Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
ءَاتَيۡنَا
Kami telah berikan
مُوسَى
Musa
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
تَمَامًا
menyempurnakan
عَلَى
atas
ٱلَّذِيٓ
orang yang
أَحۡسَنَ
berbuat baik
وَتَفۡصِيلٗا
dan penjelasan
لِّكُلِّ
bagi segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لَّعَلَّهُم
agar mereka
بِلِقَآءِ
dengan perjumpaan
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
ثُمَّ
kemudian
ءَاتَيۡنَا
Kami telah berikan
مُوسَى
Musa
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
تَمَامًا
menyempurnakan
عَلَى
atas
ٱلَّذِيٓ
orang yang
أَحۡسَنَ
berbuat baik
وَتَفۡصِيلٗا
dan penjelasan
لِّكُلِّ
bagi segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لَّعَلَّهُم
agar mereka
بِلِقَآءِ
dengan perjumpaan
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
Terjemahan
Kemudian, Kami telah menganugerahkan kepada Musa Kitab (Taurat) untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, menjelaskan secara rinci segala sesuatu, serta memberi petunjuk dan rahmat agar mereka beriman kepada pertemuan dengan Tuhannya.
Tafsir
(Kemudian Kami telah memberikan Alkitab kepada Musa) kitab Taurat; tsumma bermakna untuk tertibnya rentetan kisah (untuk menyempurnakan) nikmat (kepada orang-orang yang berbuat kebaikan) agar mengamalkan kandungan isinya (dan untuk menjelaskan) menerangkan (segala sesuatu) yang diperlukan dalam masalah agama (dan sebagai petunjuk dan rahmat agar mereka) kaum Bani Israel (terhadap hari pertemuan dengan Tuhan mereka) dengan dibangkitkannya mereka (mereka mau beriman.).
Tafsir Surat Al-An'am: 154-155
Kemudian Kami telah memberikan kepada Musa Kitab (Taurat) untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, untuk menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman akan adanya pertemuan dengan Tuhannya.
Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian mendapat rahmat.
Ayat 154
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
"Kemudian Kami telah memberikan kepada Musa Kitab (Taurat).” (Al-An'am: 154)
Bentuk lengkapnya ialah, "Kemudian katakanlah, wahai Muhammad sebagai penyampai berita dari Kami, bahwa Kami telah memberikan kitab Taurat kepada Musa." Ditafsirkan demikian karena berdasarkan hal yang ditunjukkan oleh firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151)
Menurut kami, pendapat ini masih perlu diteliti, mengingat lafal “tsumma” di sini hanyalah menunjukkan pengertian 'ataf khabar sesudah khabar, bukan untuk menunjukkan makna tartib (urutan).
Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu: “Katakanlah kepada orang yang berkuasa, ayahnya yang berkuasa,dan sebelum itu kakeknya juga telah berkuasa pula.”
Dalam ayat berikut ini ketika Allah memberitakan perihal Al-Qur'an melalui firman-Nya: d
“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah!” (Al-An'am: 153)
Maka Allah meng-'athaf-kannya dengan sanjungan yang ditujukan kepada kitab Taurat dan rasul yang membawanya melalui firman-Nya:
“Kemudian Kami memberikan kepada Musa kitab (Taurat).” (Al-An'am: 154)
Banyak sekali penyebutan Al-Qur'an diiringi dengan sebutan Taurat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
“Dan sebelum Al-Qur'an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab.” (Al-Ahqaf: 12)
Juga dalam firman Allah ﷻ sebelum ayat ini, yaitu firman-Nya: ” “Katakanlah, ‘Siapakah yang menurunkan kitab suci (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kalian perlihatkan (sebagiannya) dan banyak kalian sembunyikan (sebagian besarnya)’.” (Al-An'am: 91), hingga akhir ayat.
Lalu sesudahnya, yaitu firman-Nya:
“Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab suci yang telah Kami turunkan dengan penuh berkah.” (Al-An'am: 92), hingga akhir ayat
Dan Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik: “Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata. Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?” (Al-Qashash: 48)
Kemudian dalam Firman selanjutnya disebutkan:
“Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkat. ‘Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu’. Dan mereka (juga) berkata, ‘Sesungguhnya kami sama sekali tidak mempercayai masing-masing mereka itu’.” (Al-Qashash: 48)
Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal jin, bahwa mereka mengatakan: “Mereka berkata, ‘Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran’.” (Al-Ahqaf: 30)
Firman Allah ﷻ: “Untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan dan untuk menjelaskan segala sesuatu.” (Al-An'am: 154)
Artinya Kami berikan kepadanya Kitab Taurat yang Kami turunkan kepadanya dalam keadaan lengkap, sempurna, dan mencakup semua yang diperlukan di dalam hukum syariatnya. Hal ini semakna dengan firman-Nya:
“Dan telah Kami tuliskan untuk Musa luh-luh Taurat (isi) segala sesuatu.” (Al-A'raf: 145)
Adapun firman Allah ﷻ:
“Kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Al-An'am: 154)
Yakni sebagai balasan atas kebaikan dalam melakukan amal baik, menegakkan perintah-perintah yang Kami berikan, dan taat kepada Kami.
Perihalnya sama dengan makna firman-Nya:
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi seluruh manusia’.” (Al-Baqarah: 124)
“Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24)
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya:
“Kemudian Kami telah memberikan kepada Musa Kitab (Taurat) untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Al-An'am: 154)
Yaitu berbuat baik terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Menurut Qatadah, orang yang berbuat kebaikan di dunia akan disempurnakan baginya pahala tersebut di hari akhirat kelak. Tetapi Ibnu Jarir memilih makna yang menafsirkan firman-Nya:
“Kemudian Kami telah memberikan kepada Musa Kitab (Taurat) untuk menyempurnakan.” (Al-An 'am: 154)
Yakni menyempurnakan kebaikannya.
Dalam hal ini lafal Alladzi dianggap sebagai masdar, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
“Dan kalian mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya.” (At-Taubah: 69)
Yaitu seperti percakapan mereka.
Juga sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan Ibnu Rawahah dalam salah satu bait syairnya berikut ini: “Semoga Allah memberikan engkau kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada kalangan para rasul, juga kemenangan seperti kemenangan mereka.”
Ulama lainnya mengatakan bahwa dalam ayat ini, bermakna bahwa Ibnu Mas’ud membacanya seperti ini: Ibnu Abu Nujaid telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa maknanya ialah untuk menyempurnakan nikmat Kami kepada orang-orang mukmin dan orang-orang yang berbuat baik. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Ubaidah. Al-Baghawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang berbuat baik ialah para nabi dan orang-orang mukmin.
Dengan kata lain, Kami tampakkan keutamaan Musa kepada mereka. Pendapat ini semakna dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ yang mengatakan:
“Allah berfirman, "Wahai Musa, sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (pada masamu) untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku.” (Al-A'raf: 144)
Tetapi bukan berarti terpilihnya Musa dianggap lebih tinggi dari Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan Nabi Ibrahim Al-Khalil. Karena ada dalil-dalil lain yang menyatakan sebaliknya
. Ibnu Jarir mengatakan, Abu Amr ibnul Ala telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Ya'mur bahwa Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut: “Tamaman 'alalldazi ahsanu,” dengan bacaan rafa' yang takwil-nya ialah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa bacaan ini tidak boleh dipakai, walaupun menurut penilaian bahasa Arab dapat dibenarkan. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah sebagai karunia dari Allah untuk menambahkan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Al-Baghawi, tidak ada pertentangan antara pendapat ini dengan pendapat yang pertama. Kedua pengertian tersebut digabungkan oleh Ibnu Jarir, seperti yang telah kami sebutkan.
Firman Allah ﷻ: “Dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat.” (Al Anam: 154)
Di dalam makna ayat ini terkandung pujian kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada mereka, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.
Ayat 155
“Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian mendapat rahmat.” (Al-An'am: 155)
Makna ayat mengandung seruan untuk mengikuti ajaran Al-Qur'an yang dianjurkan oleh Allah. Dia ingin hamba-hamba-Nya menyukai Al-Qur'an, memahami maknanya, mengamalkan isinya, dan juga mengajak orang lain untuk mengikutinya.
Allah menyebut Al-Qur'an sebagai kitab yang diberkahi. Yakni barang siapa yang mengikuti ajaran Al-Qur'an dan mengamalkannya, niscaya ia mendapat berkah di dunia dan akhirat, karena sesungguhnya Al-Qur'an adalah tali penghubung yang kuat antara manusia dengan Allah.
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Islam sebagai jalan kebenaran yang harus diikuti bukanlah sesuatu yang baru, tetapi telah dibawa oleh para nabi terdahulu, antara lain adalah Nabi Musa. Kemudian Kami telah memberikan kepada Nabi Musa Kitab Taurat sebagai anugerah dari Allah. Manusia tanpa wahyu pasti akan sesat karena mereka akan memilih jalan sendiri-sendiri atas dasar kepentingan masing-masing. Pemberian kitab suci itu adalah untuk menyempurnakan nikmat Kami kepada orang yang berbuat kebaikan karena ketaatannya kepada Allah dalam menyampaikan pesan-pesan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang berbuat baik karena Allah akan diberi tambahan nikmat-Nya untuk menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh kaumnya, baik urusan agama maupun urusan dunia. Dan juga sebagai petunjuk ke jalan yang benar dan sebagai rahmat bagi mereka yang mengamalkannya agar mereka beriman akan adanya pertemuan dengan Tuhannya untuk mendapatkan balasan dari semua amal yang dilakukan di dunia. Keimanan terhadap hari akhir menjadikan manusia lebih berhati-hati dalam bertindak dan banyak melakukan amal saleh. Ayat ini menjelaskan peranan Al-Qur'an bagi manusia. Dan ini adalah Kitab Al-Qur'an yang Kami turunkan melalui Malaikat Jibril dengan penuh berkah, yakni segala macam kebaikan, baik lahir maupun batin, yang sangat berguna bagi kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat. Ikutilah apa yang ada di dalamnya, amalkanlah isinya, dan bertakwalah, jagalah dirimu dari api neraka, waspadalah, dan taatilah ketentuan yang ada di dalam kitab itu. Itu semua agar kamu mendapat rahmat kasih sayang dari Allah. Orang yang diberi kasih sayang dari Allah akan men-dapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw, agar mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Allah telah memberikan Kitab kepada Musa, yaitu Kitab Taurat untuk menyempurnakan nikmatnya kepada orang yang berbuat kebaikan dan untuk menjelaskan segala hukum dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi Bani Israil (umat Nabi Musa) mudah-mudahan mereka percaya bahwa mereka akan kembali menemui Tuhannya sesudah mati.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 154
“Telah Kami betikan kitab kepada Musa dalam keadaan semputna atas otang yang benbuat baik"
Jadi, jika ayat ini dimulai dengan kata “kemudian", bukan berarti Allah menurunkan kitab kepada Musa itu, lalu dari turunannya wasiat kepada Nabi Muhammad. Melainkan setelah sepuluh wasiat dengan perantaraan wahyu Al-Qur'an itu dikisahkan Allah, kemudian Allah mengisahkan pula bahwa dahulu Musa pun telah mendapat wasiat pokok seperti itu pula, dalam keadaan sempurna. Berat pendapat ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan kitab dalam keadaan sempurna ini ialah pokok ajaran Taurat yang 10, yang terkenal dengan sebutan “Sepuluh Hukum". Wasiat-wasiat seperti demikian adalah amat berguna menjadi pedoman bagi orang yang suka berbuat yang baik. Setelah diberikan pengajian yang pokok itu, wasiat sepuluh, diikuti lagi; “Dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu dan petunjuk dan rahmat." Artinya, wasiat yang sepuluh adalah sebagai pokok. Kemudian ditambah lagi dengan penjelasan-penjelasan yang lain untuk memperluas pokok wasiat yang sepuluh itu. Di dalam istilah ahli-ahli ushul fiqih disebut ijmal dan tafshil. Penjelasan wasiat itu tersebut lagi di belakangnya dengan panjang lebar. Penjelasan itu diikuti pula dengan petunjuk bagaimana cara menjalankannya. Kemudian, diterangkan lagi bahwa dianya mengandung rahmat. Artinya, tidak ada suatu perintah atau larangan Allah yang tidak membawa rahmat bagi manusia. Kalau manusia suka menurutinya, niscaya mereka sendirilah yang akan beroleh rahmat. Dan kalau mereka langgar, mereka juga yang akan ditimpa celaka. Dan tujuan yang utama diterangkan pada ujung ayat, yaitu,
“Supaya mereka …nya kepada pertemuan dengan Tuhan mereka."
Kesimpulan maksud ayat ialah menerangkan bahwa sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ telah diberi sepuluh wasiat yang tersebut pada ayat 151-152 dan kemudian ditutup dengan yang kesepuluh di ayat 153 yaitu supaya menuruti jalan yang ditempuh Nabi Muhammad ﷺ maka kepada Musa dahulu pun pernah diberikan pula wasiat sepuluh, sebagai pokok ajaran, kemudian diadakanlah tafshil-nya, atau perinciannya.
Untuk memperluas pengetahuan kita tentang Wasiat Sepuluh kepada Nabi Musa dan perbandirigannya dengan Wasiat Sepuluh kepada Nabi Muhammad ﷺ, untuk kita umatnya ini, kita salinkan di sini Wasiat Sepuluh itu dari Perjanjian Lama (Kitab Keluaran) pasal 20:
1. Hatta maka dikatakan Allah segala firman ini, bunyinya:
2. Akulah Tuhan Allahmu, yang telah mengantarkan kamu ke luar dari negeri Mesir dari dalam tempat perhambaan itu.
3. Jangan padamu ada ilah lain di hadapan hadirat-Ku.
4. Jangan diperbuat olehmu akan patung ukiran atau akan barang peta daripada barang yang dalam langit di atas atau daripada barang yang di atas bumi di bawah, atau daripada barang yang di dalam air di bawah bumi.
5. Jangan kamu menyembah sujud atau berbuat bakti kepadanya karena Akulah Tuhan, Allahmu, Allah yang cemburuan adanya, yang membalas durhaka segala bapak sampai kepada anak-anaknya dan kepada gilir yang ketiga dan yang keempat pun daripada segala orang, yang membenci akan Daku.
6. Tetapi Aku menunjuk kemurahan-Ku akan beribu-ribu gilir anak, yang mengasihi akan Daku dan yang memeliharakan segala firman-Ku.
7. Jangan kamu menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sia-sia, karena tiada dibilangkan Tuhan suci dari segala salah segala orang yang menyebut namanya dengan sia-sia.
8. Ingatlah kamu akan Hari Sabat, supaya kamu sucikan dia.
9. Bahwa enam hari lamanya hendaklah kamu bekerja dan mengerjakan segala peker-jaanmu.
10. Tetapi hari yang ketujuh itulah Sabat Tuhan, Allahmu; pada hari itu jangan kamu bekerja, baik kamu atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu atau hambamu perempuan atau binatangmu atau orang dagang yang ada dalam pintu gerbangmu.
11. Karena dalam enam hari lamanya telah dijadikan Tuhan akan langit dan bumi dan laut, dengan segala isinya maka berhentilah Tuhan pada hari yang ketujuh, sebab itulah diberkati Tuhan akan Hari Sabar itu dan disucikannya dia.
12. Berilah hormat akan bapakmu dan akan ibumu, supaya dilanjutkan umurmu dalam negeri yang dianugerahkan Tuhan Allahmu kepadamu.
13. Jangan kamu membunuh.
14. Jangan kamu berbuat zina.
15. Jangan kamu mencuri.
16. Jangan kamu mintakan kesaksian dusta akan sesamamu manusia.
17. Jangan kamu ingin akan rumah sesamamu manusia, jangan kamu ingin akan bini se-samamu manusia, atau akan hambanya laki-laki atau akan sahayanya perempuan atau akan lembunya atau akan keledainya, atau akan barang apa-apa yang samamu manusia punya.
Itulah wasiat atau penjelasan, diikuti petunjuk-petunjuk cara menjalankannya yang berisi rahmat bagi manusia di waktu itu. Pada pokoknya tidaklah banyak perbedaan, bahkan satulah intinya di antara kedua wasiat sepuluh buat Musa dalam Taurat dengan wasiat sepuluh buat Muhammad ﷺ dalam Al-Qur'an.
Wasiat sepuluh dalam Al-Qur'an telah dimulai sejak zaman Mekah, baik dalam surah al-An'aam yang sekaligus turun ini ataupun yang tersebut di dalam surah al-lsraa', yang disebut juga surah Bani Israil dari ayat 22 sampai ayat 37.
Ayat 155
“Dan ini adalah sebuah kitab yang telah Kami turunkan dia, yang diberkati."
Sesudah Taurat yang diturunkan kepada Musa dan dengan pokok wasiat dan tafshil-nya itu, sekarang menyusul pulalah kitab yang lain, yaitu Al-Qur'an berisi wasiat pula dan menaruh tafshil, petunjuk, dan rahmat pula. Dia diberi berkah, yaitu membawa bahagia bagi manusia yang suka berbuat kewajiban di dalam hidup ini. Berkah artinya ialah mengandung kesuburan, kemakmuran, dan
bertambah-tambah.
“Maka ikutilah olehmu akan dia dan bertakwalah. Mudah-mudahan kamu diberi rahmat."
Kitab ini pun sekarang menjadi tuntunan dan petunjuk bagi kamu. Asal isinya kamu ikuti dan kamu bertakwa pula, yaitu kamu pelihara hubunganmu dengan Allah sebaik-baiknya, dan tidak isi kitab itu kamu sia-siakan melainkan kamu amalkan, niscaya Allah akan tetap menurunkan rahmat-Nya kepada kamu.
Ayat 156
“Supaya kamu tidak berkata, ‘Semata-mata diturunkan kitab hanyalah kepada dua golongan sebelum kita dan sesungguhnya kita adalah lalai dari bacaan mereka.'"
Artinya, jangan sampai kelak pada Hari Kiamat, ketika kamu ditanyai Allah, kamu akan menjawab bahwa Allah hanya menurunkan kitab kepada dua golongan saja, yaitu Yahudi dan Nasrani. Yahudi diberi Taurat, Nasrani diberi Injil. Isinya kami tidak tahu, walaupun di dalamnya ada pengajaran yang baik, wasiat, penjelasan, dan petunjuk. Karena kitab-kitab itu ditulis dalam bahasa Ibrani sedang kami tidak mengerti bahasa itu, tidaklah sempat kami mempelajarinya dan lalailah kami; sebab bukanlah mudah mempelajari bahasa yang asing bagi kami itu. Itulah sebabnya, Al-Qur'an ini diturunkan kepada kamu dengan perantaraan seorang rasul dari kaum kerabatmu sendiri dengan bahasamu sendiri, supaya di Hari Kiamat kamu jangan menjawab bahwa kami tidak mendapat pengajaran yang baik, sebab Taurat dan Injil itu tidak diturunkan dalam bahasa kami.
Ayat 157
“Atau kamu katakan, ‘Sesungguhnya kalau diturunkan kepada kami kitab, niscaya kamilah yang akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka.'"
Inilah kemungkinan dalih lain yang akan kamu katakan kalau Al-Qur'an ini tidak ditu-runkan. Di akhirat, kamu akan berkata buat mengelakkan diri, coba turunkan kitab itu dalam bahasa kami sendiri, tentu kami akan lebih mengerti dan lebih maju berbuat kebajikan daripada Yahudi dan Nasrani itu."Maka sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan dari Tuhan kamu dan petunjuk dan rahmat." Sekarang diturunkanlah wahyu berupa Al-Qur'an, diutus Rasul buat menyampaikannya, keterangannya jelas dan nyata, petunjuknya membawa selamat bagi kamu dunia dan akhirat, rahmat pun akan melimpah kepada kamu, jika dia kamu ikuti. Oleh sebab itu, tidak ada lagi alasan bagi kamu buat membela diri di akhirat kelak, karena kitab ini sudah turun. Dan kalau kamu tidak juga sudi mengikutinya, sehingga kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak dilimpahi rahmat, tidaklah dapat kamu membela diri lagi jika ditanya di akhirat esok.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?" Pertanyaan inilah yang bernama istifham inkari, bertanya untuk menyatakan sangat besar kesalahannya. Artinya, tidak ada lagi orang yang lebih zalim dari mereka itu, yang mereka pun telah diberi kitab, didatangi rasul, dengan bahasa mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak juga mau mengikuti. Apalagi syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ telah disesuaikan dengan keadaan perkembangan masyarakat mereka, sedangkan pokok ajaran tentang Allah dan keesaan-Nya tidak berubah buat selama-lamanya. Demikian juga segala yang akan merugikan sesama manusia, sebagai larangan membunuh, mencuri, berzina, saksi dusta, dan sebagainya. Hanya satu saja yang berubah, sebab dia termasuk syari'at, yaitu tentang istirahat hari Sabtu. Maka, menjadi sangat zalimlah kamu bila ayat-ayat perintah Allah ini kamu dustakan. Diajak mentauhidkan Allah, tetapi kamu masih saja mempersekutukan yang lain dengan Dia. Dan kamu masih saja memalingkan muka atau cara kata umum sekarang, membuang muka, tidak peduli. Hidayah dan petunjuk, berkah dan rahmat Allah kepadamu kamu tolak dan kamu masih saja lebih suka mempertahankan pendirian yang salah. Lantaran kezaliman itu berfirmanlah Allah,
“Akan Kami balas orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami itu dengan sepedih-pedih adzab dari sebab apa yang telah mereka palingkan itu."
Di sini, Allah memberikan ancaman yang tegas kepada kafir-kafir musyrik Quraisy itu, setelah segala pintu keluar untuk mengelakkan diri ditutup oleh Allah. Mereka telah mengakui bahwasanya Taurat dan Injil memang ada. Malahan pada zaman jahiliyyah mereka hormat kepada Ahlul Kitab. Orang Yahudi dan Nasrani tempat mereka bertanya, dalam hal yang penting-penting, sampai mereka mengakui bahwa Ahlul Kitab itu lebih cerdas dari mereka. Kadang-kadang di kalangan mereka pada zaman jahiliyyah itu ada yang berkata bahwa mereka pun akan lebih cerdas kalau kitab suci itu diturunkan pula dalam bahasa Arab. Namun, ini hanya percakapan saja. Dalam hati kecilnya orang Arab itu tidak suka menerima Yahudi atau Nasrani, terutama orang Quraisy di sekeliling Mekah itu. Mereka merasa ada agama, yaitu agama Nabi Ibrahim, tetapi tinggal nama saja sebab sudah mereka campuri dengan berbagai tambahan sehingga bertukar sama sekali menjadi agama musyrik. Sekarang dengan karunia Allah, mereka diberi Al-Qur'an. Namun, Al-Qur'an itu tidak mereka akui, bahkan mereka dustakan. Lantaran itu adzab yang pedihlah yang pantas mereka terima lantaran mendustakan dan perpalingan itu. Sebab pendustaan dan perpalingan bukan sehingga itu saja, melainkan telah berubah menjadi menantang dan menghalangi.
Ayat 158
“Tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan bahwa datang kepada mereka malaikat atau datang Tuhan engkau atau datang setengah dari ayat-ayat Tuhan engkau."
Sebagaimana telah disebutkan juga pada ayat-ayat yang lain, dari sangat mereka hendak mendustakan dan berpaling dari ayat Allah, mereka kemukakanlah permintaan yang tidak-tidak.
Pernah mereka meminta supaya malaikat sendiri datang menampakkan diri atau ada juga yang meminta diperlihatkan bagaimana rupa Allah sendiri. (Lihat surah al-Israa' ayat 92) Atau ada juga yang meminta diperlihatkan beberapa ayat-ayat atau tanda-tanda yang ganjil dari Allah. Mereka menunggu itu semuanya atau salah satunya, baru mau beriman.
Yang mereka tunggu yang pertama ialah malaikat menampakkan diri. Selama-lamanya malaikat itu tidaklah akan menampakkan diri kepada mereka; sebab itu akan tetaplah mereka kafir.
Yang lebih dahsyat ialah mereka menunggu agar Allah sendiri menampakkan diri di dunia ini. Allah tidak akan dapat dilihat oleh mata. Hanya di akhirat kelak Allah akan dapat dilihat oleh orang-orang yang beriman. Bagaimana cara melihat Allah di akhirat itu, tidak pula dapat diterangkan dengan alat persediaan akal sebagai sekarang ini.
Adanya terhadap yang menunggu ayat-ayat atau tanda kebesaran Allah itu maka sebahagian dari ayat itu akan ada. Bertambah dekat Kiamat bertambah akan banyaklah per-tandanya, yang diriamai asyraathis sa ‘ah, yaitu tanda-tanda Hari Kiamat.
Sebagaimana dahulu pada juz ke-7 surah al-An'aam ini juga dan surah-surah yang lain, ketika membicarakan perkara sa'at atau Kiamat atau ajal, kita sudah mengerti bahwa ada Kiamat sughra (Kiamat kecil), ada Kiamat kubra (Kiamat besar), ada ajal diri sendiri, dan ada ajal seluruh alam. Masing-masing dimulai dengan tanda-tanda. Tiap hari, kalau kita mau memerhatikan, kita akan bertemu dengan tanda ajal kecil dan ajal besar, atau Kiamat kecil dan Kiamat besar. Setiap hari kita melihat ayat atau tanda bahwa kita sendiri akan mati.
Kita selalu melihat jenazah atau kurung batang membawa mayat ke kubur. Itu adalah tanda peringatan bahwa kita pun akan menerima giliran mati. Kadang-kadang kita pun diberi peringatan dengan pasti datangnya Kiamat kubra. Kalau ada gempa bumi, ada tanah longsor, ada gunung berapi meletus, ada Krakatau yang senantiasa memancarkan asap dari dalam laut, semua itu adalah tanda bahwa Kiamat kubra pasti datang. Bahkan, ilmu pengetahuan yang begitu dahsyat tentang rahasia atom, tentang bom atom yang dijatuhkan Amerika di Nagasaki dan Hiroshima, semuanya itu adalah tanda bukti bahwa Kiamat mesti datang. Adapun kepandaian sekelumit kecil diberikan Allah kepada manusia dapat meyakinkan kita bahwa manusia seisi dunia ini bisa musnah dalam beberapa hari saja, bagaimana kita tidak akan yakin bahwa Kiamat kubra itu pasti datang. Namun, soalnya bukanlah datang atau tidak datangnya tanda-tanda. Soalnya ialah percaya atau tidak percaya.
Oleh sebab itu berkatalah lanjutan ayat, “Pada hari datang sebahagian dari ayat-ayat Tuhan engkau itu, tidaklah akan memberi manfaat kepada suatu diri imannya, yang tidak beriman lebih dahuluArtinya, walaupun berbagai macam tanda yang sudah datang atau sudah tampak, sebagai bukti diri akan mati atau Kiamat kubra akan datang, percuma sajalah dan tidak ada persediaan iman sejak semula. Banyak sekali orang yang tafakur di saat melihat suatu tanda, tetapi setelah tanda itu hilang, mereka kembali ke dalam kufurnya. Oleh karena itu, tanda-tanda betapa pun dahsyatnya, kalau iman tidak tertanam sejak semula maka jika hilang tanda hilang pulalah iman."Atau dia berusaha pada imannya itu suatu kebaikan." Betapa pun banyaknya ayat atau tanda-tanda yang telah tampak lalu orang terkejut dan maulah dia beriman pada masa itu, tidaklah dapat dipercaya, kalau iman itu belum tertanam sejak semula atau kalau iman itu belum dibuktikan dengan amal. Sebab, amal itu adalah bukti yang nyata dari iman. Mulut orang dapat saja menyebut beriman, tetapi bukti yang ditunjukkan oleh bekas perbuatan, jauhlah lebih kuat daripada bukti yang hanya diucapkan dengan mulut. Oleh sebab itu, apa pun macamnya ayat-ayat Allah yang datang, belumlah itu menjadi jaminan bahwa si kufur dan musyrik itu akan berubah menjadi baik. Masjid bisa ramai dengan orang yang datang shalat ketika malapetaka menimpa suatu negeri. Namun, apabila malapetaka itu sudah habis, masjid pun akan lengang kembali. Setelah seorang pemuda yang risau melihat ayahnya mati, mudah saja dia memakai kain sarung dan kopiah dan datang ke langgar beberapa hari lamanya dengan sangat tekun. Namun, sebab perubahan itu hanya karena terkejut, beberapa hari kemudian dia tidak akan ke langgar lagi. Oleh sebab itu, datanglah ujung ayat, sebagai pesan Allah kepada Rasul-Nya,
“Katakanlah, Tunggulah olehmu, sesungguhnya Kami pun menunggu."
(ujung ayat 158)