Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّكُمۡ
sesungguhnya kalian
لَفِي
benar-benar dalam
قَوۡلٖ
perkataan
مُّخۡتَلِفٖ
berbeda-beda
إِنَّكُمۡ
sesungguhnya kalian
لَفِي
benar-benar dalam
قَوۡلٖ
perkataan
مُّخۡتَلِفٖ
berbeda-beda
Terjemahan
sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berselisih.
Tafsir
(Sesungguhnya kalian) hai penduduk Mekah terhadap Nabi ﷺ dan Al-Qur'an (benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat) terkadang mengatakannya sebagai penyair, dan terkadang penyihir, dan terkadang peramal, dan terhadap Al-Qur'an terkadang mereka mengatakannya sebagai syair; terkadang sebagai sihir dan terkadang dianggap sebagai ramalan.
Tafsir Surat Adz-Dzariyat: 1-14
Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, sesungguhnya apa yang dijanjikan Kepaadamu pasti benar dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi. Demi Langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai, mereka bertanya, "Bilakah hari pembalasan itu? (Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan kepada mereka).Rasakanlah azabmu itu.
Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan. Syu'bah ibnul Hajjaj telah meriwayatkan dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah bahwa ia pernah mendengar Ali Syu'bah juga telah meriwayatkan pula dari Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, dari Abut Tufail bahwa ia pernah mendengar Ali dan telah diriwayatkan pula melalui berbagai alur dari Amirul Muminin Ali ibnu Abu Thalib Disebutkan bahwa ia menaiki mimbar di Kufah lalu berkata, "Tidaklah kalian bertanya kepadaku tentang suatu ayat di dalam Kitabullah dan tidak pula dari sunnah Rasulullah melainkan aku ceritakan kepada kalian tentangnya." Maka berdirilah Ibnul Kawa, lalu bertanya, "Wahai Amirul Muminin, apakah makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: 'Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya' (Adz-Dzariyat: 1)?" Maka Ali menjawab, "Makna yang dimaksud adalah angin." Ibnul Kawa menanyakan tentang makna firman selanjutnya: dan awan yang mengandung hujan. (Adz-Dzariyat: 2) Ali menjawab, bahwa yang dimaksud adalah awan. Lalu Ibnul Kawa bertanya lagi tentang makna firman-Nya: dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah. (Adz-Dzariyat: 3) Ali menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kapal-kapal.
Ibnul Kawa bertanya lagi mengenai firman-Nya: (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan (Az-Zariyaf 4) Maka Ali mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk itu. Hal yang semisal telah diriwayatkan dalam sebuah hadits yang marfu'. Untuk itu Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salam Al-Attar, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Sabrah, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Sabig At-Tamimi datang kepada Umar ibnul Khattab , lalu bertanya, "Wahai Amirul Muminin, ceritakanlah kepadaku tentang makna az-zariyati zarwa." Maka Umar menjawab, "Itu adalah angin yang bertiup kencang.
Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah ﷺ mengatakannya, tentulah aku tidak akan mengatakannya." Sabig bertanya, "Maka ceritakanlah kepadaku makna al-mugassimati amra." Umar menjawab, "Yang dimaksud adalah malaikat-malaikat. Seandainya aku tidak mendengar Rasulullah ﷺ mengatakannya, tentulah aku tidak akan mengatakannya." Sabig At-Tamimi kembali bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang makna al-jariyati yusra." Maka Umar menjawab, "Makna yang dimaksud ialah kapal-kapal. Seandainya aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ mengatakannya, tentulah aku tidak berani mengatakannya." Kemudian Khalifah Umar memerintahkan agar Sabig dihukum dera. Maka ia didera sebanyak seratus kali, lalu disekap di dalam sebuah rumah. Setelah sembuh dari luka deranya, ia dipanggil lagi dan dihukum dera lagi, lalu dinaikkan ke atas unta, dan Umar berkirim surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari yang isinya mengatakan, "Laranglah orang-orang duduk bersamanya dalam suatu majelis." Sanksi itu terus-menerus diberlakukan atas dirinya. Akhirnya Sabig datang kepada Abu Musa , lalu bersumpah dengan sumpah berat bahwa dia tidak merasa sakit hati atas apa yang telah dialaminya itu. Maka Abu Musa berkirim surat kepada Umar memberitakan hal tersebut. Umar membalas suratnya itu dengan mengatakan, "Menurut hemat saya, tiadalah dia sekarang melainkan benar dalam pengakuannya. Maka biarkanlah dia bergaul dengan orang-orang dalam majelis mereka." Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa Abu Bakar ibnu Abu Sabrah orangnya dha’if, dan Sa'id ibnu Salam bukan termasuk ahli hadits.
Menurut hemat saya, hadits ini dinilai dha’if dari segi ke-marfu '-annya, dan yang paling mendekati kepada kebenaran hadits ini mauquf hanya sampai pada Umar Karena sesungguhnya kisah Sabig ibnu Asal ini cukup terkenal, dan sesungguhnya Khalifah Umar memerintahkan agar Sabig didera karena Sabig dalam pertanyaannya itu kelihatan seperti orang yang mengingkarinya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Al-Hafidzh Ibnu Asakir telah mengetengahkan kisah ini di dalam biografi Sabig secara panjang lebar. Hal yang sama ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Suddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim tidak mengetengahkan riwayat lain kecuali hanya ini. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan az-zariyat ialah angin yang kencang seperti pendapat yang pertama, karena yang dimaksud dengan hamilat ialah awan yang juga sama dengan pendapat yang pertama, karena awan mengandung air. Seperti yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail, seorang penyair, dalam salah satu bait syairnya:
Dan aku berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang membawa air yang tawar. Adapun jariyat, maka pendapat yang terkenal dari jumhur ulama menyebutkan seperti pendapat di atas, yaitu kapal-kapal yang berlayar dengan mudah di atas permukaan air. Menurut sebagian dari mereka, yang dimaksud adalah bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya masing-masing. Demikian itu agar ungkapan ini dimaksudkan bertingkat-tingkat dimulai dari yang paling bawah, kemudian berakhir di yang paling atas.
Dengan kata lain, angin di atasnya terdapat awan, dan bintang-bintang di atas kesemuanya itu, dan yang lebih atas lagi ialah para malaikat yang ditugaskan untuk membagi-bagi urusan; mereka turun dengan membawa perintah-perintah Allah, baik yang berupa syariat ataupun yang berupa urusan alam. Ungkapan ini merupakan qasam atau sumpah dari Allah subhanahu wa ta’ala yang menunjukkan akan kepastian terjadinya hari kembali (hari kiamat). Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar. (Adz-Dzariyat: 5) Yakni berita yang benar dan pasti terjadi.
dan sesungguhnya (hari) pembalasan itu pasti terjadi. (Adz-Dzariyat: 6) Yang dimaksud dengan ad-din ialah hari pembalasan, bahwa hari tersebut benar-benar akan terjadi dan pasti terjadinya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Demi langit yang mempunyai jalan-jalan. (Adz-Dzariyat: 7) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah langit yang mempunyai keindahan, kemegahan, dan kerapian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Abu Saleh, As-Suddi, Qatadah, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Adh-Dhahhak dan Al-Minhal ibnu Amr serta selain keduanya mengatakan bahwa perihalnya sama dengan bergelombang atau beriaknya air, pasir, dan tanam-tanaman manakala diterpa oleh angin; maka sebagian darinya membentuk alur dengan sebagian yang lain alur demi alur, dan inilah yang dimaksud dengan al-hubuk.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, dari seorang lelaki sahabat Nabi ﷺ, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya di belakang kalian akan ada seorang pendusta lagi penyesat, dan sesungguhnya (rambut) kepalanya dari belakang (kelihatan) berombak-ombak. Yakni keriting. Abu Saleh mengatakan, artinya yang mempunyai ikatan yang erat. Dan menurut Khasif, zatul hubuk artinya yang mempunyai kerapian. Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zatul hubuk adalah yang mempunyai ikatan dengan bintang-bintang.
Qatadah telah meriwayatkan dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Amr Al-Bakkali, dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi langit yang mempunyai jalan-jalan. (Adz-Dzariyat: 7) Yakni langit yang ketujuh, seakan-akan hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dimaksudkan adalah langit yang padanya terdapat bintang-bintang yang tetap (tidak bergerak), yang menurut kebanyakan ulama ahli falak berada di cakrawala yang kedelapan di atas cakrawala yang ketujuh; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Semua pendapat yang disebutkan di atas merujuk kepada satu hal, yaitu menggambarkan tentang keindahan dan kemegahannya, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwa termasuk keindahan langit ialah ketinggiannya, pemandangannya yang transparan, kokoh bangunannya, luas cakrawalanya, lagi kelihatan cantik dalam kemegahannya dihiasi dengan bintang-bintang yang tetap dan yang beredar, serta dihiasi dengan matahari, rembulan, dan bintang-bintang yang bercahaya gemerlapan.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat. (Adz-Dzariyat: 8) Yaitu sesungguhnya kalian wahai orang-orang musyrik yang mendustakan rasul-rasul- benar-benar dalam keadaan berselisih, kacau, tidak rukun, dan tidak bersatu. Menurut Qatadah, makna ayat ini ialah bahwa sesungguhnya kalian benar-benar berada dalam kekacauan pendapat antara membenarkan dan mendustakan Al-Qur'an. dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni sesungguhnya yang termakan hanyalah orang yang memang dirinya ditakdirkan sesat.
Mengingat yang dikatakan adalah hal yang batil, dan yang termakan olehnya hanyalah orang yang memang ditakdirkan sesat lagi tidak punya pengertian. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: Maka sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu, sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 161-163) Ibnu Abbas dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni disesatkan darinya orang yang disesatkan. Mujahid mengatakan: dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9) Yakni dijauhkan darinya orang yang dijauhkan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa dipalingkan dari Al-Qur'an orang yang mendustakannya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Al-Zariyat: 10) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kharras ialah orang yang pendusta. Ungkapan ini merupakan tamsil, sama dengan apa yang terdapat di dalam surat Abasa, yaitu: Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? ('Abasa: 17) Al-kharrasun adalah orang-orang yang mengatakan bahwa kami tidak akan dibangkitkan, mereka tidak mempercayai adanya hari berbangkit. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Adz-Dzariyat: 10) Artinya, terkutuklah orang-orang yang ragu-ragu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mu'az dalam khotbahnya, bahwa binasalah orang-orang yang ragu-ragu. Qatadah mengatakan bahwa kharrasun artinya orang-orang yang lalai dan berprasangka buruk. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai. (Adz-Dzariyat: 11) Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang yang tenggelam dalam kekafiran, keraguan, kelalaian, dan kealpaannya. mereka bertanya, "Bilakah hari pembalasan itu? (Adz-Dzariyat: 12) Sesungguhnya mereka menanyakan hal ini hanyalah semata-mata karena ketidakpercayaan mereka dengan adanya hari pembalasan itu. Mereka mendustakannya, mengingkarinya, meragukannya, dan menganggapnya mustahil. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Adz-Dzariyat: 13) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yuftanuna ialah mereka diazab, sebagaimana emas dibakar dalam api (kemasan).
Jamaah lainnya seperti Mujahid, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha'i, Zaid ibnu Aslam, dan Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka dibakar. (Dikatakan kepada mereka), "Rasakanlah azabmu itu. (Adz-Dzariyat: 14) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rasakanlah siksaan yang membakar kalian ini. Sedangkan selain Mujahid mengatakan rasakanlah azab ini. Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan. (Adz-Dzariyat: 14) Dikatakan hal ini kepada mereka sebagai kecaman, cemoohan, dan penghinaan terhadap mereka. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
'Sungguh,wahai orang-orang musyrik kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, tentang Nabi Muhammad dan Al-Qur'an. " Di antara mereka ada yang menganggap beliau sebagai tukang sihir, ada yang mengatakan bahwa ia adalah ahli syair, dan ada pula yang meng-anggapnya gila. Sedang mengenai Al-Qur'an, ada yang menyebutnya sebagai dongeng tentang kisah masa lalu, ada yang menilainya sebagai kitab syair, dan ada pula yang menganggapnya sebagai mantra sihir. 9. Dengan sifat dan sikap yang ingkar dari orang-orang musyrik tersebut, mereka semakin dipalingkan darinya, yaitu dari Al-Qur'an dan Rasul, sehingga mereka semakin jauh dan benar-benar sebagai orang yang dipalingkan dari jalan yang lurus karena keingkaran hatinya sehingga lebih mengedepankan bisikan nafsunya ketimbang tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini menegaskan tentang isi sumpah tersebut, bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat tentang Muhammad ﷺ dan Al-Qur'an. Di antara mereka ada yang menganggap Muhammad ﷺ sebagai tukang syair, ada pula yang menuduhnya sebagai seorang tukang sihir atau gila, dan terhadap Al-Qur'an ada yang menuduh sebagai kitab dongengan purbakala, kitab sihir atau pantun. Perbedaan pendapat yang sangat mencolok itu menjadi bukti yang nyata tentang rusaknya alam pikiran mereka yang penuh dengan syirik. (.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH ADZ-DZAARIYAAT
(ANGIN BEREMBUS)
SURAH KE-51, 60 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Bismillahirrahmanirrahim
Ayat 1
“Demi yang mengembuskan debu dengan sekuat-kuatnya."
Ayat 2
“Dan demi yang mengandung hujan."
Ayat 3
“Dan demi yang berlayar dengan mudah."
Ayat 4
“Dan demi yang membagi-bagikan musan."
Dari sebab pertanyaan yang dikemukakan oleh Ibnu Kawaa kepada Sayyidina Ali, karena di dalam ayat tidak terang siapa dan apa yang disumpahkan itu, lalu dia tanyakan kepada beliau dan lalu beliau jawab pula dengan tegas, bolehlah kita berdasarkan kepada jawaban beliau itu memberikan arti,
Sesudah Allah mengambil sumpah dengan segala sesuatu yang berhubungan erat dengan kegiatan hidup manusia, yaitu angin, awan, bahtera, dan malaikat maka datanglah sekarang apa yang dikuatkan oleh Allah dengan sumpah-sumpah itu.
Ayat 5
“Sesungguhnya apa yang telah dijanjikan kepada kamu itu adalah benar."
Yang dijanjikan Allah dan tetap dalam kebenarannya, dengan memakai angin, awan, bahtera dan malaikat adalah hidup itu sendiri. Hidup adalah suatu kebenaran. Tetapi, apabila manusia telah mengakui kenyataan dan kebenaran hidup adalah hal yang pasti pula bahwa dia pun mengakui akan janji Allah bahwa hidup itu terbatas. Kebenaran hidup disambut oleh kebenaran mati. Oleh karena perjanjian Allah untuk hidup adalah suatu kenyataan, orang tidaklah boleh lupa bahwa akhirnya hidup itu pun ditutup. Penutupnya ialah mati. Mati adalah suatu kebenaran yang mutlak. Dan, mati itu tidaklah habis sehingga di situ saja, bahkan masih panjang ujungnya lagi,
Ayat 6
“Dan sesungguhnya Hari Pembalasan pastilah tenjadi."
Ayat 7
“Demi langit yang mempunyai jalan-jalan (bersimpang-siur)"
Langit dikatakan mempunyai jalan ber-simpang-siur, yaitu jalan dari bintang-bintang. Karena kononnya adalah bintang-bintang itu yang beredar dan ada yang tetap, disebut an-Nujumuts Tsawaabit (bintang-bintang yang tetap), dan ada pula al-Kawaakibus Sayyarah, yaitu bintang-bintang yang selalu beredar. Peredaran bintang-bintang yang beredar itu menempuh jalannya sendiri, yang bersimpang-siur oleh karena sangat banyaknya. Di dalam ayat ini disebut Hubuk, yang diartikan juga dengan kelihatan berkumpulnya bintang-bin-tang, berjalan dan beredar melalui jalannya sendiri, namun yang satu bertali berkelindan dengan yang lain, dengan pertalian yang bernama daya tarik, atau Aantrekingskrachts. Maka, daya tarik di antara satu bintang dengan bintang yang lain itu, yang menentukan besarnya satu bintang dan jaraknya dengan bintang yang lain itu sehingga dengan tenaga daya tarik menyebabkan tidak ada yang runtuh, tidak ada yang jatuh.
Al-Qasimi menyebut di dalam tafsirnya bahwasanya ayat 7 ini adalah suatu mukjizat dari Rasulullah saw; yang dinyatakan kepada manusia modern zaman sekarang ini. Karena, teori tentang daya tarik itu barulah kemudian diketahui oleh manusia, terutama dikemukakan oleh isaq Newton bahwa yang berat menarik kepada yang ringan sehingga yang di atas jatuh ke bawah.
Ayat 8
“Sesungguhnya kamu benar-benar dalam kata-kata yang berselisih."
Sesudah dalam ayat 7 Allah menerangkan keindahan ciptaan-Nya, yaitu membuat keseimbangan di antara bintang dan bintang, dengan adanya tenaga yang dinamai daya tarik sehingga semua berjalan dengan teratur hingga tidak ada yang runtuh, tidak ada yang jatuh. Maka, di ayat 8 ini diuraikan pula yang sebaliknya, yaitu di antara pikiran manusia. Kalau bintang di langit dapat tersusun rapi teratur, dengan adanya daya tarik, namun manusia selalu berselisih, tidak ada persetujuan dan tidak ada kesatuan pendapat.
Setengah orang mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu bukan rasul, melainkan seorang penyair. Yang lain mengatakan bukan penyair, melainkan ahli sihir. Yang lain mengatakan bukan ahli sihir, melainkan seorang tukang tenung. Yang lain mengatakan bukan tukang tenung, melainkan seorang pendongeng.
Hal seperti ini berlaku terus sampai kepada zaman kita sekarang ini. Ada pula orang yang mengaku kepada Allah Yang Maha Esa, tetapi menolak segala agama, baik Islam atau Kristen ataupun Budha. Mereka menuduh bahwa agama-agama yang ada itu semuanya adalah import dari negeri asing, padahal mereka berpikir demikian itu ialah karena pikirannya telah dipengaruhi oleh pikiran asing. Mereka mengatakan percaya kepada Allah Yang Maha Esa, tetapi mereka telah menyembah berbilang Allah, sampai Allah Tidak Esa lagi karena telah dipersekutukan dengan keris, dengan kemenyan, dengan guruh dan guntur.
Sungguh-sungguh semuanya ini kata-kata yang berselisih, tanaqudh, atau paradoks. Dan biasanya timbul perselisihan dan kekacauan pikiran karena hati bukan ditumbuhi cinta, melainkan ditumbuhi oleh rasa benci.
Ayat 9
“Dipalingkan daripadanya orang-orang yang telah dipalingkan."
Makna dari dipalingkan boleh juga dirusakkan akalnya, dijadikan barang yang baik dipandangnya buruk dan yang buruk dipandangnya baik. Demikian ditafsirkan oleh Mujahid. Mereka dipalingkan dari iman karena menuruti berita yang tersebar di waktu itu dengan tidak ada kehendak menyelidiki.
Ada yang mengatakan bahwa Muhammad adalah tukang sihir, mereka ikut pula mengatakan tukang sihir. Lalu, secara membuta tuli ikut pula mengatakan demikian. Ada pula orang mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu orang gila, dan ada yang mengatakan Nabi Muhammad menyebarkan dongeng-dongeng kuno yang tidak beralasan, mereka pun turut pula. Hal yang seperti ini masih berlaku sampai kepada zaman modern kita sekarang ini. Masih ada di negeri Eropa yang memegang kepercayaan bahwa Nabi Muhammad itu men-dapat penyakit ayan. Yaitu, penyakit sawan. Sebab, ada riwayat apabila wahyu turun, Nabi Muhammad keluar keringat dan bila paha beliau terletak di atas paha temannya yang lain maka temannya itu tidak sanggup mengangkat kakinya, dari sangat beratnya kaki Nabi Muhammad seketika itu. Setelah terlepas dari keadaan itu, keluarlah kelak wahyu yang beliau terima itu dengan terang dan jelas. Lalu dengan rasa benci terlebih dahulu mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad ditimpa penyakit sawan. Fadahal kalau diselidiki secara ilmiah, penyakit sawan itu bukanlah datang kemudian setelah seseorang berusia empat puluh tahun, dan tidaklah orang itu mengerti apa yang terjadi atas dirinya seketika penyakit itu datang menyerang dirinya sehingga kalau orang bertanya kepada dirinya apa yang dia rasakan di waktu penyakit itu datang, setelah dia sadarkan diri, tidaklah dia dapat mengatakan sebab dia tidak tahu sama sekali. Sedang Nabi Muhammad ﷺ setelah beliau keluar keringat karena beratnya wahyu itu ketika datang, kemudian merasa lega kembali dan dapat menerangkan bahwa tadi itu Jibril datang membawa wahyu, langsung beliau jelaskan apa wahyu yang beliau terima itu, sampai dapat dicatat, bahkan beliau suruh catat, yang kemudiannya menjadi Al-Qur'an yang terdiri daripada 6.236 ayat.
Maka kalau orang mau berpegang kepada ilmu pengetahuan, sudi menyelidiki bagaimana gejala daripada penyakit ayan, tentu karena hormatnya kepada ilmu pengetahuan, orang tidak akan berani menuduh penyakit yang demikian kepada Nabi. Tetapi, apalah hendak dikatakan! Pada orang-orang itu telah terjadi sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 9 di atas, “Dipalingkan daripadanya orang-orang yang telah dipalingkan."
Demikian juga fitnah yang mereka sebarkan, apa sebab Nabi Muhammad ﷺ mengharamkan makan daging babi. Mereka katakan bahwa Nabi Muhammad itu sangat doyan makan daging babi karena daging babi itu terlalu enak beliau makan. Maka, pada suatu hari beliau makan daging babi dengan lahapnya dan sisa makannya beliau simpan baik-baik dengan keinginan hendak memakannya lagi kelak. Tetapi, sedang beliau pergi keluar rumahnya, daging babi itu dicuri oleh pembantu rumah tangga (khadam), lalu dimakannya habis. Maka ketika Nabi Muhammad hendak makan malam dimintanya lagi daging babi itu, lalu dapat jawaban bahwa daging itu telah habis. Maka sangatlah murka beliau sehingga dari sebab marahnya beliau hukumkanlah sejak waktu itu bahwa makan daging babi haram bagi siapa saja daripada umatnya.
Cerita ini terang tidak ada dasarnya, terang bahwa dia hanya dikarang-karang belaka. Tetapi karena “dipalingkan daripadanya orang-orang yang telah dipalingkan", meskipun dia bercerita bohong, namun cerita ini didengar di kalangan Kristen di Amerika, sebagaimana diterangkan oleh Muhammad Quthb dalam bukunya, Jahiliyyah Abad Kedua Puluh. Yang penting bagi mereka bukan benarnya atau dustanya berita itu. Yang penting ialah bahwa cerita itu bagus sekali disiarkan di sekolah-sekolah, terutama kepada anak-anak orang Islam yang murtad dari agamanya sehingga Muhammad Quthb menceritakan bahwa cerita itu tidak ada sumber yang layak secara ilmiah, yang dapat dipertanggungjawabkan. Lalu beliau tegur seorang guru Kristen yang memasukkan cerita itu dalam pidato agamanya. Setelah mendapat keterangan yang berdasar ilmu pengetahuan bahwa riwayat begitu hanya dikarang-karang saja, dan tidak seorang Kristen pun yang dapat menunjukkan sumbernya, si penyiar Kristen tadi menyatakan terima kasih atas keterangan yang dia terima. Tetapi, setelah dianjurkan kepadanya agar cerita yang demikian jangan disiarkan juga, dengan secara terus terang pula dia menolak anjuran itu dan dia mengatakan bahwa dia amat sulit buat menghentikannya. Sebab, menyiarkan cerita begitu adalah salah satu dari tugasnya yang untuk itu dia digaji.
Setelah itu datanglah ayat selanjutnya,
Ayat 10
“Ditimpa celakalah orang-orang yang membuat berita bohong."
Yaitu, orang-orang yang dalam menyebarkan keyakinan agamanya, mereka itu mencampurkannya dengan berita-berita bohong berita yang dikarang-karang Dia hanya bisa laku kalau orang hanya dalam keadaan bodoh, namun kebodohan tidaklah akan terjadi terus-menerus.
Ayat 11
“Orang-orang yang di dalam kebodohan itu, mereka pun telah latai."
Ayat 11 ini menerangkan bagaimana usaha musyrikin, musuh Nabi, menyiarkan dan menyebarkan fitnah bohong tentang Nabi, tetapi karena kebodohan mereka, mereka pun lalai menimbang dan menilai berita yang mereka siarkan sehingga walaupun fitnah telah tersebar, namun kebenaran Nabi tidaklah dapat dihalangi dengan kebohongan itu. Tepat, apa yang dikatakan Abraham Lincoln, “Kabar
bohong hanya laku di satu masa kepada setengah orang. Tetapi, tidak akan laku pada setiap masa untuk setiap orang."
***