Ayat
Terjemahan Per Kata
فِي
dalam
مَقۡعَدِ
tempat duduk
صِدۡقٍ
kebenaran
عِندَ
disisi
مَلِيكٖ
yang menguasi/Raja (Tuhan)
مُّقۡتَدِرِ
berkuasa
فِي
dalam
مَقۡعَدِ
tempat duduk
صِدۡقٍ
kebenaran
عِندَ
disisi
مَلِيكٖ
yang menguasi/Raja (Tuhan)
مُّقۡتَدِرِ
berkuasa
Terjemahan
di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa.
Tafsir
(Di tempat yang benar) di majelis yang benar, karena tidak ada perkataan yang tidak berguna dan tidak pula ada perkataan yang berdosa di dalamnya; pengertian Maq'ad di sini adalah ditinjau dari segi jenisnya. Menurut qiraat yang lain lafal Maq'ad dibaca dalam bentuk jamak yaitu Maqaa'id. Makna yang dimaksud ialah bahwa ahli surga itu berada di dalam majelis-majelis surga dalam keadaan bebas dari perkataan yang tidak ada gunanya dan bebas pula dari hal-hal yang berdosa, keadaan mereka berbeda dengan keadaan majelis-majelis di dunia. Karena sesungguhnya majelis-majelis di dunia itu jarang sekali bebas dari hal-hal tersebut. Lafal ayat ini berkedudukan sebagai Khabar yang kedua, dan lafal Shidqin menjadi Badal dari lafal Shaadiqin, yakni Badal Ba'dh atau lainnya (di sisi Yang Maha Raja) merupakan perumpamaan yang mengandung makna Mubalaghah, yakni Maha Raja Yang Maha Perkasa lagi Maha Luas (lagi Maha Berkuasa) tiada sesuatu pun yang melemahkan-Nya, Dia adalah Allah ﷻ Lafal 'Inda menunjukkan isyarat yang mengandung makna derajat dan kedudukan mereka yang dekat di sisi-Nya, sebagai anugerah dari Allah ﷻ kepada para penghuni surga.
Tafsir Surat Al-Qamar: 47-55
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka pada wajahnya. (Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah sentuhan api neraka. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku catatan.
Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang perihal orang-orang yang berdosa, bahwa mereka berada dalam kesesatan dari kebenaran dan tenggelam di dalam keragu-raguan dan kebimbangan serta kekacauan dalam pikirannya. Hal ini dialami pula oleh tiap-tiap orang yang mempunyai sifat yang sama dari kalangan orang-orang kafir, ahli bid'ah, dan semua golongan yang sesat.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka pada wajahnya. (Al-Qamar: 48) Yakni sebagaimana mereka berada dalam kegelapan, keragu-raguan, dan kebimbangan, maka mereka mendapat balasan neraka; dan sebagaimana mereka sesat, maka mereka diseret masuk ke dalam neraka dengan muka di bawah. Mereka tidak mengetahui ke manakah mereka dibawa, dan dikatakan kepada mereka dengan nada kecaman dan cemoohan: Rasakanlah sentuhan api neraka! (Al-Qamar: 48) Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Qamar: 49) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: dan Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Al-Furqan: 2) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: .
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan dan yang menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Al-A'la: 1-3) Yakni Dia telah menentukan ukuran masing-masing makhluk-Nya dan memberi petunjuk kepada semua makhluk-Nya. Karena itulah maka para imam dari kalangan Ahlus Sunnah menyimpulkan dalil dari ayat ini yang membuktikan akan kebenaran dari takdir Allah yang terdahulu terhadap makhluk-Nya. Yaitu pengetahuan Allah subhanahu wa ta’ala akan segala sesuatu sebelum kejadiannya dan ketetapan takdir-Nya terhadap mereka sebelum mereka diciptakan oleh-Nya. Dan dengan ayat ini serta ayat-ayat lainnya yang semakna, juga hadits-hadits yang shahih, kalangan Ahlus Sunnah membantah pendapat golongan Qadariyah, yaitu suatu golongan yang muncul di penghujung masa para sahabat.
Kami telah membicarakan hal ini dengan rinci berikut semua hadits yang berkaitan dengannya di dalam Syarah Kitabul Iman, bagian dari Syarah Imam Al-Bukhari. Berikut ini kami akan mengetengahkan sebagian hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat yang mulia ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats-Tsauri, dari Ziad ibnu Ismail As-Sahmi, dari Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik Quraisy datang kepada Nabi ﷺ dengan tujuan berdebat dengannya dalam masalah takdir, maka turunlah ayat: (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka pada wajahnya. (Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah sentuhan api neraka.
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Qamar: 48-49) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam At-Tirmidzi serta Ibnu Majah melalui hadits Waki' dari Sufyan Ats-Tsauri dengan sanad yang sama. Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Adh-Dhahhak ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnul Haris, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa ayat-ayat berikut tiada lain diturunkan berkaitan dengan ahli qadar, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka pada wajahnya. (Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah sentuhan api neraka.
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Qamar: 47-49) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Saleh Al-Intaki, telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu Habib, dari Kinanah, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazim, dari Sa'id ibnu Amr ibnu Ja'dah, dari Ibnu Zurarah, dari ayahnya, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau membaca firman-Nya: (Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah sentuhan api neraka.
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya. (Al-Qamar: 48-49) Lalu Nabi ﷺ bersabda: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sebagian dari umatku yang kelak ada di akhir zaman, mereka mendustakan takdir Allah. Telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Syuja' Al-Jazari, dari Abdul Malik ibnu Juraij, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah yang mengatakan bahwa ia datang kepada Ibnu Abbas yang saat itu sedang menimba air dari sumur zamzam, sedangkan bagian bawah kainnya kebasahan.
Lalu aku berkata kepadanya, bahwa sebagian orang ada yang membicarakan masalah takdir. Maka Ibnu Abbas berkata, "Benarkah mereka telah membicarakannya?" Aku menjawab, "Ya." Maka dia berkata, "Demi Allah, tiadalah ayat berikut diturunkan melainkan berkenaan dengan mereka," yaitu firman-Nya: Rasakanlah sentuhan api neraka'. Sesunguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Qamar: 48-49) Mereka adalah seburuk-buruk umat ini, maka janganlah kamu jenguk orang-orang sakit mereka, jangan pula kamu menyalatkan orang-orang mati mereka.
Dan jika kamu menjumpai seseorang dari mereka, coloklah matanya dengan kedua jarimu. Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini melalui jalur lain yang sebagiannya ada yang berpredikat marfu'. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Al-Auzai', dari sebagian saudara-saudaranya, dari Muhammad ibnu Ubaidul Makki, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepadanya perihal seorang lelaki yang baru tiba di kalangan mereka, lelaki itu mendustakan takdir.
Maka Ibnu Abbas berkata, "Tunjukkanlah (tuntunlah) aku kepadanya yang saat itu Ibnu Abbas telah buta." Mereka bertanya, "Wahai Abul Abbas, apakah yang hendak engkau lakukan terhadapnya?" Ibnu Abbas menjawab, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya jika aku dapat menangkapnya, aku benar-benar akan menggigit hidungnya hingga putus. Dan sesungguhnya jika yang kutangkap itu adalah lehernya, aku benar-benar akan meremukkan kepalanya, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Seakan-akan (diperlihatkan) kepadaku kaum wanita Bani Fihr berkeliling di kalangan Bani Khazraj, sedangkan pantat mereka digoyang-goyangkan dalam keadaan musyrik.
Itulah permulaan syirik yang terjadi di kalangan umat ini. Dan demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh benar-benar akan membinasakan diri mereka sendiri buruknya pendapat mereka, hingga mereka berani mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan kebaikan sebagaimana mereka pun tidak percaya bahwa Allah menakdirkan keburukan'. Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abul Mugirah, dari Al-Auzai, dari Al-Ala ibnul Hajjaj, dari Muhammad ibnu Ubaid, lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi mereka tidak ada yang mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Nafi' yang mengatakan bahwa Ibnu Umar mempunyai sahabat dari kalangan penduduk negeri Syam yang biasa saling berbalas surat dengannya. Kemudian Ibnu Umar berkirim surat kepadanya yang menyebutkan, "Sesungguhnya telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa engkau telah memperbincangkan sesuatu mengenai takdir, maka sejak sekarang engkau tidak usah lagi berkirim surat kepadaku (putuslah hubunganku denganmu), karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Kelak di kalangan umatku akan ada beberapa kaum yang mendustakan takdir'.
Abu Dawud telah meriwayatkan hadits ini dari Imam Ahmad Ibnu Hambal dengan sanad yang sama. Imam Ahmad telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abdullah maula Gafrah, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya, dan Majusinya umatku ialah orang-orang yang mengatakan tidak ada takdir. Jika mereka sakit, jangan kalian jenguk; dan jika mereka mati, jangan kalian saksikan (menghadiri) jenazah mereka.
Tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkan hadits ini dari jalur tersebut. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, dari Abu Sakhr Humaid ibnu Ziad, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Kelak di kalangan umat ini terdapat kutukan. Ingatlah, hal itu terjadi di kalangan orang-orang yang mendustakan takdir dan kaum Zindiq. Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits ini melalui Abu Sakhr alias Humaid ibnu Ziad dengan sanad yang sama.
Imam At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih gharib. Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnut Tabba', telah menceritakan kepadaku Malik, dari Ziad ibnu Sa'd, dari Amr ibnu Muslim, dari Tawus Al-Yamani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Segala sesuatu terjadi berdasarkan takdir hingga kelemahan dan kepandaian. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini secara munfarid melalui Malik. Di dalam hadits shahih telah disebutkan sebagai berikut: Mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu lemah.
Jika kamu tertimpa suatu perkara, maka katakanlah, "Allah telah menakdirkan (nya), apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Dan janganlah kamu mengatakan bahwa seandainya aku melakukan anu, niscaya hal ini tidak terjadi. Karena sesungguhnya law (mengandai-andai) membuka pintu masuk bagi perbuatan setan. Di dalam hadits yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepadanya: Ketahuilah bahwa sekiranya umat ini bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu yang tidak ditakdirkan oleh Allah bagimu, niscaya mereka tidak akan dapat memberikannya kepadamu.
Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat kepadamu dengan sesuatu yang tidak ditakdirkan oleh Allah atas dirimu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat itu kepadamu. Telah kering semua pena dan semua lembaran telah ditutup. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Al-Al-Laits, dari Mu'awiyah, dari Ayyub. ibnu Ziad, telah menceritakan kepadaku Ubadah ibnul Walid ibnu Ubadah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ia menjenguk Ubadah yang sedang sakit yang menurut pendapatnya tidak ada harapan lagi untuk dapat sembuh.
Lalu ia berkata, "Wahai Ayahku, berwasiatlah kepadaku dan bersungguh-sungguhlah bagiku." Maka Ubadah mengatakan, "Dudukkanlah aku." Setelah mereka mendudukkannya, ia berkata, "Wahai Anakku, sesungguhnya engkau masih belum merasakan manisnya iman dan masih belum sampai kepada hakikat ilmu mengenai Allah sebelum engkau beriman kepada takdir, takdir yang baik dan takdir yang buruk." Aku bertanya, "Wahai Ayahku, bagaimanakah caranya agar aku dapat mengetahui takdir yang baik dan takdir yang buruk?" Ia menjawab, "Perlu engkau ketahui bahwa apa yang luput darimu sudah menjadi takdir tidak akan mengenai dirimu, dan apa yang mengenai dirimu sudah menjadi takdir tidak akan luput darimu.
Wahai Anakku, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya yang pertama diciptakan oleh Allah ialah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya, 'Tulislah!' Maka di saat itu juga Al-Qalam bergerak menulis tentang semua makhluk yang akan terjadi sampai hari kiamat. Wahai Anakku, jika engkau mati dalam keadaan tidak beriman terhadapnya, niscaya masuk nerakalah kamu." Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dari Yahya ibnu Musa Al-Balkhi, dari Abu Dawud At-Tayalisi, dari Abdul Wahid ibnu Sulaim, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah, dari Al-Walid ibnu Ubadah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
Lalu Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih gharib. Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Rib'i ibnu Khirasy, dari seorang lelaki, dari Ali ibnu Abu Thalib yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidaklah seseorang di antara kalian beriman sebelum beriman kepada empat perkara, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusannya yang Dia utus dengan membawa kebenaran; beriman kepada adanya hari berbangkit sesudah mati; dan beriman dengan takdir yang baik dan takdir yang buruk.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi melalui hadits An-Nadr ibnu Syumail, dari Syu'bah, dari Mansur dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan. Dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits ini melalui Abu Dawud At-Tayalisi dari Syu'bah, dari Mansur, dari Rib'i, dan Ah, lalu At-Tirmidzi mengatakan bahwa riwayat ini menurutku lebih shahih Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah melalui hadits Syarik, dari Mansur, dari Rib'i, dari Ali dengan sanad yang sama Di dalam kitab Shahih Muslim telah disebutkan melalui riwayat Abdullah ibnu Wahb dan lain-lainnya, dari Abu Hani' Al-Khaulani dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amryang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah menulis semua takdir makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak lima puluh ribu tahun.
Ibnu Wahb menambahkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam hadisnya: dan adalah 'Arasy-Nya di atas air. (Hud: 7) Imam At-Tirmidzi telah meriwayatkan pula hadits ini, dan ia mengatakan bahwa predikat hadits ini kalau tidak hasan, shahih, atau gharib. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata (Al-Qamar: 50) Ini merupakan berita tentang kepastian berlangsungnya kehendak Allah terhadap makhluk-Nya. Sebagaimana yang telah diberitakan, bahwa takdirNya berlangsung pula terhadap mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan. (Al-Qamar: 50) Yakni sesungguhnya Kami hanya memerlukan perintah satu kata saja, tanpa memerlukan kata ulang.
Maka apa yang Kami perintahkan untuk ada itu pasti ada dan terjadi seketika itu juga seperti sekejap mata, tanpa ada tenggang waktu barang sedikit pun. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh salah seorang penyair dalam bait syair berikut: Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka sesungguhnya Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah kamu!" dengan sekali ucap, maka jadilah ia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. (Al-Qamar: 51) Yaitu orang-orang yang semisal dengan kamu dari kalangan umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 51) Yakni adakah orang yang mengambil pelajaran dari kehinaan yang telah ditimpakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala terhadap mereka dan azab yang telah ditakdirkan oleh Allah terhadap mereka. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. (Saba: 54) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. (Al-Qatnar: 52) Artinya, telah tercatat atas mereka di dalam kitab-kitab yang ada di tangan para malaikat.
Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar. (Al-Qamar 53) dari amal perbuatan mereka. adalah tertulis. (Al-Qamar: 53) Yakni telah terhimpunkan di dalam kitab catatan amal mereka dan telah digariskan dalam lembaran-lembaran mereka, tanpa ada yang terlewatkan; baik yang besar maupun yang kecil, semuanya telah ada di dalamnya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Muslim ibnu Banik; ia telah mendengar Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Auf ibnul Haris anak lelaki saudara lelaki ibunya Siti Aisyah, dari Aisyah , bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Wahai Aisyah, janganlah kamu melakukan dosa-dosa kecil, karena sesungguhnya pelakunya tetap akan dituntut oleh Allah.
Imam An-Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini melalui jalur Sa'id ibnu Muslim ibnu Banik Al-Madani yang dinilai siqah oleh Ahmad, Ibnu Mu-in, dan Abu Hatim serta lain-lainnya. Al-Hafidzh Ibnu Asakir telah meriwayatkan hadits ini dalam biografi Sa'id ibnu Muslim melalui jalur lain. Kemudian Sa'id mengatakan bahwa lalu ia menceritakan hadits ini kepada Amir ibnu Hisyam, maka Amir berkata kepadanya, "Celakalah engkau, wahai Sa'id ibnu Muslim.
Sesungguhnya telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnul Mugirah, bahwa ia pernah melakukan suatu perbuatan dosa, lalu ia menganggap remeh dosanya itu, maka pada malam harinya ia bermimpi didatangi -oleh seseorang yang mengatakan kepadanya, 'Wahai Sulaiman, Jangan sekali-kali kamu meremehkan dosa-dosa kecil, sesungguhnya dosa kecil itu di kemudian hari akan menjadi besar.
Dan sesungguhnya dosa kecil itu sekalipun telah berlalu masanya, di sisi Tuhan tetap tercatat dengan lengkap. Maka kekanglah hawa nafsumu, jangan segan-segan melakukannya, janganlah kamu menjadi orang yang sulit mengendalikan diri, dan bersiagalah dengan penuh kewaspadaan. Sesungguhnya orang yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Tuhannya, maka hatinya akan bersih dan diberi ilham untuk dapat berpikir.
Maka mintalah kepada Tuhan agar dirimu mendapat petunjuk, dengan permintaan yang ikhlas, maka cukuplah bagimu Tuhanmu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong (mu). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai. (Al-Qamar: 54) Berbeda dengan keadaan yang dialami oleh orang-orang yang celaka karena kesesatan dan kegilaan mereka, akhirnya mereka diseret dengan muka di bawah ke dalam neraka disertai dengan cemoohan kecaman dan makian.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: di tempat yang disenangi. (Al-Qamar: 55) Yaitu di rumah kemuliaan Allah dengan memperoleh rida, karunia, dan anugerah-Nya serta kebaj ikan-Nya yang amat berlimpah. di sisi Tuhan Yang Berkuasa. (Al-Qamar: 55) Yakni di sisi Tuhan Yang Mahabesar Yang Menciptakan segala sesuatu dan Yang Menentukan ukuran-ukurannya. Dia Mahakuasa atas semua yang dikehendaki-Nya dari apa yang diinginkan dan yang diperlukan oleh makhluk-Nya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Aus, dari Abdullah ibnu Amr yang menyampaikannya dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sisi Kanan Tuhan Yang Maha Pemurah.
Dan di hadapan-Nya merupakan sebelah kanan orang-orang yang adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan apa yang dikuasakan kepada mereka. Imam Muslim telah mengetengahkan hadits ini secara tunggal, juga Imam An-Nasai melalui Sufyan ibnu Uyaynah berikut dengan sanadnya dengan lafal yang semisal."
54-55. Bila orang-orang musyrik diseret pada wajahnya ke arah neraka, maka sungguh, orang-orang yang benar-benar bertakwa secara tulus berada di taman-taman dan sungai-sungai yang beragam. Mereka tinggal di tempat yang disenangi dan penuh kebahagiaan, di sisi Tuhan Yang Mahakuasa. 1. Uraian pada akhir Surah al-Qamar tentang keagungan kuasa Allah dan kesempurnaan kodrat-Nya disusul dengan penjelasan mengenai limpahan rahmat Allah kepada makhluk-Nya, yang disebutkan dalam Surah ar-Rahm'n. Surah ini diawali dengan nama-Nya yang indah. Dialah Allah Yang Maha Pengasih kepada makhluk, baik jin, manusia, hewan, tumbuhan, dan lainnya dalam kehidupan mereka di dunia.
Bagi mereka yang bertakwa, Allah memberikan surgasurga sesuai tingkat ketakwaan mereka. Sebagaimana diketahui surga itu bertingkat-tingkat. Di dalam surga-surga mengalir sungaisungai yang menunjukkan bahwa surga adalah tempat yang menyejukkan, indah dan memberikan hasil yang banyak. Mereka menempati tempat yang benar yang tidak ada cacat atau kekurangannya dan mereka berada di bawah naungan Maharaja yang Mahakuasa, yang akan memberi mereka apa yang Ia kehendaki tanpa halangan siapa pun.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 47
“Sesungguhnya orang-orang yang durhaka itu berada dalam kesesatan dan gelisah."
Dalam ayat ini diterangkanlah bagaimana akibat dari orang-orang yang tidak mau menerima seruan kebenaran yang disampaikan oleh Rasul. Jalan yang ditunjukkan Rasul ialah jalan yang lurus, ash-Shirathal Mustaqim. Mereka tidak mau menempuh jalan yang ditunjukkan Rasul itu. Akhirnya dia jalan sendiri dengan tidak ada penunjuk jalan. Dan mereka pun tersesatlah. Di samping itu dikatakan lagi bahwasanya mereka selalu gelisah, berguncang, dada selalu berdebar, pikiran selalu kacau. Bahkan ada juga orang menerjemahkan bahwa orang yang durhaka itu menjadi gila. Maka lebih tepatlah ;ika su'ur itu diartikan gelisah. Gelisah itu lebih sengsara daripada gila. Sebab orang kalau telah gila tidak ada tuntutan kepadanya lagi. Tetapi orang yang gelisah karena kehilangan tujuan hidup adalah lebih sengsara, sebab tidak ada pedoman yang akan diambil dalam perjalanan hidup itu. Kebanyakan mereka yang mengingkari jalan yang benar itu selalu kebingungan.Kegembiraan hanyalah pada kulit saja. Inilah yang kitadengar di Guyana pada bulan November 1978. Yaitu segolongan orang yangmemahamkan agama dengan sesat telah dibuat kacau hidupnya oleh agama itu sendiri. Mereka mendakwakan bahwa hidup yang sangat bahagia ialah hidup yang sesudah mati. Hidup di dunia ini ialah kacau belaka, sengsara belaka. Oleh sebab itu, menurut ajaran yang mereka terima dari guru mereka, lebih baik tiap-tiap pengikut dari paham agama ini hendaklah berlomba-lomba membunuh dirinya sendiri dan membunuh juga anak-anaknya. Maka berkerumunlah orang-orang berlomba membunuh dirinya sendiri, sehingga dalam beberapa hari saja lebih dari 900 orang yang mati membunuh diri. Padahal dalam tuntunan agama yang benar, kehidupan dunia itu hendaklah digunakan buat beriman dan beramal saleh, lalu mempergunakan kehidupan dengan sebaik-baik kegunaan, mengerjakan yang ma'ruf dan menjauhi yang mungkar, bukan dengan membunuh diri.
Lalu dijelaskan lagi pada ayat yang selanjutnya hukuman di akhirat yang diderita oleh orang yang sesat dan gelisah tidak tentu pedoman hidup itu.
Ayat 48
“Pada hari yang mereka akan dihela ke dalam neraka di atas mukanya."
Dalam pangkal ayat ini dijelaskan bagaimana kejamnya adzab siksaan yang akan mereka terima di akhirat, yaitu kakinya akan dihela dan ditarik dalam keadaan menelungkup, sehingga mukanyalah yang akan terlekap ke bumi, terjajar di atas tanah.
“Rasakanlah singgungan api neraka."
Akan menyesalkah manusia atas adzab siksaan yang pedih itu? Akan berkatakah manusia bahwa adzab siksaan Allah itu kejam sekali? Ayat selanjutnya telah memberikan jawaban.
Ayat 49
“Sesungguhnya Kami, segala sesuatu telah Kami ciptakan dengan kadarnya,"
Artinya, ialah bahwasanya adzab siksaan yang ditimpakan oleh Allah kepada hamba-Nya itu, baik dinamai kejam, berat maupun sangat keras, namun dia adalah takdir karena langkah yang dituju oleh manusia itu sendiri.Manusia sampai kepada adzab yang kejam, sampai badan
ditarik dan muka tercecah ke bumi, adalah tersebab manusia sendiri yang menujukan langkahnya ke sana. Mereka tidak akan sampai ke tempat yang sangat celaka itu, kalau bukan mereka sendiri yang menempuh ke sana. Sudah ditakdirkan, bahwa orang yang melangkah ke kanan misalnya-tidaklah dia akan sampai ke kiri. Orang yang telah melalui hidupnya dengan baik, menurut tuntunan Rasul, tidaklah mereka akan ditarik mukanya sampai tercecah ke bumi. Orang yang kerjanya selama di dunia ini hanya menganiaya orang lain dan kebenaran tidak masuk ke dalam hatinya, wajarlah jika orang yang begitu neraka jadi tempatnya. Dan sekali-kali tidak wajar, dan sangat kejam, kalau kiranya orang yang hidupnya telah disediakan buat menaati perintah Allah, menghentikan larangan-Nya, berbuat baik, beramal saleh, lalu orang ini dihukum dan dimasukkan ke dalam neraka. Begitulah takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Memang, Allah boleh saja memberi ampun. Tetapi kalau sekiranya segala orang yangberbuat jahat, tidak dimasukkan ke neraka, lalu diberi ampun saja, niscaya dalam hidup di dunia ini manusia tidak akan menentukan nilAl-nilai mana perbuatan yang harus dikerjakan dan mana yang harus dihentikan.
Ayat 50
“Dan tidaklah ada perintah Kami, melainkan satu."
Perintah itu hanya satu, tidak berbilang. Keputusan Allah sudah digariskan dengan tetap, tidak ragu, tidak bercampur aduk di antara keadilan dengan kebencian. Di dalam menjalankan suatu hukum pun, tidak pernah lepas dari rasa belas kasihan. Tanda belas kasihan itu ialah sejak zaman nabi-nabi yang dahulu, sampai sekarang ini telah diberi ingat bahwa barangsiapa yang taat akan diberi anugerah, dan barangsiapa yang durhaka akan diberi siksaan dan adzab. Kalau Allah tidak belas kasihan kepada kita, niscaya tidak diberinya tahu kita dari sekarang.
“Sebagai sekejap mata."
Maka perintah, atau apa yang telah ditentukan oleh Allah itu, dengan satu kali sikap saja, pasti terjadi. Terutama kelak kalau Kiamat datang. Datangnya dengan cepat sekali, sekejap mata.
Ayat 51
“Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang-orang yang senupa dengan kamu."
“Adakah yang mengambil pengajaran?"
Dan kejadian itu, apakah umat yang dahulu karena durhaka kepada Allah, lalu mereka dihukum, sedang kamu akan didiamkan saja?
Ayat 52
“Dan tiap-tiap sesuatu yang mereka kerjakan, (ada) catatannya dalam buku."
Artinya ialah bahwasanya apa jua pun macam pekerjaan yang akan dikerjakan oleh manusia dalam kehidupan dunia ini, telah tertulis terlebih dahulu di sisi Allah, ke mana tujuan dan akhir dari satu pekerjaan manusia, telah ada catatannya di sisi Allah dan telah tahu ke mana maksudnya, karena semuanya itu telah ada takdirnya.
Ayat 53
“Dan tiap-tiap sesuatu yang kecil dan yang besar, pun, semua telah tertulis."
Kalau pada ayat 52 dijelaskan bahwa telah ada catatannya dalam buku, sehingga suatu tujuan jalan yang dituju telah diketahui Allah ke mana arahnya, maka pada ayat ini
dijelaskan lagi bahwasanya kecil dan besar yang dikerjakan, semua terdaftar, tidak ada yang tidak dicatat, sehingga kelak kemudian tinggal menyesuaikan saja apa yang dikerjakan itu dengan apa yang dicatatkan Allah. Dua orang malaikat, yaitu Raqib dan Atid berdiri di kiri kanan manusia mencatatkan apa yang dikerjakan, baik kecil maupun besar, sehingga manusia bisa saja lupa apa yang telah dikerjakannya karena telah lama berlalu, namun catatan kedua malaikat tidaklah ada yang lupa. Semuanya akan dinilai.
Ayat 54
“Sesungguhnya onang-cnang yang bentakwa adalah di taman indah, dan sungai-sungai."
Taman-taman yang indah itu ialah dalam surga Na'im, dikatakan bahwa tempatnya itu ialah di sungAl-sungai.
Ayat-ayat Allah menerangkan kesuburan dan kenyamanan dalam surga karena airnya yang selalu sedia.
Ayat 55
“Pada kedudukan yang benar."
Sebab kebenaran itu telah ditempuh sejak hidup dalam dunia. Maka memanglah sudah takdir bahwasanya perjalanan yang benar, tidak mungkin menempuh melainkan perlangkahan yang benar, dan perlangkahan yang benar itu pun akhirnya akan mencapai kepada kedudukan yang benar pula. Dan kedudukan yang benar itu, puncak kemuliaan dari segala kedudukan ialah
“Di sisi Mahancya Yang Mahakuasa."
Sri Maharaja Yang Mahakuasa, ialah Allah ﷻ sendiri, yang dari sana kita semuanya datang dan ke sana hakikat dari perjalanan kita, dan itulah bahagia yang sejati.
Dan ke sanalah arahan dan hakikat yang sebenarnya kita tuju ... Amin.
Selesai tafsir surah al-Qamar.