Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَم
dan berapa banyak
مِّن
dari
مَّلَكٖ
malaikat
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
لَا
tidak
تُغۡنِي
berguna
شَفَٰعَتُهُمۡ
pertolongan mereka
شَيۡـًٔا
sedikitpun
إِلَّا
kecuali
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
أَن
bahwa
يَأۡذَنَ
memberi izin
ٱللَّهُ
Allah
لِمَن
bagi siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
وَيَرۡضَىٰٓ
dan Dia ridhai
وَكَم
dan berapa banyak
مِّن
dari
مَّلَكٖ
malaikat
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
لَا
tidak
تُغۡنِي
berguna
شَفَٰعَتُهُمۡ
pertolongan mereka
شَيۡـًٔا
sedikitpun
إِلَّا
kecuali
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
أَن
bahwa
يَأۡذَنَ
memberi izin
ٱللَّهُ
Allah
لِمَن
bagi siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
وَيَرۡضَىٰٓ
dan Dia ridhai
Terjemahan
Betapa banyak malaikat di langit yang syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali apabila Allah telah mengizinkan(-nya untuk diberikan) kepada siapa yang Dia kehendaki dan ridai.
Tafsir
(Dan berapa banyaknya malaikat) banyak di antara para Malaikat (di langit) yang sangat dimuliakan oleh Allah di sisi-Nya (syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan) kepada mereka untuk memberikan syafaat (bagi orang yang dikehendaki)-Nya di antara hamba-hamba-Nya (dan diridai) ia diridai oleh-Nya, karena ada firman lainnya yang menyatakan, ".. dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah." (Q.S. Al Anbiya, 28) Sudah kita maklumi bahwa syafaat para malaikat itu baru ada setelah terlebih dahulu mendapat izin dari Allah, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya, "Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?" (Q.S. Al-Baqarah, 255).
Tafsir Surat An-Najm: 19-26
Maka apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). Allah subhanahu wa ta’ala mengecam perbuatan orang-orang musyrik karena mereka menyembah berhala-berhala dan sekutu-sekutu Allah yang mereka ada-adakan dan mereka membuat rumah-rumah untuk berhala-berhala itu sebagai tandingan Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata. (An-Najm: 19) Al-Lata atau Lata pada mulanya adalah sebuah batu besar yang berwarna putih, lalu dibuat ukiran-ukiran padanya (yakni pahatan-pahatan); ia adalah sebuah rumah yang terletak di Taif dengan mempunyai kain kelambu dan juga para pelayan yang menjadi juru kuncinya.
Di sekitarnya terdapat halaman yang disucikan oleh orang-orang Taif yang terdiri dari Bani Saqif dan para pengikutnya; mereka merasa berbangga diri dengan memilikinya terhadap orang-orang Arab selain mereka kecuali orang-orang Quraisy. Ibnu Jarir mengatakan bahwa menamakan rumah peribadatan mereka itu dengan mengambil akar kata dari salah satu asma Allah. Mereka mengatakan Lata dengan maksud bentuk mu'annas dari Allah.
Mahatinggi Allah dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa mereka membaca Lata dengan men-tasydid-kan huruf ta. Mereka menafsirkannya dengan suatu kisah yang menyebutkan bahwa dahulunya ada seorang lelaki yang pekerjaannya membuat makanan sawiq untuk para jemaah haji dalam masa Jahiliah. Setelah lelaki itu meninggal dunia, maka mereka melakukan i'tikaf pada kuburannya, lalu lama-kelamaan mereka menyembahnya.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab, telah menceritakan kepada kami Abul Jauza, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Al-Lata dan Uzza. (An-Najm: 19) Bahwa di zaman Jahiliah terdapat seorang lelaki yang pekerjaannya menggiling sawiq untuk makanan jemaah haji. Ibnu Jarir mengatakan, bahwa demikian pula Al-Uzza berakar dari kata Aziz, pada mulanya merupakan sebuah pohon yang dibuatkan bangunan di sekelilingnya dan juga diberi kain kelambu, terletak di kampung Nakhlah, yaitu sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Taif, dahulu orang-orang Quraisy mengagungkan bangunan tersebut, seperti yang dikatakan oleh Abu Sufyan dalam Perang Uhud, "Kami mempunyai Uzza, sedangkan kalian (kaum muslim) tidak mempunyai Uzza." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya: Katakanlah, "Allah adalah Pelindung kami dan tiada pelindung bagi kalian!" .
Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan melalui hadits Az-Zuhri, dari Humaid ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan mengatakan, "Demi Lata dan Uzza, maka hendaklah ia mengucapkan.Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah. Dan barang siapa yang berkata kepada temannya, "Kemarilah, mari kita berjudi, maka hendaklah ia bersedekah. Pengertian hadits ini ditujukan bagi orang yang lisannya terpeleset tanpa ada kesengajaan karena mereka masih baru meninggalkan masa Jahiliahnya, yang hal tersebut sebelumnya telah terbiasa di kalangan mereka.
Imam An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Bakkar dan Abdul Hamid ibnu Muhammad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Makhlad, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Mus'ab ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari ayahnya yang mengatakan, "Aku pernah bersumpah dengan menyebut nama Lata dan Uzza, maka sahabat-sahabatku berkata kepadaku, 'Alangkah buruknya ucapanmu itu.' Aku berkata, 'Tinggalkanlah diriku.' Lalu aku datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan hal tersebut kepada beliau." Maka beliau ﷺ bersabda: Ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya Kerajaan, dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Kemudian bertiuplah ke arah kirimu sebanyak tiga kali dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, kemudian janganlah kamu ulangi perbuatanmu itu. Adapun berhala Manat, maka letaknya di Musyallal, yaitu di Qadid yang terletak antara Mekah dan Madinah. Dahulu orang-orang Khuza'ah, Aus, dan Khazraj di masa Jahiliah mengagung-agungkannya dan bertalbiyah darinya saat hendak menunaikan haji (ziarah) ke Ka'bah.
Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Aisyah Di masa Jahiliah di Jazirah Arabia banyak terdapat berhala-berhala selain dari yang telah disebutkan di atas, semuanya diagung-agungkan oleh orang-orang Arab setara dengan pengagungan mereka kepada Ka'bah. Hanya ketiga macam berhala inilah yang disebutkan secara nas di dalam Kitabullah karena ketiganya merupakan berhala yang paling terkenal melebihi yang lainnya. Ibnu Ishaq mengatakan di dalam kitab Sirah-nya, bahwa dahulu di masa Jahiliah orang-orang Arab di samping memiliki Ka'bah, mereka membuat banyak tawagit yang merupakan rumah-rumah peribadatan mereka yang mereka agung-agungkan setara dengan Ka'bah.
Tawagit itu mempunyai para pelayannya tersendiri, juga mempunyai juru kunci tersendiri; mereka menghadiahkan hewan-hewan kurban untuknya sebagaimana mereka menghadiahkan hewan kurban. Mereka juga melakukan tawaf padanya sebagaimana tawaf mereka kepada Ka'bah, dan melakukan penyembelihan kurban padanya sebagaimana yang mereka lakukan di Ka'bah, padahal mereka mengakui keutamaan Ka'bah atas semua tawagit itu, karena Ka'bah merupakan rumah yang dibangun oleh Ibrahim a.s.
dan menjadi masjidnya. Dahulu di masa Jahiliah orang-orang Quraisy dan Bani Kinanah mempunyai berhala bernama Uzza yang terletak di Nakhlah yang para pelayan dan juru kuncinya dipegang oleh Bani Syaiban dari kalangan Bani Salim teman sepakta Bani Hasyim. Kemudian Rasulullah ﷺ mengutus Khalid ibnul Walid untuk menghancurkan berhala itu, maka Khalid dan pasukannya menghancurkannya. Peristiwa ini diabadikan melalui perkataan Khalid dalam bait syairnya: Wahai Uzza, aku ingkar kepadamu dan tidak menghormatimu, sesungguhnya aku melihat bahwa Allah telah menghinakanmu.
Imam An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jami', dari AbutTufail yang mengatakan bahwa setelah Rasulullah ﷺ membebaskan kota Mekah, maka beliau ﷺ mengutus Khalid ibnul Walid ke Nakhlah; di Nakhlah terdapat berhala Uzza. Lalu Khalid mendatanginya dan tersebutlah bahwa berhala Uzza terletak di atas tiga buah pohon Samurah. Khalid ibnul Walid menebang ketiga pohon Samurah itu dan menghancurkan berhala yang ada di atasnya. Setelah itu Khalid ibnul Walid kembali kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan semua kepada beliau. Maka beliau ﷺ bersabda: Kembalilah kamu, karena sesungguhnya kamu masih belum berbuat sesuatu apa pun. Maka Khalid kembali lagi ke Nakhlah. Ketika para pelayan Uzza melihat kedatangan Khalid dan pasukannya, maka mereka memasang perangkap untuk menjebak Khalid dan pasukannya seraya berkata, "Wahai Uzza, wahai Uzza!" Maka Khalid mendatanginya, dan ternyata yang diseru oleh mereka adalah seorang wanita yang telanjang bulat dengan rambut yang terurai seraya menaburkan pasir di kepalanya.
Maka Khalid pun membenamkan pedangnya ke tubuh wanita itu hingga mati wanita itu. Setelah itu Khalid kembali kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan hal tersebut kepadanya, maka barulah Rasulullah ﷺ bersabda: Itulah Uzza (yang sebenarnya). Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Lata adalah sesembahan orang-orang Saqif diTaif, sedangkan yang menjadi para pelayan dan juru kuncinya adalah Bani Mu'tib. Rasulullah ﷺ mengutus Al-Mugirah ibnu Syu'bah dan Abu Sufyan ibnu Sakhr ibnu Harb untuk menghancurkannya, maka keduanya menghancurkan berhala Lata itu dan menjadikan masjid di tempatnya sebagai gantinya, yaitu di Taif. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa berhala Manat adalah milik orang-orang Aus dan Khazraj dan orang-orang yang mengikuti agama mereka dari kalangan penduduk Yas'rib yang berada di pantai ke arah Al-Musyallal, yaitu di Qadid.
Maka Rasulullah ﷺ mengutus Abu Sufyan ibnu Harb untuk menghancurkannya; menurut pendapat lain, menyebutkan bahwa yang dikirim oleh Rasulullah ﷺ untuk menghancurkannya adalah Ali ibnu Abu Thalib. Ibnu Ishaq mengatakan pula bahwa berhala Zul Khalasah adalah sesembahan orang-orang Daus, Khas'am dan Bajilah, serta orang-orang Arab Badui yang ada bersama mereka di Tabalah. Zul Khalasah dikenal pula di masa Jahiliah dengan nama Ka'bah Yamaniyyah, sedangkan Ka'bah yang ada di Mekah mereka sebut dengan Ka'bah Syamiyyah. Maka Rasulullah ﷺ mengirimkan Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali untuk menghancurkannya, dan perintah itu dilaksanakan dengan baik oleh Jarir ibnu Abdullah. Berhala Qais adalah milik orang-orang Tayyi' dan orang-orang yang ada di sekitar mereka di Gunung Tayyi' yang terletak di antara Salma dan Aja.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa sebagian ahlul 'ilmi menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan Ali ibnu Abu Thalib untuk menghancurkannya. Dan Ali berhasil memboyong dua bilah pedang darinya yang diberi nama Rasub dan Mikhzam, lalu Rasulullah ﷺ menghadiahkan pedang itu kepada Ali sehingga kedua pedang itu menjadi miliknya. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang Himyar dan penduduk Yaman mempunyai rumah penyembahan berhala diSan'a yang dikenal dengan nama Riyam. Menurut suatu pendapat, di dalam rumah itu terdapat seekor anjing hitam; dan bahwa dua orang pendeta Yahudi yang pergi bersama Tubba' mengeluarkan anjing hitam itu, lalu membunuhnya dan menghancurkan rumah tersebut. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rada adalah sebuah rumah penyembahan berhala milik Bani Rabi'ah ibnu Ka'b ibnu Sa'd ibnu Zaid yang pemimpinnya adalah Manat Ibnu Tamim.
Al-Mustaugir ibnu Rabi'ah ibnu Ka'b ibnu Sa'd ketika menghancurkannya di masa Islam mengatakan: Sesungguhnya aku benar-benar telah menghancurkan Rada dengan sehancur-hancurnya, maka kutinggalkan ia menjadi puing-puing dan rata dengan tanah. Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Al-Mustaugir berusia sangat panjang hingga mencapai tiga ratus tiga puluh tahun. Al-Mustaugirlah orang yang mengatakan bait-bait syair berikut:
Sesungguhnya aku telah bosan dengan hidup ini dan masanya yang sangat panjang, aku telah diberi usia beratus-ratus tahun. Seratus tahun telah kujalani dan berikutnya dua ratus tahun; usiaku sama dengan bilangan bulan-bulan selama satu tahun, yang perharinya menjadi satu tahun. Tiadalah yang tersisa melainkan hanya seperti hari-hari yang telah berlalu, yaitu tinggal menunggu hari dan malam yang akan mengakhiri usiaku.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Zul Ka'bat adalah berhala milik orang-orang Bakar dan Taglab; keduanya adalah keturunan dari Wa-il dan Iyad, yaitu di Sindad. Sehubungan dengan keberadaan berhala ini A'sya ibnu Qais ibnu Sa'labah mengatakan, "Di antara Khawarnaq dan Sadir serta Bariq terdapat Bait yang diberi nama Zul Ka'bat, yaitu di Sindad." Karena itulah maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19-20) Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 21) Yakni apakah kalian menganggap bahwa Allah beranak dan anak itu adalah perempuan, sedangkan kalian memilih untuk diri kalian sendiri anak laki-laki.
Seandainya kalian berbagi dengan sesama kalian dengan cara pembagian seperti ini, tentulah pembagian tersebut adalah: suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm: 22) Yaitu pembagian yang tidak jujur dan batil. Lalu mengapa kalian berbagi dengan Tuhan kalian dengan pembagian cara ini; yang sekiranya hal ini dilakukan terhadap sesama kalian, tentulah merupakan pembagian yang tidak adil dan berat sebelah. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menyanggah kedustaan dan kebohongan yang mereka buat-buat serta kekafiran, seperti menyembah berhala dan menjadikannya tuhan yang banyak.
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya. (An-Najm: 23) Yakni, dari diri kamu sendiri. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. (An-Najm: 23) Artinya, tiada suatu keterangan pun yang memerintahkan mereka berbuat demikian. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. (An-Najm: 23) Yakni tiada sandaran selain dari prasangka baik mereka terhadap bapak moyang mereka yang menempuh jalan yang batil itu sebelum mereka; dan jika tidak demikian, berarti mereka hanya menginginkan agar tetap menjadi pemimpin dan mengagung-agungkan bapak moyang mereka yang terdahulu.
dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An-Najm: 23) Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada mereka rasul-rasul dengan membawa kebenaran yang menerangi dan keterangan yang jelas, tetapi sekalipun demikian mereka tidak mau mengikuti apa yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah itu dan tidak mau pula tunduk kepada-Nya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya. (An-Najm: 24) Maksudnya, tidak semua orang yang mengharapkan kebaikan dapat memperolehnya. (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. (An-Nisa: 123) Yakni tidaklah semua orang yang mengakui bahwa dirinya mendapat petunjuk sesuai dengan apa yang dikatakannya, tidak pula semua orang yang mengharapkan sesuatu dapat meraihnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian mempunyai cita-cita, hendaklah ia memikirkan terlebih dahulu apa yang dicitakannya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang akan ditetapkan baginya dari cita-citanya itu. Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini secara munfarid. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. (An-Najm: 25) Yakni sesungguhnya semua urusan itu hanyalah milik Allah, Raja di dunia dan akhirat dan Yang mengatur di dunia dan di akhirat.
Dialah yang atas kehendak-Nya sesuatu menjadi ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. (Al-Baqarah: 255) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. (Saba': 23) Apabila persyaratan ini ditetapkan terhadap para malaikat yang terdekat (dengan Allah), maka mengapa kalian orang-orang yang bodoh mengharapkan syafaat dari berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu di sisi, Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala tidak memerintahkan penyembahannya dan tidak pula mengizinkan meminta syafaat darinya, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala melarang melakukan penyembahan terhadap berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu melalui lisan para rasul, juga larangan mengenai hal tersebut telah termaktub di dalam semua kitab-kitab yang diturunkan-Nya?"
Berapa banyak manusia dengan kemampuan luar biasa nyatanya tidak dapat menggapai keinginannya, dan berapa banyak pula malaikat yang suci dan berkedudukan mulia di langit, tetapi syafa'at dan pertolongan mereka sedikit pun tidak berguna bagi makhluk lain, kecuali apabila Allah Yang Mahakuasa telah mengizinkan mereka untuk memberi syafa'at bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia ridai karena amal saleh dan keta'atannya.27. Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, yaitu orang musyrik penyembah berhala, mereka benar-benar menamakan para malaikat dan menyifati mereka dengan nama dan sifat pe-rempuan. Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa para malaikat itu adalah putri-putri Allah.
Kemudian Allah ﷻ menerangkan tentang betapa banyak malaikat di langit yang tidak dapat menolong manusia dengan pertolongan apa pun, kecuali bila Allah memberikan izin kepada mereka untuk orang yang dikehendaki-Nya yaitu orang yang ikhlas dalam perkataan dan perbuatannya. Apabila keadaan malaikat demikian halnya, sedangkan malaikat adalah makhluk yang dekat kepada Tuhan, maka bagaimana dengan berhala-berhala yang hanya berupa benda mati tidak mempunyai ruh dan kehidupan itu? Jelasnya berhala-berhala itu sama sekali tidak ada manfaatnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 19
“Apakah kamu perhatikan al-Laata dan al-Uza?"
Ayat 20
“Dan Manaata, yang ketiga yang terakhir?"
Mengapa timbul pertanyaan seperti ini? Apakah kamu perhatikan apa sebab maka kamu sampai menyembah kepada berhala-berhala itu? Ada yang bernama al-Laata dan sebuah lagi berhala yang bernama al-Uzza. Dan sebuah lagi berhala yang bernama Manaata? Apakah kamu perhatikan dengan saksama, mengapa sampai kamu menyembah kepada berhala-berhala itu?
Al-Laata, ialah sebuah batu putih yang telah diukir atau ditulis, dibikinkan buat batu itu sebuah rumah persembahan yang khusus di Thaif. Dia mempunyai selubung, mempunyai pengawal dan penjaga, ditempatkan pada sebuah rumah yang tertentu yang kiri-kanannya dibuatkan lapangan yang luas tempat menyembah dan menghormatinya. Dia dianggap sebagai Tuhan dari kaum Tsaqiif, kabilah yang terkemuka dan terkenal di Thaif itu. Mereka merasa bahwa orang Thaif dengan kabilah Tsaqifnya adalah kabilah terkenal dan disegani dengan berhalanya itu, terhitung sebagai yang nomor dua di bawah Quraisy.
Menurut keterangan dari ahli tafsir Ibnu Jarir, nama al-Laata mereka anggap sebagai muannats dari Allah. Dihukumkanlah dari segi bahasa al-Laata itu sebagai perempuan dan Allah sebagai laki-laki. Menurut keterangan dari Ibnu Abbas dan Mujahid dan Rabi' bin Anas, ada juga mereka itu yang membaca kalimat al-Laata itu dengan tasdid pada huruf taa, menjadi al-Latta. Arti yang asli dari kalimat al-Latta itu kononnya ialah menginjak-injak. Maksudnya ialah di zaman Jahiliyyah, ada seorang yang bekerja menginjak-injak gandum sampai lumat pada sebuah batu hampar, yang kelaknya setelah gandum itu lumat dijadikan tepung, lalu dimasak dan dihadiahkan kepada orang-orang yang jadi tetamu waktu naik haji di zaman itu. Beberapa lama kemudian meninggallah orang yang menginjak-injak gandum itu dan tidak ada yang menggantikannya lagi. Sebab itu hor-matlah orang kepadanya karena jasanya lalu orang itu diperingati dan dimuliakan, akhirnya dijadikan berhala.
Menurut keterangan perawi terkenal, yaitu Bukhara yang diterimanya pula dengan riwayat yang pakai sanad dari Ibnu Abbas bahwa al-Laata dan al-Uzza itu ialah dua nama yang mereka hormati di zaman Jahiliyyah, yang pertama yang sudi membuat gandum jadi tepung, untuk dihadiahkan kepada orang yang naik haji, yang kedua al-Uzza, hampir sama juga dengan yang pertama. Pengambilan kata-kata ialah dari al-Aziz, yang berarti Yang Mulia. Al-Uzza itu ialah sebuah pohon kayu yang sangat dihormati pula sehingga didirikan pula bangunan-bangunan di sekeliling pohon kayu itu dan disembah-sembah. Dia terletak di antara negeri Mekah dengan negeri Thaif. Orang Quraisy yang Jahiliyyah pun menghormati dan membesarkannya pula. Kita
teringat seketika Perang Uhud. Mulanya kaum Quraisy menyangka bahwa Nabi Muhammad ﷺ telah mati terbunuh lalu dari puncak bukit Abu Sufyan membangga dengan katanya/'Kami mempunyai al-Uzza dan kamu (kaum muslimin], tidak mempunyai Uzza seperti kami!" Lalu Nabi ﷺ menyuruh jawab, “Kami mempunyai Allah, Tuhan kami! Yang melindungi kami; sedang kamu tidak mempunyai Allah tempat ber-lindung."
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, yang melalui az-Zuhri diterimanya dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang bersumpah lalu dalam sum-pahya itu dia bersumpah: demi al-Laata dan demi al-Uzza, hendaklah orang Islam mengucapkan, ‘La ilaha dlallah!"‘ (HR Bukhari)
Demikian juga sebuah hadits lain yang dirawikan oleh an-Nasa'i dari Mush'ab bin Sa'ad bin Abu Waqqash bahwa beliau ini pernah terlanjur bersumpah menyebut pula, “Demi al-Laata" dan demi “al-Uzza." Setelah mengetahui hal yang demikian, banyaklah sahabat-sahabatnya mencela perbuatannya itu sehingga akhirnya Sa'ad sendiri menyampaikan perbuatannya itu kepada Rasulullah ﷺ Maka, bersabdalah beliau,
“Ucapkanlah olehmu ‘Tidak ada Tuhan melainkan Allah, tiada la bersekutu dengan yang lain, bagi seluruh kekuasaan dan bagi-Nyalah seluruh puji-pujian dan Dia atas segala sesuatu adalah Mahakuasa', sesudah itu hendaklah engkau semburkan ke sebelah kirimu tiga kali dan segeralah berseiinciung kepada Allah daripada pengaruh setan yang kena rejam dan setelah itu sekali-kali jangan diulang lagi bersumpah yang demikian." (HR an-Nasa'i)
Dan kedua hadits yang telah kita salinkan itu, mengertilah kita bahwasanya kita sekali-kali tidak boleh bersumpah dengan nama dan kemuliaan yang lain, kecuali bersumpah dengan kemuliaan Allah semata-mata. Dan menentukan bersumpah dengan memakai nama Allah itu pun termasuk salah satu kemestian orang yang bertauhid juga, sehingga tidaklah akan boleh seorang Islam bersumpah di atas nama yang lain.
Adapun berhala yang bernama Manaata itu adalah pula sebuah. Terletak di suatu tempat yang bernama Musyalal di Qudaid, sebuah tempat di antara Mekah dengan Madinah. Bani Khuza'ah, demikian juga Bani ‘Aus dan Khazraj, yaitu persukuan al-Anshar yang masyhur di Madinah itu, di zaman jahiliyyah semuanya membesar dan memuliakan Manaata, mereka anggap bahwa kalau mereka hendak pergi mengerjakan haji ke Mekah, hendaklah lebih dahulu singgah ke tempat Manaata dan menyembah kepada berhala tersebut. Menurut riwayat Bukhari, menurut berita yang diterimanya dari Siti Aisyah r.a. ada banyak lagi berhala-berhala lain yang disembah oleh orang-orang Arab sebelum Islam, tetapi tiga ini saja yang ditonjolkan di dalam Al-Qur'an karena yang tiga ini lebih terkenal daripada yang lain. Ibnu Ishaq di dalam kitabS/ra/j Nabi Muhammad ﷺ mengatakan juga bahwasanyalah berhala-berhala yang disembah dan diagungkan oleh orang Arab selain dari yang tiga itu, semuanya mempunyai rumah-rumah dan pondok yang disediakan tempat memuja, orang pun ber-duyun datang ke tempat-tempat itu. Mereka thawaf di sekelilingnya, mereka memotong binatang buat menghormatinya.
Kita pun mengenal dalam sejarah bahwasanya di dalam Ka'bah sendiri pun disandarkan orang berbagai berhala sampai sejarah menghitung bahwa jumlahnya sebanyak bilangan hari dalam setahun, yaitu 360 buah. Sebab itu maka Quraisy dan Bani Kinanah menyediakan orang-orang yang akan menjaga al-'Uzza di suatu tempat bernama Nakhlah. Bani Syaibah dan kabilah Sulaim mesti menyediakan pengawal al-Uzza itu secara bergiliran dan Bani Syaibah itu adalah persukuan yang telah mengikat persahabatan dengan Bani Hasyim.
Akhirnya setelah Rasulullah ﷺ dapat menaklukkan Mekah, penaklukan yang terkenal dalam sejarah, yang mula-mula beliau lakukan ialah membersihkan Ka'bah dari segala macam berhala itu. Beliau sendiri me-mimpin penghancuran berhala-berhala itu. Lalu beliau perintahkan Khalid bin al-Walid, pergi ke Nakhlah untuk menghancurkan berhala yang bernama al-Uzza tersebut. Khalid segera pergi melaksanakan perintah itu, rumah berhala al-Uzza dibuka, kedapatan ada beberapa barang terpaku di dinding. Lalu beliau cabut barang itu dan beliau bersihkan tempat tersebut. Setelah selesai, beliau pergilah menyampaikan berita itu kepada Rasululah ﷺ. Nabi bersabda bahwa Khalid belum berbuat apa-apa terhadap al-Uzza dan dia harus segera kembali ke tempat itu.
Maka Khalid pun kembali ke tempat itu, di sana didapatinya penjaga dari berhala itu, bersorak-sorak memanggil Uzza, “Ya Uzza! Ya Uzza! Ya Uzza!" Tiba-tiba keluarlah dari balik dinding seorang perempuan, rambutnya tergerai dan dia bertelanjang. Dia mengambil tanah dengan tangannya dan menyiramkan tanah itu kepada kepalanya. Lalu Khalid datang sedang para penjaga tadi masih bersorak-sorak, “Ya Uzza! Ya Uzza!" Ketika itulah Khalid menyentak pedangnya dan memancung perempuan telanjang itu sehingga mati terkapar. Sesudah selesai, kembalilah dia kepada Rasulullah menceritakan pengalamannya itu. Lalu Rasulullah ﷺ berkata, “Itulah yang Uzza!"
Ibnu Ishaq bercerita seterusnya, al-Laata terletak di Tsaqiif. Orang yang menjadi pengawal dan penjaganya ialah dari Bani Mu'tab.
Rasulullah mengutus dua orang sahabat ke sana, yaitu al-Mughirah bin Syu'bah dan Abu Sufyan bin Harb, yang telah memeluk agama Islam ketika Mekah akan ditaklukkan. Keduanya telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan selesai. Setelah berhala al-Laata itu diruntuhkan, maka di bekas tempat berhala itu didirikan masjid.
Adapun Manaata yang menjadi persembahan orang Aus dan Khazraj, sebelum mereka menerima agama Islam itu, terletak di dekat sebuah kampung bernama Qudaid. Abu Sufyan yang diperintahkan Rasulullah hancurkan berhala itu sehingga pergi berhasil pula.
Menurut keterangan Ali bin Abi Thalib, kabilah Khaz'am dan Bujaitah pun mempunyai berhala, mereka namai berhala itu “Ka'bah Yaman", sedang Ka'bah yang sebenarnya, yang ada di Mekah mereka namai “Ka'bah Syam". Rasulullah telah mengutus ke sana Jarir bin Abdullah al-Bajali, yang seketurunan dari Bani Bujailah pula. Pekerjaan Jarir pun berhasil. Ka'bah tiruan itu dihancurkan sampai lumat.
Ibnu Ishaq meriwayatkan pula bahwa di Yaman ada pula berhala bernama Riyaam. Disebut orang bahwa di sana ada dipelihara seekor anjing hitam. Semuanya habis dihancurkan setelah agama Islam beroleh keme-nangan dan kejayaan. Dan sesudah itu segala yang bersifat berhala habis disapu bersih.
Ayat 21
“Apakah untuk kamu anak laki-laki dan untuk Dia anak perempuan?"
Pada surah-surah yang telah lalu telah banyak kita berikan uraian, bahwasanya orang zaman jahiliyyah itu mempunyai kepercayaan bahwa Allah Ta'aala itu beranak dan anak Allah Ta'aala itu perempuan. Padahal telah ter-adat pula di zaman jahiliyyah, bahwa orang tidak suka mendapat anak perempuan. Jika diberitahu bahwa istri telah melahirkan dan yang lahir itu adalah anak perempuan, maka niat yang terasa dalam hati mereka ialah segera membunuh anak itu. Sebab beranak
perempuan adalah memberi malu! Kesukaan mereka hanyalah mendapat anak laki-laki. Tetapi mereka semau-maunya saja mengatakan Allah Ta'aala ada beranak, dan anaknya itu perempuan: al-Laata, al-Uzza dan Manaata, semuanya itu mereka anggap sebagai tuhan perempuan. Inilah yang diambil di dalam ayat sebagai suatu pertanyaan, “Apakah untuk kamu anak laki-laki dan untuk Dia yaitu untuk Allah anak perempuan?" Apakah kepercayaan yang demikian itu tidak patut ditinjau?
Pertanyaan itu pada ayat selanjutnya telah diberi jawaban,
Ayat 22
“ini, kalau begitu adalah pembagian yang senjang."
“Senjang," berarti juga pincang tidak se-ukur, janggal dan tidak masuk dalam akal yang sehat!
Sebagai seorang Muslim, yang berarti telah menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, tidaklah layak kita berpikir senjang, berpikir pincang. Bahkanberpikirlahyangwajar! Allah itu tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan, baik anak laki-laki ataupun anak perempuan. Kekuasaan yang mutlak adalah pada Allah. Mustahil dia beranak karena Dia tidak kawin. Kalau Dia kawin niscaya “kawin" dengan Tuhan pula, Tuhan perempuan. Mengakui ada “tuhan" perempuan menyebabkan kita jadi musyrik, mempersekutukan Allah dengan yang lain. Padahal yang lain itu tidak ada. Apatah lagi kalau dari perkawinan itu dia beranak pula. Sebelum anak itu lahir, niscaya dia belum ada. Sebab itu dia bukan Tuhan, sebab hidupnya ada permulaan; apatah lagi kelak dia pun akan mati! Tuhan itu tidak akan mati selama-lamanya dan yang bersifat hidup terus dan tidak mati-mati itu, hanya satu saja: Allah.
Ayat 23
“Tidak lain dia itu hanya nama -nama yang kamu namakan saja, kamu dan nenek moyang kamu."
Artinya bahwasanya kepercayaan bahwa “tuhan-tuhan" itu ada, ada yang bernama al-Laata, ada yang bernama al-'Uzza dan ada yang bernama Manaata, dan berbagai nama yang lain, semuanya hanyalah nama yang dibikin, kaji yang tidak berpangkal dan tidak pula berujung. Ke mudik tidak dapat dicari di mana pangkalnya, ke hilir pun tidak dapat diteliti di mana muaranya: omong kosong!
Sambungan ayat lebih tegas lagi,"Tidaklah Allah menurunkan suatu kekuasaan pun dengan dia" Tidaklah ada alasan yang dapat dipegang dalam hal ini. Dalam ayat disebutkan bahwa tidak ada sultan, kita artikan tidak ada kekuasaan pun yang dapat dipegang, kata orang sekarang. Sehingga kalau ada surat mandat yang dia tanda tangani, mandat itu tidak berlaku dan tidak laku."Tidak ada yang mereka turuti, selain prasangka dan apa yang diingini oleh nafsu-nafsu." Artinya timbul dari dorongan hasrat belaka, sehingga kalau dicari di mana sumbernya tidaklah akan bertemu. Lebih tegas lagi jika disebut dongeng!
Hal yang seperti itu banyak juga terdapat dalam kekacauan berpikir di dalam kalangan penduduk yang belum mempunyai dasar pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Di kampung-kampung banyak kita mendengar cerita kacau, yang disebut juga khurafat seperti itu. Misalnya suatu kepercayaan tentang adanya palasit. Yaitu kepercayaan bahwa ada orang yang bila terbau olehnya anak kecil, atau orok, bayi, dia ingin sekali menghisap hawa diri anak tadi, sampai anak itu kurus kering sebab darahnya sudah habis dihisap.
Ada lagi kepercayaan lain, yang dinamai orang cindaku. Cindaku itu ialah harimau jadi-jadian, artinya ialah manusia yang bisa menjelma jadi harimau. Pada malam hari orang itu menjelma jadi harimau. Kononnya pada suatu hari orang memasang perangkap harimau. Tiba-tiba setelah hari pagi, bertemulah seorang haji dalam perangkap itu,
yang dianya terjerat ketika hari masih malam.
Ada lagi kepercayaan bahwa ada makhluk bernama pontianak atau kuntilanak. Dia berupa seorang perempuan yang sangat cantik dan rambutnya sangat panjang, dan rambut yang panjang itu menyembunyikan lobang yang ada pada punggungnya. Malam hari dia bangun dari kubur dan mengejar orang yang lalu lintas minta penumpang. Kalau dia diberi menumpang, dia akan masuk ke dalam kendaraan kita, tetapi setelah sampai di pekuburan dia akan hilang. Dalam cerita dongeng sejarah orang pontianak ketika Sultan Abdurrahman bin Husin al-Qadri hendak membuka negeri di Kalimantan Barat, maka datanglah pontianak itu hendak mengganggu. Lalu baginda tembak dengan meriam, sehingga habislah pontianak atau kuntilanak itu kucar-kacir lari. Maka timbullah kepercayaan bahwasanya bangsa “Sayyid" keturunannya dapat mengusir hantu itu, tetapi nama negeri tetap dinamai pontianak.
Sama sekali hal yang seperti ini adalah cerita yang tidak berdasar, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut ilmu pengetahuan dan inilah sisa-sisa kepercayaan jahi-iiyyah yang masih ada pada orang yang masih berpikir sederhana.
“Dan sesungguhnya telah datang kepada nteneka petunjuk dari Tuhan mereka “
Petunjuk dari Allah ialah mengeluarkan manusia daripada gelap kepada terang-benderang. Sedang kepercayaan kepada berhala, kepada berbagai khurafat dan kekacauan pi
kiran, bukanlah dia itu petunjuk yang membawa terang-benderang, malahan sebaliknya gelap belaka.
Ayat 24
“Atau apakah manusia itu akan mempenoleh apa yang dia angan-angankan?"
Ayat ini pun berbentuk sebagai pertanyaan lagi, ‘Apakah manusia itu mendapat apa yang dia angan-angankan Tamanna, berarti angan-angan, bukan cita-cita. Manusia yang sudah sangat lapar dan badannya sudah sangat lemah pula buat berusaha maka di waktu lapar itu, manusia berangan-angan dapat makan nasi yang putih dengan sambal yang sangat enak, padahal beras sebutir pun tidak ditaruhnya. Maka orang-orang yang miskin papa, kerapkali lupa kepada keadaan dirinya lalu dia berangan-angan hendak mencapai hal yang tidak-tidak. Inilah yang menyebabkan orang jadi pemalas, hidupnya hanya dalam angan-angan. Maka janganlah orang memenuhi hidupnya dengan semata-mata angan-angan, padahal usaha tidak ada. Umur itu akan habis dengan bermenung, dalam berkhayat. Padahal tidaklah ada sesuatu tujuan hidup yang dapat dicapai dengan mudah, semuanya berkehendak kepada usaha dan ikhtiar, kadang-kadang susah dan kadang-kadang mudah. Sedangkan menegakkan iman kepada Allah, lagi berkehendak kepada cobaan, dan iman tidak akan naik mutunya kalau tidak sanggup menghadapi cobaan.
Ayat 25
“Maka kepunyaan Allah-lah, baik yang kesudahan ataupun yang permulaan."
Amat pentinglah ayat 25 sebagai jawaban dari pertanyaan pada ayat 24. Segala manusia mempunyai angan-angan tentang hari depan yang baik, kesudahan hidup yang berbahagia. Lalu ayat 25 memberikan persediaan jawab bahwa nasib kita di belakang hari ditentukan oleh kesanggupan kita menegakkan cita-cita. Dalam ayat ini disebut terlebih dahulu kesudahan baru disebut permulaan. Karena memang kita manusia selalu ingat dan mengangan-angankan kesudahan tetapi kita lalai dan lengah memerhatikan langkah pada permulaan. Dalam ayat yang pertama dan kedua daripada surah al-Mulk, disebutkan,
“Allah itulah yang telah menciptakan maut dan hidup karena akan menguji kamu siapa di antara kamu yang beramal lebih baik. Dan Allah adalah Mahaperkasa, lagi memberi ampun." (al-Mulk: 2)
Samalah mafhum dari ayat 2 surah al-Mulk ini yang menyebutkan maut lebih dahulu daripada menyebut hidup, sama dengan kandungan ayat 25 dari surah an-Najm ini, yang menyebut kesudahan terlebih dahulu dari permulaan. Untuk memberi peringatan kepada manusia, bagaimana indahnya kehidupan yang ditempuh, namun akhir dari hidup, pastilah mati. Demikian juga angan-angan kepada macam-macam cara yang akan ditempuh di kemudian hari atau kesudahan, semua ditentukan oleh sikap dan langkah dari permulaan juga adanya.
Ayat 26
“Maka berapa banyaknya malaikat-mataikat di begitu banyak langit."
Sehingga malaikat yang bershalat di BAl-tul Ma'mur saja, tersebut di dalam hadits tidak kurang daripada 70.000 malaikat tiap hari dan mana yang telah shalat hari ini tidak akan datang lagi sesudah ini, dan akan datang pula rombongan lain 70.000 pula, demikian seterusnya. Begitu banyaknya malaikat-malaikat Allah itu, “Tiadalah berguna pertolongan mereka sedikit jua pun." Lantaran itu, walaupun misalnya kita membuat hubungan dengan malaikat-malaikat yang banyak itu karena akan meminta pertolongan kepada mereka agar diringankan Allah daripada adzab dan siksa-Nya kelak di hari akhirat, tidaklah akan ada faedahnya, karena malaikat itu tidak akan dapat menolong.
“Kecuali sesudah Tuhan membelikan keizinan untuk barangsiapa yang dikehendaki-Nya dan …-Nya."
Sudah jelaslah bahwasanya malaikat-malaikat yang sangat banyak itu dengan taat serta mengerjakan apa yang diperintah Allah, menjadi contoh dan teladan bagi manusia, bahkan mereka berani membanggakan diri, di hadapan Allah ketika Allah bermaksud hendak mengangkat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Maka dalam ayat ini ditegaskan bahwasanya keshalihan malaikat menyembah Allah, demikian juga bilangan mereka yang berlipat ganda lebih banyak dari manusia, namun malaikat-malaikat itu juga tidak mendapat kekuasaan sama sekali akan memberikan syafa'at atau pembelaan bagi manusia, kalau Allah tidak mengizinkan. Oleh sebab itu nyatalah bahwa malaikat tidak mendapat kekuasaan apa-apa dan manusia pun tidak, kalau Allah tidak mengizinkan. Maka ayat ini dapatlah memberikan paham bagi kita manusia, bahwa langsunglah memohon kepada Allah, janganlah mengharapkan pertolongan dari yang lain. Karena yang lain itu hanya dapat memberikan syafa'at kalau Allah mengizinkan. Dan pertimbangan dalam pemberian izin itu terserah kepada keMaha-bijaksanaan Allah sendiri.
Ayat ini pun menambah teguhnya ajaran tauhid, sebagai memperkukuh ayat-ayat yang datang sebelumnya tadi.