Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيَوۡمَ
dan pada hari
يَحۡشُرُهُمۡ
(Allah) menghimpun mereka
جَمِيعٗا
semuanya
يَٰمَعۡشَرَ
hai golongan
ٱلۡجِنِّ
jin
قَدِ
sesungguhnya
ٱسۡتَكۡثَرۡتُم
kamu telah banyak
مِّنَ
dari
ٱلۡإِنسِۖ
manusia
وَقَالَ
dan berkata
أَوۡلِيَآؤُهُم
kawan-kawan mereka
مِّنَ
dari
ٱلۡإِنسِ
manusia
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱسۡتَمۡتَعَ
telah mendapat kesenangan
بَعۡضُنَا
sebagian kami
بِبَعۡضٖ
dengan/dari sebagian yang lain
وَبَلَغۡنَآ
dan Kami telah sampai
أَجَلَنَا
ajal/waktu kami
ٱلَّذِيٓ
yang
أَجَّلۡتَ
Engkau tentukan waktunya
لَنَاۚ
bagi kami
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱلنَّارُ
neraka
مَثۡوَىٰكُمۡ
tempat tinggal kamu
خَٰلِدِينَ
yang kekal
فِيهَآ
di dalamnya
إِلَّا
kecuali
مَا
apa (jika)
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
وَيَوۡمَ
dan pada hari
يَحۡشُرُهُمۡ
(Allah) menghimpun mereka
جَمِيعٗا
semuanya
يَٰمَعۡشَرَ
hai golongan
ٱلۡجِنِّ
jin
قَدِ
sesungguhnya
ٱسۡتَكۡثَرۡتُم
kamu telah banyak
مِّنَ
dari
ٱلۡإِنسِۖ
manusia
وَقَالَ
dan berkata
أَوۡلِيَآؤُهُم
kawan-kawan mereka
مِّنَ
dari
ٱلۡإِنسِ
manusia
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱسۡتَمۡتَعَ
telah mendapat kesenangan
بَعۡضُنَا
sebagian kami
بِبَعۡضٖ
dengan/dari sebagian yang lain
وَبَلَغۡنَآ
dan Kami telah sampai
أَجَلَنَا
ajal/waktu kami
ٱلَّذِيٓ
yang
أَجَّلۡتَ
Engkau tentukan waktunya
لَنَاۚ
bagi kami
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱلنَّارُ
neraka
مَثۡوَىٰكُمۡ
tempat tinggal kamu
خَٰلِدِينَ
yang kekal
فِيهَآ
di dalamnya
إِلَّا
kecuali
مَا
apa (jika)
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
Terjemahan
(Ingatlah) pada hari ketika Dia mengumpulkan mereka semua (dan Allah berfirman), “Wahai golongan jin, kamu telah sering kali (menyesatkan) manusia.” Kawan-kawan mereka dari golongan manusia berkata, “Ya Tuhan, kami telah saling mendapatkan kesenangan dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan buat kami.” Allah berfirman, “Nerakalah tempat kamu selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.” Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Tafsir
(Dan) ingatlah (hari di waktu Kami menghimpun mereka semuanya) dengan memakai nun dan ya; artinya Allahlah yang menghimpun semua makhluk kemudian diserukan kepada mereka ("Hai golongan jin/setan! Sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia,") dengan cara kamu menyesatkan mereka (lalu berkatalah kawan-kawan mereka) yaitu mereka yang mau menaatinya (dari kalangan manusia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebagian yang lainnya) manusia telah mengambil manfaat melalui jin yang menghiasi keinginan-keinginan nafsu syahwat mereka, dan demikian pula jin pun mengambil manfaat dari manusia melalui ketaatan manusia kepada mereka (dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami") yakni hari kiamat; hal ini adalah merupakan ungkapan kekecewaan mereka (Allah berfirman) Maha Tinggi Allah, kepada mereka melalui lisan para malaikat-Nya ("Neraka itulah tempat kamu) tempat diam kamu (sedangkan kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki yang lain.") batas-batas waktu tertentu di mana mereka dapat dikeluarkan dari neraka, untuk meminum hamim/keringat ahli neraka yang berada di luar neraka, demikianlah seperti apa yang dikatakan dalam firman-Nya, "Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim," surah Ash-Shaffaat. Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang telah diketahui Allah bahwa mereka orang-orang yang beriman. Dengan demikian berarti Lafal maa bermakna man. (Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana) di dalam mengatur ciptaan-Nya (lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-makhluk-Nya.
Tafsir Surat Al-An’am: 128
Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia mengumpulkan mereka semua (dan Allah berfirman), "Wahai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia.” Dan berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah saling mendapatkan kesenangan dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan buat kami telah datang." Allah berfirman, "Neraka itulah tempat tinggal kalian, kalian kekal di dalamnya. Kecuali kalau Allah menghendaki yang lain." Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ayat 128
Allah berfirman: “Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpun mereka semuanya.” (Al-An'am: 128)
Artinya, wahai Muhammad, ceritakanlah kepada mereka dan peringatkanlah mereka tentang hari dimana Allah akan mengumpulkan mereka semua.
Yang dimaksud dengan 'mereka' ialah jin dan kalangan manusia yang menjadi teman-temannya. Mereka yang menyembahnya kepada mereka (jin) ketika di dunia, berlindung kepada, serta taat kepada mereka, dan sebagian dari mereka membisikkan kepada sebagian yang lain kata-kata yang indah untuk menipu.
“Wahai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia.” (Al-An'am: 128)
Yakni Allah berfirman, "Wahai golongan jin." Dalam ayat ini konteks pembicaraan menunjukkan ada kalimat yang tidak disebutkan.
Makna firman-Nya: “Sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia.” (Al-An'am: 128)
Bahwa kalian telah banyak menipu dan menyesatkan manusia.
Perihalnya sama dengan yang dikatakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Wahai Bani Adam, bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Dan hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak memikirkan?” (Yasin: 60-62)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Wahai golongan jin, sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia.” (Al-An'am: 128)
Maksudnya, kalian telah banyak menyesatkan sebagian besar manusia.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah. Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah saling mendapatkan kesenangan." (Al-An'am: 128)
Yakni teman-teman jin dari kalangan manusia menjawab kepada Allah ﷻ dengan perkataan tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab (yaitu Hauzah ibnu Khalifah), telah menceritakan kepada kami Auf, dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah, "Kalian telah memperbanyak penghuni neraka pada hari kiamat kelak.” Maka teman-teman mereka dari kalangan manusia menjawab, "Ya Tuhan kami, sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian yang lain." Al-Hasan mengatakan, "Sesungguhnya sebagian dari mereka mendapat kesenangan dari sebagian yang lain hanya karena jin memerintahkan kepada teman-temannya dari kalangan manusia, lalu manusia-manusia yang diperintahkannya mengamalkannya."
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah saling mendapatkan kesenangan.” (Al-An'am: 128)
Makna yang dimaksud ialah teman-teman jin sewaktu di dunia.
Ibnu Juraij mengatakan, dahulu di masa Jahiliah bila seorang lelaki singgah di suatu tempat, ia mengatakan, "Saya berlindung kepada penghuni lembah ini." Yang demikian itulah kebiasaan mereka, lalu hal ini mereka jadikan alasan di hari kiamat kelak. Adapun mengenai kesenangan yang diperoleh jin dari manusia ialah ketika jin memperoleh penghormatan dari manusia di saat manusia meminta tolong kepada mereka.
Lalu para jin mengatakan, "Kami telah menguasai manusia dan jin."
“Dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan buat kami telah datang.” (Al-An'am: 128)
Menurut As-Suddi, makna yang dimaksud ialah ajal kematian. Allah berfirman:
"Neraka itulah tempat tinggal kalian!" (Al-An'am: 128)
Yakni tempat menetap dan tempat tinggal kalian, mereka, serta teman-teman kalian adalah neraka.
“Kalian kekal di dalamnya.” (Al-An'am: 128) Maksudnya, mereka tinggal di dalamnya sebagai penghuni tetap untuk selama-lamanya, kecuali Allah berkehendak lain.
Menurut sebagian ulama tafsir, istisna atau pengecualian ini pengertiannya menunjukkan kepada kehidupan alam barzakh. Sedangkan menurut sebagian yang lain, hal ini mengisyaratkan kepada lamanya masa mereka tinggal di dunia. Ada pendapat yang lainnya lagi yang berbeda selain itu. Banyak pendapat mengenai masalah ini yang kelak akan diterangkan pada tafsir firman Allah ﷻ dalam surat Hud, yaitu:
“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Hud: 107)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim di dalam tafsir ayat ini meriwayatkan melalui jalur Abdullah ibnu Saleh (Juru tulis Al-Laits) bahwa telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Ali ibnu Abu Hatim ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Neraka itulah tempat tingggal kalian, kalian kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An'am: 128)
Sesungguhnya ayat ini merupakan suatu ayat yang intinya bermakna bahwa tidak seorang pun yang layak memutuskan terhadap keputusan Allah dengan makhluk-Nya, termasuk mengenai penempatan mereka ke dalam surga atau ke dalam neraka oleh-Nya.
Allah menjelaskan sebagian dari ihwal orang-orang yang zalim pada hari Kiamat di hadapan Allah. Dan ingatlah pada hari ketika Dia mengumpulkan mereka semua, yaitu orang-orang yang sesat dan menyesatkan dari kelompok jin atau setan dan manusia, dan Allah berfirman kepada segolongan jin (setan), karena merekalah yang menjadi asal mula adanya kesesatan pada manusia, Wahai golongan jin! Kamu telah banyak menyesatkan manusia dengan membujuk mereka untuk melakukan kemusyrikan, kekafiran, dan kemaksiatan. Dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia berkata, mengadu dengan memberikan pengakuan kepada Allah terhadap apa yang terjadi, Ya Tuhan, kami telah saling mendapatkan kesenangan. Manusia memanfaatkan jin melalui perbuatan sihir, tenung, dan juga tergoda untuk melakukan kemaksiatan dan lainnya, dan jin merasa bangga bahwa mereka dijadikan panutan, penguasa, dan pengayom oleh manusia. Dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan buat kami telah datang. Setelah mendengarkan pengakuan dari kedua belah pihak, Allah berfirman untuk memberikan putusan akhir, Nerakalah tempat kamu selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain. Allah mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dalam segala hal. Sungguh, Tuhanmu Mahabijaksana yang meletakkan sesuatu pada tempatnya, menyiksa orang yang berdosa dengan keadilan-Nya, dan memasukkan orang yang bertakwa ke dalam surga dengan anugerah-Nya. Dia Maha Mengetahui siapa yang berbuat baik dan siapa yang berbuat buruk. Jika pada ayat sebelumnya diinformasikan bahwa antara jin dan manusia terdapat hubungan saling memanfaatkan, maka pada ayat ini dijelaskan hubungan antara orang-orang yang berbuat zalim. Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sesamanya, karena seseorang akan mencari teman sesama yang sejiwa dan seirama dalam hidup, atau orang yang zalim akan dikuasai oleh pelaku kezaliman lainnya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan yaitu kekafiran dan kemaksiatan.
Pada hari Kiamat nanti, seluruh umat manusia dan jin akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, lalu Allah berfirman kepada mereka untuk mencela perbuatan jin yang telah mempengaruhi manusia dan mengajak mereka kepada kesesatan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar di antara kamu. Maka apakah kamu tidak mengerti? (Yasin/36: 60-62)
Semua orang yang mengikuti ajaran jin dan setan akan dikumpulkan bersama-sama. Semua orang yang mukallaf akan dihimpun bersama para pengikutnya, baik dalam segi kebenaran maupun kejahatan. Lalu berkatalah orang-orang yang menjadi pengikut jin itu sebagai jawaban mereka kepada Allah, "Ya Tuhan kami, masing-masing di antara kami telah merasakan kenikmatan dari pihak lainnya. Jin-jin itu mendapatkan kenikmatan karena mereka telah berhasil menyesatkan kami dengan bujukan-bujukan dan mengikuti kehendak hawa nafsu, sebaliknya kamipun merasa senang mengikuti mereka dan mendengarkan bisikan-bisikan mereka. Kami merasa leluasa bergelimang kelezatan di dunia."
Dalam ayat ini, Allah memberikan petunjuk bahwa setiap manusia senantiasa didampingi setan yang berusaha untuk membujuknya dengan bisikan yang mengajaknya kepada kefasikan dan kedurhakaan kepada Allah, sehingga ia tidak menyadari, bahwa hal itu adalah tipu daya dari setan tersebut. Makhluk halus itu selalu berusaha untuk menyesatkan manusia kepada lembah kebatilan dan kejahatan, sebagaimana kuman-kuman yang selalu berusaha untuk menimbulkan bermacam-macam penyakit dalam tubuh manusia atau hewan. Kuman-kuman itu mengetahui jalannya untuk memasuki tubuh manusia atau binatang dari lubang-lubang yang halus. Demikian pula setan mengetahui jalan untuk memasuki hati manusia, sehingga manusia jatuh ke lembah kesesatan tanpa disadarinya.
Apabila ada kuman yang berhasil menyelinap ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan timbulnya penyakit, maka manusia yang lebih halus sifatnya, dapat dimasuki pengaruh makhluk-makhluk halus, yaitu jin dan setan, yang dapat menjerumuskan kepada penyakit-penyakit rohani manusia.
Orang-orang yang menjadi pengikut jin dan setan berkata, dengan penuh kesedihan dan penyesalan, "Ya Tuhan, kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami, setelah kami menerima kelezatan duniawi karena mengikuti ajakan jin dan setan dan kami telah mengakui dosa-dosa kami, maka kami berserah diri kepada-Mu untuk menerima hukuman-Mu yang seadil-adilnya."
Perkataan mereka memperlihatkan penyesalan dan keterlanjuran mereka dalam mengikuti hawa nafsu dan sekarang mereka berserah diri kepada Allah yang mengetahui segala perbuatan mereka. Dalam ayat ini tidak disebutkan bagaimana jawaban jin dan alasan setan yang membawa mereka kepada kesesatan itu, tetapi dijelaskan dalam firman Allah yang lain yang menunjukkan bahwa setan, jin dan manusia yang menjadi korban hasutan mereka saling bertikai melepas tanggungjawab dan saling mengutuk satu sama lain:
"? kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling mengingkari dan saling mengutuk; dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagimu." (al-'Ankabut/29: 25)
Sebagai jawaban atas keluhan mereka itu Allah berfirman, "Neraka itulah tempat kamu berdiam sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali Tuhan menghendaki yang lainnya." Segala sesuatu berada di bawah kehendak dan pilihan-Nya, dan tidak ada yang mengetahui kehendak-Nya selain Dia sendiri. Dialah Tuhan Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui.
Ibnu 'Abbas memahami ayat di atas, bahwa siapapun tidak patut turut campur dalam menentukan nasib seorang hamba Allah, apakah dia akan dimasukkan ke surga atau ke neraka. Semuanya berada di bawah kekuasaan dan kehendak Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 128
“Dan, (Ingatlah) akan hari, yang akan Dia himpunkan mereka sekalian."
Hari yang disuruh ingat itu ialah Hari Kiamat, yang disebut juga Mahsyar (pengumpulan) atau Hari Hisab (perhitungan). Pada waktu itu jin dan manusia sama dikumpulkan dan akan sama-sama menerima pemeriksaan dan perhitungan. Kemudian, datanglah sabda Ilahi waktu itu kepada golongan jin, “Wahai sekalian golongan jin, sesungguhnya kamu telah mendapat banyak (hasil) dari manusia." Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Kahf ayat 51, setan Iblis adalah bangsa jin maka yang dimaksud dalam ayat ini dengan memanggil jin ialah setan Iblis itu. Maka, Allah mulailah mendatangkan dakwa (tuntutan) kepada mereka bahwa kamu sekalian telah mempergunakan kesempatan yang seluas-luasnya memerdayakan manusia selama di dunia dan telah sangat banyak manusia yang terpengaruh oleh kamu. Sebagian besar dari kesesatan manusia itu berasal dari perdayaan kamu."Dan berkata pengikut-pengikut dari (kalangan) manusia, Wahai Tuhan kami, telah bersenang-senang setengah kami dengan yang setengah, dan kami telah sampai kepada ajal kami yang telah Engkau tentukan kepada kami.'"
Di ayat inilah ditunjukkan Allah pada kita betapa jawaban manusia setelah mereka pula yang ditanya oleh Allah. Tadiriya setan-jinlah yang telah diperiksa. Namun, di dalam ayat tidak dituliskan jawaban mereka. Kemudian ditanya pula manusia, bunyi pertanyaan tidak dituliskan, tetapi kita dapat memahami dari susun bunyi ayat yang ringkas, tetapi dapat dipahami. Setelah mendapat pertanyaan inilah si manusia tadi, yaitu manusia yang di kala hidupnya telah menyerahkan diri menjadi pengikut setan telah menjadikan setan menjadi walinya. Mereka menjawab pertanyaan itu dengan pengakuan atas kesalahan.
Bahwa memang tatkala hidup di dunia ini mereka telah memperturutkan segala bujuk rayu setan. Segala petunjuk jahat yang diberikan oleh setan telah mereka turuti sehingga dapatlah mereka bersenang-senang dengan jalan yang dibukakan setan itu. Akan tetapi, apa jadiriya? Berapa pun lamanya bersenang-senang menurutkan setan akhirnya ajal yang ditentukan Allah datang juga, cengkeraman maut tidak dapat dielakkan. Sekarang mau atau tidak mau datanglah masa Kiamat dan Mahsyar dan menerima pemeriksaan dari Allah.
Ayat ini sangat besar memengaruhi orang yang telah terbenam jiwanya ke dalam suasana Al-Qur'an. Karena ingat akan bunyi ayat ini maka tidak mau menerima rayuan dan bujukan setan-setan yang terdiri dari manusia dan jin agar khianat kepada pendirian, lalu mereka tinggalkan rukun Allah, hilanglah iman kepadanya, lalu bersedia menukarnya dengan
jalan yang lain. Lantaran khianatnya pada pendirian itu, dia pun mendapat kesenangan hidup, pangkat yang tinggi kemuliaan dan kemegahan. Seakan-akan, seperti cerita “Rancak di Labuah" memandang bahwa dunia ini telah dikuasainya, dan apa yang dikehendaki dan di-ingininya, semua mudah tercapai. Orang yang Mukmin memandang kesudahan dari hidup yang seperti ini. Bahwasanya kesenangan dan kemewahan dunia itu tidaklah akan lama dapat dirasai.
Pangkat bisa jatuh sebelum selesai dirasakan atau bercerailah nyawa dengan badan, sedangkan diri tenggelam dalam kesenangan. Atau, terdapatlah kesenangan di kulit, padahal batin menderita sebab kesenangan itu didapat dengan mengkhianati pendirian. Oleh sebab itu, orang Mukmin bersedia menempuh hidup susah sengsara. Susah sengsara pada lahir, tetapi batinnya merasa tenteram dan puas. Sebab, selangkah pun dia tidak surut dari pendirian dan tidak bergeser tempat tegak. Dia telah arif terlebih dulu bahwa perjuangan hidup merebut dunia ini tak ubahnya dengan melayari lautan, yang menempuh ombak badai topan limbubu dan yang kadang kala laut pun tenang. Atau sebagai keadaan di tepi pantai ada masanya pasang naik, lalu terendam kaki tempat tegak. Dan, ada kalanya pasang turun, lalu lautan surut dan pasir pantai terbentang jauh. Manusia bisa terombang-ambing oleh pergantian musim, Namun, orang Mukmin bertenang menghadapinya. Karena, hakikat dari kebenaran sendiri akan tegak dengan teguhnya, tidak dapat dikisarkan oleh perubahan angin.
Namun, orang yang memandang naik ketika pasang naik, kempis turun ketika pasang turun, guncanglah hatinya karena perubahan zaman. Dan akhir kelaknya dia pun hilang, atau menjadi sarap hanyut yang tidak ada harganya lagi atau jadi pucuk aru di lereng bukit dibawa oleh angin ke mana condongnya. Inilah orang yang tersiksa! Berfiman Dia,
“Nerakalah tempat kamu dalam keadaan kekal di dalamnya." Inilah jawaban Allah atas pengakuan mereka itu. Meskipun mereka mengaku salah, pengakuan salah pada waktu itu tidak ada perlunya lagi sebab yang akan mereka derita sekarang ini, tidak lain dari akibat mereka bersenang-senang mengambil kesempatan yang diberikan jin atau setan Iblis di masa hidup di dunia.
Mereka akan ditempatkan di neraka dan kekal selama-lamanya di dalamnya,
“Kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya Tuhan engkau adalah Mahabijaksana lagi Mengetahui."
Segala dosa yang diperbuat oleh manusia, sampai manusia melanggar perintah-perintah Allah atau tidak mau melaksanakannya ialah karena mereka telah menjadi pengikut jin atau setan Iblis. Dosa-dosa yang besar yang menjadi puncak dosa yang tertinggi sehingga tidak dapat diampuni ialah dosa mempersekutukan yang lain dengan Allah. Maka, mengiringlah dosa-dosa yang lain, baik dosa lahir atau dosa batin, yang kalau dikaji sampai mendalam, ternyata bahwa timbulnya dosa adalah karena mulai tumbuh tunas syirik di dalam hati. Dengan sadar atau tidak, orang berbuat suatu dosa besar ialah karena dia lebih mementingkan rayuan setan dan dorongan hawa nafsu sehingga perintah dan larangan Allah tidak dipedulikannya lagi. Itulah syirik!
Dengan demikian, manusia yang seperti itu dimasukkan ke dalam neraka untuk kekal di dalamnya kecuali kalau Allah menghendaki lain. Karena di dalam menentukan berapa lama orang itu akan dikekalkan dalam neraka, atau akan segera diampuni, dan segera dimasukkan ke dalam surga, semua terpulang seluruhnya kepada Allah. Sebab, Dia Mahabijaksana dan Dia pun Maha Mengetahui. Diketahui-Nya dengan sedalam-dalamnya keadaan hamba-Nya itu, tersebab apa maka dia sampai tersesat dan menjadi pengikut jin, setan, dan Iblis.
Ayat inilah salah satu ayat yang menjadi perbincangan ramai di antara ahli-ahli tafsir dan ulama-ulama yang besar-besar. Namun, satu hal telah dapat disimpulkan dari ayat ini. Bahwa, dalam hal menentukan kekal tidaknya seorang dalam neraka atau berapa lamanya dia akan diadzab adalah urusan Allah seluruhnya, dengan kebijaksanaan dan pe-ngetahuan-Nya.
Tersebutlah di dalam suatu tafsir dari Ibnu Abbas yang dirawikan oleh Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh, berkata Ibnu Abbas, “Ayat menunjukkan bahwa tidaklah pantas bagi seseorang pun akan turut memutuskan atas Allah terhadap makhluk-Nya, tidak dalam soal memasukkan mereka ke dalam neraka!"
KEKALKAH NERAKA ITU?
Ayat ini diperhubungkan pula dengan ayat 107 dan 108 dari surah Huud yang di dalam kedua ayat itu dijelaskan bahwa orang yang celaka akan dimasukkan ke dalam neraka sampai menangis dan menjerit-jerit (ayat 106). Kekal mereka di dalam selama ada langit dan bumi kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau karena Dia Mahakuasa akan berbuat apa yang Dia kehendaki. Dan, orang yang berbahagia akan kekal pula dalam surga selama ada langit dan bumi kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau, yaitu pemberian yang tidak putus-putus.
Maka, ketiga ayat ini, yaitu surah al-An'aam ayat 126 ini dan surah Huud ayat 107-108 menyebabkan timbulnya perbincangan yang ramai sekali di antara ulama-ulama, terutama mengenai karunia dan adzab Allah. Menjadi perbincangan, karena berpuluh ayat menerangkan akan adanya makhluk Allah yang akan kekal (khalidiri, khaliduuna) di dalam neraka, tidak akan keluar-keluar lagi dari dalamnya. Sampai menjadi perbincangan pula, apakah manusia-manusia yang akan dikekalkan dalam neraka semata-mata jiwanya itu hanya kejahatan belaka? Tidak ada kebaikan sedikit juga sehingga dia terus menerima adzab, tidak sedikit juga akan ada ampun? Sampai menjadi perbincangan orang tentang orang-orang kafir, tidak menerima kepercayaan pada Islam, tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad ﷺ, dan tidak percaya pada Al-Qur'an, tetapi ada jasanya yang baik ketika hidupnya, yang diakui oleh seluruh manusia, apakah orang semacam itu akan kekal selama-lamanya dalam neraka? Padahal barangkali dia tidak memeluk agama Islam itu karena dia belum mendengar keterangan yang nyata? Sampai dirembet-rembetkan orang pada urusan takdir? Apakah kepentingannya bagi Allah menakdirkan seseorang, dari bermula lahir ke dunia belum menerima keterangan sama sekali tentang keindahan Islam, sebab itu selama hidup dia tidak masuk Islam, tetapi di kala hidupnya itu dia banyak berbuat kebajikan, tetapi oleh karena dia tidak masuk Islam, dia wajib masuk neraka dan kekal selamanya di dalam neraka? Kekal selama-lamanya, tidak berujung sama sekali. Padahal, berkali-kali pula disebut di dalam Al-Qur'an bahwa Allah itu mewajibkan kepada dirinya sendiri memberikan rahmat kepada hamba-Nya, bersifat rahman dan rahim.
Di dalam ketiga ayat ini bertemulah bahan-bahan penting untuk membuka pikiran kita yang terutama sekali ialah bahwa pada ketiga ayat bertemu firman Allah, “Kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah/' Bahan pemikiran yang kedua ialah ujung ayat 128 yang tengah dibincangkan ini, yaitu bahwa Allah itu mempunyai sifat “Mahabijaksana dan Mengetahui." Dan pada ayat 107 surah Huud dikatakan pula bahwa, “Allah Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki/'
Diriwayatkan oleh Abu Nadhrah yang diterimanya dari sahabat Rasulullah ﷺ, Jabir bin Abdullah al-Anshari atau dari Abu Said al-Khudri atau dari salah seorang dari sahabat Rasulullah saw/ bahwa ketika membicarakan ayat 107 surah Huud ini, “Kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan engkau, sesungguhnya Tuhan engkau Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki." Berkata Rasulullah ﷺ, “Ayat ini telah memberikan keputusan atas Al-Qur'an, amat banyak ayat menerangkan kekal dalam neraka itu. Maka dengan ayat 107 surah Huud ini, diberi penjelasanlah apa maksud kekal itu."
Apalagi ada pula riwayat yang disampaikan orang dari Umar bin Khaththab bahwa beliau pernah berkata, “Meskipun telah menetap, penghuni neraka itu bersempit-sempit laksana pasir di dalamnya, pada suatu hari mereka keluar juga dari dalamnya." Dan lebih tegas lagi perkataan Abu Hurairah, “Akan datang suatu hari, tidak seorang juga lagi yang tinggal dalam neraka itu." Dan berkata pula Ibnu Mas'ud, “Akan datang zamannya, pintu-pintu neraka itu ternganga lebar," yang dijelaskan maksudnya oleh Ibnu Jarir, “Artinya karena tidak seorang pun di dalamnya lagi, sesudah mereka berdiam di dalamnya bersama-sama (ahqaabanDan berkata pula asy-Syu'bi (tabiin), “Jahannam itu sangat cepat penuh dan sangat cepat runtuh."
Lebih jauh, menjadi perbincangan lagi perbandirigan di antara ayat 107 dengan ayat 108 itu. Ayat 107 diujungi dengan firman Allah bahwa Dia berkuasa berbuat apa yang Dia Kehendaki. Artinya, Mahakuasa Allah mencabut orang yang aturannya dihukum kekal di neraka itu, buat memindahkannya ke surga. Bahkan, Mahakuasa pula Allah menutup atau menghancurkan neraka itu sendiri sebab tugasnya sudah habis. Kalimat fa'aalun adalah berarti sifat yang sudah sangat tinggi, tidak siapa pun yang dapat menghalanginya meskipun neraka sekekal langit dan bumi, namun Allah Mahakuasa berbuat apa yang Dia sukai. Sedangkan, langit dan bumi itu pun Dia Mahakuasa meruntuhkannya, apatah lagi menutup neraka dan menghabiskannya selama-lamanya atau memindahkan sekalian orang yang berdosa yang kekal di dalamnya itu ke dalam surga, setelah habis dibersihkan dosa-dosa mereka.
Namun ujung dari ayat 108, yaitu tentang ahli surga, lain pula. Di sana disebutkan, “Pemberianyang tidak putus-putus." Maka, dari memahami dan membandirigkan kedua ayat ini, ahli tafsir yang besar, Ibnu Jarir, mengambil kesimpulan bahwa nikmat kepada penghuni surga tidaklah akan putus-putus, bahkan lebih lama dari masa adanya langit dan bumi. Adapun pada ayat yang sebelumnya, tidaklah kita diberi ketegasan, apakah adzab ahli neraka itu diperpanjang ataupun dikurangi, tetapi keduanya itu adalah jaiz, artinya boleh saja bagi Allah.
Al-Muhaqqiq (penyelidik yang mendalam), Ibnul Qayyim al-Jauziah di dalam kitabnya, HadiJ Arwaah menyatakan pendapatnya sesudah mengaji soal ini panjang lebar dan membawakan dalil-dalil dari masing-masing pihak tentang kekal atau tidaknya manusia dalam neraka itu. Menurut kesimpulan beliau, neraka itu sendiri pun akhirnya akan ditutup. Orang akan masuk ke dalam neraka menurut kadar dosanya yang akan dibersihkan. Berapa lama masing-masing orang di dalamnya adalah seluruhnya pada ketentuan Allah ﷻ Ada orang yang kekal dalam neraka selama neraka itu masih ada. Dan ada yang diam dalam neraka itu beberapa huqub. (surah an-Naba' ayat 23). Satu huqub adalah selama 80 tahun. Maka, ada orang yang akan berdiam di neraka itu beberapa kali 80 tahun dan ada yang lainnya kurang dari itu. Kemudian neraka itu sendiri dihabiskan oleh Allah karena menurut pendapat Ibnul Qayyim sifat yang pokok dari Allah ialah rahmat, kasih, dan sayang. Jikalau Allah memberikan siksaan, sekali-kali bukanlah dari sikap kebencian atau dendam. Bahkan, kata beliau, Allah Ta'aala itu tidak berkepentingan buat menahan ham-ba-Nya meringkuk dalam neraka kekal selama-lamanya. Dan kata beliau pula, tidak ada manusia yang tidak ada kebaikan sama sekali di dalam jiwanya. Orang hanya dihukum dalam neraka menurut besar atau kecil dosanya. Dosa yang paling besar kekal dalam neraka, selama neraka itu masih ada. Setelah itu neraka ditutup, sebab keperluannya tidak ada lagi karena makhluk sudah dibersihkan dari daki dosanya dan yang selebihnya diberi ampun oleh Allah, sebab Allah itu mempunyai sifat ‘afuwun, pemberi maaf.
Sayyid Rasyid Ridha mengarang Tafsir al-Manar, menyalin seluruh pembahasan Ibnul Qayyim dalam kitab Hadil Arwaah ini ke dalam tafsir beliau Juz kedelapan dan menambah keterangan lagi bahwa banyak di antara ahli-ahli tafsir dan ulama-ulama ahli mengarangkan kitab-kitab tentang telah mengisyarakatkan uraian yang penting dari Ibnul Qayyim ini. Kemudian, kata Sayyid Rasyid Ridha, “Kita salin keterangan beliau ini, meskipun panjang karena di dalamnya tersimpan beberapa kenyataan penting dan karena suatu soal lain yang lebih mustahak pula, yaitu karena kita tahu bahwa dalam segala golongan agama ada suatu kepercayaan bahwa pemeluk agama yang akan selamat hanyalah pemeluk agama mereka saja, dan segala pemeluk agama lain itu akan celaka dan akan disiksa dengan siksaan yang kekal, abadi, tidak berhenti-henti, selama-lamanya, beribu-ribu tahun, ber-ahqab dan huqub yang bertambah lama bertambah hebat adzab siksaan itu. Orang Muslimin sendiri pun mempunyai kepercayaan yang demikian, secara taqlid, padahal mereka pula yang mengatakan bahwa Allah itu arhamur-rahimin, lebih pengasih dari sekalian orang yang pengasih. Bahkan, dikatakan pula bahwa kasih ibu pada anaknya, hanyalah sejemput pasir kecil saja dari kasih rahmat Ilahi kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, pembahasan ini patut menjadi perhatian bagi menghilangkan syubhat (keraguan jiwa), agar orang kembali pada agama Allah, tunduk pada perintah dan larangan, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan /qal-Nya yang tidak diketahui betapa kadarnya."
Dan, supaya kita jangan terlalu lama tenggelam ke dalam perselisihan ulama tentang kekal atau tidak kekalnya mereka itu, mari kita kembali ke dalam maksud yang terkandung di dalam ayat, menurut ukuran berpikir tentang kekuasaan mutlak dari Allah. Artinya, walaupun Tuhan telah memutuskan si anu akan sekian ratus tahun dalam neraka, Tuhan Mahakuasa buat mengurangi hukuman itu, lalu memindahkan mereka ke dalam surga. Sebab kasih sayang, atau sifat rahmat adalah sifat yang telah diwajibkan sendiri oleh Allah atas dirinya.
Bahkan neraka itu sendiri merupakan makhluk yang dijadikan Allah. Jikalau Allah Ta'aala Mahakuasa menciptakannya, niscaya Allah pun Mahakuasa menutup atau menghabiskannya.
Mungkin orang yang imannya masih kabur tersenyum mendengarkan hal ini lalu lebih lancang berbuat dosa karena akhirnya mereka pun akan dihapuskan juga. Namun, orang yang Mukmin tidaklah berpikir demikian. Mereka takut akan kemurkaan Allah, walaupun dia akan disiksa dalam neraka hanya satu menit saja. Sebab, memegang kawat yang mengalirkan setrum listrik satu detik, lalu membawa bahaya kematian (tidak sanggup, ?d.), betapa lagi siksaan satu menit yang disetrum oleh siksaan Allah.
Ketiga ayat ini, telah membuka hati kita buat berpikir. Dan, selalulah kita mengharapkan karunia Ilahi agar hati kita dibukakan, dijauhkan hendaknya kita dari siksa dan janganlah sampai kita terbenam lama dalam neraka. Usahkan kekal sampai neraka habis, sedangkan tersinggung bara panas di dunia ini saja sudah tak terderitakan lagi sakitnya, betapa lagi kalau masuk neraka, walaupun hanya satu menit saja.
“Tuhanku, tidak ada tempat berlindung dari murka-Mu melainkan kepada Engkau juga akan kembali."
“Dan, demikianlah akan Kami iringkan sebagian orang-orang yang zalim itu dengan sebagian, lantaran apa yang telah mereka usahakan."
(ayat 129)