Ayat

Terjemahan Per Kata
وَتَمَّتۡ
dan telah sempurna
كَلِمَتُ
beberapa kalimat
رَبِّكَ
Tuhanmu
صِدۡقٗا
dengan kebenaran
وَعَدۡلٗاۚ
dan keadilan
لَّا
tidak dapat
مُبَدِّلَ
merubah-rubah
لِكَلِمَٰتِهِۦۚ
pada kalimatNya
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
وَتَمَّتۡ
dan telah sempurna
كَلِمَتُ
beberapa kalimat
رَبِّكَ
Tuhanmu
صِدۡقٗا
dengan kebenaran
وَعَدۡلٗاۚ
dan keadilan
لَّا
tidak dapat
مُبَدِّلَ
merubah-rubah
لِكَلِمَٰتِهِۦۚ
pada kalimatNya
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
Terjemahan

Telah sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan (mengandung) kebenaran dan keadilan. Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tafsir

(Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu) yakni Al-Qur'an yang memuat hukum-hukum dan ancaman-ancaman (sebagai kalimat yang benar dan adil) menjadi tamyiz. (Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya) baik dengan menguranginya atau menggantinya (dan Dialah Maha Mendengar) terhadap apa yang dikatakan olehnya (lagi Maha Mengetahui) tentang apa yang diperbuatnya.
Tafsir Surat Al-An'am: 114-115
Maka apakah (pantas) aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (dengan penjelasan) secara terperinci? Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab Suci mengetahui (bahwa) sesungguhnya (Al-Qur’an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.
Telah sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) dengan (mengandung) kebenaran dan keadilan. Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya, "Katakanlah kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah," yaitu mereka yang menyembah selain-Nya:
“Maka apakah (pantas) aku mencari hakim selain Allah.” (Al-An'am: 114)
Yakni hakim antara aku dan kalian.
“Padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (dengan penjelasan) secara terperinci?” (Al-An'am: 114)
Maksudnya, dengan dijelaskan.
“Orang-orang yang telah Kami anugerahi Kitab Suci.” (Al-An'am: 114)
Yaitu dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
“Mereka mengetahui (bahwa) sesungguhnya (Al-Qur’an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar.” (Al-An'am: 114)
Mereka mengetahui hal ini melalui berita-berita gembira tentang kedatanganmu yang telah disampaikan dari nabi-nabi sebelumnya.
“Maka janganlah kalian termasuk orang yang ragu-ragu.” (Al-An'am: 114)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
“Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu.
Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. Sebab itu, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (Yunus: 94)
Ungkapan ini mengandung syarat, sedangkan syarat itu tidak memberikan kepastian mengenai kejadiannya. Karena itulah di dalam sebuah hadits dari Rasulullah ﷺ disebutkan bahwa beliau ﷺ bersabda: Saya tidak ragu dan tidak akan bertanya.
Ayat 115
Firman Allah ﷻ: “Telah sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) dengan (mengandung) kebenaran dan keadilan.” (Al-An'am: 115)
Qatadah mengatakan, maksudnya ialah benar dalam ucapan-Nya dan adil dalam semua keputusan-Nya, benar dalam memberitakan segala hal dan adil dalam segala tuntutan-Nya. Setiap yang diberitakan oleh-Nya adalah benar. Tiada keraguan dan kebimbangan padanya.
Semua yang diperintahkan oleh-Nya adalah hal yang adil, tidak ada keadilan selain keadilan-Nya. Dan setiap apa yang dilarang-Nya adalah salah, karena sesungguhnya Dia hanya melarang hal itu karena akan menimbulkan mafsadat (kerusakan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar.” (Al-A'raf: 157), hingga akhir ayat.
Mengenai firman Allah ﷻ: “Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya.” (Al-An'am: 115)
Artinya, tidak ada seorang pun yang dapat mengubah hukum-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
“Dan Dialah Yang Maha Mendengar.” (Al-An'am: 115)
Semua perkataan hamba-hamba-Nya.
“Lagi Maha Mengetahui.” (Al-An'am: 115)
Semua gerakan dan diamnya mereka. Dialah yang akan membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.
Pada ayat ini Allah menandaskan kesempurnaan Al-Qur'an dari segi isinya. Dan telah sempurna firman Tuhanmu, yakni Al-Qur'an, dengan benar dari segi pemberitaannya dan adil dari segi hukumnya. Dengan kata lain, ketetapan Allah dalam menolong rasul dan kaum mukmin dan menghinakan orang kafir telah bulat. Tidak ada yang dapat mengubah firman-Nya karena semua yang ada di dalam Al-Qur'an sudah benar-benar kukuh, tidak perlu ada perubahan. Inilah janji Allah untuk menjaga kemurnian Al-Qur'an. Dan Dia Maha Mendengar terhadap segala ucapan-ucapan yang menipu, Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati seperti niat dan keinginan-keinginan. Setelah menjelaskan tentang kebenaran Nabi Muhammad, Allah melarangnya untuk menghiraukan musuh-musuhnya yang tidak mau tergerak untuk mengikuti petunjuk Allah. Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini yang memilih kesesatan daripada hidayah, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka yang tidak memiliki landasan yang kuat, hanya karena mengikuti hawa nafsu belaka yang terus membuai mereka, dan mereka hanyalah membuat kebohongan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Kalimat-kalimat Al-Qur'an yang berisi kebenaran dan keadilan telah sempurna. Kalimat-kalimat itu antara lain berisi janji Allah yang akan menolong Muhammad dan pengikut-pengikutnya, sehingga memperoleh kemenangan dan kejayaan; Al-Qur'an juga mengancam orang-orang yang mencemoohkan Al-Qur'an, bahwa mereka akan dihinakan dan dibinasakan. Firman Allah:
Dan sungguh, janji Kami telah tetap bagi hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) mereka itu pasti akan mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya bala tentara Kami itulah yang pasti menang (ash-shaffat/37: 171-173)
Kalimat-kalimat itu sempurna, karena sesuai dengan fakta dan kenyataan yang bisa disaksikan dalam sejarah kemenangan nabi-nabi, dan kehancuran musuh-musuhnya tidak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah. Janji Allah tak dapat diubah dan pasti Allah akan memberikan pertolongan kepada rasul-rasul dan pengikut-pengikutnya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui segala ucapan mereka yang berkhianat dan mengetahui pula isi hati mereka dan segala dosa yang mereka perbuat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 114
“Apakah yang selain Allah yang akan aku mintakan jadi hakim? Padahal, Dialah yang menurunkan kitab kepada kamu dengan tenang?"
Wahyu ini bersifat pertanyaan dari Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemikul tugas menyampaikan wahyu Ilahi kepada makhluk. Firman Allah telah turun, kitab Allah telah di-wahyukan untuk mengatur hidup manusia. Apakah mungkin bagi seorang rasul mengganti wahyu dahi dengan zukhrufal-qauli ghururanl Kata lemak manis buatan manusia yang penuh tipu dengan daya? Untuk itukah seorang rasul akan meminta keadilan dan untuk dijadikan hakim pemutus hukum?
Apakah kitab yang telah turun dengan terang dan nyata itu hendak ditukar dengan yang lain?
Pertanyaan seperti ini bernama istifham-inkari, artinya pertanyaan yang mengandung penolakan. Tegasnya, tidak mungkin bagi seorang rasul hendak meminta yang selain dari Allah jadi hakim. Sebab, segala hukum telah diturunkan oleh Allah dengan sempurna. Hukum Allah bukanlah hukum manusia, bukan kata lemak manis penuh bisa dan tipu daya.
“Sedang orang-orang yang telah Kami beri kitab itu pun tahu bahwasanya dia diturunkan dari Tuhan engkau dengan kebenaran."
Sampai pada zaman kita sekarang pun, pemuka-pemuka ilmu pengetahuan yang disebut Orientalis, yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, dalam hati kecilnya tidak dapat membantah kebenaran bahwa yang datang kepada Nabi Muhammad ﷺ itu, atau Al-Qur'an itu, memang wahyu dari Allah. Sejak beratus-ratus tahun, beberapa universitas di Eropa, di beberapa negeri yang besar-besar, bersatu usaha dengan misi dan zendirig Kristen mempelajari rahasia Islam sampai sedalam-dalamnya dan sampai sehalus-halus dan sekecil-kecilnya. Berbagai hasil penyelidikan kajian dan ilmiah telah mereka kemukakan. Mereka berusaha dengan keras hendak membuktikan bahwasanya Al-Q.ur'an itu hanyalah karangan Nabi Muhammad ﷺ saja, bukan wahyu dari Allah. Akan tetapi, setiap waktu mereka meneruskan pengajian, meneruskan penyelidikan lebih mendalam, mengadakan Islamic Studies. Menyelidiki ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh Islam, sejak tafsirnya, ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatannya, dengan satu maksud, yaitu hendak membuktikan bahwa Islam itu “tidak sebuah juga", filsafat Islam hanya caplokan dari filsafat Yunani. Tasawuf Islam hanya duplikat tiruan dari ajaran Hindu. Tetapi, untuk menghasilkan penyelidikan itu, mereka mengarang berpuluh, bahkan beratus buku-buku. Dan, banyak di antara mereka melepaskan diri pribadi dari penipuan itu, karena tertarik oleh magnit kesaksian Islam, lalu masuk Islam.
“Maka, sekali-kali janganlah engkau Jadi dari golongan orang yang ragu-ragu."
Kepada Nabi Muhammad ﷺ diperingatkan bahwasanya kebenaran ajaran Allah itu tidaklah boleh diragukan lagi, walaupun segala macam percobaan pihak kafir untuk menimbulkan keraguan itu. Dan, bagi kita pendukung Muhammad ﷺ pun hilangkanlah keraguan, dengan memperdalam pengertian tentang Al-Qur'an itu sendiri, dan juga mempelajari dan mengatasi fitnah-fitnah buruk yang ditimpakan kepadanya oleh orang yang memusuhinya.
Kesimpulan tafsir pangkal dan ujung ayat ialah bahwa Nabi Muhammad ﷺ disuruh menegaskan pendirian bahwa peraturan yang akan dijunjung tingginya hanyalah peraturan dari Allah. Dia tidak akan menukar Hakim Mahatinggi, Allah, dengan hakim manusia. Dia telah ada pegangan. Segala peraturan yang datang dari manusia, betapa pun lemak manis bunyinya, indah berhias susun katanya, tidak lain daripada tipu daya belaka. Fatamorgana di padang tandus, gejala panas disangka air, padahal hanya pasir dan pasir belaka. Tentang kebenaran kitab Allah, wahyu Ilahi Al-Qur'an al-Karim, tidak usah diragukan lagi. Ahlul Kitab sendiri tidak juga dapat membantah kebenaran wahyu itu, walaupun mereka tidak mau mengikutinya karena dengki hatinya.
Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah ragu bahwa yang dibawa Jibril kepadanya itu benar-benar adalah wahyu. Namun, untuk penegasan pendirian, di dalam ayat ini Nabi Muhammad sudah dilarang bersikap ragu. Oleh karena itu, selama perjuangan di Mekah, berkali-kali Nabi Muhammad telah menjelaskan pendirian bahwa di dalam menegakkan kebenaran Ilahi itu dia tidak mengenal kompromi.
Apalah lagi ayat selanjutnya mempertegas lagi.
Ayat 115
“Dan, telah sempurna kalimat Tuhan engkau, dalam keadaan benar dan adil."
Tentang kebenaran wahyu Ilahi itu tidak usah diragukan lagi. Kebenaran asli dari Dia dan keadilan pun dari Dia. Tidak ada hakim lain dan hukum lain yang dapat melebihi itu. Undang-undang kebenaran dan keadilan yang diwahyukan Allah adalah untuk kepentingan umat manusia, bukan untuk mempertahankan kekuasaan Allah. Sebaliknya, undang-undang ciptaan manusia, kebenaran dan keadilan yang dikarang manusia dengan susunan kata yang dihias ialah untuk kepentingan mempertahankan kedudukan golongan yang berkuasa. Undang-undang manusia dapat saja berubah kalau zaman telah berubah, sedang syari'at Ilahi tidak dapat diubah oleh manusia. Oleh sebab itu, datanglah penegasan lagi, “Sekali-kali tidak ada pengganti dari kalimat-kalimat-Nya." Salah satu arti dari kalimat ialah perkataan atau firman. Kalimat Allah ialah firman Allah. Firman Allah tidak dapat diganti dengan perkataan lain. Sebab, ucapan yang lain adalah ucapan makhluk, sedang pengetahuan dan pengalaman makhluk adalah terbatas. Ka-limat Ilahi adalah mutlak untuk segala tempat dan segala zaman.
Di dalam menegakkan pendirian ini, sejak dari langkah pertama sudah mesti berterang-terang, tidak boleh bersembunyi. Kaum musyrikin di Mekah mungkin bersedia bekerja sama dengan Islam, asal beberapa usul mereka diterima. Segala usul pun boleh dipertimbangkan kecuali satu, yaitu bahwa ada peraturan lain selain dari peraturan Allah yang akan dijalankan. Atau ada hukum lain pengganti hukum Allah, dan mencari hakim selain Hakim Allah. Sebab itu maka datanglah penutup ayat,
“Dan, Dia adalah Maha Mendengar lagi Mengetahui."
Allah mendengar saat hamba-Nya mempercakapkan soal-soal kehidupan ini, baik keyakinan akan kebenaran firman Ilahi atau keraguan dan keluhan. Allah mendengar pertukaran pikiran umat manusia di dalam mencari kebenaran dan Allah pun mengetahui bagaimana percobaan manusia di dalam alam ini hendak menegakkan masyarakat yang damai, pemerintahan yang adil dan makmur. Dan, Allah pun mengetahui bahwa sejak dunia ini terkembang, manusia selalu berusaha mencari jalan kebenaran. Setengahnya, bertemulah mereka dengan jalan itu sebab taat kepada tuntunan Ilahi yang disampaikan oleh rasul-rasul dan nabi-nabi. Wahyu Ilahi bagi keselamatan manusia, lalu selamatlah mereka dunia dan akhirat. Dan, setengahnya lagi menempuh jalan yang sesat dan salah, jalan yang dimurkai. Maka, sengsaralah mereka dunia dan akhirat.
Karena Allah selalu mendengar dan mengetahui maka kita manusia pun haruslah berusaha supaya apa tindakan yang kita ambil di dalam hidup, sesuai kehendaknya dengan kehendak Allah dan diridhai oleh Allah. Bertemu hendaknya taufik dan hidayah Ilahi dengan rencana yang kita rencanakan. Karena, betapa pun hebatnya kemajuan hasil pendapat manusia, tetapi yang mutlak benar hanyalah apa yang ditentukan oleh Allah. Yang lainnya hanyalah keraguan dan kecenderungan belaka, tidak ada yang yakin dan tidak ada yang pasti. Teori lama dapat dijatuhkan oleh teori yang baru. Zaman feodalisme akan pindah ke dalam zaman borjuis, orang memujikan kemerdekaan pribadi (liberalisme) dan selalu menganjurkan kemerdekaan berusaha, kemerdekaan atas hak milik. Namun, kemudian setelah zaman feodal berganti dengan zaman borjuis, dan ternyata timbul kapitalisme, lalu timbul yang kaya terlalu kaya dan yang miskin terlalu miskin. Dicela dan dimaki orang lagi liberalisme yang dahulunya dipuja-puja itu.
Demikian juga dalam susunan pemerintahan. Satu waktu orang merasa tertekan karena tidak ada demokrasi dan yang ada hanya diktator, kekuasaan orang-seorang. Akhirnya orang pun berontak melawan kekuasaan orang-seorang itu, lalu diktator jatuh. Setelah diktator jatuh, timbullah demokrasi. Satu waktu orang pun merasa kecewa dengan demokrasi sebab kemerdekaan memilih dan dipilih hanya untuk orang yang kaya, tuan tanah, dan ahli-ahli pidato demagogi penipu. Akhirnya, orang mengutuki demokrasi lagi dan ingin datangnya seorang pemimpin yang kuat, yang bisa mengatasi keadaan. Akhirnya demokrasi dikurbankan dan kekuasaan diserahkan lagi ke tangan orang-seorang. Berbelit-belit, berbolak-balik bagai menghasta kain sarung.
Sedangkan suatu masyarakat yang ideal, yang merupakan cita-cita yang tinggi hanya tetap satu, yaitu bilamana manusia menyerahkan kekuasaan tertinggi kepada Allah dan taat kepada ketentuan Allah itu. Sebab, jika Allah mencipta dan menurunkan sesuatu peraturan, bukannya untuk kepentingan Allah atau untuk menjaga kekuasaan Allah, melainkan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
Namun demikian, Allah tetap mendengar dan mengetahui usaha manusia mendekati ke-benaran dan menjauhi kebatilan.
PENDIRIAN YANG TEGAS
Jika pejuang Muslim membaca ayat-ayat Al-Qur'an dan paham akan artinya, tidak dapat tidak ayat ini pasti memengaruhi sikap jiwanya.
Ayat-ayat ini tegas benar menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ harus menyatakan terus terang bahwa dia tidak akan menerima hakim lain selain Allah. Tidak menerima peraturan lain selain peraturan Allah, atau sesuatu peraturan yang disesuaikan atau yang sumbernya diambil dari hukum Allah. Ini mengenai seluruh segi kehidupan. Dia seluruhnya berpokok dari satu, yaitu kepercayaan kepada adanya Allah. Setelah mengaku tentang adanya Allah, lalu percaya akan peraturan-Nya, mengerjakan apa yang disuruh dan menghentikan atau menjauhi apa yang dilarang. Ketaatan kepada Allah adalah konsekuensi dari kepercayaan kepada Allah. Percaya saja tidak cukup. Percaya hendaklah dibuktikan dengan ketaatan sehingga tidak suatu peraturan pun yang diakui dalam dunia ini, kalau peraturan itu tidak dari Allah atau peraturan manusia yang diambil dasarnya dari apa yang diridhai oleh Allah.
Oleh karena itu, dengan sendirinya sudah terang pula kalau sekiranya kaum jahiliyyah tidak menyukai peraturan Allah. Pada zaman modern sekarang ini, pejuang-pejuang Islam yang ingin mengikuti sunnah Nabi, yang bercita-cita hendak menegakkan peraturan Allah di dalam alam ini kebanyakan dibenci oleh golongan yang tidak mengenal peraturan Allah itu. Di dalam negeri-negeri Islam sendiri, pejuang Islam dibenci dan menderita berbagai penderitaan jika dia mengemukakan keyakinan hidup, menjelaskan bahwa dia bercita-cita supaya di negerinya, peraturan dan undang-undang negeri harus diambil daripada peraturan dan undang-undang Allah.
Ayat yang selanjutnya memberikan ketegasan lagi sehingga kebimbangan pejuang Islam itu dihilangkan,
Ayat 116
“Dan, jika engkau ikut kebanyakan orang yang di bumi ini, niscaya akan mereka sesatkan engkau daripada jalan Allah."
Ayat ini menjadi peringatan kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang hidup menegakkan
… katan atau pemerintahan. Atau filsafat, setelah negara-negara Barat rakrasa bosan karena kungkungan kaum pendeta atau perkembangan pikiran manusia, terpisahlah urusan duniawi atau pemerintahan dengan urusan agama.
Oleh sebab itu, orang berusaha agar segala macam buah pikiran manusia, filsafat, teori pemerintahan dijauhkan dari agama. Dan, bagaimana dengan agama itu sendiri?
Agama pun telah dicampuri oleh teori manusia. Misalnya, dalam agama Kristen, ajaran tauhid Nabi Isa a.s. telah diberi tafsir lain oleh Paulus sehingga dari tauhid menjadi tats-Iits, atau Trinitas. Satu ditambah dua sama dengan satu. Maka, timbullah ajaran bahwa Allah itu beranak. Timbul pula ajaran bahwa Tuhan itu ada ibunya. Sama sekali, ini adalah omong kosong. Orang Kristen tiap waktu mencari tafsiran lain daripada kepercayaan mereka agar dapat diterima orang. Dan, yang datang di belakang menerima saja apa yang diwarisi dari nenek moyang dengan tidak mengadakan pemeriksaan lagi. Malahan, timbul ajaran agar agama jangan dipikirkan.
“Sesungguhnya, Tuhan engkau. Dialah Yang Lebih Tahu, siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang Lebih Tahu siapa yang mendapat petunjuk."
(ayat 117)