Ayat
Terjemahan Per Kata
كَمَثَلِ
seperti/perumpamaan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
قَرِيبٗاۖ
dekat/belum lama
ذَاقُواْ
mereka merasakan
وَبَالَ
kejahatan/akibat buruk
أَمۡرِهِمۡ
urusan/perbuatan mereka
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٞ
pedih
كَمَثَلِ
seperti/perumpamaan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
قَرِيبٗاۖ
dekat/belum lama
ذَاقُواْ
mereka merasakan
وَبَالَ
kejahatan/akibat buruk
أَمۡرِهِمۡ
urusan/perbuatan mereka
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٞ
pedih
Terjemahan
(Kaum Yahudi itu) seperti orang-orang sebelumnya (musyrik Makkah) yang belum lama berselang telah merasakan akibat buruk perbuatannya sendiri (di dunia). Mereka akan mendapatkan azab yang pedih (di akhirat).
Tafsir
Perumpamaan mereka dalam hal tidak mau beriman (seperti orang-orang yang belum lama sebelum mereka) yakni sebagaimana orang-orang musyrik yang terlibat dalam perang Badar (yang telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka) sebagai hukuman-Nya di dunia, yaitu mereka mati terbunuh dan hukuman-hukuman yang lainnya yang mereka rasakan (dan bagi mereka azab yang pedih) siksaan yang menyakitkan kelak di akhirat.
Tafsir Surat Al-Hasyr: 11-17
Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang yang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab, "Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu; dan jika kamu diperangi, pasti kami akan membantu kamu. Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tiada akan keluar bersama mereka; dan sesungguhnyajika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat pertolongan.
Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu, maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, 'Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya.
Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan perihal orang-orang munafik seperti Abdullah ibnu Ubay dan teman-temannya ketika mereka mengirimkan utusannya kepada orang-orang Bani Nadir untuk menjanjikan kepada mereka akan dukungan dan pertolongannya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab, "Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu; dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu. (Al-Hasyr: 11) Maka dijawab oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman berikutnya: Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (Al-Hasyr: 11) Yakni benar-benar pendusta dalam janji mereka. Ini dikatakan oleh mereka barangkali karena hanya sebagai basa-basi saja karena sudah sejak semula mereka berniat tidak akan memenuhinya.
Atau barangkali mereka merasa bahwa apa yang mereka katakan itu tidak mampu mereka lakukan. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya: dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tiada akan menolongnya. (Al-Hasyr: 12) Maksudnya, mereka tidak mau berperang bersama orang-orang Bani Nadir. sesungguhnya jika mereka menolongnya. (Al-Hasyr: 12) Yaitu mereka membantu orang-orang Bani Nadir dan berperang bersamanya. niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tiada akan mendapat pertolongan. (Al-Hasyr: 12) Hal ini mengandung berita gembira tersendiri (bagi kaum Muslim).
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. (Al-Hasyr: 13) Rasa takut mereka kepada kalian lebih besar daripada ketakutan mereka kepada Allah. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut lagi dari pada itu. (An-Nisa: 77) Maka dari itu, disebutkan oleh firman-Nya: Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al-Hasyr: 13) Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. (Al-Hasyr: 14) Yakni karena sifat pengecut dan penakutnya, mereka tidak mampu menghadapi pasukan kaum muslim dengan perang tanding atau berhadap-hadapan, melainkan adakalanya dari balik benteng-benteng atau di balik tembok dalam keadaan terkepung sehingga mereka terpaksa harus membela dirinya.
Kemudian disebutkan oleh firman-Nya: Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. (Al-Hasyr: 14) Yaitu permusuhan di antara sesama mereka sangat keras, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. (Al-An'am: 65) Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Kamu kira mereka itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah belah. (Al-Hasyr: 14) Yakni kamu lihat mereka seakan-akan bersatu dan rukun, padahal kenyataannya mereka bertentangan di antara sesamanya dan berpecah belah.
Menurut Ibrahim An-Nakha'i, makna yang dimaksud adalah kaum Ahli Kitab dan kaum munafik. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al-Hasyr: 14) Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: (Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (Al-Hasyr: 15) Mujahid, As-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seperti apa yang dialami oleh orang-orang Quraisy dalam Perang Badar.
Ibnu Abbas mengatakan seperti orang-orang yang sebelum mereka, yakni orang-orang Yahudi Bani Qainuqa'. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Muhammad ibnu Ishaq. Pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran karena orang-orang Yahudi Bani Qainuqa' telah diusir oleh Rasulullah ﷺ sebelum itu. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu, Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu. (Al-Hasyr: 16) Yakni perumpamaan orang-orang Yahudi yang terbujuk oleh janji pertolongan dari sebagian orang-orang munafik, dan ucapan orang-orang munafik kepada mereka, "Jika kamu diperangi, maka kami akan membantumu." Kemudian setelah peristiwanya terjadi dan dijumpai mereka telah dikepung dan diperangi, maka orang-orang munafik itu berlepas diri dari mereka dan menyerahkan mereka kepada kehancuran.
Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan setan ketika merayu manusia semoga Allah melindungi kita dari godaannya, "Kafirlah kamu." Maka tatkala manusia itu terpengaruh oleh rayuannya dan mau kafir, berlepas dirilah setan darinya dan berbalik mencelanya, lalu berkata: Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Hasyr: 16) Sehubungan dengan hal ini ada sebagian ulama yang mengetengahkan kisah yang dialami oleh sebagian ahli ibadah Bani Israil sebagai contoh dari perumpamaan dalam ayat ini, tetapi bukan berarti sebagai makna yang dimaksud semata dari misal ini, bahkan menyangkut pula berbagai misal yang serupa lainnya.
Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq; ia pernah mendengar Abdullah ibnu Nahik mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali bercerita seperti berikut: Di masa lalu pernah ada seorang rahib yang beribadah selama enam puluh tahun. Lalu setan bermaksud untuk menggodanya, tetapi tidak berhasil. Maka setan mendekati seorang wanita dan membuat wanita itu menjadi gila, sedangkan wanita itu mempunyai banyak saudara laki-laki.
Kemudian setan berkata kepada saudara-saudara lelaki perempuan itu, "Pergilah kamu kepada pendeta ini, dialah yang akan mengobatinya." Ali melanjutkan kisahnya, bahwa lalu mereka datang dengan membawa saudara perempuan mereka yang gila itu kepada si rahib. Maka si rahib mengobatinya dan merawatnya di dalam rumahnya. Dan pada suatu hari ketika si rahib sedang sendirian bersama pasiennya, tiba-tiba ia terpesona dengan kecantikannya, akhirnya ia menggaulinya hingga mengandung. Maka untuk menutupi rasa malunya ia terpaksa membunuhnya, tidak lama kemudian saudara-saudaranya datang.
Maka setan berkata kepada si rahib, "Aku adalah temanmu, kamu telah membuatku susah, akulah yang melakukan semua ini kepadamu. Maka taatilah aku, niscaya aku dapat menyelamatkanmu dari perbuatanmu itu. Sekarang bersujudlah kepadaku!" Akhirnya si rahib mau bersujud. Setelah bersujud kepada setan, maka setan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam." Ali melanjutkan, bahwa yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.(Al-Hasyr: 16) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ibrahim Al-Mas'udi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Al-A'masy, dari Imarah, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan ayat ini: (Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah kamu!" Maka tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.(Al-Hasyr: 16) Dahulu pernah ada seorang wanita penggembala ternak kambing, ia mempunyai empat saudara laki-laki, dan bila malam tiba wanita penggembala itu menginap di biara seorang rahib.
Rahib turun dari biaranya dan berbuat lacur (mesum) dengan wanita penggembala itu, yang lama-kelamaan hamil. Lalu setan mendatanginya dan berkata kepadanya, "Bunuh saja wanita ini dan langsung kamu kubur, karena sesungguhnya kamu adalah seorang lelaki yang dipercaya dan perkataanmu didengar." Akhirnya si rahib membunuh wanita itu, lalu mengebumikannya. Di lain waktu setan mendatangi semua saudara lelaki wanita itu dalam mimpinya dan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya si rahib penunggu biara itu telah berbuat mesum dengan saudara perempuanmu; dan setelah saudara perempuanmu hamil, si rahib itu membunuhnya dan menguburnya di tempat anu." Pada keesokan harinya seseorang dari mereka mengatakan, "Demi Allah, tadi malam aku bermimpi sesuatu yang saya sendiri tidak tahu apakah aku harus menceritakannya kepada kalian ataukah tidak." Mereka menjawab, "Tidak, bahkan kamu harus menceritakannya kepada kami." Lalu ia menceritakan mimpinya itu kepada mereka.
Yang lain berkata, "Demi Allah, aku pun telah bermimpi sama dengan itu." Yang lainnya lagi berkata, "Aku pun bermimpi sama dengan itu." Mereka berkata, "Demi Allah, ini adalah sesuatu yang tiada lain pasti kejadiannya." Lalu mereka berangkat dan bersiap-siap untuk mengadukan perkara si rahib itu kepada raja mereka. Mereka mendatangi rahib itu dan menurunkannya dari biaranya, lalu membawanya pergi.
Di tengah jalan, setan menemui rahib itu dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya akulah yang menjerumuskan dirimu ke dalam perkara ini, dan tidak ada yang dapat menyelamatkan dirimu dari perkara ini selain aku. Maka sekarang bersujudlah kamu kepadaku sekali saja, aku akan menyelamatkan dirimu dari kesulitanmu ini." Akhirnya si rahib itu mau bersujud kepadanya. Setelah mereka mendatangkan rahib itu kepada raja mereka, setan berlepas diri darinya.
Akhirnya si rahib ditangkap, lalu dihukum mati. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tawus, dan Muqatil ibnu Hayyan. Dan menurut riwayat yang terkenal di kalangan banyak ulama, rahib ini bernama Barsisa; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kisah ini berbeda dengan kisah Juraij si ahli ibadah, karena Juraij dituduh oleh seorang wanita yang mengakui bahwa dirinya dihamili oleh Juraij, dan bahwa kandungannya adalah hasil hubungannya dengan Juraij.
Kemudian kasusnya dilaporkan kepada penguasa setempat, maka Juraij dipecat dan diturunkan dari biara tempat ibadahnya, sedangkan biaranya dirusak. Juraij hanya dapat berkata, "Mengapa kalian ini?" Mereka berkata, "Wahai musuh Allah, engkau telah berbuat mesum dengan wanita ini!" Juraij menjawab, "Bersabarlah kalian." Kemudian ia mengambil bayi wanita itu yang masih merah, lalu bertanya kepadanya, "Wahai bayi, siapakah sebenarnya ayahmu?" Maka dengan serta merta bayi yang masih merah itu menjawab, "Ayahku adalah penggembala." Wanita itu telah menyerahkan dirinya kepada si penggembala, akhirnya dari hasil hubungannya ia mengandung (lalu melemparkan tuduhannya kepada si Juraij).
Ketika Bani Israil menyaksikan kebenaran ini, maka mereka semuanya menghormati Juraij dengan penghormatan yang berlebihan. Dan mereka mengatakan, "Kami akan membangun kembali biaramu dari emas." Juraij menjawab, "Jangan, tetapi kembalikanlah seperti semula, yaitu dengan tanah liat." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Hasyr: 17) Yakni akibat perkara dari yang memerintahkan kepada kekafiran dan yang melakukannya serta tempat kembali keduanya adalah neraka Jahanam, keduanya kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. (Al-Hasyr: 17) Yaitu balasan yang diterima oleh tiap-tiap orang yang zalim."
Pada awal surah ini dijelaskan bahwa Bani Qainuqa' diusir dari Madinah pada hari Sabtu bulan Syawal, 20 bulan setelah Nabi hijrah, karena mengkhianati perjanjian damai, menganiaya dan membunuh kaum muslim serta mengganggu keamanan kota Madinah. Melalui ayat ini Allah menjelaskan nasib Bani Nadir di Madinah seperti nasib orang-orang yang sebelum mereka, Bani Qainuqa', diusir dari Madinah karena merencanakan pembunuhan Rasulullah. Peristiwa ini terjadi belum lama berselang, tidak lama setelah Perang Badar. Rasulullah mengepung benteng tempat mereka bersembunyi; menebang pohon kurma yang berada di dekat benteng dan membakarnya sehingga mereka terpaksa keluar dari benteng tersebut dan diusir dari Madinah. Dengan demikian, mereka telah merasakan akibat buruk perbuatan mereka mengkhianati perjanjian damai disebabkan perbuatan mereka sendiri, merencanakan pembunuhan Rasulullah. Dan di akhirat, mereka akan mendapat azab yang pedih, kekal selama-lamanya di dalam neraka. 16. Bujukan orang-orang munafik kepada Bani Nadir untuk bekerja sama melawan kaum muslim dan berjanji akan menolong Bani Nadir, jika diserang dan diusir seperti bujukan setan ketika ia berkata kepada manusia dengan meyakinkan, 'Kafirlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya!' Kemudian ketika manusia itu mengikuti bujukan setan menjadi kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, ia, setan itu, berkata kepada orang-orang yang sudah berhasil dijerumuskan, 'Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, kamu sendiri yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan kamu di hadapan Allah di akhirat, karena sesungguhnya aku sendiri sebenarnya takut kepada Allah, terutama saat diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah, Tuhan seluruh alam. '.
Allah menerangkan bahwa keadaan orang-orang Yahudi Bani Nadhir itu sama halnya dengan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa' yang juga berdomisili di sekitar kota Medinah. Karena tindakan Bani Qainuqa' serupa dengan tindakan Bani Nadhir, maka mereka diperangi oleh Rasulullah ﷺ pada hari Sabtu bulan Syawal, 20 bulan setelah Nabi hijrah. Akhirnya mereka diusir dari Medinah ke suatu tempat bernama Adhri'at di negeri Syam. Bani Qainuqa' telah merasakan akibat buruk dari perbuatan mereka. Jarak waktu antara kedua kejadian itu tidak lama, hanya dua tahun. Jadi peristiwa Bani Nadhir terjadi pada tahun keempat hijrah.
Semestinya peristiwa pengusiran Bani Qainuqa' menjadi pelajaran bagi Bani Nadhir ketika mengadakan hubungan dengan kaum Muslimin di Medinah. Seandainya mereka melaksanakan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian damai yang telah mereka tetapkan bersama Rasulullah saw, mereka akan hidup damai dan tenteram di bawah pemerintahan Rasulullah ﷺ Tetapi mereka melanggar perjanjian damai itu, sehingga mereka mengalami nasib yang sama dengan Bani Qainuqa'.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kaum Muslimin diperintahkan bersikap baik kepada orang-orang yang bukan Islam, selama orang-orang yang bukan Islam itu bersikap baik kepada mereka. Sikap baik itu adalah cermin dari keinginan hati, kemudian terwujud dalam perbuatan dan tindakan, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Keinginan hati itu terbaca pula pada air muka seseorang dalam pergaulannya. Seandainya orang-orang yang bukan Muslim tidak bersikap baik, seperti yang dilakukan Bani Qainuqa' dan Bani Nadhir, adalah wajar apabila kaum Muslimin melakukan tindakan yang setimpal untuk mengimbangi tindakan-tindakan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEBOHONGAN KAUM MUNAFIK
“Apakah tidak engkau perhatikan orang-orang munafik itu." Suatu ajakan kepada Rasulullah agar beliau memerhatikan budi rendah dan perbuatan hina dari mereka yang mengaku hendak membela Bani Nadhir yang tengah terdesak itu. Yang paling terkemuka ialah Abdullah bin Ubay bin Salul, Abdullah bin Nabtal, dan Rifa'ah bin Zaid. Ditambahkan pula Rafi'ah bin Tabut dan Aus bin Qaishiy; semua orang ini adalah pemuka-pemuka munafik, yang pada lahir mengaku jadi Anshar, padahal dalam gerak langkahnya mereka itu selalu bersekongkol dalam tiap gerakan me-nentang Rasulullah ﷺ.
“Yang mereka berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir, dari Ahlul Kitab itu." Disebutkan di sini bahwa kaum kafir Yahudi Bani Nadhir yang tengah terancam itu mereka anggap sebagai saudara, sebab hati mereka lebih dekat dengan mereka itu, jauh dari orang Islam. Dikatakanlah bahwa kafir-kafir itulah saudara mereka, saudara sepaham atau saudara di dalam bersekongkol menentang Rasul. Perkataan mereka ialah, “Sesungguhnya jika kamu diusir" oleh Muhammad dari negeri Madinah ini, “Niscaya kami akan keluar bersama kamu." Dengan berkata demikian mereka hendak menunjukkan setia kawan kepada kawan sepaham.
“Dan kami tidak akan patuh kepada seorang pun selamanya untuk menyusahkan kamu." Artinya walaupun Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu memaksa kami supaya turut benci kepada kamu, turut mengusir dan memusuhi kamu, namun kami tidak akan mematuhi perintah Muhammad itu. Kami akan selalu setia membela kamu. “Dan kalau kamu diperangi orang, pasti kami akan membantu kamu." Itulah janji yang mereka berikan kepada Yahudi Bani Nadhir itu. Dijelaskan oleh Allah, bahwa janji mereka itu adalah janji bohong semua. “Dan Allah menyaksikan bahwa mereka itu adalah pembohong semua." (ujung ayat 11)
“Sungguh jika mereka itu diusir." Yaitu jika Bani Nadhir itu diusir dari Madinah. “Tidaklah orang-orang itu akan keluar bersama mereka," Mereka tidak akan mau keluar dari Madinah. Mereka tidak akan dapat meninggalkan harta benda dan rumah tangga mereka. “Dan sungguh jika mereka diperangi tidaklah orang-orang itu akan menolong mereka." Sebab tidaklah mereka mempunyai persiapan buat melakukan peperangan. Orang-orang seperti demikian tidaklah mempunyai suatu pendirian hidup yang teguh, yang akan sanggup mereka memperjuangkannya dengan kesanggupan mengorbankan nyawa mereka. “Dan sesungguhnya jika orang-orang itu menolong mereka, niscaya orang-orang itu akan berpaling lari ke belakang." Artinya, dimisalkan benar-benar mereka mempunyai keberanian buat tampil ke muka menolong Bani Nadhir yang tengah terdesak terkepung itu, maka keberanian mereka hanyalah sementara saja. Yaitu sebelum mereka melihat tentara-tentara Islam yang gagah perkasa di bawah komando Nabi ﷺ itu dengan mata kepala mereka. Kalau telah mereka lihat, akan timbullah takut mereka, sehingga mereka akan lari kocar-kacir. “Kemudian itu tidaklah mereka akan tertolong" (ujung ayat 12)
“Sesungguhnya kamu lebih sangat ditakuti dalam hati mereka daripada Allah sendiri." Mereka tidak berani menghadapi kenyataan, bahkan kalau berhadapan dengan orang yang beriman mereka jadi ngeri. Orang yang beriman sejati, naluri rasa takutnya telah dihimpunkannya hanya kepada Allah saja. Sebab itu orang yang beriman tidak takut sengsara, tidak takut mati, tidak takut berhadapan dengan siapa saja. Sebab takutnya yang sejati hanya kepada Allah saja. Sedang orang munafik akan lari terbirit-birit dari maut atau dari orang yang dianggapnya akan membawakannya maut. Dia tidak dapat bertawakal dan berserah diri kepada Allah, karena dalam hati kecilnya telah terasa bahwa dia bersalah kepada Allah. “Demikian itu ialah karena sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak mengerti." (ujung ayat 13)
“Tidaklah mereka akan memenangi kamu dalam keadaan bersatu-padu." Padahal syarat utama dari suatu kemenangan perang ialah persatupaduan di bawah satu komando. Yahudi Bani Nadhir sendiri tidak mempunyai lagi seorang pemimpin yang akan mengomandokan mereka jadi satu sejak Ka'ab bin al-Asyraf mati dibunuh oleh seorang Muslim, saudara sepersusuannya sendiri, Muhammad bin Maslamah. Abdullah bin Ubay hanya sanggup membantu kalau Bani Nadhir sendiri kukuh persatuannya. Tidaklah mereka berani berhadapan dengan kaum Muslimin yang sebaliknya dari mereka, yaitu bersatu padu, “Kecuali di dalam kampung-kampung yang dibentengi atau dari belakang dinding-dinding." Mereka hanya ingin bertahan di dalam perkampungan yang dipagari benteng-benteng. Atau membidik dari belakang dinding-dinding. Mereka tidak akan berani berjuang keluar dari pertahanan itu buat berduel, berkelahi berhadap-hadapan dengan pahlawan-pahlawan Islam itu.
“Permusuhan di antara sesama mereka sangat hebat." Artinya bahwa di antara sesama mereka tidak pulalah sama paham sehingga mereka tidak bisa sepakat dalam mengambil satu tindakan. “Engkau sangka mereka bersatu, padahal hati mereka berpecah-belah." Sebanyak kepala, sebanyak pikiran. Karena orang yang tegak di atas yang batil itu berbeda pendapat mereka, berbeda kesaksian mereka, dan berbeda pula keinginan-keinginan mereka. Mereka hanya bersatu dalam satu hal saja, yaitu memusuhi kebenaran. “Yang demikian itu ialah karena mereka itu adalah kaum yang tidak berakal." (ujung ayat 14) Artinya tidak mempergunakan akal yang sehat. Memusuhi kebenaran adalah melawan kepada akal sehat yang ada dalam diri mereka sendiri.
“Seumpama orang-orang yang sebelum mereka belum lama ini." Ibnu Abbas memberikan keterangan bahwa yang dimaksud untuk dijadikan perumpamaan pada yang belum lama berselang telah terjadi ialah pada Yahudi yang lain, yaitu Bani Qainuqa. “Telah mereka derita akibat buruk perbuatan mereka." Yaitu bahwa mereka pun diusir habis pula, wajib segera meninggalkan Madinah dan pergi ke tempat lain karena perbuatan mereka yang sangat melanggar kesopanan.
Sesudah kaum Muslimin mencapai kemenangan gemilang dalam Peperangan Badar, Yahudi-Yahudi itu tidaklah menunjukkan turut bergembira, malahan menunjukkan muka masam karena dengki. Pada suatu hari seorang perempuan Islam masuk ke dalam pasar Bani Qainuqa hendak menjual barang perhiasan, lalu dia menumpang duduk pada suatu kedai tukang sepuh. Lalu berkumpullah ke sekeliling perempuan itu beberapa orang pemuda Yahudi hendak mengganggunya. Ada yang menarik selendang perempuan itu, namun dia berkeras mempertahankan selendangnya. Lalu si tukang sepuh itu sendiri menarik ujung bajunya dari belakang, sehingga terbukalah aurat dan punggungnya, ketika perempuan itu mencoba berdiri. Melihat hal yang demikian semua Yahudi yang mengerumuninya itu tertawa riuh rendah. Perempuan itu memekik minta tolong! Sedang di sana ada seorang Muslim. Dia terkejut mendengar pekik perempuan itu dan segeralah dia ke sana. Perempuan itu lalu mengadukan halnya, bahwa ujung kainnya ditarik oleh si Yahudi tukang sepuh sehingga auratnya terbuka. Sangatlah tersinggung perasaan Muslim, sahabat Nabi ﷺ itu mendengar pengaduan perempuan itu, lalu dicelanya perbuatan tukang sepuh yang sangat kurang ajar itu. Tetapi si tukang sepuh menantang berkelahi. Tidak pelak lagi, si Muslim menyentak jambiahnya, lalu ditikamnya si tukang sepuh itu dan mati!
Melihat kawannya mati maka pemuda-pemuda Yahudi yang berkerumun itu segera menyerang si Muslim dan mengeroyoknya bersama-sama, sehingga dia pun tewas pula karena mempertahankan kehormatan saudaranya sesama Muslim, perempuan yang lemah. Kejadian ini sangat menggegerkan sehingga mulailah tampak gejala akan terjadi peperangan di antara kaum Muslimin dengan Yahudi Bani Qainuqa. Kejadian ini pada pertengahan bulan Syawwal tahun kedua Hijriyah, sekitar sebulan saja sesudah Peperangan Badar. (Perang Badar pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah). Nabi memerintahkan mengepung perbentengan Bani Qainuqa itu sampai lima belas hari lamanya. Rupanya mereka pun tidak dapat bertahan lama, sehingga menyerah. Maka datanglah Abdullah bin Ubay membela mereka, sehingga akhirnya Nabi, mengambil keputusan mengusir mereka dari Madinah, keluar buat selama-lamanya; mereka terdiri dari kira-kira empat ratus orang bersama keluarga. Mereka pindah ke suatu negeri di Syam bernama Adzri'aat. Dan tidak beberapa tahun pindah ke sana, banyak mereka mati dan punah. “Dan bagi mereka adalah adzab yang pedih." (ujung ayat 15)
“Laksana setan, ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah!'" Perbuatan Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya menyuruh Bani Nadhir bertahan adalah laksana perbuatan setan membujuk manusia supaya kafir, durhaka kepada Allah. “Maka tatkala orang itu telah kafir," selanjutnya, “Setan itu pun berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari engkau.'" Aku tidak turut campur lagi. “Sesungguhnya aku amat takut kepada Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam." (ujung ayat 16) Dalam saat yang demikian niscaya orang yang tertipu itu, di sini ialah Bani Nadhir merasa diri telah terpojok dan terpaksa menyerah. Abdullah bin Ubay angkat bahu berlepas diri, laksana setan!
“Maka adalah akibat untuk keduanya." Yakni si setan yang menipu dan si manusia yang tertipu, atau Abdullah bin Ubay dan Bani Nadhir, “Bahwa keduanya masuk neraka, kekal keduanya di dalamnya." Karena sama-sama mendurhaka kepada Allah dan perbuatan pelanggaran terhadap aturan Allah. “Dan demikianlah ganjaran bagi orang-orang yang zalim." (ujung ayat 17)