Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
ataukah/apakah
عِندَهُمۡ
di sisi mereka
خَزَآئِنُ
perbendaharaan
رَبِّكَ
Tuhanmu
أَمۡ
ataukah/apakah
هُمُ
mereka
ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ
yang berkuasa
أَمۡ
ataukah/apakah
عِندَهُمۡ
di sisi mereka
خَزَآئِنُ
perbendaharaan
رَبِّكَ
Tuhanmu
أَمۡ
ataukah/apakah
هُمُ
mereka
ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ
yang berkuasa
Terjemahan
Apakah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa?
Tafsir
(Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu) berupa kenabian, rezeki dan hal-hal lainnya, lalu karenanya mereka dapat memberikannya kepada siapa yang dikehendaki oleh mereka sesuai dengan apa yang mereka sukai (atau merekakah yang berkuasa?) yang mempunyai kekuasaan dan dapat berlaku sewenang-wenang. Fi'il atau kata kerja dari lafal Mushaythir ini adalah Saythara, maknanya sesinonim dengan lafal Baithara dan Baiqara.
Tafsir Surat Ath-Thur: 35-43
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib, lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu, merekalah yang kena tipu daya.
Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Semua pertanyaan yang disebutkan di atas untuk membuktikan bahwa Dialah Tuhan seru sekalian alam dan Dialah Yang Maha Esa. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (Ath-Thur: 35) Yakni apakah mereka ada dengan begitu saja tanpa ada yang menciptakan? Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Yakni tidaklah demikian keadaannya, bahkan Allah-lah Yang Menciptakan dan yang mengadakan mereka dari tiada.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ dalam shalat Magribnya membaca surat Ath-Thur; dan ketika sampai pada ayat ini, yaitu firman-Nya: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? (Ath-Thur: 35-37) Hampir saja hatiku (jantungku) copot.
Hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Dan Jubair ibnu Mut'im datang kepada Nabi ﷺ sesudah Perang Badar untuk menebus para tawanan, saat itu ia masih musyrik. Ayat-ayat inilah yang ia dengar dari Nabi ﷺ dan menjadi salah satu faktor yang mendorongnya untuk masuk Islam sesudahnya. Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 36) Yakni apakah mereka yang menciptakan langit dan bumi? Ini merupakan reaksi dari keingkaran mereka yang mempersekutukan Allah subhanahu wa ta’ala, padahal mereka mengetahui bahwa hanya Dialah semata Yang Menciptakan semuanya, tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi, ketidakyakinan merekalah yang mendorong mereka tetap pada kemusyrikannya.
Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa:' (Ath-Thur: 37) Yaitu apakah mereka yang mengatur kerajaan (dunia) ini dan di tangan kekuasaan mereka terletak semua kunci perbendaharaannya? atau merekakah yang berkuasa? (Ath-Thur: 37) Yakni yang menghisab semua makhluk? Sebenarnya tidaklah demikian, bahkan di tangan kekuasaan-Nyalah kerajaan ini, Dialah Yang Merajai, Yang Mengatur, lagi Yang Maha Berbuat terhadap apa yang dikehendakiNya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu. (Ath-Thur: 38) Yakni tangga naik ke alam atas, untuk mendengarkan hal-hal yang gaib? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. (Ath-Thur: 38) Maka hendaklah orang yang mendengar dari mereka mendatangkan alasan-alasannya secara jelas untuk membuktikan kebenaran perbuatan dan ucapan mereka itu.
Dengan kata lain, mereka pasti tidak mempunyai jalan ke arah itu karena mereka tidak berada pada jalan yang benar sama sekali, dan tiada dalil bagi mereka. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengingkari perbuatan mereka yang menisbatkan anak-anak perempuan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menganggap para malaikat adalah jenis perempuan; dan mereka memilih laki-laki buat diri mereka, sedangkan perempuan tidak. Karena apabila disampaikan berita gembira kepada seseorang dari mereka akan kelahiran anak perempuan, maka wajahnya berubah hitam dengan penuh kemarahan. Tetapi anehnya setelah mereka menganggap para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah, mereka menyembah para malaikat itu di samping Allah.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? (Ath-Thur: 39) Ini mengandung ancaman yang keras dan peringatan yang pasti lagi kuat. Ataukah kamu meminta upah kepada mereka. (Ath-Thur: 40) sebagai imbalan dari penyampaianmu kepada mereka akan risalah Allah subhanahu wa ta’ala Engkau sama sekali bukanlah orang yang meminta upah dari mereka atas hal tersebut barang sedikit pun. sehingga mereka dibebani dengan utang? (Ath-Thur: 40) Yakni pada kenyataannya sebaliknya hal sekecil apa pun yang dilakukan oleh Nabi ﷺ, maka mereka mengecamnya dan hal tersebut dianggap mereka memberatkan mereka. Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib, lalu mereka menuliskannya? (Ath-Thur: 41) Duduk perkara yang sebenarnya tidaklah demikian, karena sesungguhnya tiada seorang pun dari penduduk langit dan penduduk bumi yang mengetahui hal-hal yang gaib selain Allah subhanahu wa ta’ala Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu, merekalah yang kena tipu daya. (Ath-Thur: 42) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa ataukah mereka bermaksud dengan perkataan mereka yang ditujukan terhadap diri Rasulullah ﷺ dan agama yang dibawanya untuk memperdaya manusia, dan mendiskreditkan Rasul beserta para sahabatnya.
Maka silakan mereka melancarkan tipu dayanya, karena sesungguhnya akibat dari tipu daya mereka itu justru akan berbalik menimpa diri mereka sendiri; orang-orang kafirlah yang justru teperdaya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Ath-Thur: 43) Ini merupakan keingkaran yang keras ditujukan kepada orang-orang musyrik karena mereka menyembah berhala dan tandingan-tandingan bersama Allah. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menyucikan diri-Nya Yang Mahamulia dari apa yang dikatakan dan dibuat-buat oleh orang-orang musyrik itu, untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Ath-Thur: 43).
Ataukah mereka ingkar karena merasa bahwa di sisi mereka ada per-bendaharaan Tuhanmu, wahai Nabi Muhammad, ataukah mereka yang berkuasa mengatur dan menggunakan perbendaharan Allah dengan semaunya sehingga mereka menolak risalahmu dan menuduhmu dengan ungkapan yang merendahkan'38. Atau apakah mereka, yaitu orang-orang musyrik, mempunyai tangga menuju langit untuk mendengarkan hal-hal gaib' Bila demikian maka hendaklah orang yang mendengarkan berita gaib di antara mereka itu datang dengan membawa keterangan yang nyata yang didengarnya. Pasti tidak akan ada yang tampil untuk mengungkapkannya.
Selanjutnya dinyatakan pada ayat ini dalam bentuk pertanyaan, apakah mereka bertindak selaku penguasa dan di tangan mereka perbendaharaan Tuhan. Kemudian mereka menganugerahkan jabatan kenabian kepada siapa yang mereka kehendaki dan memilih orang-orang yang mereka senangi? Ataukah mereka itu orang-orang yang berkuasa sehingga mereka mengatur urusan alam semesta, kemudian mereka menjadikan sesuatu atas kehendak dan kemauan mereka? Kenyataannya tidak demikian. Akan tetapi Allah-lah Yang Mahakuasa, yang mengatur dan menjadikan semuanya yang dikehendaki-Nya. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari az-Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im bapaknya berkata, "Saya mendengar Nabi Muhammad ﷺ membaca Surah ath-thur ketika salat Magrib. Ketika telah sampai pada ayat 35-37 ini, jantungku hampir terasa melayang. Dan Jubair bin Muth'im telah datang kepada Nabi Muhammad ﷺ setelah Perang Badar dalam tahanan. Saat itu dia masih seorang musyrik. Kemudian dia mendengarkan ayat ini yang akhirnya ia masuk Islam.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MARI COBA TERANGKAN!
Ayat 29
“Maka peringatkanlah,Maka tidaklah engkau dengan nikmat Tuhan engkau, seonang tukang tenung.'"
Peringatkanlah kepada mereka itu, yaitu orang-orang Quraisy yang tidak mau percaya itu, bahwa berkatnikmat Allah, tidaklah engkau, hai Muhammad, seorang tukang tenung! Anggapan umum pada masa itu, tukang tenung atau tukang ramal nasib, tidaklah kedudukan mereka di dalam masyarakat dianggap mulia. Sejak dari zaman jahiliyyah sudah dikatakan orang juga,
“Berbohonglah tukang-tukang tenung itu walaupun benar apa yang dikatakannya itu."
Artinya, dia bohong karena dia sendiri tidak yakin akan kebenaran kata-katanya, meskipun kemudian ada yang benar-benar kejadian yang dikatakannya itu.
Oleh sebab itu maka tuduhan mereka bahwa Nabi Muhammad ﷺ seorang tukang tenung, demikian juga tuduhan bahwa beliau ﷺ adalah orang gila, kedua tuduhan itu adalah penghinaan belaka. Maka dengan ayat ini Allah telah membela Rasul-Nya. Beliau bukan tukang tenung dan bukan orang gila.
“Dan tidaklah engkau orang gila."
Ayat 30
“Atau apakah mereka katakan dia seorang penyayang kami tunggu-tunggu agar dia dapat celaka?"
Ini pun tuduhan guna menghina saja! Sebab seorang penyair pada dasarnya bukanlah seorang yang patut disebut pemimpin. Penyair bukanlah seorang yang mempunyai pendirian yang akan jadi ikutan dari orang banyak. Sebab itu maka ayat 69 dari surah Yaasiin, Allah telah berfirman,
“Dan tidaklah Kami mengajar syi'ir kepadanya dan tidaklah itu patut baginya. Lain tidak dianya adalah peringatan dan Qur'an yang nyata" (Yaasiin: 69)
Lanjutan ayat mengatakan bahwa orang Arab tidaklah menaruhkan hormat yang layak bagi seorang yang disebut ahli syair. Pada ayat 224 dari surah asy-Syu'araa' dijelaskan lagi,
“Dan penyair-penyair itu, mereka diikuti oleh orang-orang yang jahat. Bukankah engkau lihat bahwa mereka di tiap-tiap lembah mereka bertualang? Dan bahwasanya mereka mengatakan barang yang tidak mereka kerjakan?" (asy-Syu'araa': 224-226)
Beginilah pandangan masyarakat waktu itu terhadap penyair, sama juga dengan pandangan terhadap seniman-seniman atau artis di zaman kita sekarang ini. Ingatlah kita kepada sejarah hidup para penyair itu. Ingatlah kita kepada riwayat petualang Imru'ul Qais, yang di dalam mabuknya keluar syairnya yang indah. Tetapi matinya sangat menyedihkan karena memakai pakaian yang dibasuh dengan racun, lalu mati, hancur badannya demi memakai pakaian itu. Ingatlah kita kepada kehidupan Abu Nawas, penyair di zaman daulah Bani Abbas, yang Imam Syafi'i mengatakan kalau bukanlah karena hidupnya yang bertualang, dapatlah dihargai ilmunya.
Syukurlah karena masih ada “tetapi"nya. Sebab ayat 226 itu masih ada ujungnya.
“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan ingat mereka itu kepada Allah, banyak-banyak dan mendapat kemenangan sesudah mereka teraniaya. Maka akan tahulah orang-orang yang aniaya itu, ke tempat manakah mereka akan kembali."(asy-Syu'araa': 227)
Tegasnya bahwa Nabi sendiri bukanlah seorang penyair. Pandangan umum kepada seniman yang disebut penyair itu sejak dahulu sampai kini telah tetap kurang populer. Meskipun Nabi ﷺ sendiri pernah mengatakan,
“Setengah dari ucapan ada juga yang mengandung sihir dan setengah dari syair itu ada juga yang mengandung hikmah."
Nabi Muhammad ﷺ bukanlah penyair. Beliau telah menerangkan cacat hidup seorang penyair, sebagai disebut di ujung surah asy-Syu'araa' itu. Beliau mengakui bahwa syair itu ada juga yang baik dan ada juga yang berisi hikmah. Dalam akhir surah asy-Syu'araa' ditegaskan bahwa penyair yang beriman dan beramal saleh, tidaklah akan menjadi penyair tualang, yang hidup tidak mempunyai tujuan.
Sebab itu maka beliau pimpinlah penyair-penyair yang ada bakat syairnya agar mempergunakan untuk dakwah Islam. Terkenallah beberapa penyair di zaman Nabi ﷺ dan beberapa penyair pendakwah Islam. Yang terkemuka sekali ialah Hassan bin Tsabit. Demikian juga Abdullah bin Rawahah.
Hassan bin Tsabit disediakan Nabi buat menyambut kalau ada utusan-utusan Arab datang menemui Rasulullah ﷺ Bila mereka datang mengucapkan syairnya yang indah-indah dengan susunan kata berirama, Hassan bin Tsabit disuruh Nabi menjawab dalam bait syair yang sama tetapi bahasanya lebih indah, dan susunannya lebih memesona. Pernah Nabi ﷺ mendoakan Hassan,
“Ya Allah, sokonglah dia dengan Ruhul-Qudus."
Sampai ada utusan Arab itu yang berkata, “Penyairnya lebih pandai daripada penyair kita, ahli pidatonya lebih tangkas dari ahli pidato kita."
Teranglah bahwa Nabi ﷺ bukan seorang penyair, meskipun beliau mengaku juga bahwa tidak semua syair buruk; ada juga syair yang mengandung hikmah.
Jadi teranglah bahwa Nabi Muhammad ﷺ bukanlah seorang penyair, tetapi mengisi jiwa beberapa orang penyair dengan iman kepada Allah yang teguh dan beramal saleh, sehingga syair-syair mereka tidak lagi jadi petualang hidup yang tidak tentu arah dan tujuan, atau berani mengatakan sesuatu tetapi tidak berani bertindak.
Ayat 31
“Katakanlah, Tunggulah! Saya pun bersama kamu dari onang yang menunggu pula.
Artinya, marilah sama-sama kita tunggu, manakah yang benar di antara pendirian kita. Kamu menuduh Nabi ﷺ tukang tenung, orang gila, tukang sihir dan sebagainya. Sedang pihak yang setia memegang ajaran Nabi itu, yakin dan percaya bahwa ini bukanlah tenung, melainkan wahyu. Nabi bukan orang gila, tetapi Rasul yang mendapat sokongan dari Allah. Nabi bukan tukang sihir tetapi mendapat mukjizat dari Allah. Kalau Nabi itu tukang tenung, orang gila, atau tukang sihir, tidaklah akan lama pengaruh ajarannya itu. Beberapa waktu saja pasti dia akan tumbang! Kepalsuannya akan terbuka, topengnya akan robek dari mukanya, sehingga kelihatan wajahnya yang sebenarnya.
Marilah sama-sama kita tunggu!
Setelah sama-sama menunggu ternyatalah bahwa semua yang mengatakan tuduhan-tuduhan yang hina itu, merekalah yang binasa, sedang Nabi ﷺ masih hidup. Agama yang beliau ajarkan kian tersebar, dan penghalangnya itu gagal di medan mana saja pun.
Sampai kepada zaman kita sekarang ini, abad keempat belas Hijriyah dan masuk ke abad kelima belas, musuh-musuh Islam yang tidak rela melihat kenyataan Islam, selalu berusaha hendak menahan kemajuan Islam dengan berbagai kekerasan dan kekejaman, namun usaha menghambat perjalanannya adalah sia-sia belaka.
“Dialah yang mengutus akan Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, supaya dialah yang lebih nyata di atas dari agama sekaliannya; walaupun benci orang-orang yang musyrik." (ash Shaff: 9)
Maka sampai zaman sekarang ini, pihak lawan menunggu, selalu menu nggu keruntuhan Islam. Bukan saja mereka menunggu bahkan berusaha agar cepat runtuhnya. Dan kita pun, kaum Muslimin, menunggu pula sebagaimana mereka menunggu. Dan berusaha pula, sebagaimana mereka berusaha. Dan kita pun penuh percaya bahwa Allah akan menolong kita.
Ayat 32
“Atau, apakah mereka disuruh oleh mimpi-mimpi mereka sendiri untuk melontarkan tuduhan ini."
Di dalam bahasa Arab, mimpi-mimpi itu terbagi dua. Pertama disebut ar-ru'yaa ash-shaadiqah berarti mimpi yang benar. Al-ah-laam, yaitu mimpi yang kacau, yang tidak tentu ujung pangkal. Dalam bahasa Melayu keduanya disebut saja mimpi. Mimpi baik dan mimpi buruk. Tetapi di dalam bahasa daerah Minangkabau dibagi dua pula: kalau mimpi yang dapat ditabirkan, disebut mimpi. Tetapi mimpi buruk dan kacau, yang tidak berujung pangkal disebut rasian. Menurut pemakaian bahasa di Minangkabau, rasian samalah dengan al-ahlaam, dan ru'yah sama dengan mimpi. Rasian kacau balau tidak ada tabirnya, sedang ru'yah samalah dengan mimpi. Inilah yang dicari tabirnya. Dalam surah Yusuf banyak bertemu mimpi demikian dan masing-masing ada tabirnya. Dalam pepatah Minangkabau disebut:
“Rasian permainan tidur, kecimpung permainan mandi."
Artinya bahwa dalam tidur sudah biasa, sudah jadi permainan saja jika ada rasian yang buruk, yang seram; dia habis sendiri bila orang telah sadar dari tidurnya. Sebab itu jika hanya rasian janganlah terlalu diambil berat.
Maka dikatakanlah di dalam ayat ini, sebagai suatu pertanyaan apakah mimpi-mimpi atau apakah rasian yang tidak berujung pangkal itu yang menyuruh mereka melontarkan tuduhan bahwa risalah disampaikan oleh Rasul itu adalah palsu belaka?
“Ataukah mereka suatu kaum yang telah melampaui batas?"
Percakapan dan penolakan atas kebenaran yang timbul dari suatu hal yang tidak dipikirkan dengan matang, samalah halnya dengan mengucapkan rasian. Yaitu orang yang bercakap-cakap sedang tidur, dia tidak tahu apa yang telah dikatakannya. Sama juga dengan bertutur, bercakap tetapi telah melampaui batas, yang patut dirasakan oleh orang yang berbudi luhur.
Ayat 33
“Ataukah mereka mengatakan, ‘Cuma dibuat-buatnya saja."
Mereka menolak, tidak mau percaya bahwa Al-Qur'an itu adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ Kata mereka bahwa apa yang disebut oleh Nabi Muhammad ﷺ wahyu itu hanya buatan Muhammad saja.
“Bahkan mereka tidaklah percaya."
Ini pun berlaku sampai sekarang. Seumpama mendiang Prof. Snouck Hourgronye, seorang Orientalis Belanda, yang sangat kenamaan. Untuk mengetahui sampai sedalam-dalamnya, beliau masuk Islam dan beliau berhasil berdiam di Mekah sampai tiga tahun, dengan memakai nama Islam: Syekh Ibrahim Snouck al-Holandi. Tetapi kemudian setelah mengarang tentang Islam, tentang perayaan Haji di Mekah, dapatlah diambil kesimpulan bahwa tidak percaya kepada Islam, tidak percaya bahwa Al-Qur'an itu adalah wahyu. Dan keluarlah nasihat-nasihat beliau kepada pemerintah Belanda, agar berusaha menghilangkan pengaruh Pan Islamisme dari Hindia Belanda. Yang meskipun orang Islam masih mengamalkan Islam, namun hubungan mereka dengan Arab hendaklah diputuskan.
Ayat 34
"Maka kamu datangkanlah ucapan yang seumpamanya jika adalah kamu orang-orang yang benar."
Kalau kamu masih tetap mengatakan bahwa At-Qur'an adalah buatan Muhammad, padahal sejak semula kamu sendiri mengetahui bahwa Muhammad itu adalah seorang yang tidak pandai menulis dan membaca, atau ummi, tidak terkenal sebelumnya sebagai ahli pengarang, bisa saja dia mengarang dan menyusun kata demikian, niscaya kamu sekalian pun bisa menyusun kata seperti itu. Maka untuk membuktikan bahwa Al-Qur'an bukan wahyu Ilahi, cobalah karang pula kata-kata seperti demikian. Tentu kalian bisa, sebab kalian jauh lebih pintar dari Muhammad.
Selama jadi Rasul, tiga belas tahun di Mekah dan sepuluh tahun di Madinah berkali-kali mereka ditantang untuk mengeluarkan kata sekuat wahyu Al-Qur'an, namun satu orang pun tidak sanggup.
Ayat 35
“Ataukah mereka diciptakan dari tidak ada apa-apa atau mereka sendirikah mencipta dirinya?"
Artinya, mereka diciptakan dari tidak apa-apa, yaitu terjadi saja sendiri dengan tidak ada yang menciptakan? Atau manusia ada di dunia ini karena manusia itu sendiri yang menciptakan diri dengan tidak ada pencipta, tegasnya tidak ada Tuhan?
Ayat 36
“Ataukah mereka yang telah menciptakan semua langit dan bumi?"
Artinya, kalau tidak percaya bahwa Allah pencipta alam ini seluruhnya, beranikah kamu menyatakan bahwa langit dan bumi itu kamu sendiri penciptanya? Dan ujung ayat pun menegaskan,
“Bahkan mereka pun tidak yakin."
Tidak ada pula di antara mereka yang berani berkata demikian, kecuali orang gila. Dan kalau ada yang berkata begitu, semua orang akan menolaknya walaupun mereka menolak Islam. Makhluk yang sehat tidaklah akan berani berkata selancang itu.
Ayat 37
“Ataukah di sisi mereka ada perbendahanaan Tuhan engkau."
Perbendaharaan ialah simpanan tempat menyimpan kekayaan Allah; apakah Allah yang telah menyerahkan perbendaharaan-Nya sendiri kepada mereka itu sehingga mereka jadi sombong?
“Atau merekakah yang benkuasa?"
Sehingga karena mereka yang berkuasa, Allah tidak berkuasa lagi?
Ayat 38
“Atau pada mereka ada tangga untuk mendengar mereka padanya?"
Dari tangga atau jenjang itu mereka bisa naik memanjat ke atas yang dari sana mereka dapat memasang telinga untuk mengetahui apa yang menjadi pembicaraan antara Allah dengan
malaikat-malaikat-Nya.
Kalau memang demikian perkiraan mereka, “Maka hendaklah mendatangkan pen-dengar-pendengaritu apa yang mereka dengar." jelaskan dan jangan disembunyikan.
“Dengan memberikan keterangan yang nyata."
Ayat ini memberi bimbingan yang jelas dalam menegakkan suatu keterangan, hendaklah keterangan itu yang masuk di akal dan yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebab kalau seseorang mengaku dirinya, misalnya mendengar sesuatu bisikan dari langit, langsung orang yang menerima keterangan itu percaya saja, tidak dengan mempergunakan pertimbangan, niscaya masyarakat menjadi bertambah gelap dan mudah saja kena tipu. Maka sebagai orang yang mempunyai iman kepada Allah, kita percaya bahwasanya keganjilan-keganjilan yang diada-adakan oleh manusia, tidaklah akan dapat mengubah hukum yang telah tetap dari Allah. Pernah dikatakan oleh Junaid orang Baghdad yang diberi gelar julukan Syekh Thaifah atau guru besar ilmu tasawuf. Kata beliau, “Jangan engkau terpesona kepada seseorang yang mengaku keramat. Walaupun dia kelihatan bisa terbang di udara ataupun berjalan di atas air. Yang penting diperhatikan adakah dia mengerjakan perintah Allah atau menghentikan larangan dengan betul. Karena keganjilan-keganjilan yang dia perbuat bukanlah berarti boleh mengubah hukum yang tetap.