Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَنَّ
dan bahwasanya
إِلَىٰ
kepada
رَبِّكَ
Tuhanmu
ٱلۡمُنتَهَىٰ
akhir tujuan
وَأَنَّ
dan bahwasanya
إِلَىٰ
kepada
رَبِّكَ
Tuhanmu
ٱلۡمُنتَهَىٰ
akhir tujuan
Terjemahan
bahwa sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),
Tafsir
(Dan bahwasanya) jika dibaca Anna berarti di'athafkan kepada kalimat sebelumnya, jika dibaca Inna berarti merupakan jumlah Isti-naf atau kalimat baru. Hal ini berlaku pula terhadap lafal yang sama yang jatuh sesudahnya, dengan demikian maka pengertian yang terkandung pada kalimat sesudah Anna pertama bukan termasuk ke dalam pengertian yang terkandung di dalam lembaran-lembaran Ibrahim (kepada Rabbmulah kesudahan) tempat kembali sesudah mati, lalu Dia memberikan balasan yang setimpal kepada mereka masing-masing.
Tafsir Surat An-Najm: 42-55
Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan, dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani, apabila dipancarkan. Dan bahwasanya Dialah yang menetapkan kejadian yang lain (kebangkitan sesudah mati), dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan, dan bahwasanya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi'ra, dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum Ad yang pertama, dan kaum Tsamud.
Maka tidak seorang pun yang ditinggalkan-Nya (hidup). Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka, dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah, lalu Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpanya. Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm: 42) Yakni dikembalikan di hari kiamat nanti. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi yang menceritakan bahwa Mu'az ibnu Jabal berdiri di antara kami, lalu berkata, "Wahai Bani Aud, sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah ﷺ kepada kalian, kalian harus mengetahui bahwa kita semua akan dikembalikan kepada Allah; adakalanya ke surga atau ke neraka." Al-Baghawi telah meriwayatkan melalui Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm: 42) Maka Nabi ﷺ bersabda: Tidak boleh memikirkan tentang Tuhan.
Al-Baghawi mengatakan bahwa ini merupakan kesamaan dari apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu 'yang hadisnya menyebutkan: Pikirkanlah tentang makhluk dan janganlah kalian memikirkan tentang Khaliq (Pencipta), karena sesunguhnya Dia tidak dapat diliput oleh pemikiran. Demikianlah menurut apa yang dikemukakan oleh Al-Baghawi, tetapi tidak dikenal bunyi teks seperti ini, dan yang terdapat di dalam kitab shahih bunyinya hanyalah seperti berikut: Setan datang kepada seseorang di antara kalian, lalu mengatakan (membisikkan kepadanya), "Siapakah yang menciptakan ini dan siapakah yang menciptakan ini? Hingga akhirnya setan mengatakan, "Siapakah yang menciptakan Tuhanmu? Apabila sampai kepada seseorang di antara kalian hal tersebut, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan menghentikannya.
Di dalam hadits lain yang terdapat di dalam kitab-kitab sunan disebutkan seperti berikut: Pikirkanlah tentang makhluk Allah dan janganlah kamu memikirkan tentang Zat Allah, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan seorang malaikat yang besar antara bagian bawah telinganya sampai pundaknya sama dengan jarak perjalanan tiga ratus tahun. Atau hal yang semakna dengan sabda Nabi ﷺ Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis. (An-Najm: 43) Yakni Dia menciptakan hamba-hamba-Nya dapat tertawa dan menangis, juga menciptakan penyebab keduanya; keduanya merupakan sikap yang bertentangan. dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan. (An-Najm: 44) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: .
dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani, apabila dipancarkan. (An-Najm: 45-46) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu setetes air mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi 'alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 36-40) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya Dialah yang menetapkan kejadian yang lain (kebangkitan sesudah mati). (An-Najm: 47) Yakni sebagaimana Dia menciptakan makhluk pada yang pertama kali, maka Dia mampu pula mengembalikannya menjadi hidup kembali sesudah matinya dalam ciptaan yang baru di hari kiamat nanti.
dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan memberikan kecukupan. (An-Najm: 48) Dia memilikkan kepada hamba-hamba-Nya harta benda, dan menjadikannya sebagai modal mereka yang ada di tangan mereka tanpa memerlukan mereka memperjualbelikannya; dan ini merupakan kelengkapan dari nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan kepada mereka. Banyak kalangan ulama tafsir yang mengartikan makna ayat ini, antara lain Abu Saleh, Ibnu Jarir, dan selain keduanya. Diriwayatkan dari Mujahid bahwa makna agna ialah memberikan harta, sedangkan aqna ialah memberikan pelayan.
Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Ibnu Abbas dan juga Mujahid mengatakan bahwa agna artinya memberi, sedangkan aqna artinya memuaskan. Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah Mahakaya diriNya dan menjadikan semua makhluk berhajat kepada-Nya. Demikianlah menurut pendapat Al-Hadrami ibnu Lahiq. Menurut pendapat yang lain, Allah memperkaya siapa yang dikehendaki-Nya dari kalangan makhlukNya dan menjadikan miskin siapa yang dikehendaki-Nya dari mereka.
Demikianlah menurut Ibnu Zaid yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, tetapi kedua pendapat terakhir jauh dari kebenaran bila di tinjau dari segi pengertian lafaznya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang syi'ra. (An-Najm: 49) Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya mengatakan bahwa bintang yang dimaksud adalah bintang yang cahayanya cemerlang, yang juga dikenal dengan nama Mirzamul Jauza (Venus) yang oleh segolongan orang Arab Badui disembah-sembah (di masa Jahiliahnya). dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum 'Ad yang pertama. (An-Najm: 50) Mereka adalah kaum Nabi Hud, yang juga dikenal dengan nama 'Ad ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: .
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad?, (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. (Al-Fajr: 6-8) Mereka termasuk manusia yang keras lagi kuat dan paling menentang kepada Allah dan rasul-Nya, maka Allah membinasakan mereka. dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus. (Al-Haqqah: 6-7) Yakni berturut-turut tanpa henti-hentinya selama tujuh malam delapan hari.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kaum Tsamud. Maka tidak seorang pun yang ditinggalkan-Nya (hidup). (An-Najm: 51) Allah binasakan mereka semua, tanpa ada seorang pun dari mereka yang tersisa. Dan kaum Nuh sebelum itu. (An-Najm: 52) Yaitu sebelum kaum Tsamud. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka. (An-Najm: 52) Yakni sangat pendurhaka, lebih keras daripada orang-orang yang sesudah mereka. dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah. (An-Najm: 53) Yakni kota-kota yang dihuni oleh kaum Luth. Allah membalikkan kota-kota itu di atas mereka dan menjadikan bagian bawahnya berada di atas mereka, dan Allah menghujani mereka bertubi-tubi dengan batu-batu dari tanah yang terbakar.
Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan: lalu Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpanya. (An-Najm: 54) Maksudnya, batu-batuan yang ditimpakan kepada mereka. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (Asy-Syu'ara: 173) Qatadah mengatakan bahwa penduduk kota-kota negeri kaum Luth seluruhnya berjumlah empat juta orang, lalu lembah tempat mereka berada menyemburkan api dan mengalirkan minyak mentah dan aspal (ter) yang membakar mereka seperti halnya pemanggangan roti membakar roti.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang sama dari ayahnya, dari Muhammad ibnu Wahb ibnu Atiyyah, dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulaid, dari Qatadah dengan lafal yang sama. Tetapi riwayat ini gharib sekali. Firman Allah.subhanahu wa ta’ala: Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu? (An-Najm: 55) Yaitu nikmat Allah yang manakah yang kamu ragukan, wahai manusia? Demikianlah menurut Qatadah. Ibnu Juraij mengatakan bahwa firman-Nya: Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu? (An-Najm: 55) ditujukan kepada Nabi Muhammad ﷺ Akan tetapi, pendapat yang pertamalah yang utama, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir."
41-42. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Amal yang baik akan mendapat balasan yang berlipat ganda, dan amal yang buruk akan dibalas sesuai kadar keburukannya. Dan selain itu, disebutkan pula dalam lembaran-lembaran kitab suci itu bahwa sesungguhnya hanya kepada Tuhanmu permulaan dan kesudahan segala sesuatu. 43-44. Dan selain itu, diterangkan pula dalam lembaran-lembaran kitab suci itu bahwa sesungguhnya Dialah Yang Mahakuasa yang telah menjadikan orang tertawa dan menangis serta menciptakan faktor-faktor yang menyebabkannya, dan sesungguhnya Dia pula yang mematikan dan menghidupkan ciptaan-Nya.
Allah tempat kembali segala sesuatu pada hari Kiamat dan Ia akan menghisab yang kecil dan besar, lalu Ia memberi pahala atau siksa sesuai dengan perbuatan mereka masing-masing. Ayat ini merupakan peringatan keras bagi orang jahat, dan bujukan yang halus bagi orang-orang baik dan sebagai penghibur hati bagi Nabi Muhammad saw, seperti firman-Nya:
Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. (Yasin/36: 76).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ORANG YANG MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI
Setelah itu sekarang Allah menyuruh memerhatikan haluan hidup dari orang yang mementingkan diri sendiri atau yang di dalam bahasa asing disebut orang egoistis.
Ayat 33
“Apakah engkau lihat onang yang benpaling?"
Berpaling, sebab dia tidak memerhatikan panggilan kepada jalan yang benar kepada hidup bermasyarakat.
Ayat 34
“Dan membelikan hanya sedikit dan enggan menambah?"
Mereka berpaling daripada seruan agar hidup bermasyarakat, hidup tolong-menolong dengan orang lain, terutama yang miskin agar dibantu, yang lemah agar dikuatkan dengan tangan kita sendiri. Orang yang berpaling tidaklah mau memberikan pertolongan kalau tidak diajak, kalau tidak diseru. Kalau dia hendak memberi, dia merasa memberi itu karena terpaksa saja, karena segan menyegan. Maka karena didesak orang juga, maulah dia membagi, tetapi hanya sedikit, tidak sepadan dengan kekayaannya. Kalau kiranya dipandang bahwa pemberiannya itu amat sedikit dibandingkan dengan kekayaan yang ada padanya, laludiminta supaya dia menambah maka dengan rasa enggan dan dengan mengomel dia menyatakan enggan memberikan tambahan itu. Orang yang begini adalah orang bakhil, jiwanya telah dikuasai oleh hartanya. Bukan dia lagi yang menguasai harta. Maka bakhil ini dipandang satu penyakit yang sangat buruk, yang menghambat kemajuan dari satu masyarakat. Dalam masyarakat orang bakhil ini, kemajuan pembangunan tidak akan ada. Karena orang berlomba menyembunyikan hartanya, takut akan diminta untuk berbuat kebajikan.
Ayat 35
“Atau adakah di sisinya ilmu tentang yang gaib dan dia pun melihat?"
Adakah orang yang bakhil, yang enggan mengeluarkan hartanya akan berbuat baik itu mengetahui yang gaib, sehingga diketahuinya bahwa dia akan lama menyimpan harta itu? Bahwa dia tidak akan mati? Bahwa dia akan senang selalu? Adakah dia melihat bahwa hidupnya di zaman yang akan datang akan senang dan umurnya akan lanjut? Adakah dia telah melihat itu semuanya?
Ayat 36
“Atau tidakkah diberitakan kepadanya apa yang tentulis di dalam sunat-sunat Musa?"
Surat-surat yang diterima Nabi Musa, yang disebut juga shuhuf, ialah berbagai wahyu yang beliau terima dan beliau tuliskan. Selain daripada menerima kitab Tauratyang terkenal diturunkan kepada Nabi Musa, beliau pun menerima juga surat-surat yang lain, atau shuhuf yang lain, yang berisi undang-undang dan pengajaran.
Ayat 37
“Dan ibrahim yang telah memenuhi (kewajibannya) ?"
Ayat 38
Nabi Ibrahim pun menerima pula surat-surat atau shuhuf itu daripada Allah, agar disampaikan kepada umat yang beliau datangi."(Bahwasanya) seonang pemikul beban tidaklah akan memikul beban onang lain."
Inilah isi dan kandungan daripada surat-surat atau shuhuf yang diturunkan Allah kepada Musa atau kepada Ibrahim, isi semuanya itu sama. Yaitu bahwasanya sesuatu beban yang dipikulkan kepada seseorang, adalah tanggungan dari orang itu sendiri. Kalau si Ahmad misalnya yang diperintah, tidaklah sah kalau si Hamid yng disuruh bertanggung jawab. Masing-masing manusia memikul tanggung jawab sendiri-sendiri, tidak boleh disuruh orang lain memikulnya. Kalau Ahmad yang bersalah, tidaklah si Mahmud yang mesti menanggung kesalahan itu.
Ayat 39
“Dan bahwa manusia tidaklah akan mempenoleh, melainkan sekadan usahanya"
Ayat ini adalah pengakuan dari Allah sendiri, bahwasanya memang Ibrahim telah diberi berbagai cobaan dari Allah dan cobaan itu telah disempurnakannya dengan baik. Setelah Ibrahim memenuhi ujian itu dan memenuhi apa yang diperintahkan dengan baik, dengan setia dan tidak ada yang kecewa, sampai mau dibakar, sampai disuruh menyembelih anak, dan semuanya itu dipatuhinya, barulah datang titah Allah bahwa dia akan diangkat Allah menjadi imam bagi manusia. Tegasnya barulah di waktu itu diakui Allah bahwa dia berhak jadi Imam. Lalu Ibrahim memohonkan, kalau boleh anak-cucu keturunan beliau pun dapat pula jadi imam itu. Tetapi Allah pun menjawab, bahwa janji Allah buat jadi imam itu tidak akan dapat memasukkan ke dalamnya orang-orang zalim.
Maka ayat yang kita salinkan ini menguatkan lagi bagi tafsir ayat yang tengah kita uraikan, yaitu, “Bahwa manusia tidaklah akan memperoleh melainkan sekadar usahanya" Mentang-mentang ayah seorang besar, seorang berjasa, belumlah langsung anak akan mendapat untung baik saja dari sebab usaha ayahnya. Kita pun jangan lupa bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim sendiri adalah seorang tukang membuat berhala yang sangat ditentang oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim karena sangat halus perasaannya dan sangat iba kasihan kepada ayahnya yang tidak Islam itu, telah memohon kepada Allah agar ayahnya diberi ampun. Namun Allah tidak me-ngabulkan permohonan itu.
Ayat 40
“Dan bahwasanya segala usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya
Itulah keadilan Ilahi, yang tersebut jugs di dalam surah al-Zilzaal ayat 7 dan 8.
“Dan barangsiapa yang beramal walaupun sebesar atom kebajikan atau keburukan akan dilihatnya jua." (al-Zilzaal: 7-8)
Daripada segala ayat ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwasanya yang akan dapat kita peroleh ialah dari usaha kita sendiri. Dosa yang saya perbuat tidaklah akan menjadi tanggungan orang lain dan jasa yang saya kerjakan, saya pulalah yang akan mengambil hasilnya. Tidaklah seorang dapat mem
banggakan bahwa neneknya si Anu, bapaknya si Fulan, orang-orang yang ternama dan orang-orang yang berjasa. Kalau seseorang tidak berusaha sendiri berbuat amal yang baik bagi dirinya, janganlah membangga dan berharap dari jasa dan usaha nenek moyangnya.
Ada orang mengemukakan alasan bahwasanya usaha orang tua terhadap anaknya itu akan sampai juga walaupun si ayah sudah mati. Mereka mengemukakan alasan hadits Muslim yang shahih, yaitu
“Apabila meninggal seorang anak Adam, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara:
(2) Dari anak yang shalih mendoakannya. (2) Shadaqah jariyah yang dia tinggalkan. (3) Ilmu yang diambil orang manfaat daripadanya." (HR Muslim)
Ibnu Katsir pengarang tafsir yang terkenal mengatakan bahwa yang tiga itu, bukanlah usaha daripada anak yang ditinggalkan, melainkan usaha si ayah yang telah mati itu sendiri yang dia masih berhak menerima hasilnya. Ketiga-tiganya itu pada hakikatnya adalah usaha dari ayah itu sendiri, jerih payah dan amalannya. Sebagaimana tersebut di dalam hadits,
“SesMngguhrvya sebaik-baik makanan seorang laki-laki ialah dari bekas usahanya sendiri dan anaknya termasuk bekas usahanya sendiri."
Dan shadaqah jariyah seumpama wakaf dan yang seumpamanya, itu pun adalah dari si mati itu sendiri, dan amalnya dan sedekahnya. Inilah yang tersebut di dalam Al-Qur'an,
“Sesungguhnya Kami akan menghidupkan orang yang telah mati dan Kami tuliskan apa yang telah mereka amalkan lebih dahulu dan bekas yang mereka tinggalkan(Yaasiin: 12)
Dan ilmu yang dia sebarkan di antara manusia lalu diamalkan ilmu itu oleh manusia tadi, itu pun bekas usaha dan amal orang yang telah mati itu juga. Sebab sudah tersebut di dalam hadits yang shahih, sabda Nabi ﷺ.
“Barangsiapa yang menyeru manusia …suatu petunjuk, akan adalah baginya pahala seumpama pahala yang diterima oleh orang yang mengikutinya, dengan tidak dikurangi ganjarannya itu sedikit jua pun."
“Dan bahwasanya segala usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya." Segala usahanya itu, yang baik ataupun yang buruk, semuanya akan diperlihatkan kepadanya di hari Kiamat. Jika dia berusaha yang baik, gembiralah dia menerima ganjaran yang baik pula. Jika yang buruk pula yang banyak dikerjakan, itu pun akan diperlihatkan juga dengan tidak ada yang tersembunyi. Oleh sebab itu hendaklah kita berusaha membuat yang baik banyak-banyak dan berusaha pula memperkecil berbuat yang jahat dan tidak diridhai oleh Allah.
“Kemudian itu," yaitu setelah semuanya diperlihatkan,
Ayat 41
“Akan diberikan kepadanya ganjaran yang cukup."
Akhirnya datanglah ayat selanjutnya,
Ayat 42
“Dan sesungguhnya kepada Tuhan engkaulah segala kesudahan."








