Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
فِي
dalam
جَنَّـٰتٖ
surga
وَنَعِيمٖ
dan kenikmatan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
فِي
dalam
جَنَّـٰتٖ
surga
وَنَعِيمٖ
dan kenikmatan
Terjemahan
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan.
Tafsir
(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan).
Tafsir Surat Ath-Thur: 17-20
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka; dan Tuhan mereka memelihara dari azab neraka. (Dikatakan kepada mereka), "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan, mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia. Untuk itu Dia berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan. (Ath-Thur: 17) Demikian itu kebalikan dari apa yang dialami oleh orang-orang yang berada dalam azab dan siksaan di neraka.
mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. (Ath-Thur: 18) Yakni mereka bersenang-senang dengan kenikmatan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka berupa berbagai nikmat yang tak terperikan berupa makanan, minuman, pakaian, tempat-tempat tinggal, kendaraan-kendaraan, dan lain-lainnya. dan Tuhan mereka memelihara mereka dari azab neraka. (Ath-Thur: 18) Allah subhanahu wa ta’ala telah menyelamatkan mereka dari azab neraka, dan itu merupakan nikmat tersendiri selain dari nikmat lainnya, yaitu dimasukkanNya mereka ke dalam surga yang di dalamnya banyak terdapat kenikmatan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik dalam hati manusia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Dikatakan kepada mereka), "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan. (Ath-Thur: 19) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: (kepada mereka dikatakan).Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu. (Al-Haqqah: 24) Yakni balasan dari amal perbuatan selama di dunia berupa berbagai macam kenikmatan itu merupakan karunia dari Allah dan kebaikan-Nya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan. (Ath-Thur: 20) As'-Sauri telah meriwayatkan dari Husain, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dipan-dipan yang mempunyai kelambu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr; ia pernah mendengar Al-Haisam ibnu Malik At-Ta-i yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya seorang (ahli surga) benar-benar bersandar pada dipan sandarannya selama empat puluh tahun tanpa beranjak darinya dan tanpa merasa bosan, sedangkan ia menerima apa yang diingini oleh dirinya dan yang dipandang sedap oleh matanya. Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, dari Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit yang mengatakan bahwa telah diceritakan kepada kami bahwa seseorang (dari ahli surga) benar-benar bersandar di dalam surga selama tujuh puluh tahun, sedangkan di dekatnya terdapat istri-istrinya dan para pelayannya, serta segala sesuatu yang diberikan Allah kepadanya berupa kehormatan dan kenikmatan.
Dan apabila matanya melirik, maka ia menjumpai istri-istri yang disediakan untuknya yang sebelum itu dia tidak pernah melihat mereka, lalu mereka berkata: "Sekarang telah tiba saatnya bagimu memberikan bagian kepada kami." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: berderet-deretan. (Ath-Thur: 20) Yakni wajah sebagian dari mereka berhadapan dengan wajah sebagian yang lainnya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: di atas tahta-tahta kebesaran berhadap-hadapan. (Ash-Shaffat: 44) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. (Ath-Thur: 20) Yaitu Kami berikan kepada mereka pendamping-pendamping yang saleh sebagai istri-istri mereka yang cantik-cantik dari bidadari yang bermata jeli.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Kami kawinkan mereka. (Ath-Thur: 20) Yakni Kami nikahkan mereka dengan bidadari yang bermata jeli. Mengenai sifat dan gambaran mereka (bidadari-bidadari) telah disebutkan di banyak tempat sehingga tidak perlu diulangi lagi."
Beralih dari penjelasan tentang azab bagi para pengingkar ayat-ayat Allah, pada ayat-ayat berikut Allah menjelaskan kenikmatan bagi mereka yang bertakwa. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa dan terus beribadah serta melakukan kebajikan, mereka itu berada dalam surga yang indah dan penuh kenikmatan ukhrawi yang tidak terlukiskan. 18. Di surga itu mereka selalu bersuka ria dan berbahagia dengan apa yang diberikan Tuhan Yang Maha Pengasih kepada mereka; dan selain itu, Tuhan Yang Maha Pemberi senantiasa memelihara mereka dari azab neraka yang panas dan pedihnya tidak terkira.
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang takut akan murka Tuhannya, mereka melaksanakan ibadah kepadaNya baik dengan terang-terangan atau tidak, memenuhi kewajibankewajibannya terhadap Tuhan, dan menjalankan peraturanperaturan agama, tidak mengerjakan suatu perbuatan maksiat yakni tidak menodai dirinya dengan dosa dan tidak menodai jiwanya dengan kemunafikan. Kepada mereka Tuhan memberikan balasan surga, di dalamnya mereka bersenang-senang. Mereka mendapat apa yang belum pernah mereka lihat, belum pernah mereka dengar, dan belum pernah diterangkan oleh seorang manusia pun. Semuanya itu sebagai balasan atas perbuatan baik mereka selama hidup di dunia. Mereka menjauhi kemewahan duniawi yang membuat lalai pada ibadah serta bersabar atas cobaan-cobaan yang menimpa mereka dengan harapan agar mendapat rida Allah. (.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 15
“Apakah sihir ini?"
Ungkapan ini ialah pertanyaan kepada mereka yang tidak mau menerima kenyataan dan kebenaran itu. Ketika penulis tafsir ini masih muda, banyak terdengar orang-orang yang masih sempit pikirannya dilarang oleh gurunya mendengar keterangan agama secara luas dan masuk akal. Guru itu berkata, “jangan didengarkan percakapan si anti. Dia pintar bicara, nanti engkau tertarik kepadanya lalu engkau tersesat." Demikian pula yang telah terjadi pada Rasulullah ﷺ. Wahyu-wahyu
yang beliau sampaikan sangat memesona. Orang musyrikin melarang kawan-kawannya mendengar seruan Nabi. Mana yang terdengar dengan hati terbuka dengan pikiran cerdas, pasti tertarik karena seruan itu mengandung kebenaran. Di situ timbullah pertanyaan, “Apakah sihir ini?"
“Ataukah kamu yang tidak melihat?"
Tegasnya ialah bahwa kalau melihat dengan saksama, berpikir dengan teratur, kamu pasti menerimanya dan kamu tidak akan mengatakan bahwa seruan Rasul itu bukanlah sihir. Tetapi mata hatimu tertutup dan telingamu engkau sumbat, tentu akan tetap engkau mengatakan sihir.
Ayat ini menyadarkan akan pentingnya mempergunakan akal dan pikiran di dalam mempertimbangkan sesuatu. Kita tidak layak hanya mendengar percakapan orang lain dengan tidak mempergunakan pertimbangan akal kita yang bebas. Tukang-tukang sihir di zaman Fir'aun mengeluarkan tali dan tongkat yang dengan kekuatan sihir disangka bahwa semuanya ular! Tetapi setelah Nabi Musa melepaskan tongkatnya maka menjalarlah tongkat Nabi Musa itu, dikejarnya segala tali dan tongkat sihir itu lalu dimakannya semua, sampai habis. Setelah semua tongkat dan tali itu habis ditelannya, dia kembali kepada Nabi Musa, sesampai di tangan beliau dia berubah jadi tongkat kembali, sedang tali-tali dan tongkat-tongkat tukang-tukang sihir itu telah habis masuk ke dalam perut tongkat Nabi Musa. Di sini ayat pertanyaan di atas dapat dipasang kembali, ‘Apakah sihir ini? Ataukah kamu yang tidak melihat?"
Tukang-tukang sihir Fir'aun telah melihat dengan saksama. Setelah mereka lihat, mereka mendapati bahwa yang dari Nabi Musa ini bukan sihir! ini betul-betul mukjizat, artinya tidak mampu akal memikirkan. Sedang tongkat-tongkat dan tali-tali yang mereka lemparkan tadi hanya dikhayatkan saja dengan kekuatan sugesti bahwa semua jadi ular. Dan setelah semuanya tali dan tongkat tidak ada yang lari, bahkan tidak ada yang berganjak dari tempatnya ketika dimakan satu demi satu oleh ular tongkat Nabi Musa dan kemudian ular itu kembali jadi tongkat, sujudlah sekalian ahli sihir itu dan mengaku tunduk kepada Musa, sebab semua sudah yakin bahwa yang dibawa Musa ini bukan sihir, melainkan qudrat dan iradah dari Allah Yang Mahakuasa. Seluruhnya segera bertukar dari tukang-tukang sihir menjadi umat yang percaya, yang iman akan adanya Yang Mahakuasa melebihi dari mengatasi segala kekuasaan yang ada di dunia ini walaupun kekuasaan Fir'aun sendiri. Untuk keyakinan itu mereka rela menerima ketika hukuman mati dijatuhkan Fir'aun kepada mereka. Hukuman itu dengan jelas diterangkan di dalam Al-Qur'an,
“Sesungguhnya akan kami potong tangan-tangan kamu dan kaki-kaki kamu dengan bersilang dan sungguh akan kami salibkan kamu sekalian di batang kurma dan akan tahu sendirilah kamu siapa di antara kita yang teramat kejam adzabnya dan terlebih kekal." (Thaahaa: 71)
Tetapi takutkah mereka akan adzab siksaan yang sangat kejam dan bengis itu? Dipotong tangan dan kaki secara bersilangan? Kalau yang dipotong tangan kanan maka kaki yang dipotong ialah yang kiri; sesudah dipotongi cara demikian lalu dinaikkan ke batang kurma dan dipakukan, disalibkan!
Takutkah mereka akan semuanya itu? Tidak! Mereka tidak takut, bahkan mereka sambut dengan gagah,
“Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan, yang akan kamu putuskan itu cumalah hidup di dunia ini saja." (Thaahaa: 72)
Itulah keyakinan sejati. Yang dibawa oleh Nabi Musa ini sudah terang bukan sihir. Tetapi mukjizat, kekuasaan Allah yang tidak dapat diatasi oleh manusia. Fir'aun boleh menggunakan kekuasaan, kegagah-perkasaan buat memaksa mereka mengubah pendirian itu, namun mereka tidak mau. Tidak ada yang lebih sengsara daripada mengubah pendirian. Maka jawaban orang-orang Mukmin itu adalah jawaban yang tepat, “Kalian hanya berkuasa di dunia ini saja. Dengan menghukum kami sampai mati, kebenaran itu tidak juga akan dapat diubah."
Di tiap zaman akan terjadi hal seperti ini. Barang yang batil hendak ditegakkan dengan kekerasan. Maka orang-orang yang lemah imannya dapat mendustai dirinya sendiri, lalu turut mempertahankan yang batil dengan mengatakan bahwa yang batil itu ialah yang hak. Orang yang seperti ini, yang mendustai diri, kebanyakan ialah karena takut mati. Padahal dengan mendustai diri itu dia tidak insaf bahwa hidupnya tidak ada harga lagi; artinya lebih hina daripada mati.
Ayat 16
“Nyalakanlah dia maka sobatlah kamu ataupun kamu tidak sobat, samalah bagi kamu"
Artinya ialah sebagai akibat daripada penolakan dan ketidak-percayaan kamu akan adanya hari akhirat itu, tidak lain yang akan kamu terima dan derita kelak ialah adzab siksaan, “Nyalakanlah," bagi kamu api neraka itu. Disebutkan bahwa alat penyaiakan itu ialah manusia dan batu,
“Bahan bakarnya manusia dan batu." (al-Baqarah: 24)
Kamu sabar ataupun tidak sabar namun derita neraka itu akan sama saja sakitnya. Hal ini tidak akan dapat diubah lagi sampai hukum selesai. Penderitaan itu hanya akan dapat dihindari di waktu hidup ini dengan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan melaksanakan dengan patuh apa yang disuruh.
“Sesungguhnya kamu akan diberi ganjaran hanya menurut apa yang pernah kamu kerjakan."
Lebih banyak kerja atau amalan yang buruk dan tercela lebih banyak pulalah siksa dan penderitaan di akhirat itu kelak. Dan kalau yang baik yang lebih banyak, semoga dapat menghapus pengaruh dari yang jahat. Menurut sabda Nabi ﷺ,
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja pun kamu berada dan ikutilah suatu amal yang buruk dengan yang baik, semoga dapat yang baik itu menghapuskan yang buruk dan berperangailah terhadap manusia dengan perangai yang baik." (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dengan cara demikian semoga perangAl-perangai dan kelakuan yang baiklah yang akan terbiasa banyak dikerjakan dan bertambah lama bertambah kuranglah perangai yang buruk. Karena yang baik jualah yang jadi cita-cita manusia.
Ayat 17
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu adalah pada surga-surga yang penuh nikmat."
Sesudah rasa cemas karena ngerinya adzab di dalam neraka, langsung sekali ditunjukkan jalan keluar. Orang-orang yang bertakwa yaitu orang yang selalu memelihara hubungan baiknya dengan Allah dan tidak usah dia khawatir akan adzab yang pedih dan ngeri itu. Sebab dia tidak akan kena oleh adzab itu. Sebab
sejak semula, dalam hidup yang sekarang dia telah mendapat dan selalu menjaga, jangan sampai apa yang diperintahkan Allah tidak dikerjakan dan apa yang dilarang Allah tidak dihentikan.
“Dan adapun orang yang takut akan maqam (kebesaran) Tuhannya dan dapat menahan diri dari hawa nafsunya maka surgalah yang jadi tempat kediamannya." (an-Naazi'aat: 40-41)
Maka selalu Allah sesudah menerangkan adzab yang ngeri, siksa yang berat dalam neraka, selalu menunjukkan jalan keluar, yaitu tidak usah takut mendengar adzab pedih dan ngeri itu, dan pilihlah jalan yang baik di waktu hidup di dunia ini, niscaya tidaklah akan bertemu kelak segala yang diancamkan itu.
Ayat 18
“Bersukaria mereka dengan apa yang diberikan oleh Tuhan mereka."
Dan yang akan diberikan itu, tidaklah seimbang dengan yang dikerjakan di dunia ini. Dalam hidup kita di dunia yang hanya sebentar, kita berbuat baik, kita beribadah bukanlah terus-menerus, kita shalat hanya lima kali sehari semalam, kita puasa hanya sebulan dalam setahun, kita berzakat hanya kalau ada harta yang akan dizakatkan, kita naik haji yang wajib hanya sekali seumur hidup. Jika kita kerjakan itu dengan setia, tulus dan ikhlas, dan kita tidak sombong, tidak aniaya kepada sesama manusia, maka bersukarialah dengan apa yang diberikan itu sebagai ganjarannya. Sungguh tidak sepadan nikmat yang akan kita terima itu dengan amal baik yang kita kerjakan. Kita misalkan berusia sampai seratus tahun, sedang nikmat yang akan kita terima itu adalah kekal selama-lamanya, tidak akan dibatas oleh maut lagi.
“Dan dipelihara mereka oleh Tuhan mereka dari adzab neraka."
Itulah janji dan jaminan Allah kepada kita, hamba-Nya ini. Dan janji Allah adalah benar.
Ayat 19
"Makanlah dan minumlah dengan senang dari apa yang telah kamu kerjakan."
Dengan ayat ini ditegaskan bahwa jaminan Allah atas makanan dan minuman di hari akhirat itu kelak adalah hasil belaka dari usaha dan amal kita ketika hidup di dunia ini juga.
Lalu dijanjikan lagi hidup yang mewah dan senang,
Ayat 20
“… mereka atas tempat-tempat tidur yang tersusun."
Inilah lanjutan gambaran dari kesenangan yang akan dirasakan di akhirat itu. Di sana akan didirikan tempat-tempat tidur, katil yang menyenangkan jika manusia bertelekan padanya, betul-betul tempat istirahat, yang akan kita rasakan betapa besar nikmatnya jika kita rasakan betapa penat, betapa lelah dalam hidup yang sekarang.
“Dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari."