Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنَ
dan dari
ٱلَّيۡلِ
malam
فَسَبِّحۡهُ
maka bertasbihlah
وَإِدۡبَٰرَ
dan dibelakang/terbenam
ٱلنُّجُومِ
bintang-bintang
وَمِنَ
dan dari
ٱلَّيۡلِ
malam
فَسَبِّحۡهُ
maka bertasbihlah
وَإِدۡبَٰرَ
dan dibelakang/terbenam
ٱلنُّجُومِ
bintang-bintang
Terjemahan
Bertasbihlah kepada-Nya pada sebagian malam dan pada waktu terbenamnya bintang-bintang (waktu fajar).
Tafsir
(Dan pada beberapa saat di malam hari bertasbih pulalah) pengertian bertasbih di sini adalah tasbih hakiki yaitu membaca, 'Subhaanallaah Wa bihamdihii' (dan di waktu terbenam bintang-bintang) lafal Idbaar adalah bentuk Mashdar, yakni setelah bintang-bintang itu terbenam maka bertasbih pulalah kamu. Atau lakukanlah salat Isya'ain yaitu Magrib dan Isya, pada pengertian yang pertama, dan pada pengertian yang kedua adalah salat fajar; menurut pendapat lain salat Subuh.
Tafsir Surat Ath-Thur: 44-49
Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan, "Itu adalah awan yang bertindih-tindih. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).
Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan perihal orang-orang musyrik yang ingkar dan sombong terhadap hal yang dapat diinderawi. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur. (Ath-Thur: 44) Yakni terjatuh menimpa mereka sebagai azab atas mereka, tentulah mereka tidak mempercayainya dan tidak membenarkannya, bahkan mereka mengatakan bahwa itu adalah awan yang bertumpang tindih. Ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir. (Al-Hijr: 14-15) Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka biarkanlah mereka. (Ath-Thur: 45) Artinya, wahai Muhammad, biarkanlah mereka. hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan. (Ath-Thur: 45) Yakni pada hari kiamat. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka. (Ath-Thur: 46) Tiada gunanya lagi tipu daya dan makar yang pernah mereka lakukan di dunia, dan tidak pula hal itu dapat membela mereka barang sedikit pun pada hari kiamat.
dan mereka tidak ditolong. (Ath-Thur: 46) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. (Ath-Thur: 47) Yakni sebelum itu ketika di dunia. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (As-Sajdah:21) Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini oleh firman-Nya: Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Ath-Thur: 47) Kami azab mereka di dunia dan Kami coba mereka dengan berbagai macam musibah agar mereka kembali ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan bertobat. Tetapi mereka tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala terhadap diri mereka. Bahkan apabila dilenyapkan dari mereka sebagian dari musibah dan cobaan itu, mereka kembali melakukan perbuatan yang justru lebih buruk daripada sebelumnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits yang mengatakan: Sesungguhnya orang munafik itu apabila sakit, lalu disembuhkan, maka perumpamaannya dalam hal tersebut sama dengan unta yang juga tidak mengerti mengapa manusia mencocok hidungnya dan mengapa manusia melepaskannya dengan bebas.
Di dalam hadits Qudsi disebutkan bahwa seorang hamba bertanya, "Berapa banyak aku durhaka kepada Engkau, tetapi Engkau tidak menghukumku?" Maka Allah subhanahu wa ta’ala menjawab, "Wahai hamba-Ku, berapa banyak Aku menyehatkanmu, sedangkan kamu tidak mengetahuinya." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami. (Ath-Thur: 48) Yakni bersabarlah terhadap gangguan mereka, janganlah engkau hiraukan mereka, karena sesungguhnya engkau selalu berada pada penglihatan Kami dan berada dalam penjagaan Kami; Allah memelihara kamu dari gangguan manusia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Adh-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah bangun berdiri untuk mengerjakan shalat. Kalimat tasbih itu ialah, "Mahasuci Engkau, ya Allah, dengan memuji kepada Engkau, Mahasuci Asma-Mu dan Mahatinggi Keagungan-Mu, tiada Tuhan selain Engkau." Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.
Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Umar, bahwa ia selalu mengucapkan tasbih ini pada permulaan salatnya. Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunan telah meriwayatkannya dari Abu Sa'id dan lain-lainnya, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau ﷺ selalu mengucapkan tasbih tersebut. Abul Jauza telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yakni dari tidurmu, dari peraduanmu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Umair ibnu Hani", telah menceritakan kepadaku Junadah ibnu Abu Umayyah, telah menceritakan kepada kami Ubadah ibnus Samit, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang bangun di tengah malam, lalu mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah. Dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Allah Mahabesar, dan tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian ia mengucapkan, "Ya Tuhanku berilah ampunan bagiku" atau kemudian ia berdoa niscaya akan diperkenankan baginya. Dan jika dia bangkit membenahi diri, lalu berwudu, kemudian shalat, maka salatnya diterima.
Imam Al-Bukhari mengetengahkan hadits ini di dalam kitab sahihnya, juga para pemilik kitab sunan, melalui hadits Al-Walid ibnu Muslim dengan sanad yang sama. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yaitu dari setiap majelis. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yakni apabila seseorang hendak berdiri dari majelisnya, dianjurkan mengucapkan doa berikut sebelum meninggalkannya, yaitu: "Mahasuci Engkau, ya Allah dan dengan memuji kepada Engkau." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami AbunNadr Ishaq ibnu Ibrahim Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, telah menceritakan kepadaku Talhah ibnu Amr Al-Hadrami, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah, bahwa ia telah menceritakan kepadanya tentang makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. (Ath-Thur: 48) Yaitu bila engkau berdiri dari setiap majelismu dianjurkan membaca doa ini; dan jika engkau berbuat baik dalam majelismu, maka makin bertambahlah kebaikanmu; dan jika engkau berbuat selain itu, maka doamu itu merupakan penghapus dosanya.
Abdur Razzaq telah mengatakan di dalam kitab Jami'-nya, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Abu Usman Al-Faqir, bahwa Malaikat Jibril mengajari Nabi ﷺ doa berikut yang dibaca bila bangkit meninggalkan majelis, yaitu: Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau. Ma'mar mengatakan bahwa ia pernah mendengar ulama lainnya meriwayatkan bahwa doa ini merupakan kifarat (penghapus dosa) majelis, dan predikatnya adalah mursal.
Akan tetapi, ada hadits-hadits yang disandarkan melalui berbagai jalur yang sebagian darinya menguatkan sebagian yang lain mengatakan hal yang senada. Antara lain ialah hadits Ibnu Juraij, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang duduk di suatu majelis, lalu banyak suara gaduh padanya, kemudian ia mengucapkan doa berikut saat berdiri akan meninggalkan majelisnya, "Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu, melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi dalam majelisnya itu.
Imam At-Tirmidzi telah meriwayatkan hadits ini yang lafaznya adalah seperti hadits di atas, juga Imam An-Nasai di dalam kitab Al-Yaum walLailah, melalui hadits Ibnu Juraij. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Imam Hakim mengetengahkan hadits ini di dalam kitab Mustadrak-nya, dan ia mengatakan bahwa sanad hadits ini dengan syarat Muslim, terkecuali Imam Al-Bukhari yang menilainya dha’if (lemah). Menurut hemat kami, yang menilainya alil bukan hanya Imam Al-Bukhari, tetapi juga Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Hatim, Abu Dzar'ah, dan Ad-Daruqutni serta lain-lainnya.
Dan mereka menilainya suatu anggapan yang tidak benar bila hanya disandarkan kepada Ibnu Juraij, karena Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya di dalam kitab sunannya melalui jalur selain Ibnu Juraij sampai kepada Abu Hurairah , dari Nabi ﷺ dengan lafal yang semisal. Imam Abu Dawud telah meriwayatkan hadits ini, juga Imam An-Nasai serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, tetapi lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Imam Abu Dawud melalui jalur Al-Hajjaj ibnu Dinar, dari Hasyim, dari Abul Aliyah, dari Abu Barzah Al-Aslami yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ di usia senjanya apabila hendak meninggalkan majelisnya mengucapkan doa berikut:
Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada Engkau, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau. Lalu ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar telah mengucapkan suatu doa yang tidak pernah engkau ucapkan sebelumnya di masa lalu." Beliau ﷺ menjawab: Sebagai penghapus (dosa) yang terjadi di dalam majelis itu. Tetapi hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Abul Aliyah secara mursal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam An-Nasai dan Imam Hakim meriwayatkan hadits yang semisal melalui Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Rafi' ibnu Khadij, dari Nabi ﷺ. tetapi telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara mursal: hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui Abdullah ibnu Amr yang telah mengatakan: Ada beberapa kalimat (doa) yang tidak sekali-kali dibaca oleh seseorang dalam majelisnya di saat hendak meninggalkan majelisnya sebanyak tiga kali, melainkan dihapuskan darinya apa yang dilakukannya dalam majelis itu berkat kalimat-kalimat tersebut.
Dan tidaklah ia mengucapkannya pada majelis kebaikan dan majelis zikir kecuali dianjurkan ditutup dengannya sebagaimana sepucuk surat yang diakhiri dengan cap, yaitu: "Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada Engkau, tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan bertobat kepada Engkau., Imam Hakim mengetengahkan hadits ini melalui Ummul Muminin Aisyah yang dinilainya shahih melalui riwayat Jubair ibnu Mut'im. Dan Abu Bakar Al-Ismaili telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Amirul Mu-rninin Umar ibnul Khattab, yang semuanya dari Nabi ﷺ Dan kami telah menerangkan hal ini secara terpisah dengan rinci, yaitu dengan menyebutkan jalur-jalurnya, lafal-lafaznya, kelemahan-kelemahannya, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengannya.
Segala puji dan karunia adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari. (Ath-Thur: 49) Yakni berzikirlah dan sembahlah Dia melalui bacaan Al-Qur'an dan shalat di tengah malam. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan di waktu terbenamnya bintang-bintang (di waktu fajar). (Ath-Thur: 49) Dalam hadits Ibnu Abbas telah disebutkan bahwa shalat yang dimaksud ada dua rakaat yang dikerjakan sebelum shalat Subuh, karena sesungguhnya kedua rakaat tersebut dianjurkan untuk dilakukan seiring dengan terbenamnya bintang-bintang.
Ibnu Sailan telah meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu', "Janganlah kamu meninggalkan kedua rakaat shalat sunat tersebut sekalipun kamu dikejar oleh pasukan berkuda." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud. Dan sehubungan dengan hadits ini ada yang diriwayatkan dari sebagian murid Imam Ahmad yang mengatakan bahwa kedua rakaat itu wajib, tetapi riwayat tersebut dha’if, karena ada hadits yang mengatakan:
"Salat lima waktu untuk sehari semalamnya. Ditanyakan, "Apakah ada shalat lain yang diwajibkan atas diriku? Nabi ﷺ menjawab, "Tidak ada, terkecuali jika engkau mengerjakan shalat tambahan (sunat)." Telah dibuktikan melalui kitab Shahihain, dari Siti Aisyah suatu hadits yang menyebutkan bahwa Aisyah pernah mengatakan, "Tiada suatu shalat sunat pun yang lebih giat dilakukan oleh Rasulullah ﷺ selain dari shalat sunat subuh." Di dalam hadits Imam Muslim disebutkan: Dua rakaat (sunat subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya."
Dan selain itu, pada sebagian malam, ketika kebanyakan orang tidur, dekatkanlah dirimu kepada Allah, bertasbihlah kepada-Nya, dan berzikir serta bertasbihlah pada waktu terbenamnya bintang-bintang pada waktu fajar. 1. Surah at-T'r diakhiri dengan perintah untuk bertasbih dan memuji Allah setiap saat, terutama pagi. Pada Surah an-Najm ini Allah memulai dengan bersumpah demi bintang. Demi bintang yang bertebaran di angkasa ketika hendak terbenam akibat terbitnya matahari di ufuk timur dengan sinarnya yang kuat.
Kemudian Allah dalam ayat ini memerintahkan kepada Muhammad ﷺ supaya ia bertasbih kepada Allah dengan salat malam. Karena ibadah pada waktu itu berat melaksanakannya, dan jauh dari ria, dan supaya ia salat tatkala terbenamnya bintangbintang pada waktu subuh. Dalam ayat yang sama artinya Allah berfirman:
Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (al-Isra'/17: 79)
Makna membaca tasbih dalam ayat ini dapat berarti membaca tasbih seperti pada hadis di atas, juga dapat diartikan melaksanakan salat, baik salat Isya, salat malam maupun salat Subuh.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MARI TERUSKAN PENERANGAN
Ayat 39
“Ataukah bagi Dia anak perempuan dan bagi kamu anak laki-laki?"
Ada kepercayaan bagi kaum jahiliyyah itu bahwa Allah ada beranak dan anak Allah itu menurut kepercayaan mereka ialah perempuan. Berhala-berhala yang mereka sembah, yang mereka namai al-Laata, dan Ma-naata, semuanya itu perempuan dan semuanya itu anak Allah! Tetapi buat mereka sendiri sebagai manusia jahiliyyah, mereka merasa aib, merasa hina sekali kalau mereka mendapat anak perempuan. Maka datanglah ayat 39 ini bertanya! Bagaimana kamu sekalian berpikir, mengapa kalian mengatakan Allah beranak, sedang anaknya ialah perempuan, sedang kamu sendiri memandang hina rendah orang yang beranak perempuan, sehingga jika kamu dapat anak perempuan kamu merasa malu, malah ada yang membunuh anak perempuan, menguburkannya hidup-hidup. Kamu hanya senang kalau dapat anak laki-laki saja. Sebab itu jika kamu mengatakan Allah beranak perempuan, artinya ialah bahwa kamu menghinakan Allah dan kamu lebih memuliakan manusia yang beroleh anak laki-laki.
Maka pertanyaan Allah seperti ini sebagai juga pertanyaan-pertanyaan yang terdahulu berisi keterangan menjelaskan salahnya segala perkiraan mereka. Demikian juga ayat reka mendapat berita gaib itu selengkapnya.
Ayat 42
“Maka orang-orang yang tidak mau percaya itulah yang tertipu."
Mereka itu menuduh seruan Rasul ﷺ itu hanya tipuan belaka. Padahal mereka yang pergi membujuk-bujuk orang itulah yang menipu. Mereka menipu orang banyak agar jangan mendekat kepada Rasul ﷺ Orang-orang yang mendengar rayuan mereka itu lalu menjauh dari Rasul. Sedang orang-orang yang mendekati Rasul mendapat hidup yang berbahagia karena dapat ajaran iman. Mereka lepas dari hidup yang gelap gulita kepada terang-benderang. Dan orang-orang yang tertipu oleh mulut manis dan rayuan itu tetap dalam kegelapannya.
Ayat 43
“Atau adakah bagi mereka Tuhan selain Allah?"
Yang dikatakan Allah ialah yang menguasai jalan hidup manusia. Yang menjadikan manusia daripada tidak ada kepada ada. Yang mendatangkan manfaat atau menghindarkan mudharat, yang menganugerahkan makan dan minum, dan menentukan hidup dan mati. Adakah selain dari Allah yang pantas, yang patut dianggap sebagai Tuhan? Apakah keris yang akan dianggap Tuhan padahal keris itu manusia sendiri yang membuatnya? Apakah sapi atau lembu yang akan dipuja sebagai Tuhan padahal kalau tidak manusia menyediakan rumput akan makanannya, sapi dan lembu itu akan mati kelaparan.
“Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan itu."
Pikiran yang sehat akan menolak sekeras-kerasnya jika ada yang lain bersekutu kekuasaannya dengan kekuasaan Allah yang mutlak.
Ayat 44
“Dan jika mereka melihat kelak sepotong adzab dari langit jatuh ke bawah."
Pangkal ayat menjelaskan bahwa adzab Allah itu akan datang dengan tiba-tiba dan tidak disangka-sangka. Di antaranya ialah berupa sepotong awan, yang kelihatan kecil saja di tengah-tengah langit yang cerah. Awan yang segumpal kecil itu bagi pelaut-pelaut yang berpengalaman sudah dapat membawa kepastian bahwa badai besar akan datang.
Dari segumpal awan kecil tidak berapa menit kemudian akan membawa topan dahsyat, sehingga perahu atau bahtera yang sedang belayar dengan enaknya bisa saja tenggelam dan hancur. Tetapi orang yang tidak percaya betapa Mahabesarnya kekuasaan Allah dan tidak insaf akan kebesaran-Nya,
“Mereka akan mengatakan, ‘Awan bergumpal!"‘
Kami ketika wukuf di Arafah, bulan September tahun 1950, telah mengalami datangnya topan dahsyat itu. Mulanya angin berembus lunak, kemudian keras, dan sangat keras, sampai kemah tempat kami berlindung dibongkar oleh angin. Keras angin, sampai orang-orang yang berdiri diterbangkan oleh angin itu. Pakaian ihram bisa saja diterbangkan angin dan meninggalkan kita telanjang. Saya dan beberapa teman selamat karena segera lari berlindung ke bawah naungan sebuah mobil truk besar. Padahal sebelum saya sampai berlindung ke bawah truk itu, hujan batu telah turun. Punggung saya ditimpa oleh sekeping batu, yaitu hujan batu es, sebesar-besar empu jari kaki. Syukur saya segera sampai ke bawah truk itu. Kalau tidak segera sembunyi mungkin saya sampai ajal ditimpa batu-batu es.
Seluruh kejadian itu tidak terlebih dari setengah jam. Kira-kira sepuluh menit sembunyi di bawah mobil truk itu, hujan sudah teduh dan angin sudah berhenti, tetapi merah-merah dan luka belum hilang dari permukaan punggung saya. Kemah-kemah tidak perlu kami bongkar lagi karena semuanya telah terbongkar dari kejadian sebentar tadi dan hari sudah petang sehingga sehabis shalat Maghrib para jamaah semua sudah berbondong lagi menuju Muzdalifah dan Mina.
Sampai di Mekah kemudian, saya mendengar berita bahwa ada juga orang yang mati ditimpa celaka karena angin pancaroba hebat itu. Tentu orang yang tidak beriman akan membantah jika ada orang mengatakan bahaya akan datang, sebab dia hanya melihat awan segumpal kecil saja di tengah birunya langit dan teriknya panas. Dan segala kejadian sejak semula sampai alam cerah kembali, tidak memakan waktu sampai satu jam.
Sebab itu maka orang-orang yang beriman akan tetap percaya bahwa dari awan segumpal mudah saja Allah Ta'aala menjatuhkan adzab siksa-Nya kepada suatu negeri. Adapun terhadap yang tidak juga mau percaya, berfirmanlah Allah selanjutnya,
Ayat 45
“Biarkanlah mereka, sampai mereka benjumpa hari yang waktu itu mereka akan lensungkun."
Maka orang-orang yang tidak mau percaya betapa besarnya kekuasaan Allah itu, yang dari secercah kecil awan dapat menurunkan adzab siksa yang besar, kalau tidak juga mau percaya, biarkan sajalah mereka, sampai mereka alami sendiri kelak adzab itu, hingga mereka tersungkur jatuh, tidak bisa bangun lagi. Itulah akibat yang akan mereka derita dari sebab hati mereka lebih keras dari batu itu. Kita pun tidak akan menyesal lagi. Karena kita telah melakukan kewajiban, memberinya peringatan.
Maka adzab yang menimpa dirinya itu adalah karena lalai lengahnya sendiri.
Ayat 46
“(Yaitu) hari yang tidak akan mencukupi segala tipu daya mereka."
Maka apabila adzab itu telah datang kelak, janganlah sampai terpikir dalam hati manusia yang tidak mau percaya itu bahwa dia masih akan sanggup mengelakkan diri dengan usaha dan berbagai tipu daya. Segala tipu daya, segala usaha untuk mengelakkan diri tidaklah akan mencukupi di waktu itu. Kecerdikan manusia tidak ada upaya untuk mengelak pada masa itu. Dalam hal ini kita teringat kisah Nabi Nuh a.s. ketika topan besar itu akan terjadi. Beliau telah memberi peringatan seorang di antara putranya yang selama ini belum yakin akan seruan ayahnya. Dia ajak anak itu agar segera masuk ke dalam bahtera yang telah disediakan,
“Wahai anakku, naiklah ke dalam bahtera bersama kami dan janganlah engkau berada bersama orang-orang yang tidak mau percaya." (Huud: 42)
Tetapi si anak yang tidak juga mau percaya bahwa bahtera yang disediakan ayahnya itu akan dapat menyelamatkannya daripada tenggelam telah menolak tawaran ayahnya dengan berkata,
“Si anak menjawab, “Saya akan berlindung kepada bukit yang akan memeliharaku dari air." (Huud: 43)
Namun si ayah masih mengingatkan,
“Berkata dia, ‘Tidak ada perlindungan hari ini dari apa yang telah ditentukan Allah kecuali untuk orang yang telah dirahmati-Nya."‘ (Huud: 43)
Akhirnya apa yang terjadi? Kembali ayat menjelaskan,
“Dan dipisahkanlah di antara keduanya oleh gelombang maka jadilah anak itu termasuk orang yang tenggelam." (Huud: 43)
Ya, tenggelamlah si anak dan tentu saja sebagai seorang ayah, Nabi Nuh bersedih. Tetapi apalah yang hendak dikata, ayah telah menyampaikan kewajibannya dengan baik.
Maka uraian ayat 46 dari surah ath-Thuur telah terjadi pada anak kandung dari seorang Nabi kekasih Allah sendiri. (Kisah lengkap tentangNabi Nuh a.s. dan putranya dapat dibaca pada Tafsir al-Azhar Juz 12). Dia salah sangka, dia menyangka jika dia naik ke bukit, dia akan terpelihara dari air. Padahal puncak gunung yang tinggi pun akan direndam air. Demikianlah sebagaimana bunyi ujung ayat ini,
“Dan tidaklah mereka akan tentolong."
Ayat 47
“Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang aniaya akan ada lagi adzab selain dari itu."
Artinya, bahwasanya bagi orang yang tidak mau percaya kepada seruan yang dibawakan oleh Nabi itu, yang diterimanya pertama itu, barulah permulaan adzab. Adapun yang akan diterimanya kelak lebih besar dan lebih dahsyat lagi dari itu.
“Untuk mereka di dunia ini adalah kehinaan dan untuk mereka di akhirat adalah adzab yang besar." (al-Baqarah: 114, al-Maa'idah: 41)
Lain halnya dengan orang yang teguh mempertahankan iman dan keyakinannya di dunia. Jika mereka di dunia mendapat penderitaan hidup karena teguhnya mempertahankan iman
itu, kebahagiaan jualah yang akan ditemuinya di akhirat.
‘Tetapi kebanyakan di antaia meieka tidaklah mengetahui."
Kebanyakan di antara mereka itu, hidupnya tidak mempunyai pelajaran, Rasul ﷺ tidak mereka acuhkan, sehingga pengertian mereka tentang nilai hidup itu sendiri tidak ada. Derajat manusia seperti itu tidak naik. Dia tidak mempunyai cita-cita untuk kebahagiaan hidup. Mereka tidak percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang ada lagi hidup. Itulah hidup yang sejati yang untuk mencapainya orang harus menilainya dari masa yang sekarang.
Ayat 48
“Dan bersabarlah tenhadap keputusan Tuhan engkau."
Inilah peringatan Allah kepada Rasul-Nya. Menyuruh beliau bersabar menghadapi semua sikap menolak, sikap ragu-ragu atau sikap-sikap menentang yang sangat kasar, sebagaimana yang telah diuraikan pada ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan memakai ataukah itu. Disuruhlah Nabi ﷺ bersabar, berlapang dada menghadapi itu semuanya. Sesudah Allah menyuruhnya bersabar, Allah pun memberikan jaminan dengan firman-Nya, “Karena sesungguhnya engkau adalah dalam pandangan mata Kami." Apa pun yang akan terjadi atas diri Nabi Muhammad ﷺ tidaklah beliau terlepas dari pandangan Allah dan selalu akan dipelihara Allah. Dan untuk memperkuat perasaan bahwa Allah selalu menilik keadaanmu itu,
“Dan ucapkanlah tasbih dengan memuji Tuhan engkau ketika engkau tegak berdiri."
Yang dimaksud dengan ketika tegak berdiri ialah berdiri shalat. Untuk menguatkan jiwa menghadapi berbagai cobaan dalam hidup ini, tidak yang lebih kuat pengaruhnya melainkan rnelalui shalat. Sebab itu maka salah satu doa iftitah (pembuka shalat) yang pendek tetapi sesuai dengan ayat ini ialah
“Amat suci Engkau, ya Tuhan! Disertai dengan memuji kepada Engkau dan amat berkahlah nama Engkau, dan Mahatinggi keagungan Engkau dan tidak ada Tuhan selain Engkau."
Ayat 49
“Pan di malam hari pun bertasbihlah kepada-Nya."
Yaitu shalat malam. Baik shalat yang wajib dilakukan malam, yaitu waktu Isya, atau shalat tahajud, shalat yang sebelum datang perintah lima waktu, shalat malam inilah yang wajib, sebagai dijelaskan panjang lebar pada surah al-Muzammil. Maka di samping Isya yang wajib itu perkuat pulalah shalat tahajud itu untuk mencapai tempat yang lebih terpuji.
“Dan di kala mulai tenggelam bintang-bintang."
Mulai tenggelam bintang-bintang ialah bila fajar sudah mulai menyingsing, hari akan mulai siang, waktu Shubuh pun masuk. Bila waktu Shubuh telah masuk, mulailah adzan memberitahu Shubuh telah datang. Setelah adzan selesai, mulai sunnat Shubuh dua rakaat, waktu itu cahaya bintang satu demi satu jadi pudar. Selesai shalat sunnat fajar itu, mulailah shalat Shubuh.
Ibnu Abu Nujaih merawikan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan anjuran bertasbih dengan memuji Allah ketika tegak berdiri, yaitu apabila seorang telah selesai dan duduk bercakap bersama-sama hendaklah ucapkan,
“Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada Engkau. Tidak ada Tuhan melainkan Engkau. Aku memohon ampun kepada Engkau dan aku pun bertobat kepada Engkau."
Menurut hadits yang dirawikan oleh Tir-midzi dari Abu Hurairah bahwa barangsiapa membaca bacaan itu, niscaya akan diampuni Allah akan dosanya.