Ayat

Terjemahan Per Kata
أَوۡ
atau
تَقُولُواْ
kamu mengatakan
لَوۡ
jikalau
أَنَّآ
sesungguhnya Kami
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَيۡنَا
atas kami
ٱلۡكِتَٰبُ
kitab
لَكُنَّآ
sungguh kami adalah
أَهۡدَىٰ
lebih mendapat petunjuk
مِنۡهُمۡۚ
daripada mereka
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
جَآءَكُم
telah datang kepadamu
بَيِّنَةٞ
keterangan yang nyata
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٞۚ
dan rahmat
فَمَنۡ
maka siapakah
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّن
daripada orang
كَذَّبَ
mendustakan
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
وَصَدَفَ
dan dia berpaling
عَنۡهَاۗ
daripadanya
سَنَجۡزِي
kelak Kami kelak akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَصۡدِفُونَ
(mereka) berpaling
عَنۡ
dari
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
سُوٓءَ
seburuk-buruk
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
بِمَا
dengan apa/disebabkan
كَانُواْ
adalah mereka
يَصۡدِفُونَ
mereka berpaling
أَوۡ
atau
تَقُولُواْ
kamu mengatakan
لَوۡ
jikalau
أَنَّآ
sesungguhnya Kami
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَيۡنَا
atas kami
ٱلۡكِتَٰبُ
kitab
لَكُنَّآ
sungguh kami adalah
أَهۡدَىٰ
lebih mendapat petunjuk
مِنۡهُمۡۚ
daripada mereka
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
جَآءَكُم
telah datang kepadamu
بَيِّنَةٞ
keterangan yang nyata
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٞۚ
dan rahmat
فَمَنۡ
maka siapakah
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّن
daripada orang
كَذَّبَ
mendustakan
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
وَصَدَفَ
dan dia berpaling
عَنۡهَاۗ
daripadanya
سَنَجۡزِي
kelak Kami kelak akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَصۡدِفُونَ
(mereka) berpaling
عَنۡ
dari
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
سُوٓءَ
seburuk-buruk
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
بِمَا
dengan apa/disebabkan
كَانُواْ
adalah mereka
يَصۡدِفُونَ
mereka berpaling
Terjemahan

atau supaya kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya jikalau Kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka.” Sungguh, telah datang kepadamu penjelasan yang nyata, petunjuk, dan rahmat dari Tuhanmu. Maka, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? Kelak, Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk karena mereka selalu berpaling.
Tafsir

(Atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya jika kitab itu diturunkan kepada kami tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka.") oleh karena kebersihan hati kami. (Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata) yaitu penjelasan (dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat) bagi orang yang mengikutinya (maka siapakah) artinya tidak ada seorang pun (yang lebih lalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling) memalingkan diri (daripadanya. Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk) siksaan yang paling keras (disebabkan mereka selalu berpaling.).
Tafsir Surat Al-An'am: 156-157
(Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar kalian (tidak) mengatakan, "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. Atau agar kalian (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka. Sesungguhnya telah datang kepada kalian keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat adalah seperti berikut. Bahwa ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan agar kalian tidak mengatakan: Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami. (Al-An'am: 156) Dengan kata lain, agar kalian tidak mempunyai alasan lagi untuk berkilah. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau. (Al-Qashash: 47), hingga akhir ayat.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: kepada dua golongan saja sebelum kami. (Al-An'am: 156) Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan kedua golongan tersebut ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, As-Suddi, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. (Al-An'am: 156) Yakni kami tidak memahami apa yang mereka katakan karena mereka tidak sebahasa dengan kami, selain itu kami dalam keadaan lalai dan sibuk dari memperhatikan apa yang mereka baca itu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Atau agar kalian (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami. tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka. (Al-An'am: 157) Dengan kata lain, Kami sengaja memutuskan alasan kalian agar kalian jangan mengatakan, "Sekiranya diturunkan kepada kami Kitab seperti apa yang diturunkan kepada mereka, niscaya kami akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka dalam memahami apa yang diturunkan kepada mereka." Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya: Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk daripada salah satu umat-umat (yang lain). (Fathir: 42) Hal yang sama dikatakan dalam surat ini melalui firman-Nya: Sesungguhnya telah datang kepada kalian keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk, dan rahmat. (Al-An'am: 157) Disebutkan bahwa telah datang kepada kalian dari Allah melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ yang Arab, yaitu Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung penjelasan mengenai halal dan haram sebagai petunjuk hati serta sebagai rahmat dari Allah buat hamba-hamba-Nya yang mau mengikutinya dan menelusuri apa yang terkandung di dalamnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya. (Al-Anam: 157) Maksudnya tidak mau mengambil manfaat dari apa yang disampaikan oleh Rasul, tidak mau mengikuti tuntunan yang diajarkannya, serta tidak mau meninggalkan selainnya. Bahkan berpaling, tidak mau mengikuti ayat-ayat Allah dan memalingkan orang lain darinya serta menghalang-halangi mereka untuk menerimanya. Demikianlah menurut penafsiran As-Suddi.
Dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan berpaling darinya. (Al-An'am: 157) Yaitu memalingkan diri dari ayat-ayat Allah. Pendapat As-Suddi dalam tafsir ayat ini mengandung kekuatan, mengingat Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam permulaan surat, yaitu melalui firman-Nya: Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri. (Al-An'am: 26) Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Sedangkan dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (Al-An'am: 157) Barangkali makna yang dimaksud sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Yakni tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak pula mengamalkannya.
Seperti yang disebutkan dalam ayat-lainnya melalui firman-Nya: Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32) Masih banyak ayat lain yang menunjukkan makna bahwa orang kafir itu hatinya ingkar dan seluruh anggota tubuhnya tidak mau digerakkan untuk beramal. Tetapi pendapat As-Suddi lebih kuat dan lebih jelas, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Sama dengan firman lainnya: Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)"
Atau agar kamu tidak mengatakan, Jikalau Kitab yang berisi tentang berbagai petunjuk dalam kehidupan itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka, karena kami lebih bersemangat dalam melaksanakan ajaran agama dan lebih cerdas daripada mereka. Kami banyak tahu tentang syair, kisah-kisah masa lalu, padahal kami adalah bangsa yang buta huruf. Sungguh, telah datang kepadamu penjelasan yang nyata, yaitu kitab Al-Qur'an ini dan rasul yang membawanya, petunjuk bagi yang menghayati kandungannya, dan rahmat bagi semesta alam dari Tuhanmu. Siapakah yang lebih zalim, maksudnya tidak ada yang lebih zalim, daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah seperti perkataan mereka bahwa Al-Qur'an adalah cerita bohong dari masa lalu, dan bahwa Nabi Muhammad adalah pesihir, orang gila, dan lain sebagainya, dan orang yang berpaling daripadanya, bahkan melarang orang lain untuk mendengarkan dan mempelajarinya' Kelak, Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan azab yang keras, karena mereka selalu berpaling. Mereka tahu dan memahami dengan jelas tentang kebenaran dari ayat-ayat Allah, tetapi mereka dengan sengaja memilih kekafiran dan menghalang-halangi orang lain untuk masuk Islam. Setelah itu Allah mengingatkan mereka lebih keras lagi tentang apa yang terjadi pada diri mereka ketika hari Kiamat datang. Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka untuk mencabut nyawa atau mengazab mereka, atau kedatangan Tuhanmu dengan cara yang tidak diketahui secara pasti untuk memutuskan urusan makhluk-Nya, atau kedatangan janji Allah berupa pahala bagi orang mukmin dan siksaan bagi yang kafir, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu yaitu tanda kedatangan hari Kiamat seperti kemunculan Dajjal, matahari terbit dari sebelah barat, Nabi Isa turun kembali ke dunia, keluarnya Yakjuj dan Makjuj, dan lainnya. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, karena pintu untuk beriman sudah tertutup, atau belum berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu karena pada saat itu sedang terjadi proses menuju hari penghitungan amal, bukan lagi waktu untuk mencatat amal saleh, bahkan bagi orang yang sudah beriman sekali pun. Pintu tobat juga sudah tertutup. Kemudian Allah, dengan nada yang keras, memperingatkan mereka, Katakanlah wa-hai Nabi Muhammad, 'Tunggulah kedatangan tiga hal tersebut, yaitu malaikat, Allah, dan sebagian tanda-tanda hari Kiamat. Kami pun menunggu datangnya siksaan Allah terhadap kalian.
Permulaan ayat ini adalah kelanjutan dari ayat 156 yang menerangkan sebab-sebab diturunkannya Al-Qur'an agar kaum musyrikin Mekah tidak mengatakan, "andaikata diturunkan kepada kami kitab sebagaimana diturunkan kepada kedua golongan (Yahudi dan Nasrani) sebelum kami, dan kami diperintahkan ataupun kami dilarang menuruti isinya serta dijelaskan kesalahan-kesalahan kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebab kami lebih cerdas dan lebih sungguh-sungguh dalam melaksanakan hukum-hukum Allah ini." Perkataan serupa itu selalu diucapkan oleh orang-orang Arab jahiliah sebagaimana dikisahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an antara lain dalam Surah Fathir/35 ayat 42. Tetapi orang yang mengatakan demikian, setelah petunjuk atau peringatan datang sebagaimana mereka minta, mereka tidak mempedulikannya bahkan mereka tambah ingkar dan sesat. Oleh karena itu, pada ayat ini Allah menyudutkan mereka dengan pernyataan, "Kalau benar apa yang kamu katakan, maka sesungguhnya telah datang kepadamu kitab dari Tuhanmu yang membawa kebenaran dengan keterangan yang lengkap dan dengan dalil-dalil yang kuat, tentang akidah, ibadah, muamalah, fadhilah, akhlak, dan hukum syariat yang diperlukan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Khalik dan hubungan manusia dengan sesama manusia, sehingga apabila manusia mematuhinya ia akan hidup aman dan damai bahagia dunia akhirat."
Setelah Allah menjelaskan bagaimana besarnya petunjuk yang dibawa oleh Al-Qur'an, maka Allah memperingatkan akibat mendustakan Al-Qur'an dengan firman-Nya yang berbentuk pertanyaan, "... maka siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari padanya? ?"
Selanjutnya akhir ayat ini menegaskan bahwa Allah akan memberikan siksa yang bertubi-tubi kepada orang yang berpaling dari ayat-ayat-Nya dan menyelewengkan maknanya.
Orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan demi siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (an-Nahl/16: 88).
Ayat 154
“Telah Kami betikan kitab kepada Musa dalam keadaan semputna atas otang yang benbuat baik"
Jadi, jika ayat ini dimulai dengan kata “kemudian", bukan berarti Allah menurunkan kitab kepada Musa itu, lalu dari turunannya wasiat kepada Nabi Muhammad. Melainkan setelah sepuluh wasiat dengan perantaraan wahyu Al-Qur'an itu dikisahkan Allah, kemudian Allah mengisahkan pula bahwa dahulu Musa pun telah mendapat wasiat pokok seperti itu pula, dalam keadaan sempurna. Berat pendapat ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan kitab dalam keadaan sempurna ini ialah pokok ajaran Taurat yang 10, yang terkenal dengan sebutan “Sepuluh Hukum". Wasiat-wasiat seperti demikian adalah amat berguna menjadi pedoman bagi orang yang suka berbuat yang baik. Setelah diberikan pengajian yang pokok itu, wasiat sepuluh, diikuti lagi; “Dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu dan petunjuk dan rahmat." Artinya, wasiat yang sepuluh adalah sebagai pokok. Kemudian ditambah lagi dengan penjelasan-penjelasan yang lain untuk memperluas pokok wasiat yang sepuluh itu. Di dalam istilah ahli-ahli ushul fiqih disebut ijmal dan tafshil. Penjelasan wasiat itu tersebut lagi di belakangnya dengan panjang lebar. Penjelasan itu diikuti pula dengan petunjuk bagaimana cara menjalankannya. Kemudian, diterangkan lagi bahwa dianya mengandung rahmat. Artinya, tidak ada suatu perintah atau larangan Allah yang tidak membawa rahmat bagi manusia. Kalau manusia suka menurutinya, niscaya mereka sendirilah yang akan beroleh rahmat. Dan kalau mereka langgar, mereka juga yang akan ditimpa celaka. Dan tujuan yang utama diterangkan pada ujung ayat, yaitu,
“Supaya mereka …nya kepada pertemuan dengan Tuhan mereka."
Kesimpulan maksud ayat ialah menerangkan bahwa sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ telah diberi sepuluh wasiat yang tersebut pada ayat 151-152 dan kemudian ditutup dengan yang kesepuluh di ayat 153 yaitu supaya menuruti jalan yang ditempuh Nabi Muhammad ﷺ maka kepada Musa dahulu pun pernah diberikan pula wasiat sepuluh, sebagai pokok ajaran, kemudian diadakanlah tafshil-nya, atau perinciannya.
Untuk memperluas pengetahuan kita tentang Wasiat Sepuluh kepada Nabi Musa dan perbandirigannya dengan Wasiat Sepuluh kepada Nabi Muhammad ﷺ, untuk kita umatnya ini, kita salinkan di sini Wasiat Sepuluh itu dari Perjanjian Lama (Kitab Keluaran) pasal 20:
1. Hatta maka dikatakan Allah segala firman ini, bunyinya:
2. Akulah Tuhan Allahmu, yang telah mengantarkan kamu ke luar dari negeri Mesir dari dalam tempat perhambaan itu.
3. Jangan padamu ada ilah lain di hadapan hadirat-Ku.
4. Jangan diperbuat olehmu akan patung ukiran atau akan barang peta daripada barang yang dalam langit di atas atau daripada barang yang di atas bumi di bawah, atau daripada barang yang di dalam air di bawah bumi.
5. Jangan kamu menyembah sujud atau berbuat bakti kepadanya karena Akulah Tuhan, Allahmu, Allah yang cemburuan adanya, yang membalas durhaka segala bapak sampai kepada anak-anaknya dan kepada gilir yang ketiga dan yang keempat pun daripada segala orang, yang membenci akan Daku.
6. Tetapi Aku menunjuk kemurahan-Ku akan beribu-ribu gilir anak, yang mengasihi akan Daku dan yang memeliharakan segala firman-Ku.
7. Jangan kamu menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sia-sia, karena tiada dibilangkan Tuhan suci dari segala salah segala orang yang menyebut namanya dengan sia-sia.
8. Ingatlah kamu akan Hari Sabat, supaya kamu sucikan dia.
9. Bahwa enam hari lamanya hendaklah kamu bekerja dan mengerjakan segala peker-jaanmu.
10. Tetapi hari yang ketujuh itulah Sabat Tuhan, Allahmu; pada hari itu jangan kamu bekerja, baik kamu atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu atau hambamu perempuan atau binatangmu atau orang dagang yang ada dalam pintu gerbangmu.
11. Karena dalam enam hari lamanya telah dijadikan Tuhan akan langit dan bumi dan laut, dengan segala isinya maka berhentilah Tuhan pada hari yang ketujuh, sebab itulah diberkati Tuhan akan Hari Sabar itu dan disucikannya dia.
12. Berilah hormat akan bapakmu dan akan ibumu, supaya dilanjutkan umurmu dalam negeri yang dianugerahkan Tuhan Allahmu kepadamu.
13. Jangan kamu membunuh.
14. Jangan kamu berbuat zina.
15. Jangan kamu mencuri.
16. Jangan kamu mintakan kesaksian dusta akan sesamamu manusia.
17. Jangan kamu ingin akan rumah sesamamu manusia, jangan kamu ingin akan bini se-samamu manusia, atau akan hambanya laki-laki atau akan sahayanya perempuan atau akan lembunya atau akan keledainya, atau akan barang apa-apa yang samamu manusia punya.
Itulah wasiat atau penjelasan, diikuti petunjuk-petunjuk cara menjalankannya yang berisi rahmat bagi manusia di waktu itu. Pada pokoknya tidaklah banyak perbedaan, bahkan satulah intinya di antara kedua wasiat sepuluh buat Musa dalam Taurat dengan wasiat sepuluh buat Muhammad ﷺ dalam Al-Qur'an.
Wasiat sepuluh dalam Al-Qur'an telah dimulai sejak zaman Mekah, baik dalam surah al-An'aam yang sekaligus turun ini ataupun yang tersebut di dalam surah al-lsraa', yang disebut juga surah Bani Israil dari ayat 22 sampai ayat 37.
Ayat 155
“Dan ini adalah sebuah kitab yang telah Kami turunkan dia, yang diberkati."
Sesudah Taurat yang diturunkan kepada Musa dan dengan pokok wasiat dan tafshil-nya itu, sekarang menyusul pulalah kitab yang lain, yaitu Al-Qur'an berisi wasiat pula dan menaruh tafshil, petunjuk, dan rahmat pula. Dia diberi berkah, yaitu membawa bahagia bagi manusia yang suka berbuat kewajiban di dalam hidup ini. Berkah artinya ialah mengandung kesuburan, kemakmuran, dan
bertambah-tambah.
“Maka ikutilah olehmu akan dia dan bertakwalah. Mudah-mudahan kamu diberi rahmat."
Kitab ini pun sekarang menjadi tuntunan dan petunjuk bagi kamu. Asal isinya kamu ikuti dan kamu bertakwa pula, yaitu kamu pelihara hubunganmu dengan Allah sebaik-baiknya, dan tidak isi kitab itu kamu sia-siakan melainkan kamu amalkan, niscaya Allah akan tetap menurunkan rahmat-Nya kepada kamu.
Ayat 156
“Supaya kamu tidak berkata, ‘Semata-mata diturunkan kitab hanyalah kepada dua golongan sebelum kita dan sesungguhnya kita adalah lalai dari bacaan mereka.'"
Artinya, jangan sampai kelak pada Hari Kiamat, ketika kamu ditanyai Allah, kamu akan menjawab bahwa Allah hanya menurunkan kitab kepada dua golongan saja, yaitu Yahudi dan Nasrani. Yahudi diberi Taurat, Nasrani diberi Injil. Isinya kami tidak tahu, walaupun di dalamnya ada pengajaran yang baik, wasiat, penjelasan, dan petunjuk. Karena kitab-kitab itu ditulis dalam bahasa Ibrani sedang kami tidak mengerti bahasa itu, tidaklah sempat kami mempelajarinya dan lalailah kami; sebab bukanlah mudah mempelajari bahasa yang asing bagi kami itu. Itulah sebabnya, Al-Qur'an ini diturunkan kepada kamu dengan perantaraan seorang rasul dari kaum kerabatmu sendiri dengan bahasamu sendiri, supaya di Hari Kiamat kamu jangan menjawab bahwa kami tidak mendapat pengajaran yang baik, sebab Taurat dan Injil itu tidak diturunkan dalam bahasa kami.
Ayat 157
“Atau kamu katakan, ‘Sesungguhnya kalau diturunkan kepada kami kitab, niscaya kamilah yang akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka.'"
Inilah kemungkinan dalih lain yang akan kamu katakan kalau Al-Qur'an ini tidak ditu-runkan. Di akhirat, kamu akan berkata buat mengelakkan diri, coba turunkan kitab itu dalam bahasa kami sendiri, tentu kami akan lebih mengerti dan lebih maju berbuat kebajikan daripada Yahudi dan Nasrani itu."Maka sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan dari Tuhan kamu dan petunjuk dan rahmat." Sekarang diturunkanlah wahyu berupa Al-Qur'an, diutus Rasul buat menyampaikannya, keterangannya jelas dan nyata, petunjuknya membawa selamat bagi kamu dunia dan akhirat, rahmat pun akan melimpah kepada kamu, jika dia kamu ikuti. Oleh sebab itu, tidak ada lagi alasan bagi kamu buat membela diri di akhirat kelak, karena kitab ini sudah turun. Dan kalau kamu tidak juga sudi mengikutinya, sehingga kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak dilimpahi rahmat, tidaklah dapat kamu membela diri lagi jika ditanya di akhirat esok.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?" Pertanyaan inilah yang bernama istifham inkari, bertanya untuk menyatakan sangat besar kesalahannya. Artinya, tidak ada lagi orang yang lebih zalim dari mereka itu, yang mereka pun telah diberi kitab, didatangi rasul, dengan bahasa mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak juga mau mengikuti. Apalagi syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ telah disesuaikan dengan keadaan perkembangan masyarakat mereka, sedangkan pokok ajaran tentang Allah dan keesaan-Nya tidak berubah buat selama-lamanya. Demikian juga segala yang akan merugikan sesama manusia, sebagai larangan membunuh, mencuri, berzina, saksi dusta, dan sebagainya. Hanya satu saja yang berubah, sebab dia termasuk syari'at, yaitu tentang istirahat hari Sabtu. Maka, menjadi sangat zalimlah kamu bila ayat-ayat perintah Allah ini kamu dustakan. Diajak mentauhidkan Allah, tetapi kamu masih saja mempersekutukan yang lain dengan Dia. Dan kamu masih saja memalingkan muka atau cara kata umum sekarang, membuang muka, tidak peduli. Hidayah dan petunjuk, berkah dan rahmat Allah kepadamu kamu tolak dan kamu masih saja lebih suka mempertahankan pendirian yang salah. Lantaran kezaliman itu berfirmanlah Allah,
“Akan Kami balas orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami itu dengan sepedih-pedih adzab dari sebab apa yang telah mereka palingkan itu."
Di sini, Allah memberikan ancaman yang tegas kepada kafir-kafir musyrik Quraisy itu, setelah segala pintu keluar untuk mengelakkan diri ditutup oleh Allah. Mereka telah mengakui bahwasanya Taurat dan Injil memang ada. Malahan pada zaman jahiliyyah mereka hormat kepada Ahlul Kitab. Orang Yahudi dan Nasrani tempat mereka bertanya, dalam hal yang penting-penting, sampai mereka mengakui bahwa Ahlul Kitab itu lebih cerdas dari mereka. Kadang-kadang di kalangan mereka pada zaman jahiliyyah itu ada yang berkata bahwa mereka pun akan lebih cerdas kalau kitab suci itu diturunkan pula dalam bahasa Arab. Namun, ini hanya percakapan saja. Dalam hati kecilnya orang Arab itu tidak suka menerima Yahudi atau Nasrani, terutama orang Quraisy di sekeliling Mekah itu. Mereka merasa ada agama, yaitu agama Nabi Ibrahim, tetapi tinggal nama saja sebab sudah mereka campuri dengan berbagai tambahan sehingga bertukar sama sekali menjadi agama musyrik. Sekarang dengan karunia Allah, mereka diberi Al-Qur'an. Namun, Al-Qur'an itu tidak mereka akui, bahkan mereka dustakan. Lantaran itu adzab yang pedihlah yang pantas mereka terima lantaran mendustakan dan perpalingan itu. Sebab pendustaan dan perpalingan bukan sehingga itu saja, melainkan telah berubah menjadi menantang dan menghalangi.
Ayat 158
“Tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan bahwa datang kepada mereka malaikat atau datang Tuhan engkau atau datang setengah dari ayat-ayat Tuhan engkau."
Sebagaimana telah disebutkan juga pada ayat-ayat yang lain, dari sangat mereka hendak mendustakan dan berpaling dari ayat Allah, mereka kemukakanlah permintaan yang tidak-tidak.
Pernah mereka meminta supaya malaikat sendiri datang menampakkan diri atau ada juga yang meminta diperlihatkan bagaimana rupa Allah sendiri. (Lihat surah al-Israa' ayat 92) Atau ada juga yang meminta diperlihatkan beberapa ayat-ayat atau tanda-tanda yang ganjil dari Allah. Mereka menunggu itu semuanya atau salah satunya, baru mau beriman.
Yang mereka tunggu yang pertama ialah malaikat menampakkan diri. Selama-lamanya malaikat itu tidaklah akan menampakkan diri kepada mereka; sebab itu akan tetaplah mereka kafir.
Yang lebih dahsyat ialah mereka menunggu agar Allah sendiri menampakkan diri di dunia ini. Allah tidak akan dapat dilihat oleh mata. Hanya di akhirat kelak Allah akan dapat dilihat oleh orang-orang yang beriman. Bagaimana cara melihat Allah di akhirat itu, tidak pula dapat diterangkan dengan alat persediaan akal sebagai sekarang ini.
Adanya terhadap yang menunggu ayat-ayat atau tanda kebesaran Allah itu maka sebahagian dari ayat itu akan ada. Bertambah dekat Kiamat bertambah akan banyaklah per-tandanya, yang diriamai asyraathis sa ‘ah, yaitu tanda-tanda Hari Kiamat.
Sebagaimana dahulu pada juz ke-7 surah al-An'aam ini juga dan surah-surah yang lain, ketika membicarakan perkara sa'at atau Kiamat atau ajal, kita sudah mengerti bahwa ada Kiamat sughra (Kiamat kecil), ada Kiamat kubra (Kiamat besar), ada ajal diri sendiri, dan ada ajal seluruh alam. Masing-masing dimulai dengan tanda-tanda. Tiap hari, kalau kita mau memerhatikan, kita akan bertemu dengan tanda ajal kecil dan ajal besar, atau Kiamat kecil dan Kiamat besar. Setiap hari kita melihat ayat atau tanda bahwa kita sendiri akan mati.
Kita selalu melihat jenazah atau kurung batang membawa mayat ke kubur. Itu adalah tanda peringatan bahwa kita pun akan menerima giliran mati. Kadang-kadang kita pun diberi peringatan dengan pasti datangnya Kiamat kubra. Kalau ada gempa bumi, ada tanah longsor, ada gunung berapi meletus, ada Krakatau yang senantiasa memancarkan asap dari dalam laut, semua itu adalah tanda bahwa Kiamat kubra pasti datang. Bahkan, ilmu pengetahuan yang begitu dahsyat tentang rahasia atom, tentang bom atom yang dijatuhkan Amerika di Nagasaki dan Hiroshima, semuanya itu adalah tanda bukti bahwa Kiamat mesti datang. Adapun kepandaian sekelumit kecil diberikan Allah kepada manusia dapat meyakinkan kita bahwa manusia seisi dunia ini bisa musnah dalam beberapa hari saja, bagaimana kita tidak akan yakin bahwa Kiamat kubra itu pasti datang. Namun, soalnya bukanlah datang atau tidak datangnya tanda-tanda. Soalnya ialah percaya atau tidak percaya.
Oleh sebab itu berkatalah lanjutan ayat, “Pada hari datang sebahagian dari ayat-ayat Tuhan engkau itu, tidaklah akan memberi manfaat kepada suatu diri imannya, yang tidak beriman lebih dahuluArtinya, walaupun berbagai macam tanda yang sudah datang atau sudah tampak, sebagai bukti diri akan mati atau Kiamat kubra akan datang, percuma sajalah dan tidak ada persediaan iman sejak semula. Banyak sekali orang yang tafakur di saat melihat suatu tanda, tetapi setelah tanda itu hilang, mereka kembali ke dalam kufurnya. Oleh karena itu, tanda-tanda betapa pun dahsyatnya, kalau iman tidak tertanam sejak semula maka jika hilang tanda hilang pulalah iman."Atau dia berusaha pada imannya itu suatu kebaikan." Betapa pun banyaknya ayat atau tanda-tanda yang telah tampak lalu orang terkejut dan maulah dia beriman pada masa itu, tidaklah dapat dipercaya, kalau iman itu belum tertanam sejak semula atau kalau iman itu belum dibuktikan dengan amal. Sebab, amal itu adalah bukti yang nyata dari iman. Mulut orang dapat saja menyebut beriman, tetapi bukti yang ditunjukkan oleh bekas perbuatan, jauhlah lebih kuat daripada bukti yang hanya diucapkan dengan mulut. Oleh sebab itu, apa pun macamnya ayat-ayat Allah yang datang, belumlah itu menjadi jaminan bahwa si kufur dan musyrik itu akan berubah menjadi baik. Masjid bisa ramai dengan orang yang datang shalat ketika malapetaka menimpa suatu negeri. Namun, apabila malapetaka itu sudah habis, masjid pun akan lengang kembali. Setelah seorang pemuda yang risau melihat ayahnya mati, mudah saja dia memakai kain sarung dan kopiah dan datang ke langgar beberapa hari lamanya dengan sangat tekun. Namun, sebab perubahan itu hanya karena terkejut, beberapa hari kemudian dia tidak akan ke langgar lagi. Oleh sebab itu, datanglah ujung ayat, sebagai pesan Allah kepada Rasul-Nya,
“Katakanlah, Tunggulah olehmu, sesungguhnya Kami pun menunggu."