Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلرَّحۡمَٰنُ
Yang Maha Pengasih
ٱلرَّحۡمَٰنُ
Yang Maha Pengasih
Terjemahan
(Allah) Yang Maha Pengasih,
Tafsir
Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah)
(Yang Maha Pemurah) yakni Allah ﷻ
Tafsir Surat Ar-Rahman: 1-13
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya), di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.
Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang karunia dan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya, bahwa Dia telah menurunkan kepada hamba-hamba-Nya Al-Qur'an, dan memudahkan penghafalan dan pemahamannya bagi orang yang dirahmati-Nya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: . (Tuhan) Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (Ar-Rahman: 1-3) Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan al-bayan ialah berbicara. Adh-Dhahhak dan Qatadah serta selain keduanya mengatakan kebaikan dan keburukan. Tetapi pendapat Al-Hasan dalam hal ini lebih baik dan lebih kuat karena konteks ayat membicarakan pengajaran Al-Qur'an, yang intinya ialah menunaikan bacaannya.
Dan sesungguhnya hal tersebut dapat terealisasi (terwujudkan) bila Allah menjadikan makhluk-Nya pandai berbicara, dan dimudahkan-Nya untuk mengeluarkan bunyi huruf dari makhraj-nya masing-masing, yaitu dari halaq dan lisan serta kedua bibir dengan berbagai macam makhraj dan perbedaannya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Ar-Rahman: 5) Yakni keduanya berjalan beriringan menurut perhitungan yang tepat dan tidak menyimpang serta tidak berbenturan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang.
Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 40) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96) Diriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa seandainya Allah menjadikan cahaya semua penglihatan manusia, jin, hewan, dan burung-burung pada mata seorang hamba, kemudian dibukakan baginya suatu tirai di antara tujuh puluh tirai yang menghalang-halangi matahari, niscaya ia masih tidak mampu untuk melihat kepadanya.
Cahaya matahari itu merupakan suatu bagian dari tujuh puluh bagian cahaya Kursi, dan cahaya Kursi itu merupakan suatu bagian dari tujuh puluh cahaya 'Arasy, dan cahaya 'Arasy itu merupakan suatu bagian dari cahaya tirai yang menutupi (Allah subhanahu wa ta’ala). Maka perhatikanlah, berapa banyaknya Allah memberikan cahaya kepada hamba-Nya di matanya di saat ia melihat kepada Zat Allah subhanahu wa ta’ala Yang Mahamulia dengan terang-terangan (di surga nanti). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. (Ar-Rahman: 6) Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna an-najm dalam ayat ini, setelah mereka sepakat bahwa yang dinamakan syajar atau pohon-pohonan ialah tumbuh-tumbuhan yang tegak di atas pokok (batang)nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa an-najm dalam ayat ini ialah sesuatu yang tergelarkan di atas permukaan bumi, yakni berupa tetumbuhan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, As-Suddi, dan Sufyan Ats-Tsauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan an-najm ialah bintang-bintang yang ada di langit. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah, dan pendapat inilah yang lebih jelas; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, mengingat Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu: Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar dari manusia. (Al-Hajj: 18) hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). (Ar-Rahman: 7) Makna yang dimaksud ialah keadilan, sebagaimana yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Al-Hadid: 25) Hal yang sama dikatakan pula dalam firman berikutnya: Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. (Ar-Rahman: 8) Yakni Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak dan adil agar segala sesuatu berjalan dengan hak dan adil.
Dalam firman berikutnya lagi disebutkan: Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (Ar-Rahman: 9) Artinya, janganlah kamu mengurangi timbangan dan sukatan, tetapi timbanglah dengan benar dan adil. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan timbanglah dengan neraca yang benar. (Al-Isra: 35) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-(Nya). (Ar-Rahman: 10) Yaitu sebagaimana Dia telah meninggikan langit, Dia telah meratakan bumi ini dan menjadikannya layak untuk dihuni serta memberinya pancangan dengan gunung-gunung yang tinggi-tinggi agar bumi stabil dan tidak mengguncangkan makhluk yang ada di atasnya yang beraneka ragam jenis, macam, warna, dan bahasa mereka yang tersebar di seluruh kawasannya.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-anam ialah makhluk. di bumi itu ada buah-buahan. (Ar-Rahman: 11) Yakni yang berbagai macam warna, rasa, dan baunya. dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. (Ar-Rahman: 11) Lafal an-nakhl disebutkan secara tersendiri karena manfaat yang ada padanya, yakni buahnya baik dalam keadaan basah maupun kering. Dan yang dimaksud dengan al-akmam menurut Ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, artinya kelopak mayang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh banyak ulama tafsir; itulah yang dimaksud dengan akmam. yaitu kelopak mayang yang terbelah mengeluarkan ketan dan buah kurma, yang pada mulanya bernama busr, kemudian rutab, selanjutnya menjadi masak dan sempurna kemasakannya. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ali As-Sairafi, telah menceritakan kepada kami Abu Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnul Haris At-Ta-ifi, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Kaisar Romawi berkirim surat kepada Khalifah Umar ibnul Khattab, yang isinya sebagai berikut: Melalui surat ini kuberitahukan kepada tuan bahwa utusanku telah tiba darimu, mereka mengira bahwa di kalangan kalian terdapat sebuah pohon yang kelihatannya tidak mengandung suatu kebaikan pun.
Pada mulanya mengeluarkan kelopak mayangnya yang seperti daun telinga keledai, lalu mayang itu terbuka mengeluarkan benih buah-buahnya yang kelihatan seperti mutiara. Lalu menjadi hijau seperti permata zamrud yang hijau, setelah itu tampak memerah sehingga seperti batu yaqut yang merah. Lalu masaklah ia, dan buahnya sangat lezat rasanya; bila buah itu kering, maka dapat dijadikan sebagai makanan pokok bagi orang yang mukim dan dapat dijadikan bekal bagi musafir.
Jika utusan-utusanku itu berkata sejujurnya kepadaku, maka aku berpendapat bahwa pohon itu tiada lain kecuali salah satu dari pohon surga. Maka Umar ibnul Khattab membalas suratnya yang isinya sebagai berikut; Dari hamba Allah Umar ibnul Khattab Amirul Muminin, ditujukan kepada Kaisar Romawi. Sesungguhnya para utusanmu itu berkata sebenarnya kepadamu, pohon ini memang ada di kalangan kami, yaitu pohon yang sama seperti pohon yang ditumbuhkan oleh Allah untuk Maryam ketika dia melahirkan putranya Isa.
Maka bertakwalah engkau kepada Allah dan janganlah engkau menjadikan Isa sebagai Tuhan selain Allah, karena sesungguhnya, perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah ia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran: 59-60) Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan al-akmam ialah sabutnya yang berada di leher pohon kurma, ini menurut Al-Hasan dan Qatadah.
Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. (Ar-Rahman: 12) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: Dan biji-bijian yang berkulit. (Ar-Rahman: 12) ialah biji-bijian yang ada daunnya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-'asf artinya daun tanaman yang hijau, yang telah dipotong bagian atasnya; itulah yang dinamakan asf bila ia telah mengering. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.
Adh-Dhahhak, dan Abu Malik, bahwa yang dimaksud dengan 'asf 'ialah dedaunannya yang telah kering. Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan raihan ialah dedaunannya. Lain halnya dengan Al-Hasan, ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan raihan ialah bau-bauan yang harum seperti yang kalian kenakan. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan raihan ialah tanaman yang hijau.
Makna yang dimaksud hanya Allah Yang Maha Mengetahui ialah bahwa yang dimaksud dengan biji-bijian ialah seperti gandum, jewawut, dan lain sebagainya yang mempunyai bulir dan daun-daunan yang melilit pada batangnya. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan al-asf ialah dedaunan yang muda, seperti sayuran; dan yang dimaksud dengan raihan ialah dedaunan yang telah tua dan membungkus biji-bijian yang menjadi buahnya, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan Zaid ibnu Amr ibnu Nufail dalam kasidahnya yang terkenal, yaitu:
Katakanlah olehmu berdua kepadanya, "Siapakah yang menumbuhkan biji-bijian di tanah, lalu tumbuh menjadi hijau dan merekah menjadi besar. Dan keluarlah darinya biji-bijian di bagian atasnya? Di dalam hal tersebut terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang menyadarinya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 13) Yakni nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan, wahai dua jenis makhluk, jin dan manusia yang kalian dustakan? Demikianlah menurut pendapat Mujahid dan ulama lainnya, yang hal ini ditunjukkan oleh pengertian yang terkandung pada konteks sesudahnya.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa nikmat-nikmat Tuhanmu tampak jelas pada kalian dan kalian diliputi olehnya hingga kalian tidak dapat mengingkarinya atau tidak mengakuinya. Dan kami hanya dapat mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh jin yang beriman kepada-Nya, "Ya Allah, tiada sesuatu pun dari nikmat-nikmat-Mu yang kami ingkari, maka bagi-Mulah segala puji." Disebutkan bahwa Ibnu Abbas selalu menjawabnya dengan ucapan berikut, "Tidak, lalu yang manakah, wahai Tuhanku?" Dengan kata lain.
dapat disebutkan bahwa kami tidak mendustakan sesuatu pun darinya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah, dari Asma binti Abu Bakar yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ia dengar dalam salatnya membaca satu rukun Al-Qur'an sebelum diperintahkan untuk menyerukan dakwahnya secara terang-terangan, sedangkan orang-orang musyrik mendengarkannya, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 13)"
Uraian pada akhir Surah al-Qamar tentang keagungan kuasa Allah dan kesempurnaan kodrat-Nya disusul dengan penjelasan mengenai limpahan rahmat Allah kepada makhluk-Nya, yang disebutkan dalam Surah ar-Rahm'n. Surah ini diawali dengan nama-Nya yang indah. Dialah Allah Yang Maha Pengasih kepada makhluk, baik jin, manusia, hewan, tumbuhan, dan lainnya dalam kehidupan mereka di dunia. 2. Allah menyebut rahmat-Nya yang paling agung. Dialah Tuhan Yang telah mengajarkan Al-Qur'an kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Pada ayat ini Allah yang Maha Pemurah menyatakan bahwa Dia telah mengajarkan Al-Qur'an kepada Muhammad ﷺ yang selanjutnya diajarkannya ke umatnya. Ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekah yang mengatakan:
Sesungguhnya Al-Qur'an itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). (an-Nahl/16: 103)
Oleh karena isi ayat ini mengungkapkan beberapa nikmat Allah atas hamba-Nya, maka surah ini dimulai dengan menyebut nikmat yang paling besar faedahnya dan paling banyak manfaatnya bagi hamba-Nya, yaitu nikmat mengajarkan Al-Qur'an kepada manusia. Hal itu karena manusia dengan mengikuti ajaran Al-Qur'an akan berbahagia di dunia dan di akhirat dan dengan berpegang teguh pada petunjuk-petunjuk-Nya akan tercapai tujuan di kedua tempat tersebut. Al-Qur'an adalah induk kitab-kitab samawi yang diturunkan melalui makhluk Allah yang terbaik di bumi ini yaitu Nabi Muhammad ﷺ
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AR-RAHMAAN
(YANG MAHA PEMURAH)
SURAH KE-55, 78 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih.
Ayat 1
“Ar-Rahman, Yang Maha Pemunah."
Arti dari Rahman adalah amat luas, kalimat dalam pengambilannya iaiah rahmat, yang berarti kasih, sayang, cinta, pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari kehidupan manusia dan terbentang di dalam segala makhluk yang wujud dalam dunia ini. Di dalam ayat-ayat Al-Qur'an, kita akan bertemu dengan ayat-ayat yang menyebutkan rahmat Allah, tidak kurang daripada enam puluh kali, rahim sampai seratus kali.
Setelah itu mulailah Allah memperincikan rahmat-Nya itu.
Ayat 2
“Yang mengajankan Al-Qur'an."
Inilah salah satu dari rahman, atau kasih sayang Allah kepada manusia, yaitu diajarkan kepada manusia itu Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi-Nya Muhammad ﷺ yang dengan sebab Al-Qur'an itu manusia dikeluarkan daripada gelap gulita kepada terang benderang, dibawa kepada jalan yang lurus. Maka tersebutlah pula di dalam ayat 36 dari surah al-Qiyaamah,
“Apakah menyangka manusia bahwa mereka akan dibiarkan saja kucar-kacir?" (al-Qiyaamah: 36)
Maka datangnya pelajaran Al-Qur'an kepada manusia, adalah sebagai menggenapkan kasih Allah kepada manusia, sesuai pula dengan firman Allah,
“Dan tidaklah Kami utus akan dikau, melainkan sebagai rahmat bagi seisi Alam." (al-Anbiyaa': 107)
Rahmat ilahi yang utama ialah ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada kita manusia. Mengetahui itu adalah suatu kebahagiaan, apatah lagi kalau yang diketahui itu Al-Qur'an.
Ayat 3
“yang Menciptakan manusia."
Penciptaan manusia pun adalah satu di antara tanda rahman Allah kepada alam ini. Sebab di antara begitu banyak makhluk Allah di dalam alam, manusialah satu-satunya makhluk paling mulia. Kemuliaan itulah salah satu rahman Allah,
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam dan Kami tanggung dia di darat dan di laut dan Kami beri rezeki dia dengan yang baik-baik dan Kami lebih utamakan dia daripada yang Kami ciptakan, sebenar utama." (al-Israa': 70)
Maka terbentanglah alam luas ini dan ber-diamlah manusia di atasnya. Maka dengan rahmat Allah yang ada pada manusia tadi, yaitu akal dan pikirannya, dapatlah manusia itu menyesuaikan dirinya dengan alam. Hujan turun dan air mengalir, lalu manusia membuat sawah. Jarak di antara satu bagian dunia dengan bagian yang lain amat jauh. Bahkan seperlima dunia adalah tanah daratan, sedang empat perlimanya lautan yang luas.
Manusia dengan akal budinya menembus jarak dan perpisahan yang jauh tadi membuat bahtera dan kapal untuk menghubungkannya satu dengan yang lain. Di antara begitu banyak makhluk Allah di dalam dunia ini, manusialah yang dikaruniai perkembangan akal dan pikiran, sehingga timbullah pepatah yang terkenal, bahwasanya tabiat manusia itu ialah hidup yang lebih maju.
Ayat 4
“Yang mengajarkan kepadanya berbicara."
Barulah rahman Allah kepada manusia tadi lebih sempurna lagi, karena manusia pun diajar oleh Allah menyatakan perasaan hatinya dengan kata-kata. Itulah yang di dalam bahasa Arab disebut al-bayaan, yaitu menjelaskan, menerangkan apa yang terasa di hati, sehingga timbullah bahasa-bahasa. Kita pun sudah sama maklum bagaimana pentingnya kemajuan bahasa karena kemajuan ilmu pengetahuan. Suatu bangsa yang lebih maju, terutama dilihat orang dalam kesanggupannya memakai bahasa, memakai bicara. Alangkah malang yang tidak sanggup memakai lidahnya untuk menyatakan perasaan hatinya, “bagai orang bisu bermimpi" ke mana dan bagaimana dia akan menerangkan mimpinya? Oleh sebab itu jelaslah bahwa pemakaian bahasa adalah salah satu di antara rahman Allah juga di muka bumi ini. Beribu-ribu sampai berjuta-juta buku-buku yang dikarang, dalam beratus ragam bahasa, semuanya menyatakan apa yang terasa di hati sebagai hasil penyelidikan, pengalaman dan kemajuan hidup.
Ayat 5
“Matahari dan bulan, keduanya dengan perhitungan."
Perjalanan matahari dan bulan adalah dengan perhitungan yang tepat. Tidak pernah terjadi perbenturan dan tidak pernah terjadi kekacauan. Perjalanan bulan mengelilingi matahari sebagai kelihatan, atau sebenarnya ialah perjalanan bumi mengelilingi bulan teratur 365 hari dalam setahun, sedang perjalanan bulan dikurangi dari itu sebelas hari menjadi 354 hari. Sama sekali perjalanan itu dengan perhitungan, mempunyai musim-musim tertentu. Musim gugur, musim dingin, musim kembang dan musim panas, demikian berganti tiap tahun.
Terpesonalah kita dengan apa yang pernah dikatakan oleh fkrimah, menurut riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Abi Hatim, “Kalau misalnya dijadikan Allah seluruh cahaya penglihatan manusia, jin, binatang-binatang dan burung-burung, lalu seluruh penglihatan itu dikumpulkan Allah kepada mata seorang hamba Allah, (manusia), lalu dibukakan satu di antara tujuh puluh dinding terhadap matahari, tidaklah manusia itu akan sanggup melihat kepadanya. Sebab cahaya matahari itu hanya sepertujuh bagian saja daripada cahaya alkursi, dan cahaya alkursi itu sepertujuh puluh bagian saja daripada cahaya Arsy, itu pun hanya sepertujuh puluh bagian saja daripada cahaya dinding, (yaitu dinding yang menghambat kita akan dapat melihat Allah kelak). Maka pikirkanlah, apa cahaya yang diberikan Allah kepada hamba-Nya pada matanya, seketika dia akan melihat wajah Allah dengan mata kepalanya sendiri kelak.
Ayat 6
“Dan bintang dan kayu-kayuan keduanya bersujud"
Kita pun telah maklum bahwasanya semua makhluk Allah bersujud kepada Allah, artinya tunduk dan patuh kepada apa saja yang dikehendaki Allah atasnya. Jika kita manusia bertunduk atau bersujud, ialah menurut cara-cara yang telah ditunjukkan kepada kita, meniarapkan muka kta ke bumi dengan bertunduk disertai anggota badan yang tujuh, yaitu 1 kepala, 2 dan 3 kedua belah tangan, 4 dan 5 kedua belah lutut dan 6 dan 7 kedua telapak kaki dengan mencecahkan jari-jarinya ke bumi. Niscaya cara bertunduk dan bersujud bintang di langit dan kayu-kayuan di hutan menurut caranya pula. Yang terang ialah bahwa tidak satu jua pun yang dapat melanggar ketentuan Allah. Untuk kejelasan bahwa semuanya sujud itu, ada tersebut di dalam surah al-Hajj ayat 18,
‘Tidakkah engkau lihat, bahwasanya Allah itu, sujud kepada-Nya siapa yang ada di semua langit dan siapa yang di bumi dan matahari dan bulan dan bintang-bintang dan gunung-gunung dan kayu-kayuan dan binatang-binatang, dan banyak dari manusia dan banyak pula yang pasti atasnya adzab, dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidaklah ada yang akan memuliakannya; sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (al-Hajj: 18)
Maka semuanyalah tunduk dan sujud kepada Allah, masing-masing menurut cara dan kemampuannya sendiri, cuma manusia jualah yang sebanyak yang sujud dan sebanyak yang durhaka. Namun akhirnya mau atau tidak mau, manusia itu pun pasti tunduk kepada peraturan Allah dan tidak dapat membantahnya, walaupun dia akan ingkar dan keras kepala jua.
Ayat 7
“Dan langit, Dia angkat akan Dia dan Dia letakkan pertimbangan."
Kita tengadahkan kepala ke atas, maka kelihatanlah langit terbentang luas. Siang hari biru berawan atau tak ada awan sama sekali, jika malam kelihatanlah dia dihiasi oleh beribu berjuta bintang. Semuanya itu terletak di langit yang tinggi, namun sudah berjuta tahun manusia hidup di bumi ini, belumlah pernah ada bintang yang bertumbuk di antara yang satu dengan yang lain. Letak bintang itu tetap teratur, padahal sangat banyaknya, sampai berjuta-juta. Mengapa tidak ada selisih? Mengapa tidak pernah beradu dan bertumbuk? Semuanya diletakkan dengan pertimbangan atau perimbangan, ditentukan oleh jarak antara yang satu dengan yang lain, dan gerak itu tidak berubah-ubah dari masa ke lain masa sampai berjuta tahun pula. Yang menentukan letak tempatnya itu tidak lain daripada pertimbangan dan perimbangan.
Dalam hal ini diberilah peringatan kepada manusia, agar manusia berusaha pula meniru meneladan penciptaan alam dari perbuatan Allah. Kita melihat adanya pertimbangan dan perimbangan, sehingga semua menjadi teratur. Maka hendaklah yang demikian itu kita jadikan pedoman dalam hidup kita. Kita pun mesti mencari yang teratur, meletakkan sesuatu pada tempatnya, menimbang sama berat, menggantang sama penuh, kemudian itu dijelaskan lagi.
Ayat 8
“Supaya janganlah kamu melanggar alunan neraca."
Ayat ini sudah memberikan tuntunan lebih jauh kepada manusia, agar manusia jangan sampai melanggar aturan neraca, keseimbangan dan perimbangan.
Inilahyangmenghendaki akan adanya ilmu membangun (arsitektur), yang melengkapi ukuran, teknik dan keindahan. Supaya segala
sesuatu yang kita dirikan menunjukkan bahwa kita mempunyai ilmu pengetahuan bangunan yang teratur. Sehingga dalam ayat ini dapat kita memahamkan betapa pentingnya ilmu arsitektur, keinsinyuran dan handasah (ilmu ukur tanah). Maka kita lihatlah bangunan yang besar-besar dalam dunia ini yang amat mengagumkan, sehingga kita dapati usaha manusia membangun piramida di Mesir yang telah berusia ribuan tahun, namun sampai sekarang masih terasa bagaimana usaha manusia agar dalam membangun itu jangan sampai dia melanggar neraca. Berkumpullah jadi satu di antara keindahan bangunan, teknologi yang mengagumkan dan semuanya itu nampak sebagai hasil usaha manusia mendekati kebenaran, keadilan dan keindahan ciptaan Allah.
Ayat 9
“Dan titikanlah timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan pada timbangan."
Ayat ini pun memperkuat ayat-ayat di atas sebelumnya. Yaitu apabila kesadaran kita sebagai manusia telah tumbuh, lalu kita melihat kepada alam yang ada di keliling kita, niscaya akan kita rasakanlah betapa sifat rahman Allah tampak di mana-mana. Semuanya indah, semuanya benar dan semuanya adil, tidak ada yang dapat dicela, tidak ada yang dapat dicacat. Sebab itu hendaklah kita tanamkan dalam diri sendiri, agar kita pun menanamkan dalam diri sendiri sifat rahman itu. Kita berakhlak dengan akhlak dalam kesanggupan dan kemampuan kita sebagai manusia. Kalau Allah menciptakan alam dalam sifat-Nya yang rahman, yang kasih dan sayang, yang santun dan murah, mengapa kita tidak akan berusaha berbuat demikian pula. Mengapa kita akan membuat timbangan untuk merugikan orang lain karena ingin berlaba sendiri. Mengapa kita akan berbuat zalim dan aniaya, padahal Allah sendiri tidak pernah melakukan kezaliman itu.
Sebagai penyempurnaan dari kasih sayang, dari rahman rahim itu, Dia berfirman lagi,
Ayat 10
“Dan bumi, Dia letakkan akan dia untuk manusia."
Di samping Allah mengangkat langit ke atas buatkita renungi nikmat Allah yang mengelilingi kita, maka direndahkan-Nya pula bumi ke bawah kaki kita, supaya kita injak, supaya kita berjalan di atas bumi itu, mengambil faedah daripadanya. Bumi itu disediakan buat kita. Kita makan, minum, berjalan, tidur, istirahat, berusaha, berniaga, bercocok tanam di atas bumi Allah itu. Di keliling kita ada gunung-gunung yang tinggi untuk menangkis angin badai jangan dia menghancurkan hidup kita. Disediakan lautan yang luas tempat kita belayar. Disediakan tanah yang datar untuk kita diami. Segala isi bumi boleh kita ambil, boleh kita usahakan. Asal kita mau bekerja yang sungguh-sungguh, beramal dan bekerja, niscaya akan kita dapatilah segala perbekalan hidup kita di atas bumi itu. Maka terbentangnya bumi, meluasnya laut, meningginya gunung, dengan ombak yang berdebur, dengan angin yang berembus, semuanya itu adalah disediakan buat kita.
Ayat 11
“Padanya ada buah-buahan “
“Dan buah kuimayang mempunyai mayang."
Di sini disebutkan kurma dengan mayangnya. Mari kita perhatikan lagi rahman ilahi pada tumbuh-tumbuhan lain yang sebangsa cara tumbuhnya dengan kurma. Yaitu pohon kelapa, pohon salak, enau, kelapa sawit dan pinang. Semuanya itu mempunyai mayang untuk melindungi buah yang tumbuh itu supaya jangan rusak di kala mudanya. Bentuk semuanya itu sama, yaitu sama-sama memakai mayang. Mayang itulah yang melindungi buah-buah yang ada dan diharapkan oleh manusia akan tumbuh dan menjadi mata penghidupan.
Ayat 12
“Dan biji-biji yang mempunyai daun dan wangi."
Biji-biji itu dapat kita lihat pada biji murbai, pada biji buah langsat, pada kacang yang tumbuh di bumi, semua memakai biji. Dia mempunyai daun, dan daun itu yang melindunginya daripada angin dan badai, dan di dalam dirinya terdapat lagi bau yang harum. Suatu keajaiban pada beberapa buah-buahan yang ada di muka bumi. Yaitu di samping rasanya yang enak dan gurih, ialah baunya yang harum, yang wangi.
Marilah kita perhatikan segala buah-buahan yang manis itu. Sejak dari pisang, sampai kepada nanas dan rambutan, sampai kepada durian dan belimbing, sampai kepada jeruk dan duku! Semuanya manis, semuanya enak, namun kemanisan itu tidak ada yang serupa rasanya. Manis yang satu, lain dari manis yang lain. Kita perhatikan pula misalnya buah mangga! Mangga itu bukan satu macam saja, semuanya enak dan manis, namun manisnya berlain-lain. Mangga golek, mangga indramayu, mangga si harum manis, mangga si mana lagi. Semuanya enak namun manisnya tidak sama. Di Indonesia ini saja terdapat tidak kurang daripada lima belas macam pisang: pisang raja, raja sera', raja tenalun, pisang tanduk, pisang lidi, pisang jarum, pisang siam, pisang ambon, yang satu lain rasanya dengan yang lain, meskipun sama enaknya. Beras yang jadi makanan pokok pada bangsa kita pun demikian pula. Ada berbagai nama padi. Bahkan padi beras ketan dan padi beras biasa pun terdapat berlainan.
Setelah memikirkan rahman ilahi melihat semuanya itu, mulailah datang pertanyaan, yang 31 kali pertanyaan ini akan datang dalam surah ini dan menjadikan keindahan dari surah ini.
Ayat 13
“Dan kawula Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan7"
Inilah pertanyaan yang jadi inti dari surah ini. Setelah Allah menyebutkan bagaimana luas lebarnya rahman ilahi yang meliputi seluruh alam ini, sehingga manusia bisa tenteram hidup di atasnya, datanglah pertanyaan ini.
Hai seluruh manusia dan jin! Tenggelam kamu dalam nikmat dan rahmat, dalam rahman dan rahim Allah, adakah kamu hidup yang disia-siakan?
Tersebutlah di dalam suatu tafsir diterima daripada Ibnu Abbas, bahwasanya makhluk Allah bangsa jin itu setelah membaca atau mendengar ayat 13 ini dan yang sampai 31 kali diulang-ulang dalam surah ini, makhluk Allah yang bernama jin itulah yang menyambutnya dengan segala kerendahan hati, demikian sambutannya,
“Ya Tuhanku! Tidak ada sesuatu pun dari Karunia Engkau, Ya Rahbana, yang dapat kami dustakan."