Ayat

Terjemahan Per Kata
ءَأَشۡفَقۡتُمۡ
apakah kamu takut
أَن
bahwa
تُقَدِّمُواْ
mendahulukan
بَيۡنَ
diantara
يَدَيۡ
hadapan (sebelum)
نَجۡوَىٰكُمۡ
pembicaraan rahasiamu
صَدَقَٰتٖۚ
bersedekah
فَإِذۡ
maka jika
لَمۡ
tidak
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
وَتَابَ
dan menerima taubat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
فَأَقِيمُواْ
maka dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَءَاتُواْ
dan tunaikan
ٱلزَّكَوٰةَ
zakat
وَأَطِيعُواْ
dan taatlah
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥۚ
dan rasul-Nya
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan/terhadap apa-apa
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
ءَأَشۡفَقۡتُمۡ
apakah kamu takut
أَن
bahwa
تُقَدِّمُواْ
mendahulukan
بَيۡنَ
diantara
يَدَيۡ
hadapan (sebelum)
نَجۡوَىٰكُمۡ
pembicaraan rahasiamu
صَدَقَٰتٖۚ
bersedekah
فَإِذۡ
maka jika
لَمۡ
tidak
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
وَتَابَ
dan menerima taubat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
فَأَقِيمُواْ
maka dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَءَاتُواْ
dan tunaikan
ٱلزَّكَوٰةَ
zakat
وَأَطِيعُواْ
dan taatlah
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥۚ
dan rasul-Nya
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan/terhadap apa-apa
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
Terjemahan

Apakah kamu takut (menjadi miskin) jika mengeluarkan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan rahasia dengan Rasul? Jika kamu tidak melakukannya dan Allah mengampunimu, tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Tafsir

(Apakah kalian takut) dapat dibaca tahqiq dan tashil, artinya merasa takut dari (karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan rasul) karena takut menjadi miskin. (Maka jika kalian tiada memperbuatnya) artinya tidak memberikan sedekah (dan Allah telah memberi tobat kepada kalian) maksudnya Dia telah membebaskan kalian dari sedekah itu (maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya) yakni terus-meneruslah kalian melakukan hal-hal tersebut (dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).
Tafsir Surat Al-Mujadilah: 12-13
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan RasulNya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa apabila seseorang dari mereka hendak melakukan pembicaraan khusus dengan Rasulullah ﷺ , hendaklah ia terlebih dahulu mengeluarkan sedekah sebelumnya untuk membersihkan dan menyucikan dirinya serta mempersiapkan diri agar menjadi orang yang layak untuk mendapat perhatian khusus. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih. (Al-Mujadilah: 12) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan). (Al-Mujadilah: 12) Yaitu terkecuali orang yang tidak mampu bersedekah karena ia miskin. maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12) Maka tiada yang diperintahkan untuk itu kecuali hanya orang yang mampu melakukannya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13) Yakni apakah kamu takut bila hukum ini tetap diberlakukan atas kamu, yaitu wajib mengeluarkan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 13) Maka di-mansukh-lah kewajiban hal tersebut atas mereka dengan turunnya ayat ini.
Menurut suatu pendapat, sebelum ayat di atas di-mansukh tiada seorang pun yang mengamalkannya selain Ali ibnu Abu Talib Dia menyedekahkan satu dinar, lalu mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi ﷺ Ali menanyakan kepada Nabi ﷺ tentang sepuluh perkara, setelah itu diturunkanlah ayat rukhsah. Al-Laits ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan bahwa ada suatu ayat di dalam Al-Qur'an, tiada seorang pun yang mengamalkannya sebelumku dan tiada seorang pun yang mengamalkannya sesudahku. Dahulu saya pernah mempunyai uang satu dinar, lalu aku tukar dengan sepuluh dirham. Maka apabila aku ingin berbicara secara khusus dengan Rasulullah ﷺ , kusedekahkan satu dirham sebelumnya, lalu ayat ini di-mansukh, dan tiada seorang pun yang mengamalkannya sebelumku, dan tidak akan ada seorang pun yang mengamalkannya sesudahku. Kemudian Ali membaca firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Usman ibnul Mugirah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ali ibnu Alqamah Al-Anmari, dari Ali yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda, "Bagaimanakah pendapatmu dengan satu dinar?" Ali menjawab, "Mereka tidak akan mampu." Nabi ﷺ bersabda, "Kalau setengah dinar?" Ali menjawab, "Mereka tidak akan mampu." Nabi ﷺ bersabda, "Jadi, berapakah menurutmu?" Ali menjawab, "Emas seberat biji sawi."Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya kamu benar-benar kikir." Ali berkata, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13) Ali mengatakan bahwa karena berkat akulah maka umat ini diberi keringanan oleh Allah. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Waki', dari Yahya ibnu Adam, dari Ubaidillah Al-Asyja'i, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Usman ibnul Mugirah As-Saqafi, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ali ibnu Alqamah Al-Anmari, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12), hingga akhir ayat.
Maka Nabi ﷺ bertanya kepadaku, "Bagaimana pendapatmu dengan satu dinar?" Ali menjawab, "Mereka tidak akan mampu sebanyak itu," lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadits di atas. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini. Kemudian Imam At-Tirmidzi berkata, bahwa makna sya'irah ialah emas seberat biji sawi. Abu Ya'la meriwayatkan hadits ini dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Adam dengan sanad yang sama.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) sampai dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12) Bahwa dahulu kaum muslim apabila hendak mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi ﷺ , terlebih dahulu mereka mengeluarkan sedekah. Tetapi setelah turun ayat mengenai zakat, maka otomatis ayat ini di-mansukh.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) Demikian itu karena kaum muslim banyak bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang berbagai masalah sehingga hal tersebut memberatkan beliau. Maka Allah berkehendak untuk memberikan keringanan kepada NabiNya; untuk itu diturunkan-Nyalah ayat ini, dan setelah itu kebanyakan kaum muslim menjadi takut dan menahan diri untuk tidak banyak bertanya. Sesudah itu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (Al-Mujadilah: 13) Maka Allah subhanahu wa ta’ala memberikan keluasan kepada mereka dan tidak menyempitkan mereka.
Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) Ayat ini di-mansukh oleh firman selanjutnya, yaitu: Apakah kamu takut (akan menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? (Al-Mujadilah: 13), hingga akhir ayat. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa banyak orang yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ sehingga menghujani beliau ﷺ dengan pertanyaan-pertanyaan yang banyak; maka Allah menghentikan mereka dengan ayat ini. Dan tersebutlah bahwa apabila seseorang dari mereka mempunyai suatu keperluan dengan Nabi ﷺ , maka dia masih belum dapat menunaikannya sebelum mengeluarkan sedekah. Hal ini dirasakan memberatkan mereka, maka Allah menurunkan kemurahan sesudah itu melalui firman-Nya: jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mujadilah: 12) Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. (Al-Mujadilah: 12) Bahwa ayat ini telah di-mansukh, masa berlakunya hanyalah sesaat dari siang hari setelah penurunannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Mujahid, bahwa Ali telah mengatakan, "Tiada seorang pun yang mengamalkan ayat ini selain aku, lalu segera di-mansukh" Menurutku Ali mengatakan pula bahwa tiadalah ayat ini berlaku, melainkan hanya sesaat dari siang hari."
Melalui ayat ini Allah memberi dispensasi kebolehan menghadap Rasulullah tanpa bersedekah terlebih dahulu. Allah berfirman, 'Apakah kamu takut menjadi miskin karena kamu memberikan sedekah sebelum melakukan pembicaraan khusus dengan Rasul' Jika kamu tidak mampu melakukannya, yakni bersedekah kepada fakir miskin sebelum berjumpa dengan Nabi dan Allah telah memberi ampun kepadamu karena kamu beristigfar dan benar-benar tidak mampu bersedekah, kamu diberikan dispensasi untuk berjumpa dengan beliau tanpa bersedekah terlebih dahulu kepada fakir miskin, maka sebagai kompensasinya, laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Karena salat menyempurnakan ketaatan kepada Allah dan menjauhkan kamu dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan zakat menyucikan jiwa dan harta kamu. Dan Allah Mahateliti terhadap niat, cara dan tujuan dari apa yang kamu kerjakan, baik persoalan dunia maupun akhirat. ' 14. Pada ayat sebelumnya diterangkan kebiasaan orang-orang beriman yang akan menghadap Rasulullah, yaitu bersedekah kepada kaum duafa sebelum menghadap Nabi. Pada ayat ini diterangkan kebiasaan orang-orang munafik yang menyembunyikan kekafiran dalam memperlakukan Nabi dan larangan berteman akrab dengan orang-orang yang memusuhi Islam. Apakah engkau Muhammad, tidak memperhatikan orang-orang munafik di Madinah yang secara lisan menyatakan beriman kepada engkau, tetapi faktanya mereka adalah orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang telah dimurkai Allah, yaitu kaum Yahudi di Madinah, sebagai sahabat' Orang-orang munafik itu bukan dari kaum kamu, yakni orang-orang beriman yang benar sebagaimana pengakuan mereka. Orang-orang munafik mengaku beriman untuk mengambil hati orang-orang beriman saja; dan bukan dari kaum mereka, golongan Yahudi yang benar. Mereka mengaku Yahudi untuk memperoleh perlindungan dari Yahudi. Dan mereka, orang-orang munafik itu tidak segan-segan bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal sumpah mereka itu atas kebohongan, yakni bersumpah beriman, padahal tidak beriman; sedangkan mereka, orang-orang munafik itu, mengetahui kebohongan-nya.
Menurut riwayat Ibnu Abi hatim dari thalhah dari Ibnu 'Abbas dikatakan bahwa setelah turun ayat ke 12 di atas, maka kebanyakan orang menahan dirinya bertanya kepada Rasulullah karena keharusan membayar sedekah. Oleh karena itu, turunlah ayat ini sebagai teguran kepada orang-orang yang tidak mau bertanya kepada Rasulullah ﷺ karena adanya keharusan membayar sedekah.
Ayat ini menegur orang-orang yang menahan dirinya untuk tidak menemui Rasulullah karena adanya keharusan membayar sedekah lebih dahulu. Dalam ayat ini dinyatakan, "Apakah kamu tidak datang menghadap Rasulullah ﷺ karena takut miskin lantaran keharusan membayar sedekah lebih dahulu, padahal kamu sangat memerlukan penjelasan dan keterangannya?"
Allah lalu memberikan keringanan kepada orang-orang itu dengan me-nasakh ayat 12 dengan ayat 13, terutama dengan menyatakan, "Seandainya kamu sekalian benar-benar tidak sanggup melaksanakan anjuran untuk bersedekah sebelum menghadap Rasulullah saw, maka kamu sekalian boleh menghadap untuk menanyakan sesuatu yang diperlukan penjelasannya, tanpa memberi sedekah lebih dahulu. Laksanakanlah apa yang telah diterangkan ini dengan sebaik-baiknya."
Kemudian Allah mengingatkan kewajiban lainnya bagi kaum Muslimin yang harus dilaksanakan, yaitu agar mereka mendirikan salat terus-menerus menurut waktu yang telah ditentukan, jangan sekali-kali meninggalkannya walau dalam keadaan bagaimanapun. Salat sangat besar faedahnya bagi manusia, yaitu untuk menyempurnakan penghambaan diri kepada Allah, dan memurnikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada-Nya, tidak kepada yang lain. Salat itu dapat menghilangkan dan mengikis keinginan-keinginan untuk mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.
Kaum Muslimin juga diperintahkan untuk mengeluarkan zakat jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Zakat itu bertujuan untuk menyucikan jiwa, menghilangkan sifat-sifat kikir yang ada dalam hati, dan membantu penderitaan orang miskin. Kemudian ditegaskan agar kaum Muslimin menaati perintah-perintah Allah dan rasul-Nya dan menghentikan segala yang dilarang-Nya.
Pada akhir ayat ini, Allah memperingatkan manusia agar selalu berhati-hati terhadap semua perbuatan dan keinginan hatinya. Sebab, Allah mengetahui semuanya, tidak ada yang luput dari pengetahuan-Nya. Berdasarkan pengetahuan-Nya itu, Dia memberi balasan yang setimpal kepada setiap manusia. Allah berfirman:
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (az-Zalzalah/99: 7-8)
Dan Firman Allah:
(Yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (an-Najm/53: 38-41).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SOPAN SANTUN (ETIKET) DALAM MAJELIS
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepada kamu berlapang-lapanglah pada majelis-majelis, maka lapangkanlah." Asal mulanya duduk bersama mengelilingi Nabi karena hendak mendengar ajaran-ajaran dan hikmah yang akan beliau keluarkan. Tentu ada yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu kelihatan telah sempit. Karena di waktu itu orang duduk bersama di atas tanah, belum memakai kursi seperti sekarang. Niscaya karena sempitnya itu, orang yang datang kemudian tidak lagi mendapat tempat, lalu dianjurkanlah oleh Rasul agar yang duduk terlebih dahulu melapangkan tempat bagi yang datang kemudian. Sebab pada hakikatnya tempat itu belumlah sesempit apa yang kita sangka. Masih ada tempat lowong, masih ada tempat untuk yang datang kemudian. Sebab itu hendaklah yang telah duduk lebih dahulu melapangkan tempat bagi mereka yang datang itu. Karena yang sempit itu bukan tempat, melainkan hati.
“Niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu." Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya. Tepat sebagaimana bunyi pepatah yang terkenal, “Duduk sendiri bersempit-sempit, duduk banyak berlapang-lapang." Kalau hati sudah lapang, pikiran pun lega, akal pun terbuka dan rezeki yang halal pun dapat didatangkan Allah dengan lancar.
“Dan jika dikatakan kepada kamu, ‘Berdirilah!' Maka berdirilah!" Maksud dari kata-kata ini adalah dua.
Pertama, jika disuruh orang kamu berdiri untuk memberikan tempat kepada yang lain yang lebih patut duduk di tempat yang kamu duduki itu, segeralah berdiri!
Kedua, yaitu jika disuruh berdiri karena kamu sudah lama duduk, supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan diberi peluang pula, maka segeralah kamu berdiri! Kalau sudah ada saran menyuruh berdiri, janganlah “berat ekor" seakan-akan terpaku pinggulmu di tempat itu, dengan tidak hendak memberi kesempatan kepada orang lain.
Menurut suatu riwayat Rasulullah ﷺ duduk di ruang Shuffah, yaitu ruang tempat berkumpul dan tempat tinggal dari sahabat-sahabat Nabi yang tidak mempunyai rumah tangga. Tempat itu agak sempit, dan sahabat-sahabat dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul. Beberapa orang sahabat yang turut dalam Peperangan Badar telah ada hadir dan kemudian datang pula yang lain. Mana yang datang mengucapkan salam kepada Rasulullah ﷺ dan kepada orang-orang yang hadir lebih dahulu. Salam mereka dijawab orang yang telah hadir, tetapi mereka tidak bergeser dari tempat duduk mereka sehingga orang-orang yang baru datang itu terpaksa berdiri terus. Melihat hal itu Rasulullah merasakan kurang senang, terutama karena di antara yang baru datang itu adalah sahabat-sahabat yang mendapat penghargaan istimewa dari Allah karena mereka turut dalam Peperangan Badar.
Akhirnya bersabdalah Rasulullah ﷺ kepada sahabat-sahabat yang bukan ahli-ahli Badar, “Hai Fulan, berdirilah engkau! Hai Fulan, engkau berdiri pulalah!" Lalu beliau suruh duduk ahli-ahli Badar yang masih berdiri itu. Tetapi yang disuruh berdiri itu ada yang wajahnya terbayang rasa kurang senang atas hal yang demikian, dan orang munafik yang turut hadir mulailah membisikkan celaan atas yang demikian seraya berkata, “Itu perbuatan yang tidak adil, demi Allah!" Padahal ada orang dari semula telah duduk karena ingin mendekat dan mendengar, tiba-tiba dia disuruh berdiri dan tempatnya disuruh duduki kepada yang baru datang. Melihat yang demikian bersabdalah Rasulullah ﷺ,“Dirahmati Allah seseorang yang melapangkan tempat buat saudaranya." (HR Ibnu Abi Hatim) Inilah sebab turun ayat itu.
Ayat ini menunjukkan bahwa apabila seseorang berlapang hati kepada sesama hamba Allah dalam memasuki serba aneka pintu kebajikan dan dengan kesenangan pikiran, niscaya Allah akan melapangkan pula baginya pintu-pintu kebajikan di dunia dan di akhirat. Sebab itu tidaklah selayaknya membatasi ayat ini hanya sekadar melapangkan tempat duduk dalam suatu majelis, bahkan luaslah yang dimaksud oleh ayat ini, yaitu segala usaha bagaimana agar suatu kebajikan dan kemanfaatan sampai kepada sesama Muslim, bagaimana supaya hatinya jadi senang.
“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." Sambungan ayat ini pun mengandung dua tafsir.
Pertama, jika seseorang disuruh melapangkan majelis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekalipun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah iman dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya.
Kedua, memang ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi daripada orang kebanyakan, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya. Setiap hari pun dapat kita melihat pada raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si Fulan ini orang beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata.
“Dan Allah, dengan apa pun yang kamu kerjakan, adalah Maha Mengetahui." (ujung ayat 11) Ujung ayat ini ada pada ajaran ini. Pokok hidup utama dan pertama adalah iman, dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak disertai atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya itu dapat mem-bahayakan, bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak mengadakan pembicaraan tersendiri dengan Rasul hendaklah kamu dahulukan mengeluarkan sedekah sebelum pembicaraan itu." Kelapangan hati Rasulullah ﷺ menghadapi umatnya yang berbagai ragam di waktu itu, menyebabkan ada-ada saja soal yang hendak dibicarakan dengan beliau. Banyak sekali yang minta berbicara berdua saja! Mereka meminta nasihat khusus. Mereka meminta penyelesaian urusan rumah tangga. Orang lain tidak boleh mendengar, sebab ini rahasia. Tetapi kadang-kadang yang meminta berbicara secara khusus itu terlalu banyak, sehingga sangat menghabiskan waktu. Maka datanglah peraturan, yaitu barangsiapa yang ingin hendak berurusan istimewa dengan Rasul, hendak meminta pertemuan berdua saja, mestilah terlebih dahulu mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin.
“Demikian itulah yang lebih baik bagi kamu dan lebih bersih." Sebabnya ialah:
Pertama, dengan adanya pembayaran sedekah kepada fakir miskin terlebih dahulu sebelum berjumpa dengan beliau, maka menemui beliau itu tidak dipermudah-mudahkan lagi.
Kedua, karena tiap ada pertemuan rahasia seseorang dengan Rasul, si fakir miskin mendapat rezeki.
Ketiga, sejak ada pembayaran itu orang sudah berpikir-pikir lebih dahulu akan bertemu dengan Nabi. Kalau tidak perlu benar, tidak usah bertemu lagi.
Keempat, terlebih-lebih orang kaya yang bakhil selama ini, sudah terpaksa, mau tidak mau keluar uang lebih dahulu untuk fakir miskin.
“Tetapi jika tidak kamu dapati." Karena kamu miskin, tidak ada harta yang akan diberikan kepada fakir miskin itu sebab kamu sendiri pun terhitung orang miskin, “Maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." (ujung ayat 12) Ini adalah keringanan yang diberikan bagi yang sama sekali tidak mampu. Mereka dikecualikan.
“Apakah takut kamu mendahulukan sedekah sebelum pertemuan itu?" Arti takut di sini ialah takut kalau-kalau perintah Allah ini tidak terpenuhi karena memang tidak ada yang akan diberikan. Sesudah ayat 12 turun hanya ada seorang saja yang sempat melakukan perintah Allah itu, yaitu Ali bin Abi Thalib, ditukarkannya uang dinarnya jadi sepuluh dirham. Maksudnya ialah tiap-tiap akan menemui Rasulullah hendak diberikannya satu dirham kepada fakir miskin.
“Maka jika tidak kamu kerjakan, dan Allah pun memberi tobat kepada kamu, maka dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya." Dengan tambahan firman Allah yang demikian, dijelaskan lagi bahwa memberikan sedekah kepada fakir miskin sebelum menemui Rasul bersendirian, tidaklah termasuk sedekah wajib, melainkan anjuran saja. Tidak kamu bayar pun tidak apa! Asal kamu tetap mengerjakan shalat, terutama shalat berjamaah lima waktu, saat itu kamu dapat beramai-ramai menemui Nabi dan mengerumuni beliau. Dan dengan membayar zakat, keluarlah harta benda orang kaya untuk yang miskin dan itulah sedekah yang wajib. “Dan Allah Maha Tahu dengan apa yang kamu kerjakan." (ujung ayat 13)
Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa ayat 12 dinasikhkan oleh ayat 13. Bahkan ujung ayat 12 itu pun telah jadi penasikh dari pangkalnya. Dikatakan bahwa hanya Ali bin Abi Thalib saja yang menjadi orang pertama dan terakhir yang sanggup mengamalkan ayat itu sepenuhnya. Setelah itu tidak ada orang yang melakukan lagi. Tetapi Abu Muslim al-Isbahani, ahli tafsir terkenal yang kadang-kadang mengeluarkan pendapat tersendiri dari jumhur, punya pendapat yang layak diperhatikan dengan saksama. Beliau ini berkata, tidak terdapat nasikh-mansukh dalam ayat ini. Tidak terdapat pangkal ayat dinasikhkan dengan ujung ayat. Beliau berpendapat bahwa anjuran bersedekah itu tetap ada, untuk siapa yang sanggup. Yang tidak sanggup, tidak diberati. Gunanya ialah untuk menguji pembedaan orang yang Mukmin sejati dengan orang munafik. Dengan susunan ayat yang sangat halus ini berubahlah cara mereka terhadap Rasul, kalau tidak sangat penting, tidaklah ada lagi yang meminta waktu untuk berbicara empat mata dengan Nabi.