Ayat
Terjemahan Per Kata
أَفَبِهَٰذَا
maka apakah dengan ini
ٱلۡحَدِيثِ
pembicaraan
أَنتُم
kamu
مُّدۡهِنُونَ
berpaling/menganggap remeh
أَفَبِهَٰذَا
maka apakah dengan ini
ٱلۡحَدِيثِ
pembicaraan
أَنتُم
kamu
مُّدۡهِنُونَ
berpaling/menganggap remeh
Terjemahan
Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al-Qur’an)
Tafsir
(Maka apakah terhadap firman ini) Al-Qur'an ini (kalian menganggapnya remeh?) meremehkan dan mendustakannya.
Tafsir Surat Al-Waqi'ah: 75-82
Maka aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini? Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). Juwaibir telah meriwayatkan dari Adh-Dhahhak, bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak sekali-kali bersumpah dengan menyebut nama sesuatu dari makhluk-Nya, melainkan hal ini hanyalah sebagai pembukaan belaka yang digunakan oleh-Nya untuk membuka kalam-Nya.
Tetapi pendapat ini lemah, dan yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa ungkapan ini memang sumpah dari Allah subhanahu wa ta’ala Dia bersumpah dengan menyebut nama apa pun yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya, yang hal ini menunjukkan kebesaran dari nama makhluk yang disebu.t-Nya. Kemudian sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa huruf la di sini merupakan zaidah. Maka makna yang dimaksud ialah "Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Sa'id ibnu Jubair, dan yang menjadi objek sumpah ialah firman-Nya: sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia. (Al-Waqi'ah: 77) Ulama lainnya mengatakan bahwa la di sini bukanlah zaidah yang tidak bermakna, bahkan ia didatangkan pada permulaan qasam (sumpah), apabila objek sumpahnya dinafikan, seperti perkataan Siti Aisyah .Tidak, demi Allah, tangan Rasulullah ﷺ sama sekali belum pernah menyentuh tangan wanita lain." Maka demikian pula halnya di sini, yang berarti bentuk lengkapnya ialah "Tidak, Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang, duduk perkaranya tidaklah seperti dugaan mereka terhadap Al-Qur'an, bahwa Al-Qur'an itu sihir atau tenung, bahkan Al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia." Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama bahasa Arab mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah. (Al-Waqi'ah: 75) Bahwa urusan ini tidaklah seperti apa yang kalian katakan, kemudian sesudah itu dimulai lagi sumpah, lalu diucapkan Aku bersumpah.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: tempat beredarnya bintang-bintang. (Al-Waqi'ah: 75) Menurut Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah angsuran turunnya Al-Qur'an, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan sekaligus di malam Lailatul Qadar dari langit yang tertinggi ke langit yang paling dekat, kemudian baru diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur selama bertahun-tahun. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat ini.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari sisi Allah yaitu Lauh Mahfuz kepada para malaikat pencatat yang mulia di langit yang terdekat. Lalu para malaikat juru tulis menyampaikannya kepada Malaikat Jibril secara berangsur-angsur dalam dua puluh malam, lalu Malaikat Jibril menurunkannya kepada Muhammad ﷺ secara berangsur-angsur pula selama dua puluh tahun. Hal inilah yang dimaksud olah firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan penurunan Al-Qur'an secara berangsur-angsur. (Al-Waqi'ah: 75) Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, As-Suddi, dan Abu Hirzah.
Mujahid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan mawaqi'in nujum ialah tempat beredarnya bintang-bintang di langit. Dikatakan bahwa mawaqi' ialah tempat terbitnya bintang-bintang. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Al-Hasan, dan inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Diriwayatkan dari Qatadah bahwa makna yang dimaksud ialah tempat beredarnya bintang-bintang. Diriwayatkan pula dari Al-Hasan, bahwa makna yang dimaksud ialah berhamburannya bintang-bintang kelak di hari kiamat.
Adh-Dhahhak telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. (Al-Waqi'ah: 75) Yakni bintang-bintang yang dikatakan oleh orang-orang Jahiliah apabila mereka diberi hujan, mereka mengatakan, "Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Al-Waqi'ah: 76) Sesungguhnya sumpah yang Aku katakan ini benar-benar sumpah yang besar. Seandainya kalian mengetahui kebesarannya, tentulah kalian memuliakan apa yang disebutkan di dalamnya.
sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia. (Al-Waqi'ah:77) Artinya, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ benar-benar kitab yang besar. pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz). (Al-Waqi'ah: 78) Yaitu dimuliakan tersimpan di dalam kitab yang dimuliakan lagi terpelihara dan diagungkan, yaitu Lauh Mahfuz. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah:79) Yakni Kitab yang ada di langit. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yaitu para malaikat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Anas, Mujahid. Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Adh-Dhahhak, Abusy Sya'sa, Jabir ibnu Zaid. Abu Nuhaik, As-Suddi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami IbnuSaur, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yakni tidak ada yang menyentuhnya di sisi Allah kecuali hamba-hamba yang disucikan.
Adapun di dunia, maka sesungguhnya Al-Qur'an itu dapat dipegang oleh orang Majusi yang najis dan orang munafik yang kotor. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebutkan mayamassuhii illal mutahharun, memakai ma. Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Bukan kamu orang-orang yang berdosa. Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang-orang Quraisy mempunyai dugaan bahwa Al-Qur'an ini diturunkan oleh setan.
Maka Allah menerangkan bahwa Al-Qur'an ini tidak dapat disentuh kecuali oleh hamba-hamba yang disucikan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Al-Qur'an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur'an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur'an itu. (Asy-Syu'ara: 210-212) Pendapat ini cukup baik dan tidak menyimpang dari pendapat-pendapat yang sebelumnya.
Al-Farra mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dapat merasakan makna dan manfaat Al-Qur'an kecuali orang-orang yang beriman kepadanya. Ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (Al-Waqi'ah: 79) Yakni yang suci dari jinabah dan hadas. Mereka mengatakan bahwa lafal ayat merupakan kalimat berita, tetapi makna yang dimaksud ialah perintah. Dan mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Qur'an adalah mushaf, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ telah melarang bepergian membawa Al-Qur'an ke negeri musuh karena dikhawatirkan Al-Qur'an itu dirampas oleh musuh.
Dan mereka menguatkan pendapatnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta'-nya dari Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm sehubungan dengan surat yang dikirim oleh Rasulullah ﷺ ditujukan kepada Amr ibnu Hazm, bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Abu Dawud telah meriwayatkan di dalam himpunan hadits-hadits mursal-nya melalui Az-Zuhri yang mengatakan bahwa aku telah membaca lembaran yang ada pada Abdu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci.
Ini merupakan alasan yang baik, telah dibaca oleh Az-Zuhri dan lain-lainnya, dan hal yang semisal dengan pendapat ini dianjurkan untuk dipakai. Ad-Daruqutni telah mengisnadkannya dari Amr ibnu Hazm dan Abdullah ibnu Amr serta Usman ibnu Abul ‘Ashim, tetapi dalam sanad masing-masing dari keduanya perlu diteliti kembali; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Waqi'ah: 80) Artinya, Al-Qur'an ini diturunkan dari Allah Tuhan semesta alam, dan bukanlah seperti apa yang disangka oleh mereka bahwa Al-Qur'an adalah sihir, atau tenung atau syair, bahkan Al-Qur'an itu benar yang tiada keraguan padanya, dan tiadalah di baliknya perkara hak yang bermanfaat.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini? (Al-Waqi'ah:81) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mudhinun artinya mendustakan dan tidak membenarkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak, Abu Hirzah, dan As-Suddi. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya,"'Mudhinun," yakni berdiplomasi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan). (Al-Waqi'ah: 82) Yakni terima kasihmu ialah dengan mendustakan. Dengan kata lain, dapat disebutkan air susu dibalas dengan air tuba.
Telah diriwayatkan pula dari Ali dan Ibnu Abbas, bahwa keduanya membaca ayat ini dengan bacaan berikut: "Dan kamu ungkapkan rasa syukur kalian dengan mendustakan," seperti yang akan dijelaskan kemudian. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Al-Haisam ibnu Addi, bahwa menurut dialek kabilah Azd Syanu-ah bila disebutkan Razaqa Fulanun artinya si Fulan bersyukur. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abdul Ala, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan).(Al-Waqi'ah: 82), maksudnya, kamu membalas rezeki yang Allah berikan dengan mendustakan-Nya; kamu katakan, "Kami telah diberi hujan oleh bintang anu dan oleh bintang anu.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Mukhawwil ibnu Ibrahim An-Nahdi dan Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnul Musanna, dari Ubaidillah ibnu Musa dan dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Yahya ibnu Abu Bukair, ketiga-tiganya dari Israil dengan sanad yang semisal secara marfu'. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Ahmad ibnu Mani', dari Husain ibnu Muhammad Al-Marwazi dengan sanad yang sama.
Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkannya dari Abdul A' la dan tidak me-rafa'-kannya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali suatu kaum diberi hujan melainkan pada pagi harinya sebagian dari mereka ada yang kafir; mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu.
Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Sanad atsar ini shahih sampai kepada Ibnu Abbas. Malik telah meriwayatkan di dalam kitab Muwatta', dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Zaid ibnu Khalid Al-Juhani yang mengatakan bahwa kami shalat Subuh bersama Rasulullah ﷺ di Hudaibiyah, seusai turun hujan di malam harinya. Setelah selesai, beliau membalikkan tubuhnya menghadap kepada kami (para makmum), lalu bertanya, "Tahukah kalian, apakah yang dikatakan oleh Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda: Allah berfirman, "Di pagi hari ini ada sebagian hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan sebagian lainnya kafir.
Adapun orang yang mengatakan, 'Kami diberi hujan berkat karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan, 'Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu, maka dia adalah orang yang kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang-bintang. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini dan juga Abu Dawud dan An-Nasai semuanya melalui hadits Malik dengan sanad yang sama.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Muradi dan Amr ibnu Sawad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, bahwa Abu Yunus pernah menceritakan hadits berikut dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Tidak sekali-kali Allah menurunkan dari langit suatu berkah (hujan). melainkan pada pagi harinya ada segolongan manusia yang mengingkarinya. Hujan diturunkan dan mereka mengatakan bahwa itu berkat adanya bintang anu dan bintang anu. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini secara tunggal melalui jalur ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim ibnul Haris At-Taimi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar mencurahkan nikmat kepada suatu kaum di pagi hari atau di petang hari, tetapi seusai itu kaum yang kafir (ingkar) kepada nikmat itu mengatakan bahwa kami telah diberi hujan oleh bintang anu dan bintang anu. Muhammad ibnu Ibrahim mengatakan bahwa lalu ia menuturkan hadits ini kepada Sa'id ibnul Musayyab, maka ia menjawab bahwa kami pun telah mendengarnya dari Abu Hurairah.
Telah menceritakan pula kepadaku seseorang yang menyaksikan Umar ibnul Khattab melakukan istisqa, ketika ia membaca doa istisqa, ia berpaling ke arah Al-Abbas, lalu bertanya, "Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah, berapa lama lagikah kemunculan bintang surayya?" Para ulama mengatakan bahwa mereka menduga bahwa bintang surayya itu melintang di ufuk langit sesudah kejatuhannya selama tujuh hari. Kelanjutan atsar di atas menyebutkan bahwa belum lagi tujuh hari berlalu, mereka diberi hujan. Pertanyaan yang diajukan oleh Umar ini mengandung pengertian menanyakan kebiasaan waktu munculnya bintang tersebut yang biasanya dibarengi dengan turunnya hujan sebagai Sunnatullah.
Tetapi bukan berarti bahwa bintang itulah yang menyebabkan turunnya hujan, karena keyakinan seperti ini jelas dilarang. Dan dalam pembahasan yang terdahulu telah dikemukakan sesuatu hal yang menyangkut hadits-hadits ini dalam tafsir firman Allah subhanahu wa ta’ala: Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. (Fathir: 2) - "! Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail ibnu Umayyah menurut keyakinanku atau lainnya, bahwa Rasulullah ﷺ mendengar seorang lelaki yang baru mendapat hujan di kalangan kaumnya mengatakan, "Kami diberi hujan oleh gugusan bintang Asad (Leo)." Maka Nabi ﷺ bersabda menyangkalnya: Kamu dusta, bahkan hujan itu adalah rezeki dari Allah.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Saleh As-Sirari, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Muhammad ibnu Abdul Malik Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Tidaklah suatu kaum diberi hujan di malam harinya melainkan pada pagi harinya kaum itu mengingkarinya. Kemudian Nabi ﷺ membaca firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Seseorang dari mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu. Menurut hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Seandainya manusia mengalami paceklik selama tujuh tahun, lalu diberi hujan, tentulah mereka mengatakan bahwa kami diberi hujan oleh bintang mujadda'.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 82) Yakni ucapan mereka tentang bintang-bintang itu. Mereka mengatakan.Kami diberi hujan oleh bintang anu dan bintang anu." Maka demikian pula dijawab, "Katakanlah oleh kalian bahwa hujan itu adalah dari sisi Allah dan rezeki dari-Nya." Hal yang'sama dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Qatadah mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seburuk-buruk apa yang diambil oleh suatu kaum buat diri mereka sendiri ialah tidaklah mereka diberi rezeki berupa Kitabullah, melainkan hanya mendustakannya.
Makna yang dimaksud dari ucapan Al-Hasan ini ialah dan kalian jadikan bagian kalian dari Kitabullah ialah dengan mendustakannya. Karena itulah dalam ayat sebelumnya disebutkan: Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini? Kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). (Al-Waqi'ah: 81-82)"
81-82. Bila kamu mengetahui bahwa Al-Qur'an berasal dari Allah, maka apakah kamu masih menganggap remeh berita tentang wahyu-Nya ini' Masihkah kamu berani menjadikan rezeki yang kamu terima dari Allah justru untuk mendustakan ajaran dan mengingkari kekuasaan-Nya'81-82. Bila kamu mengetahui bahwa Al-Qur'an berasal dari Allah, maka apakah kamu masih menganggap remeh berita tentang wahyu-Nya ini' Masihkah kamu berani menjadikan rezeki yang kamu terima dari Allah justru untuk mendustakan ajaran dan mengingkari kekuasaan-Nya'.
Allah mencela orang-orang yang meremehkan Al-Qur'an, yang memandangnya sebagai ucapan manusia biasa, mereka juga mencemoohkan orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur'an dan tidak membelanya bila ada orang-orang yang menghinanya. Selanjutnya Allah ﷻ mencela orang yang tidak mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan yang dikaruniakan kepada mereka, malahan nikmat-nikmat tersebut mereka sambut dengan mendustakannya. Dalam ayat yang lain yang sama maksudnya Allah berfirman:
Dan salat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. (al-Anfal/8: 35).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.