Ayat
Terjemahan Per Kata
نَحۡنُ
Kami
جَعَلۡنَٰهَا
Kami menjadikannya
تَذۡكِرَةٗ
peringatan/pengajaran
وَمَتَٰعٗا
dan kesenangan/bahan yang berguna
لِّلۡمُقۡوِينَ
bagi orang-orang yang musafir
نَحۡنُ
Kami
جَعَلۡنَٰهَا
Kami menjadikannya
تَذۡكِرَةٗ
peringatan/pengajaran
وَمَتَٰعٗا
dan kesenangan/bahan yang berguna
لِّلۡمُقۡوِينَ
bagi orang-orang yang musafir
Terjemahan
Kami menjadikannya (api itu) sebagai peringatan dan manfaat bagi para musafir.
Tafsir
(Kami menjadikan api itu untuk peringatan) yakni mengingatkan tentang neraka Jahanam (dan sebagai bekal) dalam perjalanan (bagi orang-orang yang mengadakan perjalanan) diambil dari lafal Aqwal Qaumu, yakni kaum itu kini berada di padang pasir yang tandus, tiada tumbuh-tumbuhan dan air padanya.
Tafsir Surat Al-Waqi'ah: 63-74
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya7 Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang. (Sambil berkata).Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki, niscya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan kayu).
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami menjadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? (Al-Waqi'ah: 63) Yaitu mencangkul tanah, membajaknya, dan menaburkan benih padanya. Singkatnya, bertani atau bercocok tanam. Kamukah yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64) Yakni kaliankah yang menumbuhkannya dari tanah? ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64) Tidak, bahkan Kamilah yang menetapkannya di tempatnya dan Kamilah yang menumbuhkannya di dalam tanah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Walid Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abu Muslim Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Jangan sekali-kali kamu katakan, 'aku telah menanam, tetapi katakanlah, 'aku telah bertani. Abu Hurairah memberikan komentarnya, bahwa tidakkah engkau mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan: Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 63-64) Al-Bazzar telah meriwayatkan hadits ini dari Muhammad ibnu Abdur Rahim, dari Muslim Al-Jurmi dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari ‘Atha’, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan, ''Jangan kamu katakan, 'Kami telah bertanam.' Tetapi katakanlah, 'Kami telah bertani'." Telah diriwayatkan pula dari Hajar Al-Madari, bahwa ia membaca firman-Nya:Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya. (Al-Waqi'ah: 63-64) dan ayat-ayat lainnya yang semakna.
Lalu ia mengatakan, "Tidak, Engkaulah yang melakukan semuanya, ya Tuhanku." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni Kamilah yang menumbuhkannya dengan belas kasihan dan rahmat Kami, dan Kami membiarkannya tumbuh untuk kalian sebagai rahmat dari Kami buat kalian; dan sekiranya Kami menghendaki, bisa saja Kami jadikan ia kering sebelum masa kemasakan dan musim panennya.
maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya: . (sambil berkata), "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. (Al-Waqi'ah: 66-67) Yaitu sekiranya Kami jadikan apa yang kamu tanam itu kering, tentulah kamu merasa heran dan tercengang serta berkata macam-macam. Adakalanya kamu mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian." Menurut Mujahid dan Ikrimah disebutkan, "Sesungguhnya kami benar-benar terlalu optimis dengan harapan kami." Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar tersiksa." Dan adakalanya kalian mengatakan, "Bahkan kami menjadi orang yang tidak menghasilkan apa-apa." Mujahid mengatakan pula, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian lagi terhempas ke dalam keburukan," yakni nasib kita sedang mengalami kesialan.
Demikian pula yang dikatakan oleh Qatadah, yakni harta kita telah lenyap dan kita tidak mendapat hasil apa pun. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa, yakni tidak beruntung. Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni merasa heran terhadap kenyataan yang ada.
Mujahid mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqiah: 65) Yaitu merasa terkejut dan sedih terhadap musibah yang menimpa tanam-tanaman kalian. Pengertian ini senada dengan pendapat yang pertama yaitu merasa heran dengan penyebab yang menimbulkan musibah pada harta mereka. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqiah: 65) Maksudnya, saling mencela.
Al-Hasan, Qatadah, dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni kalian merasa menyesal, yang adakalanya menyesali biaya yang telah kalian keluarkan, atau menyesali dosa-dosa yang pernah kalian kerjakan. Imam Kisa'i mengatakan bahwa tafakkaha termasuk lafal yang mempunyai dua arti yang satu sama lainnya bertentangan. Orang-orang Arab mengatakan, "Tafakkahtu" artinya aku senang, dan tafakkahtu bisa juga diartikan aku sedih.
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan. (Al-Waqi'ah: 68-69) Yang dimaksud dengan al-muzn ialah awan, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. ataukah Kami yang menurunkannya? (Al-Waqiah: 69) Yakni bahkan Kamilah yang menurunkannya. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin. (Al-Waqi'ah: 70) Maksudnya, menjadi asin lagi pahit, tidak layak untuk diminum dan tidak layak untuk pengairan tanaman.
maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Waqi'ah: 70) Yakni mengapa kalian tidak mensyukuri nikmat Allah kepada kalian karena Dia telah menurunkannya kepada kalian tawar dan enak diminum? untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An-Nahl: 10-11) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Murrah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Jabir, dari Abu Ja'far, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau apabila usai dari minumnya membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami minum air yang tawar lagi menyegarkan berkat rahmat-Nya, dan tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami.
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan. (Al-Waqi'ah:71) Yaitu dengan menggosok-gosokkan kayu yang kamu ambil dari dahan pohon sebagai pemantik api hingga kalian dapat mengeluarkan api. Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kami yang menjadikannya? (Al-Waqi'ah: 72) Yakni bahkan Kamilah yang menjadikannya mengandung api; bagi orang Arab di masa lampau ada dua jenis kayu untuk keperluan ini, yaitu kayu Al-Marakh dan kayu Al-'Ifar.
Apabila dari masing-masing ranting keduanya diambil satu batang yang masih hijau, lalu satu dengan yang lainnya digosokkan, maka dari gesekan keduanya keluarlah percikan api. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kami menjadikan api itu untuk peringatan. (Al-Waqi'ah: 73) Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah untuk mengingatkan manusia akan api yang maha besar, yaitu api neraka. Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Wahai kaumku, api kalian ini yang kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam.
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sebagian kecil darinya saja sudah mencukupi." Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya (pada mulanya) api itu dicelup sebanyak dua kali di laut agar dapat dimanfaatkan oleh manusia dan manusia dapat mendekat kepadanya. Hadits yang di-mursal-kan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Untuk itu ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari api neraka Jahanam, lalu dicelup ke dalam laut sebanyak dua kali.
Seandainya tidak dicelup terlebih dahulu, niscaya Allah tidak menjadikan manfaat pada api itu bagi seorang pun. Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Api yang digunakan oleh anak Adam merupakan sepertujuh puluh bagian dari api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu sudah mencukupi?" Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya api neraka Jahanam itu mempunyai kelebihan atas api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini melalui Malik, dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abuz Zanad.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadits Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan lafal yang sama, dan menurut lafal yang lain disebutkan seperti berikut: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya api neraka Jahanam itu melebihi api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya, yang masing-masing bagian panasnya sama. [] Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Isa Al-Qazzaz, dari Malik, dari pamannya (yaitu Abu Sahl), dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tahukah kamu, seperti apakah perumpamaan neraka Jahanam itu dibandingkan dengan api kalian ini? Sesungguhnya api neraka itu jauh lebih hitam (panas) daripada api kalian sebanyak tujuh puluh kali lipatnya.
Ad-Diya Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Mus'ab, dari Malik tanpa me-rafa'-kannya. Riwayat ini menurut hemat saya dengan syarat shahih. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahhak, dan An-Nadr ibnu Arabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muqwin ialah Musafirin, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka (orang Arab), uAqwatud dara," artinya aku tinggalkan rumah, yakni bila dia bepergian dan meninggalkan keluarganya. Menurut ulama lainnya, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kata al-muqwi dalam ayat ini artinya orang yang lapar.
Al-Laits ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Yakni bagi orang yang ada di tempat dan orang yang musafir untuk memasak makanan yang diperlukan memakai api memasaknya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sufyan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Mujahid. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Muqwin," yakni bagi siapa saja yang memanfaatkannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. dan tafsir ini bersifat lebih umum daripada tafsir lainnya. Karena sesungguhnya baik orang yang ada di tempat maupun orang yang sedang musafir, baik yang kaya maupun yang miskin, semuanya memerlukan api untuk keperluan memasak, berdiang, dan penerangan serta keperluan lainnya yang cukup banyak. Kemudian termasuk belas kasihan Allah subhanahu wa ta’ala kepada makhluk-Nya yaitu Dia telah menyimpan api dalam batu-batu pemantik dan besi murni hingga seorang yang musafir dapat membawanya di dalam barang bawaannya dan dapat dikantongi pada kantong bajunya.
Apabila suatu waktu dia memerlukannya di dalam rumahnya, maka ia tinggal mengeluarkan alat tersebut (pemantik api), lalu menyalakannya dan menggunakannya untuk keperluan masak, berdiang, dan memanggang daging serta menjadikannya sebagai penerangan dan dapat pula digunakan untuk keperluan lainnya. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini secara khusus, yaitu orang-orang yang musafir, sekalipun maknanya bersifat umum mencakup semua orang, baik yang berada di tempat maupun yang berada dalam perjalanannya, mengingat orang musafir lebih memerlukannya.
Pengertian ini telah ditunjukkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud melalui Abu Khaddasy alias Hibban ibnu Zaid Asy-Syar ubi Asy-Syami, dari seorang Muhajirin berasal dari kabilah Qarn, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Orang-orang muslim itu bersekutu dalam tiga perkara, yaitu api, penggembalaan, dan air. Ibnu Majah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ada tiga perkara yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, penggembalaan, dan api. Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula melalui hadits Ibnu Abbas secara marfu' dengan lafal yang semisal, tetapi ada tambahannya, yaitu 'dan harganya'.
Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat Abdullah ibnu Khaddasy ibnu Hausyab. Dia orangnya dha’if hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar. (Al-Waqi'ah: 74) Yakni yang dengan kekuasaan-Nya Dia telah menciptakan segala sesuatu yang beraneka ragam lagi kontradiksi. Air yang tawar, enak diminum, lagi sejuk menyegarkan; seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia menjadikannya berasa asin lagi pahit, tak enak diminum seperti halnya air laut.
Dan Dia menciptakan api yang panasnya membakar, lalu Dia menjadikan hal tersebut maslahat bagi hamba-hamba-Nya dan manfaat bagi kehidupan duniawi mereka, yang sekaligus mengandung peringatan bagi mereka di hari kemudian, yaitu hari mereka dikembalikan kepada-Nya."
71-74. Bila kamu sudah memahami siapa yang menurunkan air, maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan dari kayu bakar' Kamukah yang menumbuhkan pohon penghasil kayu bakar itu ataukah Kami yang menumbuhkannya' Ketahuilah, Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan bakar yang berguna bagi musafir di padang pasir. Dengan anugerah ini, maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar. '71-74. Bila kamu sudah memahami siapa yang menurunkan air, maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan dari kayu bakar' Kamukah yang menumbuhkan pohon penghasil kayu bakar itu ataukah Kami yang menumbuhkannya' Ketahuilah, Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan bakar yang berguna bagi musafir di padang pasir. Dengan anugerah ini, maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar. '.
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan tentang nikmat yang hampir dilupakan manusia. Ungkapan tersebut berbentuk pertanyaan untuk dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, apakah manusia mengetahui pentingnya fungsi api? Cara membuat api yang dilakukan pada zaman purba adalah dengan cara menggosokgosokkan dua batang kayu, hingga menyala, atau dengan cara menggoreskan baja di atas batu, sehingga memercikkan api dan ditampung percikan tersebut pada kawul (semacam kapuk berwarna kehitam-hitaman yang melekat pada pelepah aren) tersebut, yang kemudian dapat dipergunakan untuk menyalakan api di dapur guna memasak berbagai masakan yang akan dihidangkan untuk dinikmati oleh manusia, atau api yang dinyalakan menurut cara sekarang dengan menggoreskan batang geretan pada korek api, maka nyalalah ia. Atau dengan korek yang mempergunakan roda baja kecil sebagai alat pemutar untuk diputarkan pada batu api kemudian percikannya ditampung pada sumbu yang dibasahi dengan bensin, sehingga sumbu nyala. Atau seperti cara yang sekarang ini melalui kompor minyak tanah atau dengan gas. Membuat api dengan cara zaman dahulu maupun menurut cara zaman sekarang, yang menjadi pertanyaan ialah siapakah yang menyediakan kayunya atau batu apinya, bajanya, dan kawulnya atau minyak tanah dan gas? Juga siapakah yang menyediakan bahan bensin dan sebagainya? Bukankah bahan-bahan yang menjadi sebab api menyala baik berupa kayu bakar maupun minyak tanah, hanyalah Allah saja yang menjadikan-Nya? Meskipun tersedia beras, sayur-mayur dan lauk-pauknya, bila tidak ada api, tidak dapat kita memakannya karena masih mentah. Alangkah tidak enaknya, kalau makanan tersebut mentah seperti, daging mentah, dan nasinya masih berupa beras. Bagaimanakah selera bisa timbul, kalau segala-galanya serba mentah? Dengan gambaran tersebut, jelaslah bagaimana pentingnya api bagi keperluan manusia. Karena api itu didapat dengan mudah setiap hari, maka hampir-hampir tidak terpikirkan oleh manusia betapa api itu memberi kenikmatan. Hampir-hampir jarang orang bersyukur dan berterima kasih atas adanya api. Karena pentingnya api itu, Allah menegaskan bahwa api dijadikan untuk peringatan bagi manusia dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir, maka wajarlah manusia bertasbih dengan menyebut nama Tuhan Yang Mahabesar.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.