Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡإِبِلِ
unta
ٱثۡنَيۡنِ
dua (sepasang)
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡبَقَرِ
sapi
ٱثۡنَيۡنِۗ
dua (sepasang)
قُلۡ
katakanlah
ءَآلذَّكَرَيۡنِ
apakah dua yang jantan
حَرَّمَ
(Allah) mengharamkan
أَمِ
ataukah
ٱلۡأُنثَيَيۡنِ
dua yang betina
أَمَّا
atau
ٱشۡتَمَلَتۡ
yang terkandung
عَلَيۡهِ
atasnya
أَرۡحَامُ
rahim
ٱلۡأُنثَيَيۡنِۖ
dua yang betina
أَمۡ
ataukah
كُنتُمۡ
kalian adalah
شُهَدَآءَ
menjadi saksi
إِذۡ
ketika
وَصَّىٰكُمُ
mewasiatkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهَٰذَاۚ
dengan ini
فَمَنۡ
maka barang siapa
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّنِ
daripada orang-orang
ٱفۡتَرَىٰ
mengada-adakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
كَذِبٗا
dusta
لِّيُضِلَّ
untuk menyesatkan
ٱلنَّاسَ
manusia
بِغَيۡرِ
dengan tidak/tanpa
عِلۡمٍۚ
pengetahuan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡإِبِلِ
unta
ٱثۡنَيۡنِ
dua (sepasang)
وَمِنَ
dan dari
ٱلۡبَقَرِ
sapi
ٱثۡنَيۡنِۗ
dua (sepasang)
قُلۡ
katakanlah
ءَآلذَّكَرَيۡنِ
apakah dua yang jantan
حَرَّمَ
(Allah) mengharamkan
أَمِ
ataukah
ٱلۡأُنثَيَيۡنِ
dua yang betina
أَمَّا
atau
ٱشۡتَمَلَتۡ
yang terkandung
عَلَيۡهِ
atasnya
أَرۡحَامُ
rahim
ٱلۡأُنثَيَيۡنِۖ
dua yang betina
أَمۡ
ataukah
كُنتُمۡ
kalian adalah
شُهَدَآءَ
menjadi saksi
إِذۡ
ketika
وَصَّىٰكُمُ
mewasiatkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهَٰذَاۚ
dengan ini
فَمَنۡ
maka barang siapa
أَظۡلَمُ
lebih zalim
مِمَّنِ
daripada orang-orang
ٱفۡتَرَىٰ
mengada-adakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
كَذِبٗا
dusta
لِّيُضِلَّ
untuk menyesatkan
ٱلنَّاسَ
manusia
بِغَيۡرِ
dengan tidak/tanpa
عِلۡمٍۚ
pengetahuan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
Terjemahan
(Dua pasang lagi adalah) sepasang unta dan sepasang sapi. Katakanlah, “Apakah yang Dia haramkan dua yang jantan, dua yang betina, atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Apakah kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Tafsir
(Dan dari sepasang unta dan dari sepasang lembu, katakanlah, "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada di dalam kandungan dua betinanya. Apakah) bahkan (kamu menyaksikan) hadir (di waktu Allah menetapkan ini bagimu?) tentang pengharaman ini kemudian sengaja kamu menyatakan hal ini, tidak, bahkan kamu adalah orang-orang yang dusta dalam hal ini. (Maka siapakah) tak ada seorang pun (yang lebih lalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah) dalam hal itu (untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.).
Tafsir Surat Al-An'am: 143-144
Ada delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah, "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah, ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kalian memang orang-orang yang benar.
Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah "Apakah Allah mengharamkan dua yang jantan, ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kalian menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagi kalian? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Ayat 143
Hal ini menerangkan tentang kebodohan orang-orang Arab di masa sebelum Islam, karena mereka telah mengharamkan sebagian dari binatang ternak dan mengkategorikannya ke dalam beberapa golongan, antara lain ada yang disebut bahirah, saibah, wasilah, dan ham serta lain-lainnya yang mereka buat-buat sendiri. Hal tersebut bukan hanya terbatas pada hewan ternak, bahkan sampai kepada tanam-tanaman dan buah-buahan.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat dan Dialah yang menjadikan hewan ternak yang sebagian darinya dapat dijadikan sarana angkutan dan sebagian yang lain dapat dijadikan (sembelihan) hewan potong. Kemudian Dia menjelaskan berbagai jenis ternak, termasuk keterangan tentang kambing. Ada kambing yang berbulu putih, yang biasanya disebut domba. Ada yang berbulu hitam, disebut ma'iz (kambing). Juga tentang unta yang dijelaskan ada yang jenis jantan dan jenis betina. Begitu pula ternak sapi. Kemudian disebutkan bahwa Allah tidak mengharamkan apapun dari hewan-hewan tersebut, termasuk dari anak-anak mereka.
Bahkan semuanya Dia ciptakan untuk keperluan manusia. Mereka dapat dimakan, dapat dijadikan sebagai kendaraan unta, dapat dijadikan sarana angkutan, dapat pula dijadikan sebagai hewan perah, dan banyak lagi kegunaan lainnya.
Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan Dia menurunkan untuk kalian delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak.” (Az-Zumar: 6), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: “Ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?” (Al-An'am: 143)
Ayat ini merupakan sanggahan terhadap ucapan mereka yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk kaum laki-laki kami dan diharamkan bagi istri-istri kami.” (Al-An'am: 139), hingga akhir ayat.
Sedangkan firman Allah ﷻ: “Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kalian memang orang-orang yang benar.” (Al-An'am: 143)
Maksudnya, ceritakanlah kepadaku dengan penuh keyakinan, mengapa Allah mengharamkan kepada kalian apa yang kalian anggap haram dari hewan bahirah, saibah, wasilah, ham, dan lain-lainnya?
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Ada delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing.” (Al-An'am: 143)
Yang disebutkan dalam ayat ini merupakan empat pasang.
“Katakanlah,’Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah, ataukah dua yang betina’?" (Al-An'am: 143)
Yaitu mengapa ada sesuatu dari hal tersebut yang diharamkan?
“Ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?” (Al-An'am: 143)
Artinya, tiada yang dapat dihasilkan oleh suatu rahim kecuali berupa anak jantan atau anak betina. Lalu mengapa kalian mengharamkan sebagiannya dan menghalalkan sebagian yang lainnya?
“Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kalian memang orang-orang yang benar.” (Al-An'am: 143)
Allah ﷻ berfirman, menyatakan bahwa semuanya itu halal hukumnya.
Firman Allah ﷻ: “Apakah kalian menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagi kalian.” (Al-An'am: 144)
Makna ayat ini mengandung pengertian kecaman yang ditujukan kepada mereka karena telah berani membuat-buat kebohongan terhadap Allah dengan mengharamkan sesuatu yang sebenarnya tidak diharamkan dari hewan ternak itu.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” (Al-An'am: 144)
Yakni tidak ada seorang pun yang lebih kejam dan zalim daripada orang tersebut.
“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (Al-An'am: 144)
Orang yang mula-mula termasuk ke dalam kecaman ayat ini ialah Amr ibnu Luhai ibnu Qum'ah, karena dialah orang yang mula-mula mengubah agama para nabi dan yang mula-mula mengadakan hewan saibah, wasilah, dan ham, seperti yang diterangkan di dalam hadits shahih mengenai hal tersebut.
Dan dua pasang hewan lainnya adalah dari sepasang unta jantan dan betina dan sepasang sapi jantan dan betina. Katakanlah kepada kaum musyrik itu, Manakah yang diharamkan Allah' Apakah yang diharamkan dua unta atau sapi yang jantan atau dua unta atau sapi yang betina, atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya' Apakah kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan keharaman hewan-hewan ini bagimu' Siapakah yang lebih zalim, yakni tidak ada yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan' Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Pada ayat-ayat yang lalu kaum musyrik dikritik dengan celaan yang tajam karena mereka mengharamkan sebagian dari hewan ternak tan-pa ada larangan dari Allah atau petunjuk dari nabi-nabi mereka, pada ayat ini dijelaskan berbagai makanan yang diharamkan untuk kaum muslim dan kaum Yahudi. Katakanlah kepada kaum musyrik yang membuat-buat aturan sendiri dan telah berdusta terhadap Allah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali empat jenis saja, yaitu (1) daging hewan yang mati dengan sendirinya atau sebab alamiah, biasa disebut dengan bangkai, (2) darah yang mengalir, (3) daging babi'karena semua itu kotor'atau (4) hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Akan tetapi, barang siapa yang terpaksa memakannya bukan karena menginginkan dan tidak mele-bihi batas darurat, melainkan hanya sekadar untuk bisa bertahan dari kelaparan yang mengancam keselamatan jiwa, maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Demikian pula Allah telah menciptakan pasangan unta jantan dan betina, dan Dia ciptakan lagi pasangan sapi jantan dan betina, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengajukan pula pertanyaan kepada kaum musyrikin itu, "Manakah yang diharamkan Allah, unta atau sapi jantankah, atau yang betina saja ataukah anak yang dikandung unta atau sapi betina itu?" Tentu saja kaum musyrikin tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mematahkan segala hujjah dan keterangan mereka.
Mereka telah mengharamkan sebagian dari binatang yang dihalalkan oleh Allah untuk dimakan, dengan alasan-alasan yang tidak benar dan dengan cara berbohong terhadap Allah. Maka untuk membatalkan alasan mereka dan membuka kebohongan mereka, dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kalau mereka mengharamkan yang jantan saja di antara empat macam binatang tersebut tentulah semua binatang jantan dan domba, kambing, unta dan sapi haram dimakan. Kalau yang mereka haramkan itu yang betina saja tentulah semua yang betina dari keempat jenis binatang itu haram pula dimakan. Dan kalau yang diharamkan semua anak dari jenis keempat binatang itu, mana lagi yang dibolehkan makannya, sebab semua binatang yang akan lahir kemudian adalah anak dari betina itu.
Ringkasnya tidak satupun di antara empat jenis binatang itu yang diharamkan oleh Allah. Jadi masalah mengharamkan sebagian dari binatang itu hanya perbuatan kaum musyrikin saja.
Kemudian dengan kata-kata yang lebih tajam lagi Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengajukan pertanyaan kepada mereka yaitu, "Apakah kamu telah menyaksikan sendiri bahwa Allah memerintahkan kepadamu untuk mengharamkan binatang itu?"
Pasti mereka tidak akan dapat menjawab pertanyaan ini, karena mereka mengharamkan sebagian dari binatang itu, hanyalah karena mengikuti setan-setan dan pemimpin-pemimpin mereka atau karena mendapati bapak-bapak dan nenek moyang mereka mengharamkannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, "Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah, "Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji." (al-A'raf/7: 28)
Di akhir ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengatakan kepada mereka, "Mengapa kamu mengatakan bahwa Allah telah menetapkan sesuatu, padahal kamu sendiri tahu itu bukan dari Allah. Setelah terbukti bahwa mareka tak dapat menjawab pertanyaan itu dan tidak dapat mengemukakan bukti-bukti yang nyata untuk membenarkan sikap dan perbuatan mereka dan ternyata bahwa mereka hanya membuat-buat peraturan untuk menghalalkan dan mengharamkan sesuatu bahkan mereka telah berdusta terhadap Allah dengan mengatakan bahwa ketetapan-ketetapan itu adalah dari Allah, maka Allah menegaskan bahwa mereka adalah kaum yang zalim, dan berdusta terhadap Allah untuk mneyesatkan manusia dari jalan yang benar. Akibat dari kesalahan mereka dengan sengaja berbuat kesesatan dan menyesatkan manusia, Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan nanti di akhirat mereka akan menerima balasan yang setimpal berupa siksaan yang amat pedih di neraka Jahanam.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 141
“Dan, Dialah yang telah menimbulkan kebun-kebun yang dijunjungkan dan yang bukan dijunjungkan, dan pohon kurma, tumbuh-tumbuhan yang berlain-lain rasanya, … dan delima yang bersamaan dan yang bukan bersamaan."
Orang musyrikin itu telah mengaku dan percaya bahwa yang menjadikan seluruh alam ini memang Allah, Esa dan tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Namun, dari hal mengatur dan menyelenggarakan alam itu, di sanalah mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah. Mereka mengaku Allah yang menjadikan alam, tetapi dalam hal memelihara alam, mereka adakan sekutu-Nya. Mereka mengakui tauhid uluhiyah, tetapi mereka tidak mengakui tauhid rububiyah. Oleh sebab itu, mereka mau menyediakan hasil ladang atau hasil ternak, sebagian untuk Allah dan sebagian untuk berhala.
Kemudian, datanglah ayat ini menjelaskan tauhid rububiyah itu. Bukan saja Allah yang menciptakan yang mula-mula, bahkan Allah pun terus-menerus menciptakan dan menimbulkan. Dia yang menimbulkan kebun-kebun. Kalimat ansya-a, kita artikan menimbulkan. Karena seumpama sebidang sawah yang mula-mula digenangi air, kemudian ditanami benih maka berangsur-angsur benih tadi menjadi batang padi sampai berdaun dan sampai berbuah, mulanya menghijau padi muda, lalu menguning padi masak. Maka, Allah-lah yang memeliharasejakia masih butir-butirpadiyang mulai direndam akan dijadikan benih sampai tumbuh, berdaun dan berurat, berbuah, dan masak itu. Di ayat ini disebut berbagai macam isi kebun-kebun, di antaranya ialah yang di-junjungkan. Kata dijunjungkan kita jadikan arti ma'rusyaatin, yaitu ada berbagai tanaman yang kalau dibiarkan saja tumbuh di tanah, akan menjalar dan merambat. Maka, supaya ia berbuah dan berhasil yang baik, lalu dicarikan tongkatnya. Tongkatnya itu diriamai junjung. Seumpama junjung kacang dan junjung sirih. Maka, banyaklah macam hasil ladang yang suburnya karena dijunjungkan itu. Termasuk segala macam kacang, mentimun, labu, anggur, periya atau pare, lada atau merica, sirih, dan lain-lain. Kita artikan ma'rusyaatin dengan dijunjungkan karena di dalam kalimat itu terkandung Arsy, di-Arsy-kan, atau dijunjungkan tinggi. Diberi Arsy, artinya diberi tempat duduk yang layak. Kalau tidak, dia akan merambat saja di atas tanah, dan hasilnya tumbuh dengan tidak teratur. Dan, ada pula tumbuhan yang tidak dijunjungkan, yaitu segala macam yang berbatang, misalnya mangga, jeruk, durian, rambutan, duku, jambu dan sebagainya. Kemudian, disebutlah di dalam ayat buah-buahan yang biasa tumbuh di Tanah Arab, yaitu kurma, dan tumbuhan yang berlain-lain rasanya. Dengan menyebut tumbuhan yang berbagai macam rasanya ini, termasuk jugalah sayur-sayuran, yang bukan buahnya saja yang dimakan, bahkan termasuk daun dan pucuknya dan rasanya pun berlain-lain pula. Kemudian disebut zaitun. Yang selain dari buahnya yang dimakan, minyaknya pun dipentingkan pula. Kemudian disebut delima yang bersamaan rasanya dan yang tidak bersamaan. Maka, kalau kita bandirigkan buah-buahan yang disebut di daerah Hejaz tempat Al-Qur'an mulai diturunkan dengan buah-buahan di negeri yang lain pula, terutama di negeri kita, daerah khatulistiwa yang masyhur mempunyai berbagai ragam buah-buahan dan tanam-tanaman, bersyukurlah kita kepada Allah karena bagian yang terbesar dari penduduk alam negeri kita adalah pemeluk agama Islam dan golongan yang terbesar ialah golongan tani. Dengan adanya ayat-ayat seperti ini, menambahlah dekat mereka kepada Allah dan bertambahlah dalam ketauhidan mereka karena dapat menyaksikan kekayaan Allah setiap hari karena melihat pertumbuhan itu.
Ayat yang seperti ini menarik perhatian kita supaya memerhatikan pertumbuhan sua-tu kebun dari tanah datar yang baru dibersihkan sampai nanti menjadi ladang subur yang memberikan hasil.
Di tanah air kita, khususnya, dan di Asia Tenggara sampai ke Asia Timur, umumnya, tidak akan habis-habisnya keterharuan kita melihat perubahan sawah sejak musim menggenangkan air, hingga musim menanam, menyiangi, padi muda, padi kuning, dan musim menyabit atau mengetam. Inilah yang menyebabkan orang-orang tua dahulu kala sampai menganggap padi itu sebagai Tuhan dan menamainya Sang Hyang Sri. Sekarang dengan pelajaran tauhid, kita diperingatkan bahwa yang menumbuhkan itu semuanya, sampai memberikan hasil untuk hidup kita ialah Allah sendiri, tidak bersekutu dengan yang lain. Kalau padi diriamai Sang Hyang Sri atau Dewi Sri, ingatlah bahwa bukan dia yang menciptakan dirinya, melainkan Allah-lah yang memberikan hidup pada padi itu, dan bertumbuh, berbuah dan berhasil, untuk manusia.
Kemudian datanglah sambungan ayat, “Maka, makanlah dari buahnya apabila dia berbuah, dan keluarkanlah haknya di hari pengetamannya dan janganlah kamu berlebih-lebihan." Di dalam ayat ini disebutkanlah tiga ketentuan yang penting:
Pertama, Allah mengingatkan, jika yang ditanam itu telah tumbuh dan mengeluarkan hasil yang baik, silakan kamu makan. Memang itu telah disediakan untukmu oleh Allah sendiri. Dia adalah pemberian yang langsung dari Allah untuk kamu. Dia tumbuh di atas bumi kepunyaan Allah, disiram oleh air hujan pemberian Allah dan mengeluarkan hasil langsung dari Allah, tidak dicampuri oleh siapa pun.
Kedua, ketika kamu mengetam hasil itu atau menyabit atau memanen, janganlah lupa mengeluarkan haknya. Janganlah hendak dimakan seorang, tetapi ingatlah fakir-miskin, orang-orang kekurangan dan berilah mereka.
Ahli-ahli tafsir memperbincangkan soal ini agak panjang lebar. Ada di antara mereka mengatakan bahwa ayat ini telah mansukh, artinya tidak berlaku lagi hukumnya, sebab surah ini diturunkan di Mekah, sedangkan sesampai di Madiriah pada tahun kedua hi-jriyah telah diturunkan perintah zakat, yaitu perintah untuk mengeluarkan sepersepuluh hasil ladang yang telah sama diketahui itu. Akan tetapi, setengah ulama lagi tidak sesuai dengan pendapat yang mengatakan perintah ini mansukh. Mereka berkata, “Mengapa lekas-lekas saja ‘membekukan' suatu ajakan yang demikian penting di dalam Al-Qur'an? Bukankah Rasulullah ﷺ pun selain menganjurkan berbuat shadaqah-tathawwu. Apalagi corak masyarakat ini berbagai ragam. Ada orang yang hartanya tidak cukup se-nishab, padahal ketika dia memetik buah atau mengetam ada orang miskin di dekat itu? Bukankah pantas untuk menyapu bersih perasaan bakhil yang ada dalam hati tiap-tiap manusia, jika dia bersedekah atau memberi hadiah kepada orang miskin itu? Bukankah orang yang miskin itu mempunyai juga hak budi pada orang yang kaya? Di beberapa negeri orang-orang kampung bergotong-royong menolong menyabit, menuai, dan mengetam hasil sawah orang yang mampu. Bukankah selain dari hak zakat bagi orang yang mustahaq menerima zakat, orang yang datang menolong secara gotong-royong itu pun mempunyai hak buat diberi? Karena adat yang baik seperti demikian telah merata di negeri-negeri yang hidupnya berdasar pertanian (agraria)?
Menurut riwayat dari Ibnul-Mundzir, An-Nahhaas, Abusy-Syaikh dan Ibnu Mardawaihi dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi kita ﷺ ketika menerangkan maksud ayat, “Dan keluarkanlah haknya di hari pengetamannya" ialah tentang gandum-gandum yang terjatuh dari tangkainya. Mujahid pun meriwayatkan bahwa memang ketika mengetam, baik mengambil hasil gandum atau hasil kurma dan lain-lain, kalau hadir ke tempat itu orang miskin, hendaklah mereka diberi hadiah untuk menyenangkan hati mereka. Artinya, jangan ditunggu hasil itu dibawa pulang dahulu, melainkan berilah mereka saat di tengah sawah atau ladang itu juga.
Peraturan ini telah diturunkan di Mekah. Setelah sampai di Madiriah, barulah keluar peraturan zakat. Dengan keluarnya peraturan zakat, bukan berarti mansukh ayat ini, melainkan masih berlaku buat orang yang hartanya tidak cukup se-nishab supaya memberi kepada fakir-miskin ala kadarnya. Atau memberikan upah kepada orang-orang yang mengerjakan pemetikan dan pengetaman itu sebaik pekerjaan mereka selesai, jangan tunggu sampai pulang. Berikan sebelum kering keringat mereka. Sebab, itu adalah haknya sehingga dengan ayat ini, Islam lebih merekan seorang Muslim agar segera ingat akan kewajibannya. Karena, kalau orang yang mampu tidak lupa akan kewajibannya, niscaya orang miskin tidak lagi akan menuntut haknya dan tidak terjadi dendam dan benci di antara yang tidak mampu terhadap yang mampu.
Dan dengan demikian, orang-orang yang tidak mampu itu akan turut menjaga keamanan sawah dan ladang tersebut sebab ada hak mereka di dalamnya. Dan mereka pasti akan menerima hak itu pada waktu mengetam. Namun, kalau si mampu tidak mengingat kewajibannya, keamanan akan hilang sebab si miskin tadi merasa tidak ada sangkut paut mereka dengan hasil ladang itu, berapa pun hasil panennya kelak.
Setelah itu, tersebut pula kemestian yang ketiga, yaitu janganlah berlebih-lebihan, jangan boros, dan jangan royal,
“Sesungguhnya Dia tidaklah suka kepada orang-orang yang berlebih-lebihan."
Menurut tafsiran dari as-Suddi ialah jangan berlebih-lebihan atau jangan boros di dalam memberikan sedekah.
Akan tetapi, dapatlah kita pengertian yang jelas tentang boros ini bila ditilik surah al-A'raaf ayat 31,
“Dan, makanlah kamu, dan minumlah kamu, tetapi janganlah boros." (al-A'raaf: 31)
Sengaja kita pertalikan dengan ayat ini surah al-A'raaf karena kita mengalami bagaimana borosnya orang sehabis mengetam. Sebelum musim menuai atau panen kelihatan, betapa susahnya hidup orang kampung, terutama yang menggantungkan kepentingan-kepentingan hidup sehari-hari pada hasil kebun, sawah atau ladangnya. Kemudian setelah pulang padi, mereka tidak dapat mengendalikan diri lagi. Sebentar-sebentar bertanak, sebentar-sebentar makan. Sedangkan beras, mereka jual-jual dengan tidak mengingat kesusahan di belakang hari, segalanya hendak mereka beli sehingga kadang-kadang mereka lupa memperhitungkan persediaan agar jangan sampai kekurangan makanan hingga musim menyabit tahun depan.
Di daerah-daerah karet ketika harga karet membubung naik, orang belanja berlebih-lebihan, boros, dan royal. Tiba-tiba harga karet meluncur jatuh, mereka pun turut hancur jatuh karena persediaan tidak ada, sampai menjual tempat tidur atau membuka atap rumah buat dimakan. Kalau kehidupan agama dipegang teguh, dapatlah orang mengingat ujung ayat ini. Makanlah hasil ladangmu jika telah berbuah. Bayarkanlah hak orang yang patut menerima pada hari mengetam, dan selanjutnya janganlah boros berlebih-lebihan. Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan itu karena itu akan mencelakakan diri mereka sendiri. Hendaklah diingat pepatah nenek moyang, “Sedang ada jangan dimakan, sesudah tak ada barulah makan."
Beberapa tafsir yang besar-besar telah saya baca. Dan jarang sekali di antara mereka yang menampak hikmah larangan boros yang berlebih-lebihan yang berhubungan dengan kehidupan orang tani sesudah mengetam ini. Barulah saya melihat hal ini dengan jelas, setelah mengukur kehidupan bangsaku sendiri pemeluk Islam di mana-mana sehabis mengetam. Bukanlah saya banggakan diri bahwa pandanganku lebih luas dari pandangan ahli-ahli tafsir yang besar-besar itu, melainkan aku teringat akan kisah burung Hud-hud dengan Nabi Sulaiman, yang tersebut di dalam surah an-Naml, sekali-sekali burung Hud-hud yang kecil itu bisa juga mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui Nabi Sulaiman.
Kemudian ayat seterusnya,
Ayat 142
“Dan dari binatang-binatang ternak itu ada pengangkut dan (ada) sembelihan."
Sebagaimana kebun-kebun dan ladang-ladang menghasilkan buah-buahan berbagai ragam yang dijunjungkan dan yang bukan dijun-jungkan, demikian juga ternak yang terdiri dari kambing, biri-biri, unta dan lembu. Semuanya merupakan pemberian dan karunia Allah, tidak bercampur dengan yang lain. Jika kaum musyrikin mengadakan kebun dan ladang larangan dan ternak larangan, yang disediakan buat menghormati berhala, mengapa mereka berbuat begitu, padahal ternak itu, baik yang disediakan untuk pengangkutan maupun yang disembelih, semata-mata pemberian Allah, bukan pemberian berhala. Maka, berfirmanlah Allah selanjutnya, “Makanlah dari apa yang dikaruniakan kepada kamu oleh Allah." Baik hasil sawah, ladang, dan kebun, maupun hasil ternak dengan memakan dagingnya. Makanlah itu semuanya! Sebab, itu semua adalah karunia Allah,
“Dan, janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia terhadap kamu adalah musuh yang nyata."
Setanlah yang membawa langkah pada musyrik. Dialah yang menipu daya, merayu dan yang mengajarkan yang tidak-tidak sehingga kamu bisa tersesat sampai mengadakan binatang larangan yang bernama Bahirah, Saibah, Washilah. dan Haam yang sama sekali tidak ada dari Allah, hanya dari karangan-karangan kamu saja karena rayuan setan. Padahal, setan itu musuh kamu yang nyata yang selalu berdaya upaya menyesatkan kamu dari jalan Allah sehingga binatang ternak yang disediakan Allah buat pengangkutan atau buat disembelih dan dimakan dagingnya, kamu jadikan binatang larangan yang tidak boleh diganggu gugat.
Ayat 143
“Delapan berpasangan: dari biri-biri dua dan dari kambing dua"
Biri-biri sepasang; jantan dan betina. Kambing sepasang; jantan dan betina. Pasangan jantan dan betina ini menurunkan anak-anak dan berkembang biak menjadi binatang ternak untuk kamu makan atau untuk kamu ambil kulitnya atau bulunya."Tanyakanlah" wahai utusanku, kepada mereka yang membuat-buat peraturan tentang ternak yang dilarang memakannya itu: “Apakah dua yang jantan itu yang Dia haramkan ataukah dua yang betina?" Karena kamu mengatakan bahwa peraturan mengharamkan ini datang dari Allah juga, cobalah jelaskan yang mana diharamkan Allah, apakah bibit yang pertama yang jantan, baik biri-birinya atau kambingnya, ataukah yang betina? Sejak bila Allah mengharamkannya? “Ataukah yang dikandung dalam peranakan dua yang betina itu?" Kalau bibit yang pertama itu, baik kedua yang jantan atau kedua yang betina tidak diharamkan Allah sejak mulanya, apakah yang diharamkan itu sejak dalam kandungan kedua yang betina itu?
“Ceritakanlah kepadaku dengan pengetahuan, jika sungguh kamu orang-orang yang benar."
Artinya, Rasulullah ﷺ disuruh meminta keterangan kepada mereka bahwa binatang ternak yang asalnya semua halal, boleh untuk mengangkut atau boleh disembelih, tiba-tiba sekarang sudah ada saja yang haram dimakan dan ada pula yang haram dimakan hanya oleh perempuan saja, tetapi boleh dimakan oleh laki-laki. Sejak kapan Allah menurunkan peraturan ini? Cobalah kemukakan keterangannya dengan dasar ilmiah yang cukup. Kamu menyebut bahwa peraturan ini dari Allah juga datangnya, padahal Rasul yang dikenal menurunkan agama di negeri ini ialah Ibrahim dan Isma'il. Dari perantaraan kedua beliaulah Allah Ta'aala menurunkan per-aturan ini? Atau adakah keterangan Nabi yang lain? Siapa Nabinya itu? Cobalah jelaskan kalau pegangan yang kamu pertahankan ini adalah berdasar suatu ketentuan.
Ayat 144
“Dan dari unta dua dan dari lembu dua."
Masing-masing seekor jantan dan seekor betina pula. Pertanyaan seperti tadi pula, “Apakah dua yang jantan itu yang Dia haramkan ataukah dua yang betina? Atau yang dikandung oleh peranakan dua yang betina itu?" Cobalah terangkan dengan jelas dari mulai yang mana binatang-binatang ternak ini diharamkan, padahal semuanya itu dikaruniakan Allah pada pokoknya ialah buat pengangkutan dan buat disembelih? Bila masanya mulai diharamkan?
“Atau adakah kamu menjadi saksi, ketika Allah mewasiatkan kamu dengan ini?" Kalau ada yang menjadi saksi, siapakah saksi itu? Kepada siapa wahyu tentang ini diturunkan?
Niscaya tidak seorang jua pun di antara mereka yang dapat menjawabnya karena memang peraturan itu tidak sebuah juga yang datang dari Allah. Dan, tidak ada yang akan tampil menjadi saksi karena memang tidak ada yang menyaksikan.
Akhirnya, datanglah teguran keras dari Allah, “Maka, siapakah yang lebih zalim da-ipada orang yang membuat-buat atas nama Allah akan suatu dusta karena hendak menyesatkan manusia dengan tidak menurut ilmu?" Niscaya tidak ada lagi suatu kezaliman yang melebihi zalimnya dari ini, yaitu membuat-buat, mengarang-ngarang sendiri suatu peraturan yang dusta. Dikatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, padahal maksud hanya semata-mata menipu dan menyesatkan manusia tidak dengan ilmu. Perbuatan dan karangan-karangan yang datang dari pemimpin yang bodoh untuk memengaruhi pengikut mereka, manusia-manusia yang pandir.
“Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang Zalim."
(ujung ayat 144)