Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلِلَّهِ
dan kepunyaan Allah
مَا
apa yang
فِي
ada di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
ada di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
لِيَجۡزِيَ
Dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَسَٰٓـُٔواْ
mereka berbuat jahat
بِمَا
terhadap apa
عَمِلُواْ
mereka kerjakan
وَيَجۡزِيَ
dan dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَحۡسَنُواْ
mereka berbuat baik
بِٱلۡحُسۡنَى
denganyang lebih baik
وَلِلَّهِ
dan kepunyaan Allah
مَا
apa yang
فِي
ada di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
ada di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
لِيَجۡزِيَ
Dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَسَٰٓـُٔواْ
mereka berbuat jahat
بِمَا
terhadap apa
عَمِلُواْ
mereka kerjakan
وَيَجۡزِيَ
dan dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَحۡسَنُواْ
mereka berbuat baik
بِٱلۡحُسۡنَى
denganyang lebih baik
Terjemahan
Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Dengan demikian,) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).
Tafsir
(Dia hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) Dia-lah yang memiliki kesemuanya itu; antara lain ialah orang yang tersesat dan orang yang mendapat petunjuk; Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya (supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang mereka kerjakan) berupa kemusyrikan dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya (dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) maksudnya, mereka yang mengerjakan ketauhidan dan amal-amal ketaatan lainnya (dengan pahala yang lebih baik) yakni surga. Kemudian Allah menjelaskan siapakah yang disebut orang-orang yang telah berbuat baik itu melalui firman selanjutnya,.
Tafsir Surat An-Najm: 31-32
Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu. ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.
Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa Dialah Yang mempunyai langit dan bumi dan Dia Mahakaya daripada selain-Nya, dan Yang Menghakimi makhlukNya dengan adil, dan Yang menciptakan makhluk-Nya dengan benar. supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (An-Najm: 31) Yakni Dia akan memberi balasan kepada tiap-tiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk.
Selanjutnya pengertian 'Orang-orang yang berbuat baik' ditafsirkan oleh ayat berikutnya, bahwa mereka adalah orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mau melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan meninggalkan dosa-dosa besar. Jika ada dari mereka yang melakukan sebagian dosa-dosa kecil, maka sesungguhnya Allah akan memberikan ampunan bagi mereka dan menutupi kesalahan mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (An-Nisa: 31) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Istisna atau pengecualian dalam ayat ini bersifat munqati (terpisah dari pengertian yang sebelumnya) karena lamam artinya dosa-dosa kecil dan kekeliruan yang dapat dimaafkan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Artah, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa menurutnya tiada sesuatu pun yang lebih mirip untuk dikatakan lamam selain dari apa yang dijelaskan oleh Abu Hurairah dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mencatatkan pada pundak Ibnu Adam bagian dari perbuatan zinanya, yang pasti dilakukannya. (Yaitu) zina mata adalah memandang, zina lisan adalah berucap, dan zina jiwa ialah berharap dan berselera, sedangkan yang membenarkan dan yang mendustakannya adalah farji (kemaluan)nya. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Abdur Razzaq dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah hienceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-A'masy, dari AbudDuha, bahwa Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Zina kedua mata ialah memandang (yang diharamkan), dan zina kedua bibir ialah mencium (yang diharamkan), zina kedua tangan ialah memukul, dan zina kedua kaki ialah berjalan (menuju kepada hal yang diharamkan), sedangkan yang membenarkannya adalah kemaluannya atau mendustakannya.
Jika ia bertindak dengan kemaulannya, maka ia dinamakan pezina; dan jika tidak, maka dinamakan pelaku lamam (dosa kecil)." Hal yang sama dikatakan oleh Masruq dan Asy-Sya'bi. Abdur Rahman ibnu Nafi yang dikenal dengan sebutan Abu Lubabah At-Taifi telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hurairah tentang makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Maka Abu Hurairah menjawab, "Itu adalah seperti ciuman, kerdipan mata, memandang, dan kontak tubuh; dan apabila kedua khitan telah bertemu yang mewajibkan mandi besar, maka itulah perbuatan zina yang sebenarnya." Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni kecuali dosa-dosa yang telah lalu; hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mansur, dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yaitu orang yang mengerjakan suatu dosa, lalu meninggalkannya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam ucapan seorang penyair: ?! Jika Engkau memberi ampunan, ya Allah, leburlah semua dosa, dan siapakah hambanya yang tidak pernah berbuat dosa kepada Engkau? Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni seseorang melakukan suatu dosa, kemudian bertobat meninggalkannya.
Mujahid mengatakan bahwa dahulu orang-orang Jahiliah melakukan tawafnya di Baitullah seraya mengucapkan syair berikut: ?! Jika Engkau memberi ampunan, ya Allah, Engkau pengampun semua dosa, dan siapakah orangnya yang tidak pernah berbuat dosa terhadap Engkau? Ibnu Jarir dan lain-lainnya telah meriwayatkan kisah ini secara marfu'. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Ishaq.
dari Amr ibnu Dinar, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yaitu seorang lelaki yang melakukan perbuatan keji, lalu bertobat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ menyitir ucapan penyair: Jika Engkau memberi ampunan, ya Allah, Engkau memberi ampunan yang sangat banyak, dan siapakah orangnya yang tidak pernah berdosa terhadap Engkau? Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi; dari Ahmad ibnu Usman alias Abu Usman Al-Basri, dari Abu ‘Ashim An-Nabil.
Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih hasan gharib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadits Zakaria ibnu Ishaq. Hal yang senada dikatakan oleh Al-Bazzar, bahwa kami belum mengetahui hadits ini diriwayatkan secara muttasil melainkan hanya melalui jalur ini. Ibnu Abu Hatim dan Al-Baghawi mengetengahkannya melalui hadits Abu ‘Ashim An-Nabil. Dan sesungguhnya Imam Bagawi mengetengahkannya di dalam tafsir surat At-Tanzil hanya mengenai predikat marfu-nya masih diragukan kesahihannya.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah yang menurutnya (Ibnu Jarir) Abu Hurairah me-rafa '-kan hadits ini (sampai kepada Nabi ﷺ) sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yaitu dosa zina, kemudian bertobat dan tidak mengulanginya; dosa mencuri, kemudian bertobat dan tidak mengulanginya; dan dosa minum khamr, kemudian bertobat dan tidak mengulanginya. Abu Hurairah mengatakan bahwa itulah yang dimaksud dengan pengertian Ilmam (lamam). Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni kesalahan berupa perbuatan zina atau mencuri atau minum khamr, kemudian tidak mengulangi lagi perbuatan dosanya.
Telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Dahulu para sahabat Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seorang lelaki yang terpeleset melakukan dosa zina dan dosa minum khamr, lalu ia menjauhinya dan bertobat darinya. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni di suatu saat dia melakukannya. ‘Atha’ bertanya, "Apakah perbuatan zina?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya zina, kemudian dia bertobat." Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lamam ialah perbuatan dosa yang dilakukan sekali.
As-Suddi mengatakan bahwa Abu Saleh pernah mengatakan bahwa ia pernah ditanya mengenai makna lamam. Maka ia menjawab bahwa perumpamaannya adalah seorang lelaki yang melakukan suatu perbuatan dosa, lalu bertobat. Kemudian ia menceritakan hal itu kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya engkau (dalam jawabanmu itu) dibantu oleh malaikat yang mulia," demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Baghawi. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari jalur Al-Musanna ibnus Sabah yang dha’if, dari Amr ibnu Syu'aib, bahwa Abdullah ibnu Amr pernah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lamam ialah dosa yang di bawah syirik.
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari ‘Atha’, dari Ibnuz Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni dosa yang di antara dua had, yaitu had zina dan azab akhirat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abbas. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) Yakni segala dosa yang mempunyai dua sanksi had, yaitu had di dunia dan had di akhirat, semuanya dapat dihapuskan dengan shalat.
Itulah yang dimaksud dengan lamam atau kesalahan-kesalahan kecil, yaitu dosa yang di bawah dosa yang mengakibatkan pelakunya wajib masuk neraka. Adapun hukum had dunia, maka yang dimaksud adalah semua hukuman yang ditetapkan oleh Allah pelaksanaannya di dunia. Adapun had di akhirat, maksudnya segala sesuatu yang mengakibatkan pelakunya dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka yang hukumannya ditangguhkan sampai di akhirat nanti.
Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ikrimah Qatadah, dan Adh-Dhahhak. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. (An-Najm: 32) Artinya, rahmat Allah memuat segala sesuatu dan ampunan-Nya memuat semua dosa-dosa bagi orang yang bertobat darinya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah. (An-Najm: 32) Yaitu Dia Maha Melihat kalian lagi Maha Mengetahui keadaan, sepak terjang dan ucapan kalian yang akan keluar dan dikerjakan oleh kalian sejak Dia menciptakan bapak moyang kalian dari tanah (yaitu Adam), lalu Dia mengeluarkan semua keturunannya dari sulbinya seperti semut-semut kecil. Kemudian membagi mereka menjadi dua golongan, ada golongan yang dimasukkan ke dalam surga dan.
golongan lainnya dimasukkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Demikian pula pengertian firman berikutnya: dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. (An-Najm: 32) Malaikat yang telah ditugaskan oleh Tuhannya telah menetapkan terhadapnya rezeki, ajal, dan amal perbuatannya, dan apakah dia termasuk orang yang celaka ataukah orang yang berbahagia, semuanya dicatat oleh malaikat itu terhadapnya. Mak-hul mengatakan, "Pada mulanya kita berupa janin dalam perut ibu kita, ada pula di antara kita yang gugur, sedangkan ki(a ini termasuk di antara orang-orang yang dihidupkan.
Lalu kita menjadi bayi yang menyusu, maka di antara kita ada yang mati, sedangkan kita termasuk yang dipanjangkan usia. Kemudian kita menjadi anak-anak, maka di antara kita ada yang mati, sedangkan kita termasuk yang di beri usia panjang. Kemudian kita tumbuh menjadi pemuda, ada pula di antara kita yang mati, sedangkan kita termasuk yang masih hidup.
Kemudian kita menjadi manusia yang berusia lanjut, maka celakalah Anda, lalu apa lagi yang kita tunggu sesudah semuanya itu?" Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang sama dari Mak-hul. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. (An-Najm: 32) Yakni memuji diri sendiri dan merasa besar diri serta membanggakan amal sendiri. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An-Najm: 32) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 49) Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa:
telah menceritakan kepada kami Amr An-Naqid, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Al-Laits, dari Yazid, dari Abu Habib, dari Muhammad ibnu Amr ibnu ‘Atha’ yang mengatakan bahwa ia memberi nama anak perempuannya Barrah. Maka Zainab binti Abu Salamah berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah melarang nama ini, dan dirinya pada mulanya diberi nama Barrah. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Janganlah kamu menganggap dirimu suci, sesungguhnya Allah lebih mengetahui daripada kalian tentang orang yang suci. Mereka bertanya, "Lalu nama apakah yang harus kami berikan kepadanya?" Rasulullah ﷺ menjawab: 'Namailah dia Zainab! Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan pula bahwa: "! -- telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Hazza, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa pernah ada seseorang memuji seorang lelaki di hadapan Nabi ﷺ Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Celakalah engkau, engkau telah mematahkan leher temanmu berkali-kali.
Apabila seseorang di antara kalian terpaksa memuji temannya, hendaklah ia mengatakan, "Kulihat si Fulan hanya Allah-lah yang mengetahui sebenarnya, aku tidak membersihkan seseorang pun terhadap Allah kulihat dia adalah seorang yang anu dan anu, "jika memang dia mengetahuinya. Kemudian Imam Muslim meriwayatkannya melalui Gundar, dari Syu'bah, dari Khalid Al-Hazza dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Khalid Al-Hazza dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Hammam ibnul Haris yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Khalifah Usman, lalu memujinya di hadapannya. Maka Al-Miqdad ibnul Aswad (yang ada di majelis itu) menaburkan pasir ke wajah lelaki itu seraya berkata: Rasulullah ﷺ telah memerintahkan kepada kami apabila kami jumpai orang-orang yang memuji, hendaknya kami taburkan debu di wajah mereka. Imam Muslim dan Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya melalui hadits Ats-Tsauri, dari Mansur dengan sanad yang sama."
Menolak anggapan bahwa orang yang sesat dan ingkar itu seolah-olah di luar pengetahuan Allah, ditegaskan bahwa semua sifat kesempurnaan itu ada pada Zat-Nya. Dan hanya milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia yang menciptakan semua makhluk dan yang mengaturnya sesuai kehendak-Nya. Bisa saja Dia membuat semua ma-nusia beriman, tetapi Dia tidak menginginkannya karena Dia telah membekali mereka dengan akal, petunjuk, dan kebebasan memilih. Dengan demikian, Dia akan memberi balasan dan hukuman kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan dan anugerah kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik, yaitu surga dengan segala kenikmatan dan keindahannya. 32. Orang-orang yang akan mendapat anugerah dan kebaikan adalah mereka yang sungguh-sungguh menjauhi dosa-dosa besar yang disebut secara khusus ancamannya, dan perbuatan keji yang dicela oleh akal dan tabiat manusia. Semua itu ada hukumannya, kecuali kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan sesekali dan tanpa sengaja. Sungguh, pengampunan atas dosa kecil itu karena Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia pun akan mengampuni dosa besar bila pelakunya bertobat dengan tulus. Janganlah kamu bangga karena telah berbuat baik. Sesungguhnya Dia mengetahui tentang keadaan kamu, bahkan sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu yang berproses sesuai tahapannya. Maka dengan pengampunan dan pahala itu, janganlah kamu menganggap dirimu suci dengan memuji diri dan membanggakan amal-amalmu. Sungguh, Dia yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa dan benar-benar suci.
Ayat ini menyatakan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, semua berada dalam genggaman-Nya dan di bawah kekuasaan-Nya. Allah menjadikan semua yang ada di langit dan di bumi, Dia pemiliknya dan Dia yang mengaturnya, Dia mengetahui seluk-beluk keadaannya. Maka janganlah manusia mengira bahwa Allah akan membiarkan mereka dengan tidak membalas setiap manusia menurut amal perbuatannya. Dia akan membalas menurut ilmu-Nya yang mencakupi segala sesuatu. Orang-orang yang berbuat baik diberi ganjaran kebaikan dengan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai dan memberi kesenangan yang tidak pernah terlintas di hati manusia. Ia membalas orang-orang jahat sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya dari bermacam-macam seperti syirik dan maksiat karena hatinya tertutup oleh dosa-dosa besar dan kecil.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DAKWAAN KAMU HANYA SANGKAAN
Ayat 27
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman dengan hari akhirat itu, mereka beri namalah malaikat-malaikat itu dengan nama perempuan"
Kalau pada ayat-ayat yang terdahulu dikatakan bagaimana orang jahiliyyah itu memberi nama kepada berhala, ada yang bernama al-Laata, ada yang bernama al-Uzza dan Manaata, dan semuanya itu mereka katakan bangsa perempuan maka dalam ayat ini disebutkan pula kepercayaan mereka kepada malaikat. Mereka pun ada percaya kepada malaikat tetapi malaikat itu pun mereka katakan bahwa mereka itu adalah perempuan.
Pada ayat yang selanjutnya ditegaskan bahwa itu cuma semata prasangka,
Ayat 28
“Dan tidaklah ada bagi mereka itu ilmu padanya."
Ditegaskan dalam ayat ini bahwasanya dalam hal yang demikian yaitu menetapkan malaikat sebagai perempuan."Tidak ada yang mereka ikuti melainkan persangkaan belaka," persangkaan ialah sesuatu khayatan yang timbul dalam hati, tetapi tidak beralasan. Seumpama orang yang melihat awan berarak di pinggir gunung sangat indahnya lalu dia berkhayat bahwa dalam awan yang berarak
itu ada anak bidadari. Ada pula orang lain yang melihat awan itu sebagai seorang orang tua yang sedang duduk tafakur. Kian lama hilanglah rupa orang tua itu berganti dengan rupa seorang gadis cantik, lama-lama dia berubah menyerupai burung raksasa yang terbang tinggi dan semuanya itu adalah tambahan belaka daripada khayatnya dan tidak ada dalam kenyatan, padahal inilah yang dijadikannya pokok pedoman dalam hidup.
Padahal nyatalah bahwa semuanya itu hanya khayat (bayangan) belaka dan tidak kelihatan oleh orang lain. Sebab itu maka dinyatakan dalam lanjutan ayat,
“Dan sesungguhnya persangkaan itu tidaklah mencukupi untuk menegakkan kebenaran sedikit jua pun"
Prasangka yang demikian tidaklah dapat dijadikan pegangan dalam beragama. Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 29
“Maka berpalinglah engkau daripada orang yang telah berpaling daripada peringatan Kami."
“Dan tidak ada yang mereka inginkan kecuali kehidupan dunia."
Ini adalah terkaan yang tepat dari Allah. Orang-orang yang mengatakan bahwa al-Laata, al-Uzza dan Manaata sebagai Tuhan atau yang mengatakan bahwa malaikat Allah itu semua adalah perempuan, telah dijelaskan bahwasanya pendirian mereka hanya pada prasangka. Atau paham yang masih ragu-ragu tetapi dicoba meyakinkan diri sendiri. Maksud yang utama bukanlah membawa pengajaran bagi keselamatan manusia dunia dan akhirat, melainkan semata-mata karena
“guru-guru" yang membawakan ajaran itu untuk kemegahan dunia, ingin menipu orang banyak dengan ajarannya yang kacau, dan orang banyak yang dapat dipengaruhi itu pun umumnya ialah orang yang masih kosong dari ajaran sejati.
Di negeri kita Indonesia sendiri pun banyaklah terdapat orang-orang yang membuat aliran kepercayaan, yang mengakui dengan mulutnya bahwa dia pun masih percaya kepada Allah Yang Maha Esa, padahal dia menolak segala macam agama apa pun. Mereka mengatakan percaya kepada Allah yang Maha Esa, tetapi tidak mau percaya kepada kerasulan Nabi Muhammad, kadang-kadang guru dari kepercayaan itu pun mengaku pula bahwa dia mendapat wahyu cakraningrat dari Allah. Dia mengatakan bahwa dia mendapat kaweruh dan entah apa lagi dari suatu tempat suci dan keramat di atas gunung atau di rimba sunyi dan mereka pun berani meminta kepada pemerintah agar Pemerintah Republik Indonesia memperlakukan mereka pula sebagai perlakuan kepada agama yang sah!
Ayat 30
“Cuma demikianlah yang dapat mereka capai daripada ilmu."
Selebihnya tidak akan ada lagi. Kalau ada pengajaran yang mereka keluarkan, tidak lain daripada menghesta kain sarung, berputar, berbelit, hanya ke situ dan ke situ saja karena memang tidak ada dasarnya selain prasangka. Orang mesti bodoh lebih dahulu dan tidak berpikir yang teratur, baru dapat ditarik kepada pengajaran yang demikian.
“Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah Yang Maha Mengetahui tentang siapa yang sesat daripada jalan-Nya dan Dia pulalah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk."
Dalam ayat ini diberi ketegasan kepada manusia bahwa Allah-!ah yang lebih mengetahui siapa di pihak yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk. Dalam hal ini orang yang telah berpegang teguh dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ tidaklah perlu ragu atau kurang yakin dengan kebenaran yang dibawa oleh beliau ﷺ Sebab sejak dari permulaan surah, sejak dari ayatnya yang pertama Allah telah memberikan ingat bahwasanya Rasulullah ﷺ tidaklah bertindak sendiri di dalam menyampaikan kata. Bukanlah hawa nafsunya yang diperturutkannya, melainkan wahyulah yang jadi tuntunan baginya dalam menyampaikan dakwahnya. Sebab itu Allah akan memberikan petunjuk kepada barang-siapa yang Dia kehendaki dan mendatangkan kesesatan kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. Yang teramat penting bagi seorang yang telah mengaku dirinya beriman ialah keteguhan iman itu dan percaya bahwasanya Allah tidaklah akan meninggalkan hamba-Nya dalam keadaan terlantar, tidak ada bimbingan dan tuntunan.
Ayat 31
“Dan kepunyaan Allah-tah apa yang berada di langit yang banyak itu dan apa yang berada di bumi."
Ayat ini menimbulkan keteguhan dalam hati orang yang telah beriman, bahwasanya seluruh kekuasaan yang berada di semua langit dan yang berada di sekitar bumi ini, adalah mutlak bagi Allah belaka. Tidak ada kekuasaan lain yang dapat menandingi kekuasaan dan kebesaran Ilahi. Sementara waktu manusia boleh membangga dengan kekuatannya, yaitu apabila dia telah lupa batas kekuasaan yang ada pada dirinya, sehat menunggu sakit, muda menanti tua, kaya menunggu miskin.
“Karena akan diberi ganjanan orang-orang yang … … apa yang mereka key akan. Dan dibeli ganjaran pula orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan pula."
Ayat ini memberi pedoman hidup yang jadi pegangan bagi orang yang beriman. Yaitu bahwasanya orang yang durjana, yang hidupnya tidak tentu arah dan tidak mempunyai tujuan yang baik, akhirnya pastilah tidak akan selamat. Jalan salah yang telah ditempuh, kesudahannya pun kesalahan juga. Ibarat berhitung; kalau sudah salah menuliskan angka, dalam menuliskan perhitungan, jumlahnya akan tetap salah juga.
“Satu dua tiga enam, ditambah satu jadi tujuh, Buah delima yang ditanam, tidak berangan yang akan tumbuh."
Artinya satu ditambah dua dan ditambah lagi dengan tiga, pastilah enam jumlahnya. Dan jika ditambah satu lagi, pastilah tujuh jumlahnya. Tetapi heranlah kita, kalau sekiranya yang ditanamkan delima dan delima itu manis, tiba-tiba buah berangan yang tumbuh dan buah berangan itu adalah buah yang pahit. Tidaklah mungkin akan terjadi demikian. Oleh sebab itu maka orang yang beriman disuruh meyakini akan kebenaran tujuan hidupnya, jangan susah dan jangan berputus asa, sebab dalam segala perjuangan hidup tidaklah akan bertemu kemudahan saja. Jalan yang kita tempuh bukanlah laksana jalan raya yang ditaburi kembang yang harum saja. Tiap-tiap jalan lurus yang akan kita tegakkan, pastilah meminta pengorbanan dan kesabaran. Karena apabila jalan yang tersesat yang tertempuh, karena bosan dengan jalan yang baik, sebab terlalu banyak cobaannya maka jalan durjana yang ditempuhkan sangat lebih tidak senang lagi, dia menumbuhkan racun dalam jiwa kita sendiri.
Siapakah yang tahan dan teguh hati menempuh jalan yang benar? Ayat selanjutnya mengatakan,
Ayat 32
“(Yaitu) orang-orang yang menjauh dari dosa-dosa yang besar dan yang keji-keji."
Dosa-dosa yang besar ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, berkata tentang Allah tetapi tidak dengan pengetahuan, lancang memperkatakan soal-soal agama, padahal ilmu tentang itu tidak ada. Itu semuanya adalah termasuk dosa yang besar. Adapun yang keji-keji adalah yang menyakiti orang lain dan merusakkan budi pekerti, sebagai mencuri harta kepunyaan orang lain, berzina, membunuh sesama manusia. Ini termasuk yang keji. Dalam ayat diberikan tuntunan agar kita jangan terperosok kepada dosa yang besar dan yang keji-keji itu, yaitu menjauhi. Jangan mendekati. Yang terang sekali ialah dari hal berzina; sampai di dalam Al-Qur'an dikatakan,
“Janganlah kamu dekati akan zina karena dia itu sangatlah keji dan jalan paling jahat." (al-Israa': 32)
Disuruh kita menjauhinya karena kalau sudah dekat kepadanya, sangatlah sukar melepaskan diri. Sebab itu maka duduk berkhal-wat dengan perempuan, sangatlah dilarang, kalau bukan dengan istri sendiri. Karena sudah berdekat, samalah artinya dengan mendekatkan minyak bensin dengan api menyala, sehingga dapatlah kita mengerti bahwa di dekat tangki bensin, janganlah kita merokok.",Kecuali yang sepintas lalu," yaitu dosa kecil yang datang selintas lalu tak sengaja. Misalnya tergiur mata melihat perempuan cantik. Sebab itu Rasulullah ﷺ melarang kita mengikuti pandangan pertama dengan pandang kedua. Yang sekiranya seorang laki-laki yang sehat badannya tidak tergerak hatinya melihat perempuan cantik dengan liuk lenggangnya. Bertanyalah kita apakah laki-laki itu tidak ada nafsu kelaki-lakiannya. Sebab itu semata tergiur melihat perempuan cantik, bernamalah sepintas lalu, yang dalam ayat ini disebut lamam. Kalau hanya semata-mata begitu tidaklah diambil berat, masih bisalah dimaafkan. Sebagaimana gurindam orang Melayu: “Hati bolehlah ditahan, tetapi mata tidak dapat didinding. Didinding pun dengan telapak tangan, namun di sela jari pun dia melihat juga."
Sebab itu sebelum dia jadi dosa, yang mulai akan berat, jika kelihatan yang begitu, palingkanlah penglihatan kepada yang lain. Menurut pepatah Melayu juga, “Mata palingan Tuhan, hati palingan seta n!'"Sesungguhnya Tuhan engkau adalah amat luas ampunan-Nya." Tidaklah Allah akan memandangnya sebagai suatu dosa, kalau hanya sekadar sepintas lalu tak sengaja. Itu sebabnya maka manusia disuruh menjauhi zina sebab kalau sudah terdekat susah buat membebaskan diri."Dia lebih tahu tentang keadaan kamu ketika kamu ditimbulkan-Nya dari bumi." Asal dari bumi dan akan kembali lagi ke bumi. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwasanya manusia itu diberi Allah dua macam syahwat yang jadi jaminan dari hidupnya dan jadi jaminan pula dari kekalnya di dunia ini. Pertama syahwat perut hendak makan. Tidak ada manusia yang tidak lapar kalau tidak dapat makan. Sebab itu dia mesti makan. Kalau dia tidak makan dia pasti mati. Sebab itu maka makan adalah suatu keharusan dari hidup. Sebab itu carilah harta yang halal. Itulah gunanya agama, memberi ajaran kepada manusia mencari makan dari yang halal. Dan yang kedua, manusia pun mempunyai syahwat faraj. Dalam bahasa modern yang diciptakan oleh Sigmund Freud, disebut nafsu seks. Nafsu seks ini diadakan Allah agar manusia mempunyai keturunan. Kalau orang tidak berhubungan seks lagi, niscaya habislah manusia dari muka bumi ini. Sebab itu nafsu seks tidak dihalangi, asal saja orang berkawin bernikah. Dalam agama Islam dibolehkan bernikah berempat, asal saja orang merasa akan sanggup adil. Bahwa nafsu seks itu menyebabkan tertarik dan tergiurnya laki-laki melihat perempuan dan menjadikan bagian-bagian dari tubuh perempuan itu menarik nafsu laki-laki. Lalu datanglah aturan agama melarang hubungan zina, melarang persetubuhan yang tidak menurut peraturan agama.
Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah lebih tahu keadaan manusia. Manusia yang normal, yang badannya sehat tertarik oleh kecantikan perempuan. Semata tertarik saja bernama sepintas lalu, bernama tomam.Tertarikyangbegini dimaafkan dan hati-hatilah menjaga supaya aturan Allah jangan sampai terlanggar."Dan ketika kamu masih janin dalam perut ibu kamu." ialah bahwa sejak jadi janin atau masih jadi bayi dalam kandungan ibu, atau tatkala masih anak orok, di kala masih di dalam kandungan itu sendiri pun telah ditentukan akan jadi anak laki-laki atau akan jadi anak perempuan. Ketentuan dalam kandungan ibu itulah yang akan menentukan tugasnya sebagai manusia setelah lahir ke dunia esok."Sebab itu janganlah kamu membersihkan diri," janganlah mengatakan bahwa engkau sebagai seorang laki-laki tidak tertarik kepada perempuan dan engkau sebagai perempuan tidak mengharapkan kedatangan seorang laki-laki akan jadi teman hidupmu! Jangan mendustai diri sendiri!
“Dia pun lebih tahu siapa yang bertakwa."
Maka dapatlah dipahamkan bahwasanya bertakwa, bukanlah melarang orang beristri. Nabi Muhammad ﷺ sendiri sangat menentang sahabat-sahabat beliau yang hendak bertindak melebihi dari kesanggupannya. Sampai ada yang berniat hendak puasa terus-menerus setiap hari dan ada yang berniat tidak hendak kawin-kawin lagi, sebab mereka merasa dengan cara demikianlah baru berhasil membersihkan diri. Hal ini dibantah oleh Rasulullah saw,, sebagaimana telah pernah kita uraikan pada tafsir Juz 8. Maka marilah bertakwa dan kawinlah, marilah makan dan carilah yang halal.
Maka tersebutlah di dalam riwayat, bahwasanya seorang sahabat Nabi ﷺ, yaitu Sayyidina Anas bin Malik, bekas pembantu rumah tangga Rasulullah ﷺ yaitu ke masjid di waktu Dhuha, di tengah jalan kelihatan oleh beliau seorang perempuan sedang melenggang dengan ayunan langkah yang indah, sehingga beliau tertegun melihatnya. Tetapi baru saja mata hendak melihat lama, beliau pun insaf lalu segera membaca astaghfirullah dan langsung meneruskan perjalanan ke dalam masjid Madinah. Sedang Sayyidina Utsman bin Affan, Khalifah ketiga dan Rasulullah ﷺ mulai duduk di hadapan sahabat-sahabat Nabi ﷺ yang hidup dalam keutamaannya. Baru saja Anas bin Malik hendak duduk, berkatalah Khalifah Utsman,
“Aku melihat ada bekas zina pada matamu, hai Anas!"
Dengan tercengang dan penuh kejujuran Anas bertanya,
Adakah wahyu lagi sesudah Rasulullah, ya Amirul Mukminin?"
Dengan tersenyum Khalifah menjawab bahwa beliau bukan menerima wahyu, sesudah Rasulullah ﷺ wafat wahyu tidak turun lagi. Beliau mengatakan bahwa ini adalah semata-mata firasat yang diberikan Allah kepada beliau.
Maka mengakulah Anas bin Malik dengan terus terang bahwa ketika akan masuk ke dalam masjid, dia melihat perempuan berjalan dengan lenggang-lenggok yang menggiurkan. Tetapi belum lama dia menengok, dia pun sadar lalu membaca astaghfirullah!
Cerita ini saya baca di dalam kitab Ma-darijus Salikin. Dia memberikan kesan pada kita tentang hadits Nabi ﷺ yang berbunyi,
“Awaslah kamu akan firasat orang yang beriman karena dia memandang dengan nur Allah."
Kesan kedua ialah kejujuran Anas bin Malik karena segera dia memalingkan muka kepada yang lain dan diiringi dengan mengucapkan istighfar, memohon ampun, karena dia telah bertemu dosa sepintas lalu atau lamam.
Di sini kita pun mendapat kesan yang mendalam sekali tentang kedua sahabat Rasulullah yang ada dalam diri Utsman bin Affan, Baru saja Anas masuk ke dalam majelisnya dia sudah melihat berkata nur iman yang ada dalam dirinya bahwa bekas zina kelihatan pada mata Anas bin Malik. Dan Anas bin Malik pun sebagai orang beriman yang jujur tidak membantah perasaan Utsman itu malahan bertanya, apakah sesudah Rasulullah ﷺ meninggal dunia masih ada wahyu turun. Utsman pun menjawab bahwa soal ini bukanlah soal wahyu, melainkan soal cahaya dari iman. Dan Anas pun mengaku bahwa memang matanya tergiur melihat leng-gang-lenggok perempuan cantik, namun dia segera mengucapkan astaghfirullah, memohon ampun kepada Allah atas matanya yang tertarik melihat lenggok itu, dan dengan demikian selesailah soal. Maka bukanlah Anas membela diri lalu berbuat dusta, karena berdusta pun akan menambah kesalahannya juga. Dan terkenallah Anas dalam kehidupannya sebagai seorang yang shalih dan dapat dijadikan teladan dalam sepak terjang dan tingkah lakunya.
Kita pun sebagai Muslim yang jujur akan mengakui terus terang bahwa mata kita pun tidak akan tertutup melihat yang cantik, apatah lagi di zaman seperti sekarang ini, di mana tubuh perempuan kembali terbuka, rasa malu sudah habis, sehingga perempuan lebih suka mempertontonkan dirinya daripada menjaga auratnya. Maka kalau sekiranya salah lihat sedikit sudah dosa, dan salah keluh sedikit sudah dosa, salah tegur sudah dosa, ba-gaimanakah lagi akan dapat hidup di tengah-tengah alam seperti ini.
Ibnu Katsir seperti kita uraikan tadi, mengatakan bahwa lamam ialah dosa-dosa kecil dan pekerjaan remeh.
Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh al-lmam Ahmad yang beliau rawikan daripada Abdurrazaq, dan beliau ini menerima dari Ma'mar dan beliau menerima daripada Ibnu Thawus, dan Ibnu Thawus ini menerima daripada ayahnya sendiri, dan beliau ini menerima dari Ibnu Abbas. Bahwa Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak ada saya melihat perumpamaan yang tepat untuk arti al-Lamam itu melainkan yang saya dengar dari Abu Hurairah, yang diterimanya daripada Nabi ﷺ dan beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta'aala apabila telak menuliskan nasib seorang anak Adam akan terbentur kepada zina, pastilah akan ditemuinya. Tak dapat tidak! Zina mata ialah memandang, zina lidah bercakap, dan zina nafsu ialah mengangankan dan menginginkan, dan alat kelamin sendiri mengvyakan atau mendustakan." (HR Imam Ahmad)
Ibnu Jarir menyatakan pendapat begitu juga. Dia berkata, “Aku menerima hadits dari Muhammad bin Abdul A'laa, dia menerima riwayat dari Abu Tsaur dan dia menerima riwayat dari Ma'mar, dan dia ini menerima riwayat dari al-A'masy, dia ini menerima dari Abduh Dhuhaa, dari Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud ini berkata,
“Zina mata melihat, zina mulut mencium, zina tangan memegang, zina k aki berjalan maka kemaluannya akan membenarkan yang demikian atau mendustakannya. Jika dia memberanikan dirinya lalu mempergunakan farajnya (alat kelaminnya) menjadi berzinalah dia di waktu itu. Kalau tidak sampai, itulah dia yang al-Lamam." (HR Ibnu Jarir)
Abdurrahman bin Nafi' yang memakai nama lain yang lebih terkenal, yaitu Ibnu Labbabah ath-Thaifi berkata bahwa dia pernah menanyakan kepada Abu Hurairah apa arti al-Lamam. Beliau ini memberikan jawaban,
“Al-Lamam ialah sampai mencium, sampai memandang jenuh, berolok-olok sampai meraba dan memegang. Tetapi kalau khitan sama khitan telah beradu, waktu itulah mandi dan itulah yang zina."
Yang akan membaca tafsir ini adalah orang-orang dewasa, yang tambahan ilmunya bukan buat menjadikannya tersesat. Sungguhpun begitu kita salinkan pula pandangan lain tentang arti al-Lamam.
Menurut keterangan Ibnu Thalhah yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti al-Lamam ialah dosa yang telah terlanjur (bukan dosa sepintas lalu).
Mujahid mengartikan al-Lamanr, telah terlanjur berbuat dosa namun dia segera bertobat daripadanya.
Tentu saja dengan rasa hormat setinggi-tingginya kita menyambut apa yang diucapkan oleh Abu Hurairah dan kita pun percaya bahwa beliau tidaklah akan sampai berbuat sebagai yang beliau katakan itu. Tetapi kalau kiranya pendapat beliau tentang apa yang dikatakan al-Lamam, sampai mencium, meraba, meme-gang, bahwa semuanya itu masih terhitung dosa kecil, maka bagi orang yang imannya masih berkurang-kurang amatlah mudah mereka salah memahamkannya. Karena kita tahu bahwa zina tidaklah hanya sekadar menyinggung-nyinggung, mencium, meraba-raba, tetapi yang demikian itu adalah permulaan saja dari suatu perzinaan. Nabi Muhammad ﷺ bertanya kepada salah seorang sahabatnya, apakah dia sudah kawin. Sahabatnya menjawab bahwa dia telah kawin dengan seorang janda. Lalu beliau bersabda,
“Mengapa tidak engkau pilih yang perawan saja supaya dia bermain-main dengan engkau dan engkau pun bermain-main dengan dia."
Tegasnya ialah bahwa tidak ada orang yang langsung saja berzina dengan tidak bermain-main lebih dahulu. Itu pula sebabnya maka Rasulullah ﷺ melarang mendekati zina."Mendekati" ialah dari bermain-main itu, pan-dang-memandang, senyum-bersenyum, raba-meraba. Kalau sekiranya yang dimaksud dengan al-Lamam hanya sekadar demikian, nafsu laki-laki akan terjerumus kepada zina karena memandang bahwa semata meraba-raba, menyinggung-nyinggung dianggap dosa kecil saja.
Sebab itu kita lebih condong kepada mengartikan al-Lamam dengan terlanjur. Terlanjur berbuat dosa yang besar itu, entah sampai berzina, lalu insaf dan tobat. Entah sampai terlanjur mencuri barang orang lain, lalu menyesal dan tobat, dan berjanji tidak akan berbuat lagi. Terlanjur meminum minuman yang memabukkan, lalu timbul penyesalan, lalu tobat dan tidak berbuat lagi.
Orang tobat seperti inilah yang akan diterima tobatnya oleh Allah. Sebab Allah itu amat luas maghfirah dan ampunan yang Dia anugerahkan kepada hamba-Nya yang terlanjur. Sebab, Allah itu lebih mengetahui dari asal kejadian manusia, yaitu dari tanah yang berarti lemah di dalam menghambat dorongan hawa nafsunya.
Kita lebih condong kepada paham yang kedua, bahwasanya arti al-Lamam ialah terlanjur berbuat dosa. Karena ketika itu orang tidak dapat mengendalikan diri lagi. Di dalam kitab kamus disebut tentang al-Lamam,
“Arti alLamam ialah gila yang ringan atau sesudut dari gila yang membuat manusia terlanjur mendekati dosa tetapi tidak sampai terperosok; dosa kecil." (Lihat al-Munjid)