Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلِكُلّٖ
dan bagi tiap-tiap
دَرَجَٰتٞ
derajat
مِّمَّا
dari apa yang
عَمِلُواْۚ
mereka kerjakan
وَمَا
dan tidaklah
رَبُّكَ
Tuhanmu
بِغَٰفِلٍ
dengan lengah
عَمَّا
dari apa yang
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
وَلِكُلّٖ
dan bagi tiap-tiap
دَرَجَٰتٞ
derajat
مِّمَّا
dari apa yang
عَمِلُواْۚ
mereka kerjakan
وَمَا
dan tidaklah
رَبُّكَ
Tuhanmu
بِغَٰفِلٍ
dengan lengah
عَمَّا
dari apa yang
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan

Masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
Tafsir

(Dan masing-masing) dari kalangan orang-orang itu (memperoleh derajat-derajat) pembalasan (sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya) berupa pembalasan yang baik dan pembalasan yang buruk (Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan) dengan memakai ya dan ta.
Tafsir Surat Al-An'am: 131-132
Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedangkan penduduknya dalam keadaan lengah. Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedangkan penduduknya dalam keadaan lengah. (Al-An'am: 131) Yakni sesungguhnya Kami beralasan terhadap manusia dan jin dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar tidak ada seseorang dihukum karena perbuatan zalimnya, padahal ia belum tersentuh oleh dakwah.
Terhadap semua umat, Kami katakan bahwa tidak sekali-kali Kami mengazab seseorang melainkan setelah Kami utuskan para rasul kepada mereka. Makna ayat ini semisal dengan firman-Nya: Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (Fathir: 24) Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut." (An-Nahl:36) Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15) Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab, "Benar ada.
Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) (Al-Mulk: 8-9) Masih banyak ayat lain yang bermakna semisal dengan ayat ini. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya, mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama, yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota karena perbuatan aniaya para penghuninya yang melakukan kemusyrikan ketika mereka sedang dalam keadaan lengah.
Dengan kata lain, Allah tidak akan menyegerakan azabnya kepada mereka sebelum Dia mengirimkan seorang rasul kepada mereka yang bertugas memperingatkan mereka akan hujah-hujah Allah atas mereka dan memperingatkan mereka terhadap azab Allah di hari mereka dikembalikan. Allah sama sekali tidak akan menyiksa mereka ketika mereka sedang dalam keadaan lalai, yang pada akhirnya mereka akan beralasan dengan mengatakan, "Tidak pernah datang kepada kami seorang pembawa berita gembira, tidak pula seorang pemberi peringatan pun." Kedua, firman-Nya: Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya. (Al-An'am: 131) Artinya, Tuhanmu tidak akan membinasakan mereka sebelum menyadarkan dan memperingatkan mereka melalui para rasul dan mukjizat-mukjizat serta pelajaran-pelajaran.
Karena dengan demikian berarti Allah berbuat aniaya terhadap mereka, sedangkan Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya. Kemudian Ibnu Jarir sendiri men-rajih-kan (menguatkan) pendapat yang pertama, dan pendapat tersebut memang lebih kuat, tidak diragukan lagi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132) Maksudnya, setiap orang yang beramal baik amal taat kepada Allah ataupun durhaka terhadap-Nya mempunyai tingkatan dan kedudukannya sendiri. Barang siapa yang mengerjakannya, maka Allah akan menyampaikan hal itu kepadanya dan membalaskannya.
Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, balasannya buruk pula. Menurut kami, firman Allah subhanahu wa ta’ala; Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132) dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud dengan lafal kullin di sini kembali kepada orang-orang yang kafir dari kalangan jin dan manusia. Yakni masing-masing akan memperoleh kedudukan dan tingkatannya di dalam neraka sesuai dengan amal perbuatannya.
Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda."(Al-Araf: 38) Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-An'am: 132) Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah bahwa semua amal perbuatan mereka itu, wahai Muhammad, diketahui oleh Tuhanmu; Dia menghitung-hitungnya dan membalaskannya kepada mereka di sisi-Nya. Allah akan membalas amal perbuatan mereka pada hari mereka bersua dengan-Nya, yaitu di hari mereka dikembalikan kepada-Nya."
Dan masing-masing orang ada yang beramal untuk ketaatan dan ada pula yang senantiasa bermaksiat kepada Allah, mereka akan memperoleh balasan sesuai dengan tingkatannya, yaitu sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu, wahai Nabi Muhammad tidak lengah terhadap apa yang mereka, yakni hamba-hamba-Nya, kerjakanDan Tuhanmu, wahai Nabi Muhammad, Mahakaya, sedikit pun Ia tidak butuh kepada semua makhluk-Nya, bahkan makhluk-Nyalah yang fakir kepada-Nya. Allah juga sangat penuh rahmat kepada hambahamba-Nya. Karena itu, Ia perintahkan hamba-Nya untuk senantiasa melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan, agar hamba-Nya memperoleh keselamatan. Jika Dia menghendaki, Dia akan memusnahkan kamu, yaitu ketika kamu menyalahi perintah-Nya dan setelah kamu musnah akan Dia ganti dengan kaum lain yang Dia kehendaki, kaum itu senantiasa taat kepada Allah. Jika Allah mampu memusnahkan kaumkaum terdahulu yang menentang-Nya kemudian digantikan dengan kaum lainnya, maka wahai Nabi Muhammad, Allah pun amat mampu melenyapkan kaummu sebagaimana Dia menjadikan kamu dari keturunan golongan lain.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa masing-masing jin dan manusia yang telah mendapatkan seruan rasul, akan mendapat derajat dan tingkatan yang sesuai dengan amal perbuatannya. Orang yang beriman, yang bertakwa dan mengerjakan amal saleh, akan mendapat derajat dan tingkatnya sesuai dengan tebalnya iman, kuatnya takwa dan banyaknya amal saleh yang dikerjakan seperti derajat para nabi, shiddiqin (orang-orang yang benar keyakinannya dalam hidup mereka), syuhada' (para kesatria dan pahlawan) dan shalihin (orang-orang yang saleh), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (an-Nisa'/4: 69)
Sebaliknya orang-orang kafir, munafik dan ingkar yang banyak melakukan kejahatan, akan menempati tingkat yang rendah yang paling bawah, sesuai dengan usaha dan pekerjaan mereka masing-masing; seperti orang munafik tempatnya adalah di dalam neraka yang paling bawah, sebagai tersebut dalam firman Allah:
Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.(an-Nisa'/4: 145)
Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang dikerjakan oleh jin dan manusia. Semua pekerjaannya, baik yang kecil maupun yang besar, yang buruk atau yang baik, akan dicatat dan mereka akan mendapat balasannya. Kejahatan akan dibalas dengan siksaan yang setimpal dan kebaikan akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 130
“Wahai golongan jin dan manusia."
Pangkal ayat ini memberi penjelasan lagi bagi kita, bahwa yang di-khithab (diseru) dan yang mendapat taklif (perintah Allah), bukan saja manusia melainkan termasuk juga jin. Pertanyaan Allah yang berkali-kali berturut-turutdi dalam surah ar-Rahmaanyangberbunyi tukadzdzibaan (kamu berdua mendustakan), ialah kamu berdua manusia dan jin."Bukankah telah datang kepada kamu beberapa rasul dari (kalangan) kamu." Di sini disebut beberapa rasul. Karena kalimat rusul adalah kata jamak dari rasul. Nyata bahwa rasul-rasul Allah itu bukan dua, malahan banyak sekali. Rasul-rasul itu diutus buat menyeru manusia dan jin agar tunduk taat kepada Allah dan sebagainya, mengakui keesaan Ilahi."Yang menceritakan kepada kamu tentang ayat-ayat-Ku." Artinya, ajaran utama dan pertama yang dibawa oleh sekalian rasul itu adalah tentang kekuasaan Allah, keesaan Allah, tentang Dia Pencipta dunia seluruh alam ini dan tidak berserikat yang lain dengan Dia."Dan, telah memberi ancaman kepada kamu dari hal pertemuan hari kamu ini?" Inilah intipati ajaran yang kedua, yaitu membawa ancaman, membawa nadziir bahwa hidup ini tidaklah selesai sehingga dunia ini saja, melainkan akan bersambung lagi dengan kehidupan akhirat. Di sanalah kelak akan diperhitungkan segala amalan makhluk. Diperhitungkan seadil-adilnya dan akan mendapat siksalah orang-orang yang tidak berlaku jujur menempuh jalan ash-shirathal-mustaqim selama di dunia ini. Apabila hari itu datang, seorang pun tidak akan dapat mengelak dari tanggung jawab.
Di dalam ayat ini sekali lagi didatangkan pertanyaan kepada jin dan manusia karena mereka yang menerima khithab. Kemudian, kita pertalikan ayat ini kembali dengan ayat 112 tersebut bahwa setiap seorang nabi diutus Allah, pastilah saja setan-setan yang terdiri dari manusia-manusia dan jin yang mendapat seruan Ilahi itu terbelok dari jalan yang diserukan, terpesong pada jalan yang salah.
Di dalam ayat ini, didatangkanlah tempelak (teguran) kembali kepada jin dan manusia yang terpedaya oleh seruan salah satu. Dan, pertanyaan itu datang kelak kemudian hari pada hari Kiamat. Sekarang sudah Kami lihat betapa akhir kejadian ini maka bagaimana lagi sikapmu?
“Berkata mereka, ‘Kami telah menyaksikan atas diri-diri kami.'" Menyaksikan atas diri kami masing-masing, artinya, sekarang telah kami alami sendiri akibat dari kesalahan kami. Yakinlah kami sekarang bahwa Kiamat yang dahulu kami ragukan, sekarang telah kami hadapi sendiri.
Kemudian, datanglah keterangan Allah, “Dan telah tertipu mereka oleh kehidupan dunia." Allah sendirilah yang memberikan peringatan kepada Rasul dan kepada umat yang beriman bahwa sebab yang utama dari kesesatan mereka ialah karena mereka ditipu oleh kehidupan dunia yang tidak kekal ini. Kehidupan dunia ialah segala hal yang memerdayakan manusia sehingga mereka tidak ingat lagi kepada siksaan akhirat. Dan, waktu hidup di dunia ini nabi-nabi dan rasul-rasul telah memberi ingat akan hari akhirat itu. Kita sendiri, sekarang ini, dalam kehidupan sehari-hari telah mendengar ajaran rasul-rasul, telah membaca isi kitab-kitab, terutama Al-Qur'an. Namun, jika kesenangan hidup di dunia ini telah memanggil, kalahlah peringatan akan hari akhirat itu oleh rayuan dan tipuan hidup duniawi. Karena kerinduan akan kesenangan yang sementara, kita tidak ingat lagi akan kesenangan akhirat.
Untuk menjelaskan pengertian ayat ini, dapatlah kita kemukakan suatu misal yang dapat kita alami sehari-hari.
Segolongan kaum Muslimin mendirikan suatu partai agama, yang bercita-cita (ideologi) agar hukum, peraturan, dan syari'at Allah berlaku dalam negara mereka. Padahal, negara itu bersifat nasional dan tidak yakin akan peraturan syari'at Islam. Negara itu berdasar sekularisme, yaitu pemerintahan yang sengaja dijauhkan dari segala pengaruh agama.
Pada suatu hari, datanglah ajakan pada penganjur partai yang berideologi Islam itu supaya duduk dalam satu kabinet (pemerintahan). Dia akan diangkat jadi menteri, padahal dia tahu kalau dia terus duduk dalam pemerintahan, belumlah mungkin negara itu menegakkan syari'at Islam, malahan akan tetap membuat undang-undang yang jauh dari Islam. Namun, tawaran itu diterimanya juga. Sebab apa? Sebab hidup menjadi penguasa atau menjadi menteri akan mengakibatkan kemewahan, rumah gedung yang indah, mobil yang mengilap dan semua itu karena pangkat dan kedudukan tinggi. Dia simpan cita-cita yang telah dibinanya itu dan diterimanya jabatan karena keinginan pada kemewahan duniawi. Beberapa waktu kemudian terjadi lagi perubahan pemerintahan dan pangkatnya pun jatuh. Dan, cita-cita yang telah direnca-nakannya beberapa tahun itu belumlah dapat dilaksanakannya sama sekali dalam pemerintahan yang dimasukinya itu. Setelah keluar dari jabatan pemerintahan, dia pun menyesal.
Sesudah pekerjaan itu ditinggalkannya, barulah dia menyaksikan sendiri dengan dirinya apa yang menjadi tujuan hidupnya yang sejati tidaklah pernah dicapainya melainkan bertambah jauh. Yang dicapainya hanyalah kemewahan buat dirinya sendiri dan itu pun hanya sebentar. Karena politik berubah, dia jatuh sesudah naik atau dia mati, padahal selama berpangkat dahulu dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk menegakkan citanya yang sejati. Dan, cita (ideologi) adalah perjuangan hidup manusia yang sejati. Dia menyangka beruntung, padahal modal aslinya sendiri yang telah hilang dan licin tandas. Oleh sebab itu, lebih dijelaskan lagi pada ujung ayat.
“Dan mereka pun telah menyaksikan atas kesalahan diri-diri mereka bahwa sesungguhnya mereka memang telah menjadi orang-orang yang kafir."
Tegasnya, mereka akhirnya insaf bahwa mereka telah menempuh jalan yang salah, yaitu meninggalkan jalan shirathal-mustaqim, jalan Allah yang lurus, lalu oleh karena perdayaan setan manusia dan jin yang menyebar kata lemak manis, padahal berisi tipuan. Dan setengah dari tipuan itu ialah keenakan dan kemewahan duniawi, lalu cita-cita yang asal mereka tinggalkan. Cita-cita yang asal mereka pandang perkara kecil dan remeh belaka. Peraturan Allah meliputi akan seluruh segi dari kehidupan. Selain dari ibadah untuk diri sendiri, seumpama shalat dan puasa, manusia pun diperintah menjalankan peraturan Allah mengenai masyarakat, dan mengenai ekonomi, sosial, dan politik, serta mengenai negara. Dahulu ketika menerima pangkat dan jabatan, mereka tidak sadar bahwa dengan perbuatannya itu mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak percaya lagi akan peraturan Allah bisa menyelamatkan dunia ini.
Dengan membayangkan pengakuan bahwa mereka telah kafir di ujung ayat itu, dapatlah kita memahamkan bahwa kufur itu bukanlah semata-mata karena tidak mengakui adanya rasul saja. Meskipun mengaku bahwa Allah itu ada, padahal tidak meyakini peraturan dari Allah atau memandang bahwa peraturan buatan manusia lebih baik dari peraturan dari Allah, kufurlah orang itu, walaupun mulanya tidak merasa kufur. Jalan pikiran manusia yang sehatlah setelah merasakan berbagai pengalaman yang pahit, yang menginsafkan bahwa dia telah kufur. Barulah setelah maut datang dan tidak dapat dielakkan, ternyata bahwa dunia telah habis begitu saja, tanpa bekas. Dan, setelah datang Hari Mahsyar, hari yang pasti itu, diinsafi bahwa dia kecil tak berharga, lebih hina dari cacing. Waktu itu baru mengaku terus terang, “Aku ini telah kafir!"
Ayat 131
“Demikianlah karena Tuhan engkau tidaklah membinasakan negeri-negeri itu dengan aniaya, sedang penduduknya lalai."
“Demikianlah" kata Allah. Demikianlah, Allah memberi petunjuk terlebih dahulu kepada manusia dengan mengirimkan rasul-rasul dan memberi mereka wahyu dengan perantaraan rasul-rasul itu, ditunjuki jalan yang lurus dan benar. Sebab, Allah tidak mau langsung saja menurunkan suatu adzab, membinasakan suatu negeri, dengan tidak terlebih dahulu mengirimkan peringatan-peringatan. Karena, kalau Allah berbuat demikian, adalah Allah bersifat aniaya. Aniaya adalah sifat yang mustahil bagi Allah.
Orang tengah terlalai lengah, orang tidak tahu apa-apa tentang yang buruk dan yang baik dan tak ada peringatan datang, tak ada rasul yang diutus, tak ada kitab suci turun. Orang yang demikian mustahil datang-datang diadzab disiksa saja.
Mustahil, artinya tidak masuk di akal. Tidak masuk di akal bahwa Allah yang mempunyai sifat Maha Sempurna, tiba-tiba mendatangkan saja suatu adzab siksaan dengan tidak memberikan petunjuk terlebih dahulu mana yang salah dan mana yang benar.
TINGKATAN-TINGKATAN AMAL
Ayat 132
“Dan, bagi tiap-tiap orang ada beberapa denajat dari apa yang mereka amalkan."
Di dalam ayat ini terdapat kalimat dara-jaat sebagai kata banyak (jamak) dari kalimat darajat. Darajat dengan tidak memanjangkan pada huruf “jim" berarti satu tingkat dan darajat dengan memanjangkan huruf “jim" artinya ialah tingkat bertingkat. Laksana anak-anak tangga yang diriaiki, dipanjat, dan digagai sampai tercapai puncak yang di atas sekali. Maka, di dalam ayat ini, Allah berfirman bahwa tiap-tiap orang di dalam satu amalan yang dia amalkan, dengan berangsur dia akan naik sejak dari anak tangga pertama sampai kepada anak tangga yang di atas sekali.
Dalam Al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan bahwa dalam perjuangan hidup di dunia ini, seorang dapat mencapai derajat-derajat yang tinggi. Dalam surah al-Mujadalah, dijelaskan bahwa Allah akan mengangkat orang yang berilmu pengetahuan dan beriman beberapa derajat sampai tinggi. Ibarat kesungguh-sungguhan orang yang bertugas melakukan tugasnya dapat menaikkan kariernya lebih tinggi dan begitu pulalah karier seorang Mukmin bisa naik mencapai tingkat-tingkat tertinggi dengan tidak ada batasnya jika diukur dengan ukuran kebendaan. Sebab, ini adalah termasuk dalam alam ruhaniyah.
Misalnya, dalam tingkat pertama orang menjadi seorang Muslim (menyerah diri kepada Allah) naik menjadi Mukmin (beriman teguh), shalihin (berbuat berbagai kebajikan), naik lagi menjadi muttaqin (orang yang bertakwa), naik lagi menjadi imam lilmuttaqin (menjadi imam, contoh teladan bagi orang muttaqin lainnya), sampai kepada derajat mu-qarrabin (yang terdekat kepada Allah).
“Dan, tidaklah Tuhan engkau lalai dari apa yang mereka amalkan."