Ayat
Terjemahan Per Kata
وَفِي
dan pada
عَادٍ
'Ad
إِذۡ
ketika
أَرۡسَلۡنَا
Kami kirimkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلرِّيحَ
angin
ٱلۡعَقِيمَ
membinasakan
وَفِي
dan pada
عَادٍ
'Ad
إِذۡ
ketika
أَرۡسَلۡنَا
Kami kirimkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلرِّيحَ
angin
ٱلۡعَقِيمَ
membinasakan
Terjemahan
(Begitu pula Kami meninggalkan) pada (kaum) ‘Ad (tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengirim kepada mereka angin yang membinasakan.
Tafsir
(Dan juga pada) kisah pembinasaan kaum (Ad) terdapat tanda yang dijadikan sebagai pelajaran (ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan) yaitu angin yang sama sekali tidak membawa kebaikan, karena tidak membawa air hujan dan tidak dapat menyerbukkan pohon-pohon, angin ini dinamakan angin puting beliung.
Tafsir Surat Adz-Dzariyat: 38-46
Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Firaun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya dan berkata, "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. Maka Kami siksa dia dan tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedangkan dia melakukan pekerjaan yang tercela. Dan juga pada (kisah) Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.
Dan pada (kisah) kaum Tsamud ketika dikatakan kepada mereka, "Bersenang-senanglah kamu sampai suatu waktu. Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya, lalu mereka disambar petir, sedangkan mereka melihatnya. Maka mereka sekali-kali tidak dapat bangun dan tidak pula mendapat pertolongan, dan (Kami membinasakan) kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Firaun dengan membawa mukjizat yang nyata. (Adz-Dzariyat: 38) Yakni dengan membawa bukti yang jelas dan alasan yang akurat.
Maka dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 39) Fir'aun berpaling dari kebenaran yang disampaikan oleh Musa a.s., padahal kebenaran itu sudah jelas dan terang karena kesombongan dan keingkarannya. Mujahid mengatakan bahwa makna biruknihi artinya Fir'aun memperkuat dirinya dengan menggabungkan teman-temannya. Qatadah mengatakan bahwa Fir'aun musuh Allah ini mengalahkan kaumnya. Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 39) Yakni bersama golongan-golongannya. Kemudian Ibnu Zaid membacakan firman-Nya: "Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)." (Hud: 80) Akan tetapi, makna yang pertamalah yang kuat.
Ayat ini semakna dengan yang terdapat di dalam firman-Nya: dengan memalingkan lambungnya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. (Al-Hajj: 9) Artinya, berpaling dari kebenaran karena kesombongannya. dan berkata, "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. (Adz-Dzariyat: 39) Yakni tiadalah engkau dengan urusan yang engkau datangkan itu, melainkan adakalanya engkau seorang penyihir atau seorang yang gila. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka Kami siksa dia dan tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedangkan dia melakukan pekerjaan yang tercela. (Adz-Dzariyat: 40) Yaitu kafir, pengingkar kebenaran, pendurhaka, dan membangkang terhadap perkara yang hak.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan juga pada (kisah) 'Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. (Adz-Dzariyat: 41) Yakni angin yang merusak dan tidak membawa manfaat apa pun, menurut Qatadah, Adh-Dhahhak dan lain-lainnya. Karena itulah disebutkan dalam ayat berikutnya oleh firman-Nya: angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Adz-Dzariyat: 42) Yaitu segala sesuatu yang dapat dirusak oleh angin yang sangat keras, semua yang dilandanya seperti sesuatu yang binasa lagi hancur menjadi serbuk. [] [] Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidillah keponakan Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku (yaitu Abdullah ibnu Wahb), telah menceritakan kepadaku Abdullah (yakni Ibnu Iyasy Al-Gassani), telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Sulaiman, dari Darij, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: bahwa angin yang dahsyat itu bersumber dari bumi lapis yang kedua.
Ketika Allah subhanahu wa ta’ala hendak membinasakan kaum Ad, maka Dia memerintahkan kepada malaikat penjaga angin agar mengirimkan kepada mereka angin yang dahsyat yang dapat membinasakan mereka. Malaikat penjaga angin bertanya, "Ya Tuhanku, aku akan mengirimkan kepada mereka angin yang dahsyat sebesar lubang hidung banteng (sapi jantan)." Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepadanya, "Jangan, kalau begitu kamu akan membalikkan bumi beserta para penduduk yang ada di permukaannya. Tetapi kirimkanlah kepada mereka sebesar lubang cincin." Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya; angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Adz-Dzariyat: 42) Hadits ini predikat marfu'-nya munkar, dan yang paling mendekati kebenaran ialah bila dikatakan mauquf hanya sampai pada sahabat Abdullah ibnu Umar , dari kedua tawanan wanitanya yang diperoleh dari Perang Yarmuk; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sa'id ibnul Musayyab dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan. (Adz-Dzariyat: 41) Mereka mengatakan bahwa angin tersebut dikenal dengan nama Janub (angin selatan). Telah disebutkan di dalam hadits shahih melalui riwayat Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku diberi pertolongan dengan angin saba (angin kencang yang dingin) dan kaum 'Ad dibinasakan dengan angin dabur (angin yang membinasakan). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan pada (kisah) kaum Tsamud ketika dikatakan kepada mereka, "Bersenang-senanglah kamu sampai suatu waktu. (Adz-Dzariyat: 43) Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sampai waktu habisnya ajal kalian. Makna lahiriah ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan. (Fushshilat: 17) Hal yang senada disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya: Dan pada (kisah) kaum Tsamud ketika dikatakan kepada mereka.Bersenang-senanglah kamu sampai suatu waktu.
Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya, lalu mereka disambar petir, sedangkan mereka melihatnya. (Adz-Dzariyat: 43-44) Demikian itu karena mereka menunggu-nunggu azab tersebut selama tiga hari, tetapi ternyata azab tersebut datang kepada mereka pada pagi hari yang keempatnya. Maka mereka sekali-kali tidak dapat bangun dan tidak pula mendapat pertolongan. (Adz-Dzariyat: 45) Yakni mereka tidak dapat melarikan diri dan tidak dapat pula bangun dari tempatnya, mereka pun tidak mampu menolong dirinya sendiri dari azab yang menimpa mereka.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan (Kami membinasakan) kaum Nuh sebelum itu. (Adz-Dzariyat: 46) Yaitu Kami binasakan kaum Nuh sebelum mereka. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (Adz-Dzariyat: 46) Semua kisah ini telah disebutkan di berbagai tafsir surat-surat Al-Qur'an; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
41-42. Dan perhatikanlah pula tanda-tanda kekuasaan Kami pada kisah kaum 'Ad. Ingatlah ketika Kami kirimkan kepada mereka angin beku atau angin panas yang membinasakan mereka. Saat bertiup, angin itu tidak membiarkan suatu apa pun yang dilandanya tetap seperti kondisinya semula, sesuai dengan ketetapan Allah. Bahkan, apa saja yang diterjang dijadikannya seperti serbuk halus yang diterbangkan angin. 41-42. Dan perhatikanlah pula tanda-tanda kekuasaan Kami pada kisah kaum 'Ad. Ingatlah ketika Kami kirimkan kepada mereka angin beku atau angin panas yang membinasakan mereka. Saat bertiup, angin itu tidak membiarkan suatu apa pun yang dilandanya tetap seperti kondisinya semula, sesuai dengan ketetapan Allah. Bahkan, apa saja yang diterjang dijadikannya seperti serbuk halus yang diterbangkan angin.
Kemudian dalam ayat ini Allah ﷻ menceritakan tentang kisah binasanya kaum 'Ad. Bahwa bencana yang menimpa kaum itu mestinya dijadikan iktibar bagi orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah ﷻ menurunkan angin panas yang membinasakan mereka sehingga tidak satu pun yang tersisa kecuali kehancuran dan kemusnahan, baik manusia dan hewan maupun bangunan. Tegasnya tidak seorang pun dari mereka yang selamat akibat angin panas dan hembusan api itu, lagi pula tidak satu bangunan pun yang tidak musnah, semuanya menjadi puing-puing dan hancur lebur.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TENTANG NABI MUSA
Ayat 38
“Dan kepada Musa."
Artinya bahwa Allah pun memperingatkan kembali Nabi Muhammad ﷺ rangkaian dan perjuangan nabi-nabi itu di dalam menegakkan kebenaran. Tadi Allah menjelaskan perjuangan Nabi Ibrahim dalam keadaan rumah tangga yang menyedihkan karena istri telah tua, ingin beranak. Akhirnya dikabulkan Allah juga, walaupun mereka nyaris putus asa. Dan, lahirlah Ishaq.
Setelah itu soal Nabi Luth yang budi pekerti umatnya telah sangat rusak. Kemudian umat itu dihancurkan Allah, yang selamat hanya beberapa orang saja karena mereka tidak turut berbuat dosa yang keji itu.
Setelah itu, sekarang Allah memperingatkan kembali tentang Nabi Musa, “,Seketika Kami utus dia kepada Fir'aurt." Di sini Allah memperbandingkan kedudukan di antara dua hamba Allah itu, Musa dan Fir'aun. Fir'aun dengan serba macam kebesaran, pangkat yang tinggi, kekayaan, dan kesuburan tanah Mesir dengan tetap mengalirnya Sungai Nil selalu membawa kesuburan. Sedang Musa tampil ke muka menentang Fir'aun itu dengan kekuatan yang sangat tidak seimbang, dengan pengikut yang lemah, yang telah beratus tahun tertindas dan terhina. Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa kedatangan Musa kepada Fir'aun itu adalah
“Dengan membawa kekuasaan yang nyata."
Apakah yang dimaksud dengan kalimat “membawa kekuasaan yang nyata?" Kekuasaan yang nyata adalah arti dan Sulthanin Mubinin.
Seorang raja memerintah dengan berkuasa penuh disebut sultan. Padahal, Musa ketika itu datang, dia tidak berkuasa, dia tidak memerintah. Di mana, terletak kekuasaannya itu? Kekuasaan yang nyata pada Musa ialah pada kekuatan alasan dan hujjah dakwah yang beliau bawa. Dia menjadi kuat dan berani menyatakan dakwah kebenaran di hadapan Fir'aun yang sudah sangat merasa kuat karena kebesaran pemerintahannya sampai dia berani menyatakan dirinya Tuhan, sampai dia katakan,
“Saya adalah Tuhan kamu yang Mahatinggi."
Melihat kekuasaan yang begini megah dan kesombongan yang tidak taranya lagi, apatah lagi di masa kedinya Musa adalah dalam asuhan Fir'aun sendiri, dan setelah dewasa beliau membuat kesalahan, memukul orang sampai mati (surah al-Qashash ayat 28), semuanya itu bisa jadi buat menjadikan jiwa Musa tertekan bila menghadapi Fir'aun. Tetapi, Musa datang membawa kekuasaan jiwa yang nyata atau Sulthanin Mubinin.
Ayat 39
“Maka berpalinglah dia bersama tentaranya."
Berpaling artinya ialah bahwa seruan Nabi Musa itu tidak dipedulikan oleh Fir'aun. Tentara dan segala pengikutnya pun turut pula menunjukkan ketidaksenangan menerima ajakan Musa itu,
“Dan dia berkata, Tukang sihir gila.'"
Mereka tidak mengakui mukjizat yang diperlihatkan oleh Musa sebagai tanda kekuasaan tertinggi dari Allah, malahan mereka menyatakan kebencian kepada Musa. Mereka tidak mau mengaku bahwa itu adalah kekuasaan yang nyata dari Allah. Sebab Fir'aun merasa bahwa dialah yang Tuhan.
Ayat 40
“Maka Kami siksa dia dan tentaranya dan Kami lemparkan mereka ke taut."
Tatkala laut itu terbelah untuk menyelamatkan Musa dan umat yang percaya kepadanya. Fir'aun yang sombong tidak berpikir lagi, dia pun hendak melalui laut yang terbelah itu karena hendak mengejar Musa.
Tetapi, setelah Musa dan Bani Israil selamat sampai di seberang, Fir'aun, pengikut dan tentaranya tenggelamlah di dalamnya.
“Dan, dia adalah amat tercela."
Amat tercela sebab kekuasaan itu telah membuatnya mabuk. Segala macam aniaya dan penghinaan telah dia lakukan guna mempertahankan kekuasaan. Sampai zaman kita sekarang ini, masih kita lihat bekas kekuasaan Fir'aun yang besar itu dengan patung, mummi, keranda-keranda emas berlapis-lapis yang sangat menakjubkan. Tetapi, semuanya itu adalah bukti belaka dari penindasan yang dilakukan kepada rakyat yang lemah. Bertambah besar dan hebat kita lihat bekas-bekas Fir'aun yang telah lalu itu, sejak ketiga piramid dan al-Ahramnya, sampai kepada Sphinx atau Abulhoulnya di Kairo, berhala Abu Simbel dan patung-patung di Luxor Mesir Ulu, bertambah besar kesan penindasan yang dilakukan kepada rakyat jelata. Maka, tepatlah ujung ayat 40 itu,"Dan, dia adalah amat tercela."
Selanjutnya Allah berfirman lagi,
Ayat 41
“Danpada ‘Ad
(ujung ayat 41)
Yaitu, datang kepada mereka angin pun-ting-beliung yang sangat dahsyat, yang menumbangkan pohon-pohon besar menimpa rumah-rumah penduduk sehingga runtuhlah rumah-rumah, dan mereka pun gugur ber-jatuhan seperti pohon-pohon kayu yang kosong, Angin tersebut bertiup sangat keras tidak berhenti-henti tujuh malam delapan hari lamanya dan binasalah segala yang bernyawa.
Ayat 42
"Tidak dibiarkannya apa yang dilandanya, melainkan jadi abu."
Artinya, apa saja pun yang dikenai oleh angin keras itu tidak ada yang dibiarkannya masih teguh berdiri, melainkan hancur. Kayu-kayuan, rumah-rumah, bangunan besar dan bangunan kecil, semua hancur jadi abu. Ma-nusia pun habis disapu angin. Dalam ayat 8 surah al-Haaqqah itu, dikatakan bahwa semua manusia mati sehingga tidak ada sisa yang hidup lagi. Tujuh malam delapan hari lamanya angin punting-beliung itu menyapu bersih segala yang bernyawa.
Ayat 43
“Dan, pada Tsamud."
Ayat ini pun memperingatkan bagaimana pula balasan Allah kepada kaum Tsamud yang diutus Allah kepada mereka Nabi
“Ketika dikatakan kepadanya, ‘Bersenangsenanglah sampai suatu waktu.'"
Artinya bahwa ini adalah peringatan Allah kepada mereka bahwa manusia umumnya menjadi lupa kepada akibat buruk yang akan menimpa setelah mereka tenggelam dalam kemewahan. Banyak ayat di dalam Al-Qur'an menerangkan kemewahan kaum Tsamud. Sampai zaman kita sekarang ini masih didapati negeri bekas kaum Tsamud itu. Kesenian bangunan telah amat tinggi.
“Dan Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembab." (al-Fajr: 9)
Demikian kepandaian mereka dalam soal bangunan. Tempat tinggal atau perkampungan mereka terdiri dan batu-batu granit yang tebal. Maka, batu-batu itu telah mereka potong dan mereka tembus sehingga pada batu itulah mereka tinggal berdiam. Mereka telah merasa senang dengan tempat tinggal yang aman itu, mengagumkan bila kita lihat sampai zaman kita sekarang ini karena bangunan rumah dalam batu itu masih didapati, jadi objek turis yang sangat menakjubkan, tetapi ayat telah memberi peringatan, “Bersenang-senanglah sampai satu waktu!"
Ayat 44
“Maka angkuhlah meteku tethadap penintah Tuhan meteka."
Angkuh atau sombong. Karena pembangunan ajaib itu, mereka jadi lupa akan kebesaran Allah, membanggakan kemajuan teknik yang telah mereka capai. Mereka merasa tidak ada lagi bahaya yang akan menimpa, tidak ada api yang akan membakar, jika hujan betapa pun lebat, tidak akan masuk ke dalam bangunan yang mereka dirikan. Maka, karena percaya akan keteguhan bangunan mereka, bertambah sombong mereka,
“Maka, disambut petalah meteku, sedang meteka melihat."
Maka terjadilah zaman pancaroba yang dahsyat Biasanya hal demikian terjadi apabila musim panas akan beralih kepada musim dingin. Angin selalu ribut, hujan mengancam turun. Di waktu terjadi angin keras disertai petir halilintar dan geledek. Bunyi petir itu membelah bumi. Apatah lagi kalau dia telah datang sebagai adzab. Di dalam surah al-Haaqqah ayat 5 dikatakan bahwa adzab yang menimpa kaum Tsamud itu ialah amukan angin yang luar biasa. Kalau mereka telah membangun negeri dengan luar biasa, memotong batu dan membuat rumah-rumah yang luar biasa kukuhnya maka Allah pun mendatangkan adzabnya dengan luar biasa pula, yaitu petir halilintar yang berbunyi dahsyat sehingga bunyinya itu saja telah menyebabkan pecahnya anak telinga. Bangunannya tidak hancur, namun manusia yang berdiam di sana habis binasa. Bahkan, sampai sekarang bangunan itu masih ada, namun orangnya habis punah. Mereka sendiri dapat melihat bahwa mereka yang habis mati, padahal bangunan masih ada. Dan, sudah lebih kurang 3.000 tahun sampai sekarang, bangunan itu masih tinggal dan jadi objek turis. Namun, tidak ada manusia yang mempunyai rencana buat menjadikan daerah itu ramai kembali. Tepat sekali lanjutan ayat,
Ayat 45
“Maka tidaklah mereka sanggup bangun dan tidaklah mereka mendapat pertolongan."
Kaum Tsamud sama juga dengan kaum ‘Ad. Dalam hitungan sejarah kedua kaum itu disebut termasuk bangsa Arab juga, yaitu Arab yang punah. Yang tinggal hanya nama dan bekas. Arab yang datang di belakang sebagai sambungan ialah Arab Qahthan dari Yaman dan Arab Musta'ribah, keturunan Nabi Ibrahim dan Isma'il, termasuk Nabi kita Muhammad ﷺ.
Ayat 46
“Dan kaum Nuh pula sebelumnya."
Bahwa sebelum itu semuanya ialah kaum Nabi Nuh. Kisah adzab Allah kepada kaum Nabi Nuh ini pun telah diuraikan agak panjang di dalam surah Huud, dari ayat 36 sampai ayat 48. Demikian juga dalam surah al-Mu'minuun, ayat 23 sampai ayat 30. Pada surah al-Ankabuut, ayat 14 diterangkan umur Nabi Nuh, 950 tahun.
“Sesungguhnya adalah mereka kaum yang fasik."
Karena kefasikan itu dihukum Allah-lah kaum itu semua, tenggelam dalam topan yang dahsyat.
TENTANG BUMI DAN LANGIT
Ayat 47
“Dan langit itu Kami bangun akan dia dengan tangan."
Tangan di sini berarti kekuatan yang tidak ada tolok bandingnya. Perkataan seperti inilah yang menjadi perbincangan agak berlarut-larut di antara madzhab-madzhab dalam Islam. Tangan Allah sendiri yang membuat dan menciptakan seluruh alam ini, yaitu kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Sebab, lebih jelas lagi ucapan itu dengan lanjutan,
“Dan sesungguhnya Kami adalah berkuasa yang luas."
Kekuasaan Ilahi yang Mahaluas itu akan bertambah dirasakan apabila manusia menambah ilmunya. Karena, bertambah banyak yang diketahui kekuasaan Allah itu, bertambah jua kesadaran bahwa ilmu dan umur kita kecil dan sempit untuk mengetahuinya.
Seperti kita katakan tadi panjang lebar jadi pembicaraan di antara ulama salaf dan khalaf tentang perkataan-perkataan itu. Allah menciptakan alam dengan tangan. Sebagian ulama mengartikan tangan dengan kekuasaan. Itu yang dinamai takwil. Setengah ulama lagi lanjut menyebut Allah mencipta alam dengan tangannya. Hendaklah diartikan tangan. Adapun bagaimana tangan itu, Allah-lah yang Mahatahu. Yaitu, tangan yang layak bagi diri-Nya sebagai Allah. Dan, kita tidaklah layak menanyai lagi bagaimana tangan itu.
Ayat 48
“Dan,bumi, Kamihamparkandia"
Maka terhamparlah bumi itu di bawah kaki kita manusia.
“Maka Kami yang sebaik-baik menghamparkan."
Bumi terhampar di bawah kaki manusia. Dia bertinggi berendah. Berbukit, berlurah. Ada yang datar, ada yang melereng. Letak hamparan bumi itu pun berlautan, di sana hidup ikan-ikan persediaan makanan bagi manusia. Ada bergunung yang tinggi. Hamparan bumi yang tidak merata itu menentukan juga bagi udara hidup manusia dan menentukan pula jenis binatang. Binatang dan pohon-pohon yang tumbuh di atasnya. Semuanya itu diatur sebaik-baik dan seindah-indahnya.
Ayat 49
“Dan dari tiap-tiap sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan."
Berpasang-pasangan, artinya yang umum ialah berawal berakhir, berlahir berbatin, ber-besar berkecil, berhina bermulia, bertinggi berendah, berlaut berdarat, berdahulu ber-kemudian, berbumi berlangit, bergelap ber-terang, berhidup bermati, beriman berkafir, berbahagia berbahaya, bersurga berneraka, dan lain-lain sebagainya.
Adapun makna terbatas ialah berpasang-pasangan, berlaki-Iaki dan berperempuan, dan lebih diperkecil yang bersuami-istri. Semua dijadikan Allah segala dua atau sepasang dua. Maka, seluruh alam yang diciptakan oleh Allah ini, tidaklah dijadikan dengan sendiri dan tidaklah berarti, atau kuranglah artinya selama dia masih sendiri. Hanya Allah saja yang ada sendirinya. Tidak ada sesuatu yang jadi pasangan-Nya. Untuk itu, Allah menyatakan di ujung ayat,
“Supaya kamu semuanya ingat."
Ingat bahwa kitalah yang berkehendak kepada Allah, sedang Allah tidaklah berkehendak kepada kita. Dan, supaya ingat pula bahwa semua kita berpasangan. Tetapi, Allah tetap tunggal.
Ayat 50
“Maka segenalah bertani kepada Allah."
Inilah peringatan dari Allah kepada kita bahwasanya dari pasangan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, tegasnya pertemuan atau persetubuhan ayah dan bunda, kita ini telah berada di atas dunia untuk masa yang tidak diketahui, entah lama entah cepat. Maka, bila datang waktunya itu, kita pun pasti kembali kepada Allah, tegasnya mati. Dengan ayat ini, yaitu kita diingatkan bahwa perjalanan hidup kita ini ialah berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Di ayat ini kita disuruh menyadari hal itu. Maka, segeralah berlari kepada Allah. Artinya segera ingat, segera insaf bahwa perjalanan hidup ini ada tujuannya, yaitu Allah. Sehingga, panggilan itu datang, kita sudah siap.
“Sesungguhnya aku adalah pemberi ingat yang nyata dari Dia."
Ujung ayat ini adalah keterangan yang Allah suruh sampaikan kepada kita oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Ayat 51
“Dan, janganlah kamu jadikan bersama Allah itu Tuhan yang lain."
Janganlah dipecah pikiran, melainkan bulatkanlah kepada Allah. Karena, kalau diingat lagi sesuatu selain Allah, tidaklah bulat ma'rifat. Mempersekutukan Allah dengan yang lain membuat tujuan hidup selamanya jadi pecah. Ibarat orang yang membuat hitungan horizontal, ukuran bulat maka garis-garis yang ditarik kepada segala pihak, tidak mungkin berbilang asal, mesti berasal dari satu pihak. Dan, satu pihak itu datangnya dan kepada satu pihak itu jua kembalinya. Kalau tidak demikian, niscaya kacaulah cara kita berpikir.
“Sesungguhnya aku adalah pembeni ingat yang nyata dari Dia."
Dalam ayat ini Rasulullah ﷺ diperintahkan oleh Allah menjelaskan bahwa beliau diutus Allah ke dunia ini memberi ingat yang nyata dari Allah. Peringatan yang nyata itu ialah tauhid bahwasanya Allah itu adalah Esa. Tidak Dia bersekutu dengan yang lain. Pendirian itu adalah nyata dan jelas. Lantaran Allah itu Esa maka segala pemujaan, puji syukur, ibadah, permohonan dan nadzar, hanya boleh kepada Allah saja. Dia tidak beranak. Dia tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang sejajar duduknya dengan Allah. Kalau ada orang yang mengaku bertuhan kepada Allah, padahal dalam kenyataannya dia pun menyembah pula kepada yang lain, diancamlah dia dengan peringatan yang keras bahwa segala amalnya itu tidak diterima.
Ayat 52
“Demikianlah, tidaklah datang dari sebelum mereka seorang Rasul, melainkan mereka katakan dia itu tukang sihir atau orang gila."
Ayat ini memberi peringatan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang di ujung ayat 50 dan 51 mengakui bahwa beliau ditugaskan Allah menyampaikan peringatan yang nyata, yang terusterang. Namun, peringatan yang nyata tidak selalu diterima. Nabi Muhammad ﷺ karena menyampaikan peringatan yang nyata telah seenaknya saja dituduh tukang sihir atau dituduh orang gila. Ayat 52 ini memberi ingat kepada Nabi ﷺ bahwa tuduhan begini adalah lumrah. Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ karena menyampaikan peringatan ini juga telah dituduh yang serupa. Dituduh tukang sihir atau orang gila.
Ayat 53
“‘Apakah mereka pesan-memesan tentang itu?"
Artinya, apakah menuduh nabi-nabi yang menyampaikan peringatan yang nyata itu lalu sama dituduh tukang sihir atau dituduh orang gila itu oleh orang yang dahulu dan oleh orang yang datang kemudian yang sama saja nada tuduhannya bahwa orang yang datang terlebih dahulu agar sama saja coraknya, seakan-akan mereka telah sepakat di segala zaman buat memberikan tuduhan demikian?
Di zaman kita sekarang ini, setelah empat belas abad sesudah wafat Nabi Muhammad saw,, bukankah orang yang mengajak manusia supaya menjalankan syari'at yang telah diatur sempurna oleh Allah, bagi keselamatan manusia dunia dan akhirat maka orang-orang yang menyampaikan seruan seperti ini bisa saja dituduh orang tukang sihir atau orang gila. Masakan di zaman modern sebagai sekarang, masih saja ada orang yang mengajak manusia hidup sebagai di zaman Rasul? Apakah orang yang ber-cakap begini bukan tukang sihir atau orang gila?
Hidup di zaman modern, kata mereka, hendaklah menyesuaikan diri dengan zaman. Barangsiapa yang pandai munafik, itulah yang jaya. Senyumlah di hadapan orang banyak, tetapi kalau mereka lengah, hendaklah hantam. Serulah agar orang banyak hidup dengan keadilan. Tetapi, untuk menjaga kekuasaan yang telah ada di tanganmu engkau tidak usah adil. Adil betul-betul berarti sihir atau gila. Lalu di akhir ayat ditegaskan,
“Bahkan, mereka itu adalah kaum yang melanggar batas."
Manusia melampaui batas apabila kesempatan lapang terluang, lalu dia lupa batas kekuatannya sebagai manusia. Manusia melampaui karena dorongan hawa nafsunya sendiri. Dia menjadi serakah, loba dan tamak. Manusia hendak melanggar karena lupa di mana adanya batas itu. Dia merasa, kalau batas tidak dilanggar berarti kita lemah. Padahal kekuatannya itu terbatas pada kedudukan dirinya sendiri sebagai manusia.
Ayat 54
“Maka berpalinglah engkau dari mereka."
Orang yang lemah imannya, kepada manusia-manusia yang melampaui batas itu di-sandarkannya harapannya. Adapun bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, tidaklah mereka menggantungkan harapan kepada segala yang melanggar dan melampaui batas. Di sinilah ujian tauhid yang sejati.
“Dan, sekali-kali tidaklah engkau tercela."
Maka jika tiba sikap menentang dari kaum yang telah melanggar batas itu, disuruh Nabi Muhammad ﷺ berpaling dari mereka. Dalam saat yang demikian, tidaklah Nabi Muhammad ﷺ tercela jika beliau berpaling. Tentangan dari orang yang seperti dalam saat demikian tidaklah baik bila diladeni. Lebih baik sabar karena kekuatan belum seimbang. Dan, lagi surah adz-Dzaariyaat ini turun masih di zaman Mekah. Adalah tidak bijaksana kalau di waktu demikian Nabi Muhammad ﷺ memalingkan muka kepada yang lain, supaya waktu jangan sampai habis dalam bertengkar dengan orang yang demikian.
Berpaling maksudnya bukan berdiam. Arti yang tegas ialah jika seruan kebenaran ditolak oleh orang-orang yang melampaui batas itu, palingkan muka kepada yang lain. Dan ini lebih jelas lagi dengan ayat berikutnya,
Ayat 55
“Dan beri peringatankah!"
Di sini jelas bahwa Allah menyuruh berpaling ialah dari orang yang mencari pasal buat bertengkar itu. Tetapi, ayat 55 ini memerintahkan agar memberi peringatan wajib diteruskan. Dijelaskan lagi sebabnya,
“Sesungguhnya peringatan itu memberi manfaat kepada orang-orang yang beriman."