Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نُوَلِّي
Kami jadikan pemimpin
بَعۡضَ
sebagian
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
بَعۡضَۢا
sebagian yang lain
بِمَا
dengan apa disebabkan
كَانُواْ
adalah mereka
يَكۡسِبُونَ
mereka usahakan
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نُوَلِّي
Kami jadikan pemimpin
بَعۡضَ
sebagian
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
بَعۡضَۢا
sebagian yang lain
بِمَا
dengan apa disebabkan
كَانُواْ
adalah mereka
يَكۡسِبُونَ
mereka usahakan
Terjemahan
Demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sebagian lainnya, sebagai balasan atas apa yang selalu mereka kerjakan.
Tafsir
(Dan demikianlah) sebagaimana yang telah Kami berikan nikmat kepada orang-orang yang maksiat dari golongan manusia dan jin sebagian mereka melalui sebagian lainnya (Kami jadikan berteman) saling bantu-membantu (sebagian orang-orang yang lalim itu dengan sebagian lainnya) atas sebagian lainnya (disebabkan apa yang mereka usahakan) berupa perbuatan-perbuatan maksiat.
Tafsir Surat Al-An’am: 129
Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi berteman dengan sesamanya, sebagai balasan atas apa yang selalu mereka kerjakan.
Ayat 129
Sa'id meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan takwil ayat ini, bahwa sesungguhnya Allah menjadikan pertemanan manusia berdasarkan amal perbuatan mereka. Dengan kata lain, orang mukmin adalah teman orang mukmin lainnya di mana pun dan kapan pun. Demikian juga orang kafir adalah teman orang kafir, di mana pun dan kapan pun. Iman bukanlah hanya sekadar angan-angan dan kata-kata, tapi harus disertai dengan amal perbuatan yang nyata. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Ma'mar meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan teman sebagian orang-orang yang zalim dengan sebagian yang lain di dalam neraka. sebagian dari mereka saling mengikuti sebagian yang lainnya.
Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa ia pernah membaca kitab Zabur yang isinya antara lain, "Sesungguhnya Aku akan membalas orang-orang munafik dengan orang-orang munafik juga, kemudian Aku menimpakan pembalasan azab kepada orang-orang munafik semuanya." Yang demikian itu terdapat di dalam Al-Qur'an melalui firman-Nya:
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi berteman dengan sesamanya.” (Al-An'am: 129)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi berteman dengan sesamanya.” (Al-An’am: 129)
Yang dimaksud ialah orang-orang yang zalim dari kalangan umat jin dan umat manusia, Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan firman-Nya:
“Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menemaninya.” (Az-Zukhruf: 36).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini ialah: “Kami jadikan jin yang zalim berkuasa atas orang-orang yang zalim dari kalangan umat manusia.”
An-Hafidzh ibnu Asakir telah meriwayatkan hadits berikut ini dalam biografi Abdul Baqi ibnu Ahmad melalui jalur Sa'id ibnu Abdul Jabbar Al-Karabisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari ‘Ashim, dari Dzar, dari Ibnu Mas'ud secara marfu yaitu: “Barang siapa yang menolong orang yang zalim, maka Allah akan menjadikan orang zalim itu berkuasa atas dirinya.”
Hadits ini berpredikat gharib. Sebagian penyair mengatakan: “Tiada suatu kekuatan yang lebih besar dari kekuatan Allah, dan setiap orang yang berlaku zalim akan menghadapi cobaan dari orang lain yang berlaku zalim.”
Makna ayat ini ialah sebagaimana Kami memberikan kekuasaan orang-orang yang merugi dari kalangan umat manusia itu kepada segolongan kaum jin yang telah menyesatkan mereka, demikian juga Kami berbuat hal yang sama terhadap orang-orang yang zalim. Yakni Kami memberikan kekuasaan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, Kami binasakan mereka dengan membiarkan mereka saling mempengaruhi dan merugikan satu sama lain sebagai pembalasan atas kezaliman dan kesesatan mereka.
Jika pada ayat sebelumnya diinformasikan bahwa antara jin dan manusia terdapat hubungan saling memanfaatkan, maka pada ayat ini dijelaskan hubungan antara orang-orang yang berbuat zalim. Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sesamanya, karena seseorang akan mencari teman sesama yang sejiwa dan seirama dalam hidup, atau orang yang zalim akan dikuasai oleh pelaku kezaliman lainnya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan yaitu kekafiran dan kemaksiatan. Pada ayat ini kembali dibicarakan hubungan antara jin dan manusia. Pada hari Kiamat nanti, sekelompok jin dan manusia yang kafir akan ditanya tentang masa lalu mereka di dunia dengan hardikan yang keras. Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, yaitu teman-temanmu yang mendapatkan pesan dari rasul manusia, mereka menyampaikan ayatayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini' Mereka menjawab dengan terus terang dan pengakuan yang tulus, Ya, kami menjadi saksi atas diri kami sendiri bahwa rasul-rasul itu telah datang kepada kami dan menyampaikan peringatan-peringatan kepada kami. Akan tetapi, mereka tertipu oleh kehidupan dunia berupa harta benda, jabatan, dan hawa nafsu. Dan mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir.
Pada ayat ini ditegaskan bahwa hidup berkelompok antara orang yang sama tujuan, cita-cita dan kepentingannya terutama dalam hal yang jahat dan menyesatkan telah menjadi kebiasaan dari sebagian makhluk hidup, tidak ada bedanya antara jin dan manusia. Mereka selalu tolong menolong dan bantu membantu dalam berbagai usaha dan upaya agar keinginan dan usaha mereka terpenuhi sesuai dengan rencana mereka. Mereka tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan, kezaliman dan penganiayaan serupa dan tidak menghiraukan norma-norma kemanusiaan, keadilan, dan sifat kasih sayang, asal mereka dapat memenuhi nafsu mereka dalam menikmati kehidupan dunia ini dengan sepuas-puasnya. Hal ini dapat dibuktikan dari berbagai peristiwa dalam sejarah sejak zaman dahulu kala sampai sekarang ini. Betapa banyak nabi dan rasul pembawa kebenaran, penyeru kepada akidah tauhid, mendapat tantangan yang hebat dan keras dari penyembah berhala dan pembela kebatilan dan kesesatan karena para nabi dan rasul itu tetap dalam pendiriannya, mantap dalam dakwahnya sehingga Allah memberi hukuman kaumnya yang sesat dan durhaka seperti kaum 'Ad dan samud. Betapa banyak bangsa-bangsa yang merasa dirinya kuat dan perkasa dengan terang-terangan merampas hak bangsa-bangsa yang lemah tanpa memperdulikan rasa keadilan dan perikemanusiaan. Tetapi bangsa yang tertindas dan terjajah itu tidak tinggal diam, mereka berjuang dengan berbagai cara untuk merebut kembali kemerdekaannya. Memang telah menjadi sunatullah bahwa kebenaran pasti menang selama kebenaran itu tetap dibela dan diperjuangkan.
Allah berfirman:
Dan katakanlah, "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap." Sungguh, yang batil itu pasti lenyap. (al-Isra'/17: 81)
Allah tidak menyuruh manusia atau jin bersatu dan berkelompok untuk berbuat kejahatan, melakukan yang batil dan berbuat yang mungkar, tetapi hal ini adalah tabiat manusia dan masyarakat sendiri, mereka lebih tertarik untuk bergabung dan bertolong-tolongan dengan kelompok yang sama arah dan tujuan hidupnya, walaupun hal itu ditujukan untuk melakukan kezaliman dan bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat yang lain. Allah berfirman:
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (at-Taubah/9: 67)
Dalam menafsirkan ayat ini, Qatadah berkata, "Sesungguhnya Allah menjadikan manusia berteman akrab karena masing-masing memiliki kecenderungan yang sama; seorang mukmin adalah wali (teman akrab) bagi orang mukmin lain, kapan dan dimana dia berada. Seorang kafir adalah wali orang kafir lainnya, kapan dan di manapun ia berada. Iman itu bukan hanya dengan angan-angan dan bukan pula hanya berupa simbol atau tanda. Demi Allah yang memiliki umurku! Bila engkau berbuat taat kepada Allah, sedang engkau tidak mengenal seorang pun diantara orang yang taat kepada-Nya, maka hal itu tidak membahayakan kepadamu. Dan bila engkau berbuat durhaka dan maksiat yang dilarang Allah sedang engkau berteman akrab dengan orang yang taat dan takwa kepada-Nya, maka hal itu tidak akan berguna sedikit pun bagimu."
Abu Syaikh meriwayatkan dari Mansur bin Abi al-Aswad ia berkata, "Aku bertanya kepada al-A'masy tentang maksud ayat 129 ini: 'Apakah yang engkau dengar dari para sahabat dan ulama tabi'in?" Al-A'masy menjawab, "Aku dengar mereka berkata, "Apabila akhlak manusia telah rusak, maka mereka akan mudah diperintah oleh manusia-manusia yang jahat." Allah berfirman:
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu). (al-Isra'/17: 16)
Di pihak lain, orang-orang mukmin bersatu dan memiliki pemimpin dan orang kepercayaan yang terdiri dari orang-orang yang baik, jujur dan bertakwa kepada Allah.
Firman Allah:
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (at-Taubah/9: 71)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 128
“Dan, (Ingatlah) akan hari, yang akan Dia himpunkan mereka sekalian."
Hari yang disuruh ingat itu ialah Hari Kiamat, yang disebut juga Mahsyar (pengumpulan) atau Hari Hisab (perhitungan). Pada waktu itu jin dan manusia sama dikumpulkan dan akan sama-sama menerima pemeriksaan dan perhitungan. Kemudian, datanglah sabda Ilahi waktu itu kepada golongan jin, “Wahai sekalian golongan jin, sesungguhnya kamu telah mendapat banyak (hasil) dari manusia." Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Kahf ayat 51, setan Iblis adalah bangsa jin maka yang dimaksud dalam ayat ini dengan memanggil jin ialah setan Iblis itu. Maka, Allah mulailah mendatangkan dakwa (tuntutan) kepada mereka bahwa kamu sekalian telah mempergunakan kesempatan yang seluas-luasnya memerdayakan manusia selama di dunia dan telah sangat banyak manusia yang terpengaruh oleh kamu. Sebagian besar dari kesesatan manusia itu berasal dari perdayaan kamu."Dan berkata pengikut-pengikut dari (kalangan) manusia, Wahai Tuhan kami, telah bersenang-senang setengah kami dengan yang setengah, dan kami telah sampai kepada ajal kami yang telah Engkau tentukan kepada kami.'"
Di ayat inilah ditunjukkan Allah pada kita betapa jawaban manusia setelah mereka pula yang ditanya oleh Allah. Tadiriya setan-jinlah yang telah diperiksa. Namun, di dalam ayat tidak dituliskan jawaban mereka. Kemudian ditanya pula manusia, bunyi pertanyaan tidak dituliskan, tetapi kita dapat memahami dari susun bunyi ayat yang ringkas, tetapi dapat dipahami. Setelah mendapat pertanyaan inilah si manusia tadi, yaitu manusia yang di kala hidupnya telah menyerahkan diri menjadi pengikut setan telah menjadikan setan menjadi walinya. Mereka menjawab pertanyaan itu dengan pengakuan atas kesalahan.
Bahwa memang tatkala hidup di dunia ini mereka telah memperturutkan segala bujuk rayu setan. Segala petunjuk jahat yang diberikan oleh setan telah mereka turuti sehingga dapatlah mereka bersenang-senang dengan jalan yang dibukakan setan itu. Akan tetapi, apa jadiriya? Berapa pun lamanya bersenang-senang menurutkan setan akhirnya ajal yang ditentukan Allah datang juga, cengkeraman maut tidak dapat dielakkan. Sekarang mau atau tidak mau datanglah masa Kiamat dan Mahsyar dan menerima pemeriksaan dari Allah.
Ayat ini sangat besar memengaruhi orang yang telah terbenam jiwanya ke dalam suasana Al-Qur'an. Karena ingat akan bunyi ayat ini maka tidak mau menerima rayuan dan bujukan setan-setan yang terdiri dari manusia dan jin agar khianat kepada pendirian, lalu mereka tinggalkan rukun Allah, hilanglah iman kepadanya, lalu bersedia menukarnya dengan
jalan yang lain. Lantaran khianatnya pada pendirian itu, dia pun mendapat kesenangan hidup, pangkat yang tinggi kemuliaan dan kemegahan. Seakan-akan, seperti cerita “Rancak di Labuah" memandang bahwa dunia ini telah dikuasainya, dan apa yang dikehendaki dan di-ingininya, semua mudah tercapai. Orang yang Mukmin memandang kesudahan dari hidup yang seperti ini. Bahwasanya kesenangan dan kemewahan dunia itu tidaklah akan lama dapat dirasai.
Pangkat bisa jatuh sebelum selesai dirasakan atau bercerailah nyawa dengan badan, sedangkan diri tenggelam dalam kesenangan. Atau, terdapatlah kesenangan di kulit, padahal batin menderita sebab kesenangan itu didapat dengan mengkhianati pendirian. Oleh sebab itu, orang Mukmin bersedia menempuh hidup susah sengsara. Susah sengsara pada lahir, tetapi batinnya merasa tenteram dan puas. Sebab, selangkah pun dia tidak surut dari pendirian dan tidak bergeser tempat tegak. Dia telah arif terlebih dulu bahwa perjuangan hidup merebut dunia ini tak ubahnya dengan melayari lautan, yang menempuh ombak badai topan limbubu dan yang kadang kala laut pun tenang. Atau sebagai keadaan di tepi pantai ada masanya pasang naik, lalu terendam kaki tempat tegak. Dan, ada kalanya pasang turun, lalu lautan surut dan pasir pantai terbentang jauh. Manusia bisa terombang-ambing oleh pergantian musim, Namun, orang Mukmin bertenang menghadapinya. Karena, hakikat dari kebenaran sendiri akan tegak dengan teguhnya, tidak dapat dikisarkan oleh perubahan angin.
Namun, orang yang memandang naik ketika pasang naik, kempis turun ketika pasang turun, guncanglah hatinya karena perubahan zaman. Dan akhir kelaknya dia pun hilang, atau menjadi sarap hanyut yang tidak ada harganya lagi atau jadi pucuk aru di lereng bukit dibawa oleh angin ke mana condongnya. Inilah orang yang tersiksa! Berfiman Dia,
“Nerakalah tempat kamu dalam keadaan kekal di dalamnya." Inilah jawaban Allah atas pengakuan mereka itu. Meskipun mereka mengaku salah, pengakuan salah pada waktu itu tidak ada perlunya lagi sebab yang akan mereka derita sekarang ini, tidak lain dari akibat mereka bersenang-senang mengambil kesempatan yang diberikan jin atau setan Iblis di masa hidup di dunia.
Mereka akan ditempatkan di neraka dan kekal selama-lamanya di dalamnya,
“Kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Mahabijaksana lagi Mengetahui."
Segala dosa yang diperbuat oleh manusia, sampai manusia melanggar perintah-perintah Allah atau tidak mau melaksanakannya ialah karena mereka telah menjadi pengikut jin atau setan Iblis. Dosa-dosa yang besar yang menjadi puncak dosa yang tertinggi sehingga tidak dapat diampuni ialah dosa mempersekutukan yang lain dengan Allah. Maka, mengiringlah dosa-dosa yang lain, baik dosa lahir atau dosa batin, yang kalau dikaji sampai mendalam, ternyata bahwa timbulnya dosa adalah karena mulai tumbuh tunas syirik di dalam hati. Dengan sadar atau tidak, orang berbuat suatu dosa besar ialah karena dia lebih mementingkan rayuan setan dan dorongan hawa nafsu sehingga perintah dan larangan Allah tidak dipedulikannya lagi. Itulah syirik!
Dengan demikian, manusia yang seperti itu dimasukkan ke dalam neraka untuk kekal di dalamnya kecuali kalau Allah menghendaki lain. Karena di dalam menentukan berapa lama orang itu akan dikekalkan dalam neraka, atau akan segera diampuni, dan segera dimasukkan ke dalam surga, semua terpulang seluruhnya kepada Allah. Sebab, Dia Mahabijaksana dan Dia pun Maha Mengetahui. Diketahui-Nya dengan sedalam-dalamnya keadaan hamba-Nya itu, tersebab apa maka dia sampai tersesat dan menjadi pengikut jin, setan, dan Iblis.
Ayat inilah salah satu ayat yang menjadi perbincangan ramai di antara ahli-ahli tafsir dan ulama-ulama yang besar-besar. Namun, satu hal telah dapat disimpulkan dari ayat ini. Bahwa, dalam hal menentukan kekal tidaknya seorang dalam neraka atau berapa lamanya dia akan diadzab adalah urusan Allah seluruhnya, dengan kebijaksanaan dan pe-ngetahuan-Nya.
Tersebutlah di dalam suatu tafsir dari Ibnu Abbas yang dirawikan oleh Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh, berkata Ibnu Abbas, “Ayat menunjukkan bahwa tidaklah pantas bagi seseorang pun akan turut memutuskan atas Allah terhadap makhluk-Nya, tidak dalam soal memasukkan mereka ke dalam neraka!"
KEKALKAH NERAKA ITU?
Ayat ini diperhubungkan pula dengan ayat 107 dan 108 dari surah Huud yang di dalam kedua ayat itu dijelaskan bahwa orang yang celaka akan dimasukkan ke dalam neraka sampai menangis dan menjerit-jerit (ayat 106). Kekal mereka di dalam selama ada langit dan bumi kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau karena Dia Mahakuasa akan berbuat apa yang Dia kehendaki. Dan, orang yang berbahagia akan kekal pula dalam surga selama ada langit dan bumi kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau, yaitu pemberian yang tidak putus-putus.
Maka, ketiga ayat ini, yaitu surah al-An'aam ayat 126 ini dan surah Huud ayat 107-108 menyebabkan timbulnya perbincangan yang ramai sekali di antara ulama-ulama, terutama mengenai karunia dan adzab Allah. Menjadi perbincangan, karena berpuluh ayat menerangkan akan adanya makhluk Allah yang akan kekal (khalidiri, khaliduuna) di dalam neraka, tidak akan keluar-keluar lagi dari dalamnya. Sampai menjadi perbincangan pula, apakah manusia-manusia yang akan dikekalkan dalam neraka semata-mata jiwanya itu hanya kejahatan belaka? Tidak ada kebaikan sedikit juga sehingga dia terus menerima adzab, tidak sedikit juga akan ada ampun? Sampai menjadi perbincangan orang tentang orang-orang kafir, tidak menerima kepercayaan pada Islam, tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad ﷺ, dan tidak percaya pada Al-Qur'an, tetapi ada jasanya yang baik ketika hidupnya, yang diakui oleh seluruh manusia, apakah orang semacam itu akan kekal selama-lamanya dalam neraka? Padahal barangkali dia tidak memeluk agama Islam itu karena dia belum mendengar keterangan yang nyata? Sampai dirembet-rembetkan orang pada urusan takdir? Apakah kepentingannya bagi Allah menakdirkan seseorang, dari bermula lahir ke dunia belum menerima keterangan sama sekali tentang keindahan Islam, sebab itu selama hidup dia tidak masuk Islam, tetapi di kala hidupnya itu dia banyak berbuat kebajikan, tetapi oleh karena dia tidak masuk Islam, dia wajib masuk neraka dan kekal selamanya di dalam neraka? Kekal selama-lamanya, tidak berujung sama sekali. Padahal, berkali-kali pula disebut di dalam Al-Qur'an bahwa Allah itu mewajibkan kepada dirinya sendiri memberikan rahmat kepada hamba-Nya, bersifat rahman dan rahim.
Di dalam ketiga ayat ini bertemulah bahan-bahan penting untuk membuka pikiran kita yang terutama sekali ialah bahwa pada ketiga ayat bertemu firman Allah, “Kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah/' Bahan pemikiran yang kedua ialah ujung ayat 128 yang tengah dibincangkan ini, yaitu bahwa Allah itu mempunyai sifat “Mahabijaksana dan Mengetahui." Dan pada ayat 107 surah Huud dikatakan pula bahwa, “Allah Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki/'
Diriwayatkan oleh Abu Nadhrah yang diterimanya dari sahabat Rasulullah ﷺ, Jabir bin Abdullah al-Anshari atau dari Abu Said al-Khudri atau dari salah seorang dari sahabat Rasulullah saw/ bahwa ketika membicarakan ayat 107 surah Huud ini, “Kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau, sesungguhnya Tuhan engkau Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki." Berkata Rasulullah ﷺ, “Ayat ini telah memberikan keputusan atas Al-Qur'an, amat banyak ayat menerangkan kekal dalam neraka itu. Maka dengan ayat 107 surah Huud ini, diberi penjelasanlah apa maksud kekal itu."
Apalagi ada pula riwayat yang disampaikan orang dari Umar bin Khaththab bahwa beliau pernah berkata, “Meskipun telah menetap, penghuni neraka itu bersempit-sempit laksana pasir di dalamnya, pada suatu hari mereka keluar juga dari dalamnya." Dan lebih tegas lagi perkataan Abu Hurairah, “Akan datang suatu hari, tidak seorang juga lagi yang tinggal dalam neraka itu." Dan berkata pula Ibnu Mas'ud, “Akan datang zamannya, pintu-pintu neraka itu ternganga lebar," yang dijelaskan maksudnya oleh Ibnu Jarir, “Artinya karena tidak seorang pun di dalamnya lagi, sesudah mereka berdiam di dalamnya bersama-sama (ahqaabanDan berkata pula asy-Syu'bi (tabiin), “Jahannam itu sangat cepat penuh dan sangat cepat runtuh."
Lebih jauh, menjadi perbincangan lagi perbandirigan di antara ayat 107 dengan ayat 108 itu. Ayat 107 diujungi dengan firman Allah bahwa Dia berkuasa berbuat apa yang Dia Kehendaki. Artinya, Mahakuasa Allah mencabut orang yang aturannya dihukum kekal di neraka itu, buat memindahkannya ke surga. Bahkan, Mahakuasa pula Allah menutup atau menghancurkan neraka itu sendiri sebab tugasnya sudah habis. Kalimat fa'aalun adalah berarti sifat yang sudah sangat tinggi, tidak siapa pun yang dapat menghalanginya meskipun neraka sekekal langit dan bumi, namun Allah Mahakuasa berbuat apa yang Dia sukai. Sedangkan, langit dan bumi itu pun Dia Mahakuasa meruntuhkannya, apatah lagi menutup neraka dan menghabiskannya selama-lamanya atau memindahkan sekalian orang yang berdosa yang kekal di dalamnya itu ke dalam surga, setelah habis dibersihkan dosa-dosa mereka.
Namun ujung dari ayat 108, yaitu tentang ahli surga, lain pula. Di sana disebutkan, “Pemberianyang tidak putus-putus." Maka, dari memahami dan membandirigkan kedua ayat ini, ahli tafsir yang besar, Ibnu Jarir, mengambil kesimpulan bahwa nikmat kepada penghuni surga tidaklah akan putus-putus, bahkan lebih lama dari masa adanya langit dan bumi. Adapun pada ayat yang sebelumnya, tidaklah kita diberi ketegasan, apakah adzab ahli neraka itu diperpanjang ataupun dikurangi, tetapi keduanya itu adalah jaiz, artinya boleh saja bagi Allah.
Al-Muhaqqiq (penyelidik yang mendalam), Ibnul Qayyim al-Jauziah di dalam kitabnya, HadiJ Arwaah menyatakan pendapatnya sesudah mengaji soal ini panjang lebar dan membawakan dalil-dalil dari masing-masing pihak tentang kekal atau tidaknya manusia dalam neraka itu. Menurut kesimpulan beliau, neraka itu sendiri pun akhirnya akan ditutup. Orang akan masuk ke dalam neraka menurut kadar dosanya yang akan dibersihkan. Berapa lama masing-masing orang di dalamnya adalah seluruhnya pada ketentuan Allah ﷻ Ada orang yang kekal dalam neraka selama neraka itu masih ada. Dan ada yang diam dalam neraka itu beberapa huqub. (surah an-Naba' ayat 23). Satu huqub adalah selama 80 tahun. Maka, ada orang yang akan berdiam di neraka itu beberapa kali 80 tahun dan ada yang lainnya kurang dari itu. Kemudian neraka itu sendiri dihabiskan oleh Allah karena menurut pendapat Ibnul Qayyim sifat yang pokok dari Allah ialah rahmat, kasih, dan sayang. Jikalau Allah memberikan siksaan, sekali-kali bukanlah dari sikap kebencian atau dendam. Bahkan, kata beliau, Allah Ta'aala itu tidak berkepentingan buat menahan ham-ba-Nya meringkuk dalam neraka kekal selama-lamanya. Dan kata beliau pula, tidak ada manusia yang tidak ada kebaikan sama sekali di dalam jiwanya. Orang hanya dihukum dalam neraka menurut besar atau kecil dosanya. Dosa yang paling besar kekal dalam neraka, selama neraka itu masih ada. Setelah itu neraka ditutup, sebab keperluannya tidak ada lagi karena makhluk sudah dibersihkan dari daki dosanya dan yang selebihnya diberi ampun oleh Allah, sebab Allah itu mempunyai sifat ‘afuwun, pemberi maaf.
Sayyid Rasyid Ridha mengarang Tafsir al-Manar, menyalin seluruh pembahasan Ibnul Qayyim dalam kitab Hadil Arwaah ini ke dalam tafsir beliau Juz kedelapan dan menambah keterangan lagi bahwa banyak di antara ahli-ahli tafsir dan ulama-ulama ahli mengarangkan kitab-kitab tentang telah mengisyarakatkan uraian yang penting dari Ibnul Qayyim ini. Kemudian, kata Sayyid Rasyid Ridha, “Kita salin keterangan beliau ini, meskipun panjang karena di dalamnya tersimpan beberapa kenyataan penting dan karena suatu soal lain yang lebih mustahak pula, yaitu karena kita tahu bahwa dalam segala golongan agama ada suatu kepercayaan bahwa pemeluk agama yang akan selamat hanyalah pemeluk agama mereka saja, dan segala pemeluk agama lain itu akan celaka dan akan disiksa dengan siksaan yang kekal, abadi, tidak berhenti-henti, selama-lamanya, beribu-ribu tahun, ber-ahqab dan huqub yang bertambah lama bertambah hebat adzab siksaan itu. Orang Muslimin sendiri pun mempunyai kepercayaan yang demikian, secara taqlid, padahal mereka pula yang mengatakan bahwa Allah itu arhamur-rahimin, lebih pengasih dari sekalian orang yang pengasih. Bahkan, dikatakan pula bahwa kasih ibu pada anaknya, hanyalah sejemput pasir kecil saja dari kasih rahmat Ilahi kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, pembahasan ini patut menjadi perhatian bagi menghilangkan syubhat (keraguan jiwa), agar orang kembali pada agama Allah, tunduk pada perintah dan larangan, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan /qal-Nya yang tidak diketahui betapa kadarnya."
Dan, supaya kita jangan terlalu lama tenggelam ke dalam perselisihan ulama tentang kekal atau tidak kekalnya mereka itu, mari kita kembali ke dalam maksud yang terkandung di dalam ayat, menurut ukuran berpikir tentang kekuasaan mutlak dari Allah. Artinya, walaupun Tuhan telah memutuskan si anu akan sekian ratus tahun dalam neraka, Tuhan Mahakuasa buat mengurangi hukuman itu, lalu memindahkan mereka ke dalam surga. Sebab kasih sayang, atau sifat rahmat adalah sifat yang telah diwajibkan sendiri oleh Allah atas dirinya.
Bahkan neraka itu sendiri merupakan makhluk yang dijadikan Allah. Jikalau Allah Ta'aala Mahakuasa menciptakannya, niscaya Allah pun Mahakuasa menutup atau menghabiskannya.
Mungkin orang yang imannya masih kabur tersenyum mendengarkan hal ini lalu lebih lancang berbuat dosa karena akhirnya mereka pun akan dihapuskan juga. Namun, orang yang Mukmin tidaklah berpikir demikian. Mereka takut akan kemurkaan Allah, walaupun dia akan disiksa dalam neraka hanya satu menit saja. Sebab, memegang kawat yang mengalirkan setrum listrik satu detik, lalu membawa bahaya kematian (tidak sanggup, ?d.), betapa lagi siksaan satu menit yang disetrum oleh siksaan Allah.
Ketiga ayat ini, telah membuka hati kita buat berpikir. Dan, selalulah kita mengharapkan karunia Ilahi agar hati kita dibukakan, dijauhkan hendaknya kita dari siksa dan janganlah sampai kita terbenam lama dalam neraka. Usahkan kekal sampai neraka habis, sedangkan tersinggung bara panas di dunia ini saja sudah tak terderitakan lagi sakitnya, betapa lagi kalau masuk neraka, walaupun hanya satu menit saja.
“Tuhanku, tidak ada tempat berlindung dari murka-Mu melainkan kepada Engkau juga akan kembali."
“Dan, demikianlah akan Kami iringkan sebagian orang-orang yang zalim itu dengan sebagian, lantaran apa yang telah mereka usahakan."
(ayat 129)