Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَاتَيۡنَٰهُمُ
Kami berikan kepada mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
kitab
يَعۡرِفُونَهُۥ
mereka mengetahui kitanya
كَمَا
sebagaimana
يَعۡرِفُونَ
mereka mengetahui/mengenalnya (kitab)
أَبۡنَآءَهُمُۘ
anak-anak mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَسِرُوٓاْ
(mereka)merugikan
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
فَهُمۡ
maka mereka
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
(mereka)beriman
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَاتَيۡنَٰهُمُ
Kami berikan kepada mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
kitab
يَعۡرِفُونَهُۥ
mereka mengetahui kitanya
كَمَا
sebagaimana
يَعۡرِفُونَ
mereka mengetahui/mengenalnya (kitab)
أَبۡنَآءَهُمُۘ
anak-anak mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَسِرُوٓاْ
(mereka)merugikan
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
فَهُمۡ
maka mereka
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
(mereka)beriman
Terjemahan
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab mengenalnya (Nabi Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan diri sendiri itu tidak beriman.
Tafsir
(Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya mereka mengenalnya) artinya mengenal Muhammad dengan sifat-sifat atau ciri-cirinya yang terdapat di dalam Kitab mereka (seperti mereka mengenal anak-anak sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya) di antara mereka (mereka itu tidak beriman) kepada Muhammad.
Tafsir Surat Al-An’am : 17-21
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang sanggup menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? Katakanlah, "Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. Dan Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kalian mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain selain Allah?" Katakanlah, "Aku tidak mengakui." Katakanlah "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah)."
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat suatu kebohongan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan.
Ayat 17
Allah ﷻ memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Yang memiliki kemudharatan dan kemanfaatan. Dan bahwa Dialah yang mengatur makhluk-Nya menurut apa yang Dia kehendaki, tiada yang dapat menanyakan tentang keputusan-Nya, dan tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya.
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Al-An'am: 17)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang lain:
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Fatir: 2), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ sering berdoa dengan menyebutkan kalimat berikut:
“Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang Engkau tahan, dan tiada guna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya yang bisa menyelamatkannya dari azab-Mu.” Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Ayat 18
“Dan Dialah Yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya.” (Al-An'am: 18)
Yakni Dialah Tuhan yang semua jiwa tunduk kepada-Nya, semua orang yang perkasa tunduk kepada-Nya, semua wajah berserah kepada-Nya, segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya, semua makhluk tunduk kepada-Nya, dan segala sesuatu patuh dan tunduk kepada keagungan, kebesaran, ketinggian, dan kekuasaan-Nya. Segala sesuatu menjadi kecil di hadapan-Nya, semuanya berada dibawah kekuasaan dan hukum-Nya.
“Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”(Al-An'am: 18)
Yakni dalam semua perbuatan-Nya. Segala sesuatu berada pada tempat dan kedudukan yang telah ditentukan. Karena itu, Dia hanya memberi kepada mereka yang berhak menerima, dan Dia hanya menghalangi mereka yang berhak dicegah.
Ayat 19
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya’?” (Al-An'am: 19)
Yakni siapakah di antara semuanya yang paling kuat kesaksiannya?
“Katakanlah, ‘Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kalian’.”(Al-An'am: 19)
Yakni Dialah Yang mengetahui apa yang aku sampaikan kepada kalian dan apa yang kalian katakan kepadaku.
“Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Yakni artinya Al-Qur'an merupakan peringatan bagi orang-orang yang sampai Al-Qur'an kepadanya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
“Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (Hud: 17)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Said Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', Abu Usamah, dan Abu Khalid, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, maka seakan-akan dia melihat Nabi ﷺ. Menurut Abu Khalid ditambahkan ‘dan juga berbicara dengan Nabi ﷺ’.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui jalur Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, maka sungguh Nabi Muhammad ﷺ telah menyampaikannya kepadanya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman Allah ﷻ :
“Supaya dengan itu aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Sampaikanlah (Al-Qur'an) dari Allah.”
Maka barang siapa yang telah sampai kepadanya suatu ayat dari Kitabullah (Al-Qur'an), berarti telah sampai kepadanya perintah Allah.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, suatu keharusan bagi orang yang mengikuti Rasulullah ﷺ melakukan dakwah seperti dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, dan memberi peringatan dengan cara yang telah disampaikannya.
Firman Allah ﷻ : “Apakah sesungguhnya kalian mengakui, wahai orang-orang musyrik, adakah tuhan-tuhan yang lain selain Allah?” Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui’.” (Al-An'am: 19)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Jika mereka bersaksi, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka.” (Al-An'am: 150)
Firman Allah ﷻ : “Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah)’.” (Al-An'am: 19)
Kemudian Allah ﷻ berfirman, menceritakan perihal Ahli Kitab, “Mereka mengenal nabi yang Aku datangkan kepada mereka ini, sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri melalui kabar dan berita yang ada pada mereka dari para rasul dan para nabi yang terdahulu. Karena sesungguhnya semua rasul telah menyampaikan berita gembira akan kedatangan Nabi Muhammad ﷺ yang disertai dengan penyebutan sifat-sifatnya, ciri-ciri khasnya, negeri tempat tinggalnya, tempat hijrahnya, dan sifat-sifat umatnya.” Karena itu, pada ayat berikutnya disebutkan:
Ayat 20
“Orang-orang yang merugikan dirinya.” (Al-An'am: 20)
Yakni mereka mengalami kerugian yang sangat fatal.
“Mereka itu tidak beriman.”(Al-An'am: 20)
Yakni kepada perkara yang jelas dan gamblang ini, yaitu berita gembira yang telah disampaikan oleh para nabi dan yang telah di isyaratkan sejak zaman dahulu hingga saat pemunculannya.
Ayat 21
Kemudian dalam firman selanjutnya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat suatu kebohongan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya?” (Al-An'am: 21)
Yakni tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah, lalu ia mengakui bahwa dirinya diutus oleh Allah, padahal Allah tidak mengutusnya. Kemudian tidak ada orang yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, hujah-hujah-Nya, bukti-bukti-Nya, dan dalil-dalil-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan.” (Al-An'am: 21)
Yakni orang-orang yang terlibat dalam membuat-buat kebohongan dan berdusta, mereka semuanya tidak mendapatkan keberuntungan.
Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab kepadanya, yaitu orangorang Yahudi yang diberi kitab Taurat sehingga mereka disebut Ahlulkitab, bersama kaum Nasrani yang juga Ahlulkitab karena menerima kitab Injil, mengenal Nabi Muhammad, sifat, karakter, tugas pokok, dan fungsinya sebagai nabi dan rasul terakhir, karena sudah tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Pengenalan mereka tentang Nabi Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri, namun sebagian besar dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut termasuk orang-orang yang merugikan dirinya karena mereka itu tidak beriman kepada Rasulullah, akibat kedengkian mereka kepadanya.
Dan siapakah yang lebih zalim, sesat, dan menyimpang dari kebenaran, daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, meyakini tuhan memiliki anak dan teman perempuan; atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya seperti yang dilakukan kaum kafir Mekah dan Madinah' Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mempertuhankan seseorang atau sesuatu selain Allah, mereka tidak akan pernah beruntung dalam kehidupan di akhirat, karena mereka kekal di dalam neraka.
Ayat ini menambah keterangan tentang kebenaran kerasulan Nabi Muhammad, yaitu keterangan bahwa Ahli Kitab dari Yahudi dan Nasrani, sebenarnya mereka mengetahui bahwa nabi yang terakhir yang diutus Allah adalah Nabi Muhammad karena tanda-tanda kenabian beliau sangat jelas tercantum dalam kitab-kitab suci mereka.
Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir Mekah pergi ke Medinah menanyakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang sifat Muhammad. Tetapi mereka memungkiri bahwa dalam Taurat dan Injil terdapat berita tentang kenabian Muhammad. Berita tersebut sangat jelas sehingga mereka mengetahuinya dengan jelas pula sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri.
Allah menyatakan bahwa mereka telah merugikan diri mereka sendiri karena mereka tidak mempercayai kerasulan Muhammad, bahkan mengingkarinya dengan permusuhan. Oleh karena itu, mereka mengingkari apa yang mereka ketahui. Keingkaran pendeta-pendeta Yahudi itu sama alasannya dengan keingkaran orang-orang musyrik Mekah.
Pendeta-pendeta Yahudi tidak mau beriman kepada Muhammad karena takut kehilangan martabat dan kedudukan di kalangan penganut agama mereka. Dalam pandangan Islam, semua orang sama kedudukannya. Tidak ada perbedaan antara pendeta dengan rakyat. Bila melakukan kesalahan yang sama, hukumnya akan serupa pula, tidak ada perbedaan antara ulama dengan rakyat umum.
Demikian pula pemimpin-pemimpin Quraisy, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad karena takut kehilangan martabat dan kedudukan. Bila mereka menganut agama Islam, mereka akan duduk sejajar dengan rakyat jelata dan orang-orang miskin, seperti Bilal dari Ethiopia (Habasyah) dan lain-lainnya. Mereka sendirilah yang merugikan diri sendiri. Kerugian mereka itu disebabkan kelemahan cita-cita dan kemauan mereka dan kehilangan pertimbangan akal sehat sehingga mereka mengingkari ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 20
“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka, telah mengenalnya; sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Mereka itu telah merugikan diri mereka sendiri."
Sebagaimana telah kita ketahui, surah ini diturunkan di Mekah, tetapi di ayat ini tersebut lagi tentang orang-orang yang keturunan Kitab dan mereka, khususnya orang Yahudi, lebih banyak tinggal di Madiriah. Terdapatlah riwayat bahwa pemuka-pemuka Quraisy mengirim utusan ke Madiriah sebelum Rasulullah ﷺ hijrah. Mereka pergi bertanya kepada pemuka-pemuka Yahudi, apa benar terdapat di dalam kitab suci mereka, akan datang nabi akhir zaman itu? Sebab, pada zaman jahiliyyah orang-orang penyembah berhala tetap mengetahui bahwa Ahlul Kitab itu lebih banyak pengetahuan. Tidaklah jelas apakah utusan-utusan itu bertemu dengan pemuka-pemuka Yahudi itu atau tidak. Cuma setelah mereka kembali ke Mekah, utusan itu memberi tahu kepada pengutusnya bahwa menurut keterangan Ahlul Kitab tidaklah ada tersebut kedatangan Muhammad itu dalam Taurat. Kata-kata yang palsu inilah yang dibantah dengan ayat ini, yaitu bahwasanya kedatangan Muhammad itu memang telah di-nubuwwah-kar di dalam Taurat, bahkan telah mereka kenal tanda-tandanya sebagai mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Namun, baik Ahlul Kitab yang mendustakan kenyataan itu maupun kaum Musyrikin tidaklah mau mengakui kerasulan Muhammad ﷺ Oleh sebab itu, mereka telah merugikan diri sendiri. Rugi karena telah mendustakan kebenaran. Mereka tidak mau menerima Islam sebab iba meninggalkan kedudukan mereka, sebab mereka merasa tinggi selama ini. Mereka berat akan menjadi pengikut Muhammad ﷺ sebab terikat pada kedudukan dan pengaruh, sedangkan dalam ajaran islam, semua orang sama, yang mulia hanyalah mereka yang lebih tinggi tingkat takwanya kepada Allah. Dalam Islam, sama saja kedudukan Abu Bakar orang Quraisy asli dengan Bilal bekas budak atau Umar bin Khaththab dengan Shuhaib yang dulunya bekas budak bangsa Romawi. Orang Quraisy pun suka menerima kerugian ruhani, tidak mendapat hidayat Ilahi, karena enggan menjadi pengikut dari anak yatim dalam asuhan Abu Thalib. Mereka menyangka bahwa mempertahankan kedudukan itu adalah keuntungan, padahal itulah kerugian yang sebesar-besarnya bagi mereka.
“Maka bukanlah mereka itu orang-orang yang beriman."
Lebih sukalah mereka tetap di dalam ke-kufuran, walaupun telah berhadapan dengan kenyataan, memang Muhammad rasul Allah, ketimbang menjadi Mukmin, yang mereka rasa akan menjatuhkan martabat mereka.
Sayidul-Islam yang besar, Sayyid Quthub, di dalam tafsirnya yang terkenal, Di Bawah Lindungan AL-Al-Qur'an, yaitu tafsir yang ditulis pada zaman modern oleh seorang yang telah menyelami kepalsuan dan kejahatan bangsa-bangsa penjajah terhadap Islam, telah menuliskan dalam tafsir itu bagaimana kelanjutan bahwa Ahlul Kitab itu telah mengenal akan Nabi Muhammad sebagai mengenal anak mereka sendiri.
Sayyid Quthub berkata, bahwa Ahlul Kitab telah tahu dan paham, telah mengerti siapa Nabi Muhammad dan telah mengetahui pula bahwa Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya memang benar. Betapa sebagaimana telah diisyaratkan di dalam ayat ini pengetahuan mereka akan kebenaran Nabi Muhammad itu bukanlah buat mereka imani, melainkan buat mereka kafiri. Dan selama empat belas abad kerasulan Nabi Muhammad ﷺ hingga sekarang, pengetahuan mereka tentang Nabi Muhammad, tentang Al-Qur'an, tentang hakikat Islam masih tetap mereka tambah. Islam masih tetap mereka selidiki dan pelajari. Berpuluh bahkan beratus orang Yahudi dan Nasrani, menyediakan diri untuk mempelajari Islam secara mendalam, hingga pada detail-detailnya. Tentang sejarah Islam, sejarah Rasulullah ﷺ, dan segala ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Islam. Mereka mempelajari fikih Islam, tasawuf Islam, tafsir A(-Qur'an, ilmu hadits, dan mereka ikhtiarkan mencetak kembali naskah-naskah tulisan tangan sebagai pusaka dari kebudayaan Islam. Pemerintah-pemerintah mendirikan perpustakaan yang mengandung naskah-naskah asli dari karangan pujangga dan sarjana dan sastrawan Islam sehingga kadang-kadang pusaka seorang pujangga besar Islam yang asli tidak ditemukan di perpustakaan di Istanbul atau Isfahan, tetapi didapati di Cambrige, Leiden, atau Leipzich.
Di negeri-negeri besar dibangun Islamic Studie, baik di London, Sarbone atau Bonn, maupun Chicago atau Montreal. Beratus sarjana yang diriamai orientalis benar-benar pantas disebut sarjana pengetahuan Islam. Mereka lebih leluasa menyelidiki Islam sebab mendapat bantuan dari pemerintahnya sendiri atau oleh fonds yang disediakan untuk itu. Mereka benar-benar mengetahui Islam, mengetahui Nabi Muhammad ﷺ, dan kitab suci yang beliau bawa, seperti mengetahui anak mereka sendiri. Namun, pengetahuan mereka yang luas itu bukan mereka gunakan untuk mengetahui kebenaran Islam supaya mereka peluk, melainkan hendak dicari segi kelemahannya. Kadang-kadang, secara telanjur ataupun sengaja mereka memuji beberapa kelebihan Islam, walaupun di dalam pujian itu tersembunyi racun.
Banyak di antara orientalis itu adalah alat penjajahan. Ditugaskan mencari “rahasia" Islam yang dipeluk oleh rakyat jajahan untuk dapat tetap menjajah umat itu. Dan sebagian besarnya lagi dibelanjai oleh zendirig dan misi Kristen, guna mencari dari segi mana Islam dapat dihancurkan. Sebab, kaum Kristen selalu mengakui bahwa orang Islam ini “keras kepala", tidak mau dikristenkan.
Di dalam kalangan orang Islam sendiri yang diberikan pendidikan Barat, pendidikan kolonialisme, ditanamkan perasaan benci, jijik kepada ulama Islam sendiri. Cacat yang timbul dari kebodohan kaum Muslimin dijadikan alasan untuk mencela agama Islam, Sebagaimana kita rasakan sendiri betapa bencinya orang-orang yang mendapat didikan Belanda pada zaman kolonial pada pondok dan pesantren, kiai, santri, dan ajengan. Kemudian, ditanamkanlah kepada mereka rasa simpati membabi buta pada segala hal yang berbau Barat dan simpati kepada orang-orang kafir Belanda kalau dia pandai berbahasa Arab. Timbullah dalam kalangan orang yang pada kulitnya masih berwarna Islam, tetapi batinnya sudah memandang Islam seperti memandang orang lain. Mereka lebih percaya Islam yang diterangkan oleh Younbull, Snouck Hourgronje, Goldziher, Moltke, Louis Masig-non, De Boer, Dozy, daripada Islam yang dibahas oleh ulama Islam sendiri.
Dari para orientalis inilah keluar beberapa keterangan yang mereka sebut “ilmiah", tetapi sebenarnya pemalsuan Islam. Misalnya bahwa Islam disiarkan dengan pedang. Islam mewajibkan poligami. Umat Islam tidak akan maju selama mereka masih berpegang kukuh pada ajaran-ajaran agamanya. Bahwasanya ilmu fikih Islam tidak asli, tetapi caplokan saja dari fikih Romawi. Tasawuf Islam bukan asli dari Islam, melainkan diambil dari Kristen; kata yang setengah. Dari Hindu, kata yang lain. Dari Budha kata yang lain pula. Pendeknya tasawuf Islam diambil dari segala macam agama kecuali dari Islam.
Dan ini semuanya adalah “ilmiah" mesti diterima dan ditelan saja sebab yang menga-takannya orientalis Barat. Barangsiapa yang membantah, walaupun secara ilmiah pula, dengan cepat dituduh fanatik.
Keluarlah ajaran bahwa filsafat Islam tidak ada. Yang ada hanya filsafat Yunani yang ditelan oleh orang Islam lalu ditambah di sana-sini. Sebab, orang Arab sebagai bangsa Semit tidak sanggup berfilsafat. Orang Arab sebagai bangsa Semit tidak sanggup berpikir mendalam, mereka hanya meniru. Kemudian, diputar pulalah plat ini oleh “sarjana pengekor" yang inengulang-ulangkan sabda dari gurunya dengan tidak sanggup menimbang sendiri karena pengetahuannya tentang Islam itu sendiri tidak ada.
Keluarlah ajaran dari orientalis itu juga bahwa agama Islam yang masuk ke Indonesia ini tidak asli dari Arab, tetapi sudah campur aduk dengan filsafat Hindu. Atau bahwa orang Indonesia sebelum memeluk Islam sudah mencapai kebudayaan yang tinggi. Sesudah Islam masuk kemari maka mundurlah itu dan baru maju kembali setelah datang bimbingan Belanda.
Keluarlah teori asal bangsa: orang Turki, walaupun telah Islam, mereka berasal dari bangsa Mongol, bukan Arab. Orang Mesir, walaupun telah Islam, mereka adalah pemeluk kebudayaan Fir'aun. Orang Persia (Iran) lebih tinggi dari Arab sebab mereka keturunan bangsa Aria. Pendeknya, tiap-tiap bangsa yang telah dipersatukan oleh Islam menjadi satu umat, dipecah-belahkan dengan “ilmiah" orientalis yang mengetahui agama Islam dan Nabi Muhammad seperti mengetahui anaknya sendiri, menjadi bangsa yang berkeping-keping, berpecah-belah. Setelah semuanya pecah-belah, barulah berkompromi di antara Nasrani dengan Yahudi atau politik zionisme dengan politik pengkristenan, mencaplok tanah suci kaum Muslimin, bumi Palestina.
Pendeknya, mereka mengetahui Islam dan Nabi Muhammad sebagaimana mengetahui anak mereka sendiri.
Kadang kala dipujilah kekuatan agama Islam setinggi langit, tetapi seperti kita katakan sebelumnya, dalam pujian itu bersembunyilah racun. Berapa banyaknya di tanah air kita Indonesia ini saja, orang yang memuji Islam setinggi langit setelah membaca keterangan-keterangan dan cerita-cerita dari Prof. Snouck Hougronje, yang beberapa tahun lamanya di pusat Islam sendiri, di Mekah, untuk mengetahui Islam dari sumbernya.
Namun, dalam memenuhi itu, mereka sangat menentang apabila Islam hendak digerakkan secara diriamis.
Berapa pula banyaknya penyelidik-penyelidik Belanda mencapai titel kesarjanaan karena mempelajari tasawuf Islam di Indonesia. Mulai dari Hamzah Fanshuri, Syamsuddiri Sumaterani, Nuruddiri Ar-Raniriy, Sunan Borang, Syekh Siti Jenar, dan lain-lain, sampai mereka keluarkan buku-bukunya yang jika orang Islam Indonesia membaca kupasan itu, padahal mereka belum mengetahui hakikat Islam dari sumber Islam sendiri, dari bahasa Arab, sudah terang dengan bimbingan orientalis itu mereka bukan akan mengembangkan citra Islam yang hidup, tetapi mem-bangkitkan kembali ilmu klenik, mistik, primbon, kebatinan dan sinkritisme, menye-sual-nyesuaikan Islam dengan Hindu, Buddha dengan animisme. Asal jangan Islam yang hidup.
Mereka mengetahui Nabi Muhammad, mengetahui Islam seperti mengetahui anak mereka sendiri. Namun, bukan untuk mereka imani, melainkan untuk mereka ingkari dan menuntun orang-orang yang lemah keislamannya supaya dengan “teratur" keluar dari Islam.
paikan segala permohonan mereka kepada Allah dan berhala-berhala itu pula yang akan memberikan pembelaan kepada mereka di akhirat. Atau Ahlul Kitab yang menambah-nambah agama mereka sendiri dengan berbagai upacara sehingga hilang keasliannya. Niscaya aniayatah namanya segala perbuatan itu sebab mengerjakan pekerjaan yang tidak ada pokok asalnya.
“Sesungguhnya, tidaklah akan berbahagia orang-orang yang zalim."
Pada ayat 20, telah diterangkan bahwa orang-orang ini telah merugikan diri sendiri sebab telah keluar dari garis jalan yang benar. Mereka telah aniaya. Salah dari pangkal, niscaya salah sampai ke ujung. Oleh sebab itu, tidaklah mereka akan menang. Percumalah usaha mereka mempertahankan kedudukan dan kemewahan sebab perjuangan mereka adalah di pihak yang kalah. Kekalahan akan menimpa mereka sebab jalan yang dipilih adalah jalan yang salah. Mereka mengambil selain Allah jadi Tuhan, padahal tidak ada Tuhan selain Allah, Pada saat mana pun yang selain Allah itu tidak dapat membantu mereka.
ORANG-ORANG YANG ZALIM
Ayat 21
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta atas nama Allah."
Tidak ada lagi kezaliman yang melebihi itu! Yaitu tetap mempertahankan kekufuran, padahal kebenaran telah datang. Mereka masih saja mempertahankan kekufuran, padahal ke-kufuran itu bersandar pada membuat-buat dusta atas nama Allah, membangsakan kepada Allah hal-hal yang tidak-tidak. Di antaranya ialah menyembah berhala dan mengatakan, berhala itu adalah anak perempuan Allah atau kedustaan lain yang mengatakan bahwa berhala-berhala itulah yang akan menyam-
Ayat 22
“Dan (ingatlah) hani yang akan Kami kumpulkan mereka itu semua kemudian itu akan kami tanyakan kepada orang-orang yang telah mempersekutukan itu, ‘Mana dia sekutu-sekutu kamu itu? Yang kamu menganggapnya
Hari Kiamat akan datang. Semua makhluk akan dihadapkan ke hadapan Allah, dosa dan pahala akan diperhitungkan. Sedangkan yang berkuasa pada hari itu hanyalah Allah saja, mereka akan diperiksa dan akan didakwa. Orang-orang yang mereka sembah atau berbalakan, tidak seorang pun yang muncul untuk membantu. Kalaupun ada, mereka sendiri akan dihisab seperti hamba Allah yang lain.
Mereka tidak lebih dari makhluk biasa. Yang dituhankan sama hinanya dengan yang menu-hankan. Ketika itu, akan ditanyakanlah kepada orang yang mempersekutukan Allah itu, “Mana sekutu-sekutu kamu itu?" Ke mana mereka akan dicari, padahal terang mereka tidak ada atau tidak berarti apa-apa, mereka tidak berkuasa dan tidak berdaya untuk menolong. Kala di dunia mereka itu dianggap Allah, disembah, dipuja, dan dihantarkan saji-sajian (sesajen). Sekarang ternyata mereka tidak ada, tidak muncul. Karena memang sama sekali itu tidak ada. Dia ada ketika di dunia, hanyalah karena diadakan oleh orang-orang yang menyembahnya. Dia hanya kayu atau batu atau seorang manusia yang datang dihadapkan ke hadapan Mahkamah Ilahi, di-mintai pertanggungjawabannya.
Ayat 23
“Kemudian itu, tidaklah ada fitnah mereka melainkan mereka berkata, ‘Demi Allah, Tuhan kami, bukanlah kami ini orang-orang yang musyrik."
Artinya, setelah diberi keterangan bahwa segala perbuatan mereka itu syirik, mereka coba mengelakkan diri, membuat suatu jawaban yang mempersulit diri mereka sendiri, sebab itu diriamakan fitnah. Mereka mengatakan bahwa mereka bukan musyrik. Allah tetap satu. Namun, karena Allah yang satu itu terlalu tinggi, tidaklah sembarang orang yang dapat mendekati Dia kalau tidak memakai perantaraan. Oleh sebab itu, mereka membela diri dan berkata bahwa mereka memuja yang lain itu bukanlah karena mempersekutukan yang lain itu dengan Allah, melainkan karena hendak memelihara kemuliaan Allah belaka, jawaban ini adalah fitnah sebab mempersulit diri mereka sendiri. Kalau mereka mengatakan Allah itu terlalu tinggi buat mereka dapat mencapainya dengan langsung sehingga perlu perantaraan, nyatalah bahwa mereka sendiri yang telah mengadakan diridirig di antara diri mereka dengan Allah, yaitu diridirig yang mereka buat-buat sendiri.
Maka dibukalah betapa kacaunya jawaban mereka itu.
Ayat 24
“Pandanglah! Betapa mereka telah berdusta atas diri mereka sendiri."
Cobalah pandang dan perhatikan betapa dustanya jawaban itu. Dan yang mereka dustai ialah diri mereka sendiri, sebab jawaban yang dusta itu tidak cocok dengan rasa hati sanubari mereka sendiri. Mereka mengatakan tidak mempersekutukan Allah, padahal yang mereka puja ialah yang lain. Mereka menyembah yang lain, meminta agar yang lain menyampaikan persembahan mereka kepada Allah. Lantaran itu, yang Allah sendiri mau dibuat bagaimana? Adakah sudah terang dalam pertimbangan akalmu yang cerdas bahwa berhala yang tidak bernyawa itu, setelah menerima persembahanmu, lalu pergi kepada Allah mengantarkannya dan melaporkan bahwa si anu berkirim sembah kepadamu? Padahal Allah itu lebih dekat kepadamu daripada berhala itu sendiri? Dan pandang pulalah,
“Dan bagaimana hilang dari mereka apa yang telah mereka ada-adakan itu."
(ujung ayat 24)