak
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
كُلَّ
segala
ءَايَةٖ
ayat-ayat/tanda-tanda
لَّا
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
بِهَاۖ
dengannya
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
apabila
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
يُجَٰدِلُونَكَ
mereka membantahmu
يَقُولُ
berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
إِنۡ
tidak lain
هَٰذَآ
ini
إِلَّآ
kecuali
أَسَٰطِيرُ
dongeng
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang dahulu
Terjemahan
Di antara mereka ada yang mendengarkan engkau (Nabi Muhammad membaca Al-Qur’an), padahal Kami menjadikan di hati mereka penutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami jadikan) pada telinga mereka penyumbat. Jika mereka melihat segala tanda kebenaran, mereka tetap tidak beriman padanya, sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, “Ini (Al-Qur’an) tiada lain hanyalah dongengan orang-orang terdahulu.”
Tafsir
(Dan di antara mereka ada orang-orang yang mau mendengarkanmu) apabila kamu membaca Al-Qur'an (padahal Kami telah menjadikan tutupan di atas hati mereka) penutup-penutup (agar mereka tidak memahaminya) supaya mereka tidak dapat memahami Al-Qur'an (dan di telinga mereka Kami letakkan sumbatan) sehingga mereka tuli tidak dapat mendengarnya, dengan pengertian pendengaran yang masuk di hati (Dan sekali pun mereka melihat segala tanda kebenaran, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, "Tiadalah) tidak lain (ini) Al-Qur'an ini (kecuali dongengan) cerita-cerita bohong (orang orang dahulu.") sama seperti lelucon-lelucon dan legenda-legenda; asaathiir adalah bentuk jamak dari usthuurah.
Tafsir Surat Al-An'am : 22-26
Dan (ingatlah) pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua kemudian Kami berfirman kepada orang-orang yang menyekutukan Allah, "Dimanakah sembahan-sembahanmu yang dahulu kamu katakan (sebagai sekutu-sekutu Kami)?"
Kemudian tiadalah (jawaban) kebohongan mereka, kecuali mengatakan, "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah."
Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.
Dan di antara mereka ada yang mendengarkan bacaanmu (Muhammad), dan Kami telah menjadikan hati mereka tertutup (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan telinganya tersumbat. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu."
Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an, dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. Dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tetap tidak menyadari.
Ayat 22
Allah ﷻ berfirman menceritakan keadaan orang-orang musyrik: “Dan (ingatlah) di hari yang di waktu itu Kami mengumpulkan mereka semuanya.” (Al-An'am: 22)
Yakni pada hari kiamat nanti.
Lalu Allah menanyai mereka tentang berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang mereka sembah-sembah itu selain Allah, seraya berfirman:
“Di manakah sembahan-sembahan kalian yang dahulu kalian katakan (sekutu-sekutu Kami)?” (Al-An'am: 22)
Ayat ini sama dengan ayat lain yang terdapat dalam surat Al Qasas:
“Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, ‘Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kalian katakan’?” (Al-Qashash: 62)
Ayat 23
Firman Allah ﷻ : “Kemudian tiadalah fitnah mereka.” (Al-An'am: 23)
Yakni alasan mereka.
“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah’.” (Al-An'am: 23)
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kemudian tiadalah fitnah mereka.” (Al-An'am: 23)
Yakni hujjah mereka.
Dan menurut ‘Atha’ Al-Khurasani, dari Ibnu Abbas disebutkan alasan mereka. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Menurut Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, disebutkan jawaban mereka. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Adh-Dhahhak. ‘Atha’ Al-Khurasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah’.” (Al-An'am: 23)
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa tiadalah jawaban mereka ketika Kami menguji mereka, yakni alasan yang mereka kemukakan tentang kemusyrikan yang pernah mereka lakukan itu.
“Kemudian tiadalah fitnah mereka.” (Al-An'am: 23)
Yakni cobaan mereka ketika mereka diuji.
“Kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah’.” (Al-An'am: 23)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Said Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Ar-Razi dari Amr ibnu Abu Qais, dari Mutarrif, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki yang langsung bertanya kepadanya mengenai makna firman-Nya:
“Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (Al-An'am: 23)
Ibnu Abbas menjawab, adapun mengenai firman-Nya:
“Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (Al-An'am: 23)
Yaitu sesungguhnya mereka ketika melihat bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang menjalankan shalat, maka mereka mengatakan, "Marilah kita ingkari." Namun ketika mereka hendak mengingkarinya, maka Allah mengunci mulut mereka sehingga tidak dapat berbicara, dan tangan serta kaki merekalah yang bersaksi. Mereka tidak dapat menyembunyikan suatu peristiwa pun dari Allah. Maka apakah di dalam kalbumu sekarang masih terdapat sesuatu (keraguan)? Sesungguhnya tiada sesuatu pun dari Al-Qur'an yang tidak diturunkan suatu keterangan mengenainya, tetapi kalian tidak mengerti takwil (tafsir) nya.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan orang-orang munafik. Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat ayat ini Makkiyyah, sedangkan orang-orang munafik baru ada dalam periode Madaniyyah, dan ayat yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik adalah dalam surat Al-Mujadilah, yaitu firman-Nya: “(Ingatlah) hari (ketika) mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik).” (Al-Mujadilah: 18), hingga akhir ayat.
Ayat 24
Di dalam surat ini disebutkan pula hal yang berkenaan dengan mereka melalui firman-Nya:
“Lihatlah bagaimana mereka telah berbohong terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.” (Al-An'am: 24)
Ayat ini semakna dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
“Kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Manakah berhala-berhala yang selalu kalian persekutukan (yang kalian sembah) selain Allah?’ Mereka menjawab, ‘Mereka telah hilang lenyap dari kami’.” (Al-Mumin: 73-74), hingga akhir ayat.
Ayat 25
Firman Allah ﷻ : “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah menjadikan hati mereka tertutup (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan telinganya tersumbat. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.” (Al-An'am: 25)
Yakni mereka berdatangan untuk mendengarkan bacaanmu, tetapi hal itu tidak ada manfaatnya barang sedikit pun bagi mereka, karena Allah ﷻ telah meletakkan tutupan di atas hati mereka hingga mereka tidak dapat memahami Al-Qur'an. Dan Allah meletakkan sumbatan pada telinga mereka sehingga mereka tidak dapat mendengarkan hal yang bermanfaat bagi diri mereka, seperti yang diungkapkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lainnya:
“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan.” (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat.
Firman Allah ﷻ : “Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.” (Al-An'am: 25)
Yakni walaupun mereka telah melihat ayat-ayat, dalil-dalil, hujjah-hujjah yang jelas, dan bukti-bukti yang nyata, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Mereka sama sekali tidak mempunyai pemahaman dan tidak mempunyai kesadaran. Sebagaimana seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
“Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada diri mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal: 23)
Firman Allah ﷻ : “Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu.” (Al-An'am: 25)
Yakni menentangmu dan membantah kebenaranmu dengan kebatilan.
“Orang-orang kafir itu berkata, ‘Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu’.” (Al-An'am: 25)
Yaitu, apa yang kamu bawa ini tidak lain hanyalah diambil dari kitab-kitab orang-orang yang terdahulu dan diturunkan dari mereka.
Ayat 26
Firman Allah ﷻ : “Mereka sendiri menjauhkan diri darinya.” (Al-An'am: 26)
Sehubungan dengan makna lafal “yanhauna 'anhu”, ada dua pendapat:
Pendapat pertama mengatakan, makna yang dimaksud ialah mereka melarang orang lain mengikuti kebenaran, membenarkan Rasul, dan taat kepada Al-Qur'an.
Dan makna “yanhauna ‘anhu” yakni menjauhkan mereka dari Al-Qur'an. Dengan demikian, berarti mereka menggabungkan dua perbuatan yang kedua-duanya buruk, yakni mereka tidak mau mengambil manfaat dan tidak menyeru seorang pun untuk mengambil manfaat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an.” (Al-An'am: 26)
Yakni mereka menjauhkan manusia dari Nabi Muhammad ﷺ agar mereka tidak beriman kepadanya.
Muhammad ibnul Hanafiyyah mengatakan, dahulu orang-orang kafir Quraisy tidak pernah mendatangi Nabi ﷺ dan melarang orang lain untuk mendatanginya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Mujahid, Adh-Dhahhak, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Pendapat inilah yang lebih jelas (lebih kuat) dan yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Pendapat kedua diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauri, dari Habib Ibnu Abu Sabit, dari orang yang pernah mendengarnya dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
"Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an.” (Al-An'am: 26)
Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib, ia melarang orang-orang mengganggu Nabi ﷺ.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Qasim ibnu Mukhaimirah, Habib ibnu Abu Sabit, ‘Atha’ ibnu Dinar, dan lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib. Sa'id ibnu Abu Hilal mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua paman Nabi ﷺ yang berjumlah sepuluh orang. Mereka adalah orang-orang yang paling keras dalam membela Nabi ﷺ secara terang-terangan, juga orang-orang yang paling keras dalam memusuhi Nabi ﷺ secara diam-diam. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Mereka melarang (orang lain) darinya.” (Al-An'am: 26)
Yaitu mereka melarang orang-orang membunuhnya (Nabi Muhammad ﷺ).
“Dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya.” (Al-An'am: 26)
Yakni menjauhkan diri darinya.
“Dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari.” (Al-An'am: 26)
Artinya, tiadalah yang mereka binasakan melainkan diri mereka sendiri. Perbuatan mereka hanya merugikan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari.
Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang kafir terhadap Al-Qur'an. Dan di antara mereka, orang kafir dan orang yang menyekutukan Allah, ada yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an-mu, wahai Nabi Muhammad, tetapi bacaan itu seperti air di atas daun talas. Mereka sombong, menolak, dan menutup diri rapat-rapat. Oleh sebab itu, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup karena sikap mereka sendiri sehingga mereka tidak memahaminya, dan seakan-akan telinganya tersumbat benda padat. Dan kalaupun mereka, orang-orang kafir dan musyrik, sewaktu-waktu melihat segala tanda kebenaran yang membuktikan Rasulullah itu benar, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya karena kesombongan mereka. Sehingga apabila mereka, karena kebencian mereka kepada Rasulullah demikian dahsyat, datang kepadamu untuk membantahmu tentang AlQur'an dan ajaran Islam, orang-orang kafir itu berkata, Al-Qur'an ini bukan wahyu seperti pengakuan Muhammad, tidak lain Al-Qur'an ini hanyalah dongengan orang-orang terdahulu yang diwariskan dari mulut ke mulut secara berangkai. Dan mereka, orang-orang kafir dan orang-orang yang menyekutukan Allah itu, melarang, menghalangi, dan mengancam orang lain mendengarkan Al-Qur'an, dan mereka sendiri, dengan kesadaran dan tekad yang bulat, menjauhkan diri dari Al-Qur'an, Rasulullah, dan ajaran Islam. Dan sejatinya mereka, dengan menjauhkan diri dari ajaran Islam, hanyalah membinasakan diri mereka sendiri dengan membiarkan dirinya dalam kesesatan, sedangkan mereka tidak menyadari sikap mereka yang membinasakan diri sendiri itu.
Mengenai sebab turun ayat ini, Ibnu 'Abbas berkata: Pada suatu saat, Abu Sufyan bin harb, Walid bin Mugirah, Nadhar bin al-harits, 'Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabi'ah, Umayyah dan Ubay, keduanya anak Khalaf, mendengarkan apa yang disampaikan Rasulullah ﷺ Mereka bertanya kepada Nadhar, "Wahai Aba Qutailah, apa yang dikatakan Muhammad?" Ia menjawab, "Aku tidak tahu apa yang dikatakannya, tetapi sungguh aku melihatnya menggerakkan kedua bibirnya berbicara tentang sesuatu, dan apa yang dikatakannya hanyalah kebohongan-kebohongan seperti yang dilakukan orang terdahulu seperti yang pernah aku sampaikan kepada kalian tentang masa lalu." Nadhar adalah orang yang banyak berbicara tentang masa yang lalu, dan ia berbicara kepada kaum Quraisy dan mereka menikmati apa yang dikatakannya. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Ayat ini menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan mereka tidak beriman. Segolongan orang kafir ikut mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajak mereka bertauhid. Tetapi bunyi ayat-ayat itu tidak dapat mempengaruhi pendirian mereka, sehingga mereka tetap dalam kekafiran. Mereka tidak dapat memahami dan mengerti ayat Allah ini disebabkan ada tabir yang menutup hati mereka. Mereka tidak dapat mendengar dengan baik ayat-ayat Allah itu seolah-olah ada suatu benda pada telinga mereka yang mengganggu pendengaran mereka sehingga ayat-ayat Allah tidak menyentuh jiwa mereka.
Tabir hati maupun sumbatan pada pendengaran mereka adalah sebenarnya gambaran dari fanatisme yang pekat atau taklid buta dari pihak mereka sendiri, kemudian Allah menjadikannya sebagai penghambat bagi mereka untuk merenungkan dan mempelajari kenyataan-kenyataan itu. Karena taklid buta itu, mereka tidak dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, mereka tidak bersedia mempertimbangkan antara paham yang mereka anut dengan paham orang lain, antara agama mereka dengan agama yang lain.
Setiap kepercayaan yang berlainan dengan apa yang mereka yakini, ditolak tanpa memikirkan mana yang lebih dekat kepada kebenaran, dan yang lebih banyak membawa petunjuk kepada jalan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bilamana mereka melihat tanda-tanda atau bukti-bukti yang menunjukkan kebenaran kerasulan Muhammad, mereka tidak mempercayainya, bahkan menuduhnya sebagai sihir disebabkan fanatisme yang pekat dan didorong oleh rasa permusuhan yang mendalam. Mereka tidak dapat lagi menanggapi maksud dari ayat-ayat Al-Qur'an dan tanggapan mereka terbatas pada kata-kata lahir dari ayat-ayat itu.
Demikian kosongnya hati mereka dalam menanggapi ayat-ayat ini sehingga bilamana mereka datang menemui Nabi Muhammad untuk membantah dakwah beliau, mereka mengatakan ayat-ayat Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang zaman dahulu. Padahal dalam Al-Qur'an itu banyak berita-berita tentang yang gaib, hukum-hukum, ajaran-ajaran akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya yang sampai akhir zaman tetap mempunyai nilai yang tinggi. Tetapi kesemuanya itu dipandang oleh orang-orang musyrik itu sama dengan dongeng dan tahayul orang zaman dahulu yang tak memberi bimbingan hidup kepada manusia. Hal ini menunjukkan kegelapan hati dan pikiran mereka. Sekiranya mereka mau merenungkan kisah dalam Al-Qur'an yang menerangkan pelajaran sejarah manusia, hukum sebab akibat yang berlaku pada umat-umat yang lalu itu, tentulah mereka tidak akan berkata demikian itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 25
“Dan sebagian dari mereka ada yang mendengarkan engkau, tetapi telah Kami adakan di atas hati mereka penutup-penutup untuk merekankannya dan pada telinga mereka penyumbat."
Artinya, sebagian dari mereka memang ada juga yang suka mendengarkan sabda-sabda, ayat-ayat atau pengajaran Rasulullah ﷺ terutama tentang kebenaran tauhid dan kesesatan syirik. Meskipun mereka mendengarkan, tidaklah mau mereka menerima kebenaran itu. Hati mereka telah tertutup rapat oleh taklid kepada nenek moyang dan telinga mereka telah tersumbat oleh hawa nafsu dan kebencian sehingga pengajaran tidak masuk lagi. Karena apabila orang telah berkeras, dengan “fanatik" memegang suatu pendirian, walaupun pendirian itu salah, mereka tidak bersedia lagi mendengarkan keterangan yang lain. Malahan bertambah mereka dengarkan keterangan yang akan menyinggung pegangan mereka itu, mereka akan bertambah marah, benci, dan dendam. Dijadikan Allah ada penutup-penutup di hati mereka d3n penyumbat di telinga mereka karena mereka sendirilah yang terlebih dahulu telah mempertahankan pendirian yang batil dan sesat itu, “Dan meskipun ada mereka melihat tiap-tiap ayat, tidaklah mereka akan percaya kepadanya “ Meskipun dikemukakan berbagai ayat, yaitu bukti dan alasan yang masuk akal, tidaklah mereka mau percaya dan tidaklah mereka mau menerima. Sebab, rasa benci telah menutup hati dan rasa dendam telah menyumbat telinga.
“Sehingga apabila mereka datang kepada engkau buat membantah engkau, berkatalah orang-orang yang kafir itu, ini tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang dahulu.'"
Asaathir kata jamak, mufradnya ialah usthuur, artinya dongeng, yaitu cerita-cerita karut, khayat, fantasi, karang-karangan yang indah-indah, tetapi tidak ada dalam kenyataan. Disebut orang dalam bahasa Yunani mythos, menjadi mythologi. Padahal Nabi Muhammad ﷺ untuk memberi pelajaran kepada kaum itu bukanlah berdongeng, bukah pula mengulang-ulang cerita karut orang-orang dahulu, melainkan beliau diberi wahyu oleh Allah menceritakan kecelakaan-kecelakaan umat-umat Nabi yang dahulu-dahulu, umat Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Syu'aib, Nabi Shalih, dan lain-lain. Semuanya ini banyak diturunkan pada surah-surah Mekah. Karena memang telah kufur, mereka pun mendakwa bahwa wahyu yang menerangkan umat-umat yang telah binasa itu hanya dongeng belaka. Padahal kerap pula diingatkan kepada mereka bahwa mereka boleh mengembara di bumi dan menyaksikan sendiri bekas-bekas negeri yang telah hancur karena mendurhakai Allah. Namun, karena di hati mereka tidak mau percaya bahwa itu bukan dongeng, dan tetap mengatakan, “Itu Dongeng!"
Ayat 26
“Dan mereka pun melarang daripadanya dan menjauh daripadanya."
Artinya, setelah mereka dengar keterangan-keterangan Rasulullah ﷺ itu, nyata sangat membantah pendirian dan pegangan mereka. Mereka laranglah kawan-kawannya atau anak buahnya mendengarkan keterangan-keterangan Rasulullah ﷺ itu! Mengapa mereka larang? Karena, mereka takut yang mendengar akan tertarik. Setelah melarang orang mendengarkan, mereka sendiri pun menjauh, tidak mau lagi dekat-dekat Rasul telah mereka pandang sebagai musuh yang akan menghancurkan pegangan mereka atas berhala itu. Dengan melarang orang lain mendengarkan dan diri sendiri pun mulai menjauh, mereka menyangka akan gagallah segala usaha Rasul menegakkan kebenaran itu dan akan dapatlah tetap dipertahankan kepercayaan mereka yang karut itu.
“Dan tidaklah mereka binasakan kecuali diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak merasa."
Kebenaran kian lama kian bersinar tidak dapat dihalang-halangi. Dia kian lama kian kukuh dan tidak akan binasa. Mereka yang kufur itu menyangka bahwa dengan melarann dan menjauh, berhasillah pertahanan mereka dan akan rugilah segala usaha Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Itulah persangkaan yang salah. Karena, pegangan mereka, walaupun mereka pertahankan dengan segala kekerasan, dengan melarang dan menjauh, tidaklah berhasil. Sebab kebenaran itu kuat dengan sendirinya. Kebenaran adalah kehendak Allah. Namun, mereka tidak merasa. Mereka masih merasa kuat juga, padahal pertahanan telah runtuh dari dalam. Pengaruh Islam kian tersebar yang telah masuk ke dalam Islam tidak ada yang keluar lagi. Ini tidak mereka insafi.
“Dan alangkah hebat kalau engkau lihat tatkala meteka dibetditikan di
pinggit nenaka lalu meteka betkata,
Ayat 27
“Wahai kinanya, alangkah baiknya jika kami dikembalikan supaya kami tidak mendustakan (lagi) akan ayat-ayat Tuhan kami dan jadilah kami daripada orang-orang yang beriman."
Ayat itu menjelaskan kepada Rasulullah ﷺ bahwa orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah itu, yang mempertahankan pendirian yang sesat itu kelak akan disuruh berdiri di hadapan hadirat Allah. Sudah nyata bahwa tidak ada berhala yang mereka sembah itu yang akan membantu mereka pada hari itu. Kekuasaan mutlak ada pada Allah. Mereka pun menyesali kesalahannya semasa di dunia itu, sesal yang amat sangat. Melihat neraka telah terbentang di hadapan dan diri sudah disuruh berdiri untuk dicemplungkan ke dalam. Mereka pun mengeluh mengenang kesalahan itu, memanglah tidak ada Tuhan selain Allah. Melihat hebatnya adzab yang dihadapi, terkenanglah mereka akan dunia, inginlah mereka dikembalikan ke sana supaya perangai yang lama mereka ubah dan tidak lagi akan mendustakan dan membantah ayat-ayat Allah sebab sudah nyata kebenaran dari segala yang dibantahnya itu. Kalau sekiranya Allah memberi kesempatan bagi mereka datang ke dunia sekali lagi, berjanjilah mereka bahwa mereka tidak lagi akan kafir, dan akan menjadi orang-orang yang beriman.
Itulah suatu yang disebut oleh orang Arab Tamanni sebagai menginginkan hal yang tidak bisa kejadian lagi. Orang tua menginginkan kembali menjadi muda, anak kecil menginginkan kembali ke dalam kandungan ibu.
Ayat 28
“Bahkan telah nyatalah bagi mereka apa yang mereka sembunyikan dahulunya."
Hal yang dulunya dirahasiakan sekarang telah terbuka. Kejahatan yang disembunyikan sudah tampak. Catatan amal sudah terhampar di hadapan mata, tidak dapat dielakkan lagi. Bahkan perbuatan salah yang diri sendiri sudah lupa karena lamanya, dalam catatan Allah tetap tertulis. Semuanya terbayang pada hari itu, semuanya nyata. Ngeri dan takut sebab neraka ternganga menunggu kedatangan untuk berdiam di dalam; sesal, ingin kembali, ingin beramal.
“Tetapi, jika sekitarnya mereka dikembalikan pun niscaya mereka akan kembali (pula) kepada apa yang mereka telah dilarang daripadanya itu. Karena sesungguhnya mereka itu adalah pendusta."
Misalkan dapatlah mereka kembali ke dunia sebagaimana yang mereka harapkan dan inginkan, setelah melihat siksaan yang terbentang di hadapan mereka di akhirat, tidaklah mereka akan berbuat sebagaimana yang mereka janjikan itu. Mereka mengatakan begitu di akhirat karena telah melihat adzab. Kalau mereka bebas kembali ke dunia, misalnya, mereka akan mengulangi lagi pada kehidupan musyrik yang lama. Janji mereka yang demikian di akhirat hanyalah dusta saja. Keku-furan sudah menjadi sikap jiwa mereka.
Dari ayat ini kita mendapat pengajaran bagaimana pentingnya membentuk sikap jiwa. Supaya tauhid menjadi sikap jiwa, hendaklah latihan dan didikan dari kecil dan pergaulan yang baik dan guru yang jujur lahir dalam kalangan keluarga yang beragama pula. Pendidikan dalam rumah tangga dan suasana di rumah itu besar pengaruhnya membentuk sikap jiwa. Kebiasaan-kebiasaan yang selalu dilakukan, amatlah payah mengubah. Memang pada waktu terdesak, misalnya karena sakit keras, pikiran menjalar pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa yang sudah-sudah dan berniat hendak mengubahnya jika telah sembuh. Namun setelah sembuh, kembali lagi dalam pengaruh pergaulan dan kebiasaan tadi, kembali.lagi jiwa berjalan menurut sikapnya.
Penting untuk kita perhatikan perintah Rasulullah ﷺ agar kanak-kanak kalau sudah berusia 7 tahun hendaklah disuruh shalat. Dan kalau sudah usia 10 tahun dilalaikannya shalatnya, hendaklah orangtuanya memukul dan memarahinya, sampai shalat itu menjadi sikap jiwa dan sampai besarnya dia merasa berdosa jika meninggalkannya. Meskipun barangkali setelah dewasa, baru dia tahu hikmah mengerjakan shalat itu, yaitu untuk membentuk sikap jiwa. Sama seperti seseorang yang telah biasa mencopet dan mencuri. Meskipun sudah berulang kali dimasukkan ke dalam penjara dan selama di penjara telah menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi kalau keluar, sesampainya di luar jika ada kesempatan, tangannya akan cepat saja mencuri kembali. Setelah dia mati dan sampai berhadapan dengan api neraka, tentu dia akan sangat menyesal dan memohon agar dikembalikan ke dunia supaya diperbaikinya hidupnya. Tidak bisa dipercayai lagi sebab akan diulangnya kembali. Beginilah perumpamaan dari orang-orang yang kafir itu.
Ayat 29
“Dan mereka berkata, ‘ini tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia saja. Dan tidaklah kita akan dibangkitkan.'"
Satu macam lagi dari kekafiran, yaitu tidak percaya bahwa ada lagi sambungan dari kehidupan yang sekarang. Mereka berkata bahwa hidup ini hanya sekali ini saja. Kebangkitan pada hari Kiamat tidak akan ada. Jadi, selama kita masih hidup, hendaklah kita puaskan selera, perturutkan kehendak hati, jangan ditahan-tahan.
Inilah musyrik jahiliyyah zaman Nabi, yaitu memandang bahwa hidup ini hanya hingga kini saja dan seputus nyawa. Sehabis hidup, sambungnya tidak ada lagi. Tidak merasa bertanggung jawab terhadap hari depan. Berlombalah mengambil kesempatan pada zaman sekarang. Kalau tidak lekas mengambilnya, niscaya kita akan dianiaya orang lain. Oleh karena itu, berlombalah yang kuat menindas yang lemah dan mengeluhlah yang lemah menderita penindasan.
Sekarang, jahiliyyah itu masih dilanjutkan dengan jahiliyyah modern. Segala macam teori tentang susunan masyarakat telah diciptakan oleh manusia. Kekuasaan telah tersusun, baik yang bersandarkan paham kapitalisme maupun yang bersendikan paham sosialisme dan paham komunisme, mencitakan suatu negara yang adil dan makmur, tetapi jauh sama sekali dari kepercayaan akan hari perhitungan. Oleh karena itu, silih bergantilah kekuasaan. Dari zaman feodal kekuasaan raja-raja atau bersekongkol dengan kekuasaan penguasa-penguasa agama, tetapi yang lemah tetap tertindas. Kemudian hancurlah kekuasaan feodal, berganti dengan kekuasaan borjuis, yang dicela mati-matian oleh golongan proletar. Kemudian, diadakan pula pemberontakan proletar terhadap borjuis, tetapi buruh dan tani diambil untuk membangkitkan semangat perlawanan. Dianjurkan diktator proletariat, tetapi dalam kenyataannya ialah membagi sama rata kemiskinan di antara buruh dan tani dan menumpukkan segala kekuasaan dan kemegahan pada partai yang berkuasa. Meskipun nama teori yang dikemukakan dan isme yang diperjuangkan, hakikatnya hanya satu, yaitu keadilan dan kemakmuran bertambah jauh. Yang merata bukan kekayaan melainkan kemiskinan. Sebab, dasar semuanya itu hanya satu, yaitu memandang bahwa hidup hanya hingga dunia ini saja. Baik politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, hubungan kelamin laki-laki dengan kelamin perempuan, seni, atau apa saja kegiatan hidup, sudah dibatasi hanya di dunia ini saja. Hari perhitungan tidak ada, akhirat tidak ada. Semuanya itu dipandang hanya khayat ahli agama. Yang betul adalah pikiran manusia dan yang betul adalah filsafat hidup dan Struggle of Life perbuatan dan perjuangan hidup siapa yang kuat menang dan
siapa yang lemah hancur. Jika hancur takkan ada yang membela lagi. Benar atau salah suatu pendirian bukanlah menjadi pertimbangan. Yang memutuskan adalah kekuatan. Bukan kebenaran. Dan untuk mencapai suatu maksud yang dituju maka segala usaha untuk mencapai itu menjadi halal. Itu menurut ajaran Machiavelli. Akan tetapi, paham-paham seperti ini sudah nyata tidak akan membawa umat manusia pada kebahagiaan. Kehancuran mental dan moral, habisnya rasa saling memercayai di antara manusia, timbulnya penyakit jiwa yang menyeluruh, hancurnya nilal-nilai budi, dan jatuhnya manusia dari perikemanusiaan pada kebinatangan di pertengahan abad kedua puluh ini menunjukkan bahwa peradaban yang tidak percaya pada hari akhirat ini sudah mendekati kehancurannya. Begitulah di dunia, apalagi di akhirat.
Ayat 30
“Dan alangkah hebat kalau engkau lihat tatkala mereka dibendirikan di hadapan Tuhan mereka."
Yaitu pada hari akhirat esok. Saat malaikat menghalau mereka di hadapan hadirat Ilahi untuk menerima siksaan mereka."Bertanyalah Dia, ‘Bukankah ini suatu kebenaran?'" Bukankah telah engkau hadapi sekarang kenyataan ini? Bukankah engkau telah dihidupkan kembali agar merasakan pahit getir yang seperti ini? Pahit getir dari kejahatan-kejahatan yang engkau lakukan tatkala hidupmu yang menurut katamu hanya sekali. Sesudah itu tidak ada lagi.
“Mereka menjawab, ‘Sungguh, demi Tuhan kami.'" Pada waktu itulah mereka baru meng-akui bahwa memang ada sambungan hidup sesudah ini sebab kebenarannya sudah mereka alami. Namun apalah hendak dikata, hidup yang kedua kali telah dihadapi, telah menjadi kenyataan padahal catatan hidup yang pertama dahulu itu hanyalah catatan buruk belaka. Ingin diulangi, tidak dapat lagi.
Berfirman Dia, “Maka rasakanlah olehmu adzab ini dari sebab kamu telah kufur."
(ujung ayat 30)