Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَد
dan sesungguhnya
تَّرَكۡنَٰهَآ
Kami telah jadikan
ءَايَةٗ
pelajaran
فَهَلۡ
maka adakah
مِن
dari
مُّدَّكِرٖ
mengambil pelajaran
وَلَقَد
dan sesungguhnya
تَّرَكۡنَٰهَآ
Kami telah jadikan
ءَايَةٗ
pelajaran
فَهَلۡ
maka adakah
مِن
dari
مُّدَّكِرٖ
mengambil pelajaran
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar telah menjadikan (kapal) itu sebagai tanda (pelajaran). Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
Tafsir
(Dan sesungguhnya telah Kami tinggalkan) telah Kami biarkan perbuatan Kami itu (sebagai tanda) bagi orang yang mau mengambilnya sebagai pelajaran buat dirinya. Makna yang dimaksud ialah, berita mengenai banjir besar ini telah tersiar dan tetap lestari ketenarannya (maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?) untuk menasihati dirinya. Asal lafal Muddakir adalah Mudztakir, lalu huruf Ta diganti menjadi Dal, demikian pula huruf Dzal diganti menjadi Dal, lalu keduanya diidgamkan menjadi satu sehingga jadilah Muddakir.
Tafsir Surat Al-Qamar: 9-17
Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, "Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman. Maka dia mengadu kepada Tuhannya, "Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan. Oleh sebab itu, tolonglah (aku). Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.
Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: telah mendustakan. (Al-Qamar: 9) sebelum kaummu, wahai Muhammad. kaum Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh). (Al-Qamar: 9) Yakni mereka dengan terang-terangan mendustakan Nuh dan menuduhnya sebagai orang yang gila.
dan mengatakan, "Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman. (Al-Qamar: 9) Mujahid mengatakan bahwa makna uzdujir ialah hilang akal sehatnya karena gila. Menurut pendapat yang lain, mereka menghardiknya, mencegahnya, serta mengancamnya, bahwa sekiranya engkau wahai Nuh tidak menghentikan seruanmu itu, niscaya engkau benar-benar akan termasuk orang-orang yang dirajam oleh kami. Demikianlah menurut Ibnu Zaid, dan pendapatnya ini cukup beralasan dan cukup baik.
Maka dia mengadu kepada Tuhannya, 'Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan. Oleh sebab itu, tolonglah (aku)." (Al-Qamar: 10) Yakni sesungguhnya aku adalah orang yang lemah, tidak mampu menghadapi dan melawan mereka, maka tolonglah oleh-Mu agama-Mu ini. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. (Al-Qamar: 11) As-Suddi mengatakan bahwa makna munhamir ialah air yang banyak sekali. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air. (Al-Qamar: 12) Artinya, Kami memancarkan air dari seluruh muka bumi; hingga tempat-tempat pembakaran roti pun Kami pancarkan air darinya, padahal sumber api dari situ.
Maka dengan kekuasaan Kami, Kami pancarkan mata.air-mata air darinya pula. maka bertemulah air-air itu. (Al-Qamar: 12) Yakni air dari langit dan air dari bumi itu bertemu. untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (Al-Qamar: 12) Yaitu suatu urusan yang telah ditetapkan oleh takdir. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. (Al-Qamar: 11) Yakni yang banyak sekali, yang sebelum itu langit tidak pernah menurunkan airnya dan tidak pula sesudahnya melainkan hanya dari awan.
Semua pintu langit dibuka dengan menurunkan air tanpa melalui awan yang ada di hari itu. Maka bertemulah kedua air tersebut untuk suatu urusan yang telah ditetapkan. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ibnul Kawa pernah bertanya kepada Ali tentang al-majrah, yakni gugusan bintang-bintang di langit. Maka Ali menjawab bahwa itu adalah talang-talang langit yang darinya semua pintu langit dibuka untuk menurunkan air yang tercurah.
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (Al-Qamar: 13) Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Al-Qurazi, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna dusur adalah paku-paku. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa bentuk tunggalnya ialah disar dan juga dasir, sama seperti lafal habikun dan hibakun bentuk jamaknya ialah hubukin. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dusur ialah lambung-lambung kapal.
Ikrimah dan Al-Hasan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bagian depan (haluan) kapal yang membelah ombak. Adh-Dhahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kedua sisinya dan bagian pokoknya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah bagian depan kapal. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami. (Al-Qamar: 14) Yakni dengan perintah Kami dan penglihatan Kami, serta berada dalam pemeliharaan dan penjagaan Kami.
sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). (Al-Qamar: 14) Yaitu sebagai balasan bagi mereka karena mereka telah kafir kepada Allah, dan sebagai pertolongan kepada Nuh a.s. yang didustai mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran. (Al-Qamar: 15) Qatadah mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membiarkan utuh perahu Nabi Nuh a.s. hingga dapat dijumpai oleh generasi pertama dari umat ini. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan pengertian jenis perahu, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan suatu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan, dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera. (Yasin: 41-42) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: .
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang kamu) ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (Al-Haqqah: 11-12) Karena itulah dalam surat ini disebutkan: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Yakni adakah orang yang mau mengambilnya sebagai pelajaran dan peringatan baginya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah membacakan kepadanya firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Aswad ibnu Yazid, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah membacakan kepada Rasulullah ﷺ firman berikut: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Dan Nabi ﷺ membacanya dengan bacaan berikut: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan pula melalui hadits Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Al-Aswad, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Telah menceritakan pula kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki bertanya kepada Al-Aswad, "Apakah Muzzakkir ataukah muddakkir? Maka Al-Aswad menjawab bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud membacanya dengan bacaan berikut: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Lalu Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ membacanya dengan bacaan berikut (yakni memakai huruf dal): maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 15) Imam Muslim telah mengetengahkan hadits ini juga ahlus sunan kecuali Ibnu Majah melalui hadits Abu Ishaq.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. (Al-Qamar: 16) Yakni betapa hebatnya azab-Ku terhadap orang-orang yang ingkar kepada-Ku dan mendustakan rasul-rasul-Ku, dan tidak mau mengambil pelajaran dari apa yang disampaikan oleh juru peringatan-Ku. Dan bagaimana Aku membela para juru peringatan-Ku dan menimpakan pembalasan terhadap orang-orang yang mendustakan mereka. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran. (Al-Qamar: 17) Kami jadikan Al-Qur'an itu mudah bacaan (lafal)nya dan Kami mudahkan pula pengertiannya bagi orang yang menginginkannya agar dia memberikan peringatan kepada manusia.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 29) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur'an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran. (Al-Qamar: 17) Yaitu mudah untuk dibaca.
As-Suddi mengatakan, maknanya yaitu Kami mudahkan bacaannya bagi semua lisan (bahasa). Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seandainya Allah tidak memudahkan Al-Qur'an bagi lisan manusia, niscaya tiada seorang makhluk pun yang mampu berbicara dengan Kalamullah. Dan menurut hemat saya (penulis), di antara dalil yang membuktikan dimudahkan-Nya Al-Qur'an bagi manusia untuk membacanya ialah sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan dengan tujuh dialek. Kami telah mengetengahkan hadits ini lengkap dengan semua jalur periwayatan dan teks-teksnya, sehingga di sini tidak perlu diulangi lagi.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka adakah orang yang mengambil pelajaran. (Al-Qamar: 17) Yakni adakah orang yang mengambil pelajaran dan peringatan dari Al-Qur'an ini yang telah dimudahkan untuk dihafal dan dipahami maknanya? Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa adakah orang yang mendapat peringatan darinya hingga meninggalkan semua kemaksiatan? Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami Damrah, dari Ibnu Syauzab, dari Matar Al-Warraq sehubungan dengan makna firman-Nya: maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 17) Yaitu adakah orang yang menimba ilmu darinya dan menjadikan Al-Qur'an sebagai penolong yang membimbingnya? Hal yang sama telah dikemukakan oleh Imam Al-Bukhari secara ta'liq, tetapi dengan ungkapan yang pasti (tegas) dari Matar Al-Warraq.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula hal yang sama, dan ia telah meriwayatkan hal yang semisal dari Qatadah."
15-16. Dan sungguh, kapal itu telah Kami awetkan dan Kami jadikan sebagai tanda dan pelajaran bagi kaum yang datang kemudian. Maka, adakah orang yang mau dan bersungguh-sungguh mengambil pelajaran dari peristiwa itu' Bila hal itu tidak menyadarkannya untuk menaati ajakan rasul, maka perhatikan betul-betul betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku. 15-16. Dan sungguh, kapal itu telah Kami awetkan dan Kami jadikan sebagai tanda dan pelajaran bagi kaum yang datang kemudian. Maka, adakah orang yang mau dan bersungguh-sungguh mengambil pelajaran dari peristiwa itu' Bila hal itu tidak menyadarkannya untuk menaati ajakan rasul, maka perhatikan betul-betul betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku.
Peristiwa bencana buat kaum Nuh dijadikan Allah sebagai pelajaran bagi manusia sepanjang masa. Sehingga mereka dapat membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan yang mendustakan terhadap rasul-rasul Allah. Bahtera tersebut mendarat di bukit "Judi." (Nama Gunung di daerah Kurdistan)
Dan difirmankan, "Wahai bumi! Telanlah airmu dan wahai langit (hujan!) berhentilah." Dan air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan dan kapal itupun berlabuh di atas gunung Judi, dan dikatakan, "Binasalah orang-orang zalim." (Hud/11: 44)
Dalam ayat lain peristiwa itu dinyatakan:
Sesungguhnya ketika air naik (sampai ke gunung), Kami membawa (nenek moyang) kamu ke dalam kapal, agar Kami jadikan (peristiwa itu) sebagai peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (al-haqqah/69: 11-12)
Selanjutnya pada akhir ayat ini Allah bertanya, "masih adakah orang-orang yang mau mengingat dan merenungkan peristiwa itu untuk dijadikan pelajaran." Artinya peristiwa itu perlu direnungkan dan diingat sepanjang masa untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KAUM NUH PERNAH MENDUSTAKAN
Ayat 9
“Telah mendustakan sebelum mereka kaum Nuh."
Buat mengulangi kembali hidup yang lampau sudah tidak bisa lagi. Yang dapat kita lakukan ialah pengalaman umat yang dahulu dari kita. Umat yang menghitung dahulu dari kita, ialah umat Nabi Nuh."Maka mereka dusta-kan hamba Kami." Yaitu umat yang didatangi oleh Nabi Nuh itu telah disampaikan kepada mereka perintah Allah, suruhan dan larangan, namun mereka tidak mau percaya. Mereka lebih suka menurutkan pikiran sendiri. Hati sanubari mereka telah percaya akan adanya Zat Mahakuasa yang mengatur hidup manusia ini, tetapi mereka tidak mau mendengar petunjuk dari Rasulullah yang bernama Nuh, yang menunjukkan kepada mereka, siapa sebenarnya Yang Mahakuasa itu, lalu mereka perbuat dewa-dewa sendiri, tuhan-tuhan sendiri. Nabi Nuh telah menunjukkan, dengan dasar wahyu ilahi sendiri, bahwa memang ada Yang Mahakuasa atas alam. Itulah Allah, itulah Allah! Allah itu tidak bersekutu dengan yang lain dalam menciptakan alam. Allah itu adalah sendiri, Esa! Namun mereka tidak mau menerima keterangan itu.
“Dan mereka katakan: ini orang gila yang diusir."
Maka seruan Nabi Nuh supaya semuanya mengakui hanya satu Tuhan, yaitu Allah Yang Maha Esa, tidak ada perbilangan tuhan, tidak ada penyembahan kepada berhala, tidak ada berbagai ragam kepercayaan, dan kepercayaan hanya tertuju kepada Yang Maha Esa, kaumnya telah menuduh Nabi Nuh seorang gila. Maka orang gila tidaklah layak diterima pimpinannya. Tidaklah layak dia dijadikan pemuka dan pemimpin, bahkan yang patut buat dia adalah diusir, tidak dibawa duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan kaumnya. Dia disisihkan dari masyarakat. Maka mengadulah Nuh kepada Allah.
Ayat 10
“Lalu menyerulah dia kepada Tuhannya."
Karena seruannya kepada kaumnya agar mengakui Allah itu hanya Esa, hanya Tunggal tiada bersekutu dengan yang lain, dia dituduh gila oleh kaumnya. Lantaran dituduh gila dia hendak diusir. Lalu itulah Nuh mengadukan haknya.
“Aku ini telah dikalahkan, berilah aku pertolongan."
Permohonan Nabi Nuh itu dikabulkan oleh Allah.
Ayat 11
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan air yang tercunah."
Tegasnya, datanglah hujan yang sangat lebat, bagai dicurahkan dari langit.
Ayat 12
“Dan Kami pancarkan dari bumi mata-mata
Air dari langit bagai dicurahkan dan dari bumi pun membusat air-air, keluar, mengalir dengan deras dari mata-mata air yang ada. Maka apabila hujan lebat, bagai dicurahkan dari langit, telah disambut pula oleh air-airyang keluar mengalir dari mata-mata air, niscayatah tergenang air, membanjir. Dengan hujan dua tiga jam saja, sudah dapat menimbulkan banjir besar, bagaimana kalau hujan itu berlaku berhari-hari lamanya, ditambah dengan air yang mengalir sendiri dari persediaan bumi, niscaya seluruhnya menjadi banjir besar,
“Maka bentemulah ain itu menurut perintah yang telah ditentukan"
Terjadilah hujan besar, pertemuan air yang tercurah dari langit dengan air yang membusat dari bumi, sehingga mengganah dan menjadi banjir yang sangat besar, tergenang pada seluruh muka bumi.
Ayat 13
“Dan Kami angkut dia di atas (kapal) dari papan dan paku."
Karena telah terlebih dahulu Allah memerintahkan kepadanya agar membuat perahu atau bahtera yang muat di dalamnya segala binatang sepasang-sepasang dan manusia yang beriman kepadanya, sebagaimana dije-laskan panjang lebar di dalam surah-surah yang lain, seumpama surah Huud, surah al-Mu'minuun dan lain-lain.
Ayat 14
“Dia betayan dengan pengawasan Kami."
Dia belayar di hadapan mata atau di bawah pengawasan dari Allah, yaitu Allah yang melihat segala sesuatu yang terjadi pada diri hamba-hamba-Nya.
“Sebagai ganjalan bagi barangsiapa yang disangkal."
Selama hidup di dunia tidak ada pekerjaan mereka selain dari menyangkal segala ketentuan Allah, segala keterangan yang dibawakan oleh Nabi yang telah diutus Allah. Sebagai akibat dari segala sangkalan dan bantahan itu, beginilah jadinya sekarang.
Ayat 15
“Dan sesungguhnya telah Kami tinggalkan hal itu sebagai ayat."
Dalam ayat ini Allah telah berfirman bahwasanya ayat itu—yaitu topan atau banjir besar yang terjadi di zaman Nuh yang sampai kepada zaman kita sekarang ini telah memakan waktu lebih 6.000 tahun—telah ditinggalkan oleh Allah bekasnya untuk menjadi ayat dan bukti bagi umat manusia bahwa hal ini memang terjadi. Hal ini telah diceritakan oleh nabi-nabi sebelum Muhammad sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ sendiri dan bekas jejaknya sampai kepada hari ini masih ada.
Qatadah menafsirkan, menurut yang dinukilkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, “Allah telah mengekalkan perahu Nabi Nuh itu sehingga masih dapat disaksikan oleh umat ini."
Bahkan pada zaman modern kita ini dikatakan orang bahwa tempat perahu itu telah diselidiki dan telah bertemu menjadi suatu fosil atau semuanya telah menjadi batu di atas Pegunungan Ararat dalam bagian tanah yang masuk sempadan (perbatasan) di antara negeri Turki dengan negeri Soviet Rusia. Wallahu a'lam.
Maka datanglah pertanyaan Allah,
“Maka adakah (di antara mereka) orang-orang yang ingat?"
Begitu jelas tanda ditinggalkan, begitu terang ayat dapat dilihat mata, adakah manusia yang ingat? Tidakkah cukup bagi manusia menerima berita kejadian orang-orang yang
telah terdahulu itu, untuk jadi pengajaran, lalu menerima akan seruan nabi? Lalu tunduk akan tuntunan ilahi?
Ayat 16
“Maka bagaimanakah adanya adzab-Ku dan peningatan-Ku?"
Masih jugakah manusia itu hendak ingkar dan menyangkal? Apalah susahnya bagi Allah menurunkan adzab dan siksaan itu, kalau Dia menghendaki? Akan berapalah besarnya alam ini di hadapan mata dan kekuasaan Allah?
Ayat 17
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an itu untuk peringatan."
Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya Al-Qur'an, kitab suci yang diturunkan oleh Allah ﷻ kepada manusia ini mudahlah buat diingat, dan mudah buat dibaca, asal saja orang mau. Sedang bagi bangsa yang bukan Arab, yang lidahnya bukan lidah Arab, lagi mudah membaca Al-Qur'an itu, sehingga setelah Rasulullah ﷺ wafat di zaman tabi'in, yaitu di zaman sesudah Nabi dan sesudah sahabat-sahabat beliau, berlombalah ulama-ulama bukan Arab mengaji Al-Qur'an, memperdalam penyelidikan tentang Al-Qur'an, mengutip ilmu dan hikmah daripada ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga berkembang biaklah ilmu ini ke seluruh dunia. Timbullah ilmu tafsir, ilmu tasawuf, ilmu balaghah dan falsafah, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu manthiq dan ma'ani dan berbagai ilmu yang lain, yang semuanya itu bersumber daripada Al-Qur'an.
“Maka adakah orang-orang yang ingat?"
Begitu mudah isinya, tidak sukar membawa dan mengingatinya, adakah orang yang ingat? Atau adakah barangkali karena mudahnya pembacaan dan peringatan itu lalu mereka lalaikan dan cuaikan saja? Kalau demi-kian mereka sendirilah yang akan celaka.
Meriwayatkan ad-Dhahhak, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, bahwa beliau ini menafsirkan tentang kemudahan AL-Qur'an itu, “Kalau bukanlah Allah yang memudahkan bacaan itu bagi lidah anak Adam, tidaklah seorang jua pun yang sanggup akan bercakap dengan percakapan Allah yang Dia sampaikan kepada hamba-Nya."