Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
menjadikan
مَعَ
beserta
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
tuhan/sesembahan
ءَاخَرَ
yang lain
فَأَلۡقِيَاهُ
maka lemparkanlah ia
فِي
ke dalam
ٱلۡعَذَابِ
azab
ٱلشَّدِيدِ
sangat/keras
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
menjadikan
مَعَ
beserta
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
tuhan/sesembahan
ءَاخَرَ
yang lain
فَأَلۡقِيَاهُ
maka lemparkanlah ia
فِي
ke dalam
ٱلۡعَذَابِ
azab
ٱلشَّدِيدِ
sangat/keras
Terjemahan
(dan) yang mempersekutukan Allah dengan tuhan lain. Maka, lemparkanlah dia ke dalam azab yang keras.”
Tafsir
(Yang menjadikan tuhan lain di samping Allah) lafal ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada yang mengandung makna Syarat, sedangkan Khabarnya ialah: (maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang keras") penafsiran lafal ayat ini sama dengan ayat yang semisal dengannya di atas tadi.
Tafsir Surat Qaf: 23-29
Dan yang menyertai dia berkata, "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku. Allah berfirman, "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat enggan melakukan kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat. Yang menyertai dia berkata (pula), "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh.
Allah berfirman, "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku. Allah ﷻ menceritakan tentang malaikat yang ditugaskan-Nya untuk mencatat amal perbuatannya, bahwa malaikat itu kelak di hari kiamat akan menjadi saksi atas segala perbuatannya. Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku. (Qaf: 23) Yakni telah tersedia dan tercatat tanpa tambahan dan tanpa pula pengurangan. Mujahid mengatakan bahwa ini merupakan perkataan malaikat yang menggiring manusia, ia mengatakan, "Inilah anak Adam yang Engkau tugaskan aku untuk mengawasinya, kini kuhadapkan kepada Engkau." Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa kalimat ini diucapkan oleh malaikat penggiring dan juga malaikat penyaksi.
Pendapat Ibnu Jarir cukup beralasan dan kuat. Maka pada saat itulah Allah ﷻ memutuskan hukum terhadap makhluk-Nya dengan adil, maka Allah ﷻ berfirman: Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala. (Qaf: 24) Ulama Nahwu berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ, uAlqiya." Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kalimat ini menurut dialek sebagian orang Arab yang biasa ber-khitab dengan memakai tasniyah, sedangkan yang dituju adalah mufrad (tunggal), seperti yang diriwayatkan dari Al-Hajjaj, bahwa ia pernah mengatakan, "Hai algojoku, penggallah lehernya!" Dan di antara dalil yang digunakan oleh Ibnu Jarir dalam memperkuat pendapatnya ialah perkataan seorang penyair yang mengatakan: ...
Jika engkau melarangku, hai Ibnu Affan, maka aku menahan diri. Tetapi jika engkau membiarkanku, maka aku akan membela kehormatanku dengan kekuatan yang dapat mempertahankan diri. Menurut pendapat yang lain, huruf alifnya merupakan pergantian dari nun taukid, tetapi pendapat ini jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya hal seperti ini hanya digunakan saat waqaf. Makna lahiriah lafaz ini ditujukan kepada malaikat penggiring dan malaikat penyaksi.
Malaikat penggiringlah yang menghadirkannya ke tempat penghisaban; dan setelah malaikat penyaksi mengemukakan persaksian terhadapnya, lalu Allah ﷻ memerintahkan kepada keduanya agar mencampakkannya ke dalam neraka Jahanam, dan Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala. (Qaf: 24) Yakni sangat kafir dan mendustakan kebenaran, sedangkan 'anid artinya mengingkari kebenaran dan menentangnya dengan kebatilan, padahal dia mengetahui. yang sangat enggan melakukan kebajikan. (Qaf: 25) Maksudnya, tidak mau menunaikan kewajiban4^ewajiban yang ada padanya, tidak berbakti, tidak mau bersilahturahmi dan tidak mau pula bersedekah.
Mu'tadin, yakni melanggar batas dalam membelanjakannya dan juga dalam mempergunakannya hingga melampaui garis yang ditentukan. Qatadah mengatakan bahwa makna mu'tadin ialah orang yang melampaui batas dalam perjalanan dan urusannya. lagi ragu-ragu. (Qaf 25) Yakni ragu dalam urusannya dan mencurigakan orang yang melihat urusannya. yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah. (Qaf: 26) Yaitu mempersekutukan Allah dan menyembah selain Allah di samping Dia. maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat. (Qaf: 26) Dalam hadis terdahulu telah disebutkan bahwa leher neraka muncul di hadapan semua makhluk, lalu berseru dengan suara yang dapat didengar oleh semua makhluk, "Sesungguhnya aku diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, yaitu setiap orang yang sewenang-wenang lagi keras kepala, orang yang menyembah tuhan lain beserta Allah, dan para pembuat patung (berhala)," lalu neraka Jahanam membelit mereka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Firas, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Kelak akan muncul leher dari neraka yang dapat berbicara, lalu mengatakan, "Pada hari ini akau diperintahkan untuk menangkap tiga macam orang, yaitu tiap-tiap orang yang belaku sewenang-wenang lagi keras kepala, orang yang menjadikan tuhan lain beserta Allah, dan orang yang membunuh seseorang bukan karena dia telah membunuh seseorang.
Maka leher neraka itu membelit mereka dan mencampakkan mereka ke dalam luapan api neraka Jahanam. Firman Allah ﷻ: Yang menyertai dia berkata (pula). (Qaf: 27) Ibnu Abbas r.a., Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qarin ialah setan yang ditugaskan menemaninya. Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya. (Qaf: 27) Yakni Allah menceritakan tentang manusia yang berada di hari kiamat dalam keadaan kafir. Setan yang selalu menemaninya mengatakan: Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh. (Qaf: 27) Yaitu bahkan dia sendirilah yang sesat dan menerima yang batil serta menentang kebenaran.
Hal yang semisal telah disebutkan melalui ayat lain, yaitu: Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku.
Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim: 22) Adapun firman Allah ﷻ: Allah berfirman, "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku " (Qaf: 28) Allah ﷻ berfirman demikian kepada manusia dan teman jinnya, karena keduanya bertengkar di hadapan-Nya. Manusia itu berkata, "Ya Tuhanku, orang ini telah menyesatkan aku dari peringatan-Mu sesudah ia datang kepadaku." Dan setan atau qarin-nya berkata: Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh. (Qaf: 27) Yakni sesat dari jalan yang hak, maka Tuhan berfirman kepada keduanya: Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. (Qaf: 28) Artinya, Aku telah memberikan kesempatan kepada kalian melalui lisan rasul-rasul-Ku, dan Aku telah menurunkan kitab-kitab serta menegakkan terhadap kalian semua alasan, keterangan, dan bukti-bukti.
Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. (Qaf: 29) Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah Aku telah memutuskan apa yang Kukehendaki. dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku. (Qaf: 29) Yakni Aku tidak mengazab seseorang karena dosa orang lain, melainkan tidaklah Aku mengazab seseorang kecuali karena dosanya sendiri sesudah tegaknya hujah terhadapnya, yakni sesudah tegaknya alasan Allah ﷻ terhadapnya."
24-26. Allah berfirman kepada malaikat penggiring dan penyaksi, 'Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar kepada Allah dan keras kepala dalam menentang kebenaran, yang sangat enggan melakukan kebajikan dan menghalangi orang-orang yang melakukan kebajikan, melampaui batas dengan melakukan kezaliman dan bersikap ragu-ragu tentang adanya Allah dan kebenaran agama-Nya atau menanamkan keraguan di hati orang lain, Mereka yang mempersekutukan Allah dengan tuhan lain, maka, Allah mengukuhkan perintah-Nya kepada kedua malaikat, "lemparkanlah dia ke dalam azab yang keras, di neraka Jahanam. "27. Setelah datang perintah untuk memasukkan orang kafir ke dalam neraka, orang kafir itu mengadu bahwa yang menyesatkannya adalah setan. Setan yang menyertainya berkata, 'Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh, sehingga aku mengajaknya berbuat jahat dan dia menerima ajakanku dengan kemauannya. ".
Allah berfirman kepada dua malaikat yang menggiring dan menyaksikan, "Agar mereka berdua melemparkan ke dalam neraka semua orang kafir yang sangat ingkar dan keras kepala yaitu orang-orang yang sangat menghalangi kebajikan, menolak kewajiban-kewajiban yang diserahkan kepada mereka, yang melanggar batas-batas norma pergaulan dengan melakukan kezaliman, dan penuh dengan keraguan tentang adanya Allah dan kebenaran agamanya. Mereka yang mempersekutukan Allah dengan menyembah selain Allah, dilemparkan ke dalam api neraka yang azabnya pedih sekali. (.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 16
“Dan sungguh telah Kami clptakan manusia dan Kami ketahui apa yang dibisik-desuskan oleh dininya sendini."
Ayat ini adalah memperkuat lagi ayat-ayat yang sebelumnya. Manusia pun Allah juga penciptanya. Lalu ditunjukkan pula keistimewaan manusia daripada makhluk yang lain, yaitu bahwa manusia itu ada mempunyai akal, pikiran, budi pekerti, perasaan, keinginan, cita-cita dan angan-angan. Maka segala yang terkenang di hati manusia, segala yang terpikir atau apa jua pun yang dia inginkan, yang baik atau yang buruk, Allah penciptanya telah mengetahui lebih dahulu.
Di dalam sebuah hadits yang shahih ada tercatat sabda Rasulullah ﷺ,
“Sesungguhnya Allah Ta'aala melampaui dari umatku, apa yang terasa dalam hatinya, selama tidak dikatakannya atau diamalkannya."
Misalnya seseorang berbisik-desus dalam hatinya menalak istrinya, tidaklah jatuh talak itu selama tidak dijatuhkannya dengan ucapan mulutnya. Kalau sudah terucap, jatuhlah talak itu. Maka tidaklah salah jika seorang memikirkan hendak menganiaya orang lain, selama penganiayaan itu tidak dilakukannya.
“Dan Kami adalah lebih dekat kepadanya daripada unat lehernya sendini."
Ayat 17
“Ketika dua orang bertemu, seorang dari sebelah kanan dan seorang dari sebelah kini, duduk."
Artinya ialah bahwa selain Allah yang berada di dekat kita, sedekat urat leher kita sendiri, ada pula di kanan dan di kiri kita yang sealu hadir dan menjaga dan memerhatikan gerak-gerik kita, bisik-desus kita, keluhan kita.
Sehingga tidak ada yang terlepas dari catatan dan pengetahuan pengawal itu. Yaitu malaikat. Dalam ayat selanjutnya disebut nama kedua malaikat pengawas dan pencatat itu.
Ayat 18
“Tidaklah diucapkan suatu penkataan, melainkan selalu ada pengawas; Raqib yang hadir; ‘Atid.
Itulah yang terkenal di dalam kita menghafal ilmu sifat dua puluh, yaitu adanya malaikat Raqib dan ‘Atid; Raqib yang mencatat amalan yang baik dan ‘Atid yang mencatat amal yang jahat. Tidak ada yang lepas dari catatan mereka berdua. Yang baik dicatat Raqib, yang buruk dicatat ‘Atid. Niscaya berusahalah kita biarlah kiranya Raqib yang bekerja keras selalu mencatat kebajikan itu dan biarlah ‘Atid bekerja sedikit saja. Dan hadits-hadits Rasulullah pun ada menerangkan bahwa
“Seorang laki-laki mempercakapkan suatu percakapan yang diridhai oleh Allah Ta'aala yang dia sangka tidak akan sampai, niscaya akan dituliskan oleh Allah sampai kepada harinya bertemu dengan Dia. Dan seorang laki-laki lagi mempercakapkan percakapan yang bisa menimbulkan murka Allah yang disangkanya tidak akan apa-apa, tetaplah akan tertulis sebagaimana adanya sampai hari Kiamat." (HR Tirmidzi dan an-Nasa'i)
Al-Ahnaf bin Qais berkata, “Malaikat yang sebelah kanan menuliskan yang baik-baik dan dia pun dipercayai oleh yang sebelah kiri. Kalau seorang hamba Allah bermaksud hendak mengerjakan yang salah, malaikat sebelah kanan berkata, “Tunggu dahulu!" dan kalau dia meminta ampun kepada Allah dan tidak jadi mengerjakan pekerjaan yang salah itu. Tetapi kalau terus juga dia kerjakan yang salah itu, barulah dituliskannya."
Hasan al-Bishri berkata pula berkenaan dengan ayat ini, “Hai anak Adam, untuk engkau telah dihamparkan surat dan dua orang malaikat sudah disediakan untuk mengurusnya. Seorang sebelah kanan, seorang lagi sebelah kiri. Yang sebelah kanan menulis dan memelihara kebajikan yang engkau perbuat, adapun yang sebelah kiri kerjaannya ialah mencatat amalanmu yang buruk. Sebab itu bekerjalah dan beramallah dan terserahlah kepada engkau, mana yang akan banyak engkau kerjakan dan mana yang sedikit sampai engkau mati, namun surat yang terhampar itu akan tetap tergantung pada kuduk engkau di dalam kubur engkau." Ibnu Abu Thalhah menjelaskan pula, “Apa pun yang engkau bicarakan yang baik atau yang buruk, semuanya dituliskan yang baik atau yang buruk, sampai pun kata-kata engkau: aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, aku lihat dan lain-lain; semuanya tertulis. Maka sangatlah terharu kita mendengarkan berita orang besar-besar islam hahwasanya ulama terkenal Tahus mengatakan bahwa keluh dan rintihan kesakitan pun akan dituliskan juga oleh malaikat itu. Demi mendengar keterangan Tahus ini maka Imam Ahmad bin Hambal yang sedang sakit payah tidaklah pernah mengeluh merintih lagi sampai beliau meninggal."
Ayat 19
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenarnya."
Semua orang yang hidup pernahlah akan melalui saat sakratil maut, penderitaan ketika akan mati. Naza', yaitu embusan napas yang terakhir.
“Itulah yang kamu daripadanya selalu mengelakkan diri “
Semuanya orang melihat apabila keluarganya akan mati. Semua orang menyaksikan orang lain meregang badan menderitakan ketika nyawa akan bercerai dengan badan. Melihat itu orang merasa ngeri, orang takut, orang mengelak atau lari. Tetapi ke mana pun orang lari dari mati, namun dia tidak juga insaf bahwa dia lari dari mati ialah untuk mati. Satu tanda yang tidak pernah berubah dalam alam gaib, yaitu Allah. Dan satu tanda pula yang tidak pernah berubah dalam kehidupan, yaitu maut! Padahal ke mana kamu akan lari! Di perhentianmu yang terakhir itu, di situlah maut menunggu.
‘Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenarnya; itulah yang kamu daripadanya selalu mengelakkan diri."‘ (Qaaf: 19)
Rasulullah ﷺ sendiri pun setelah dekat masanya mengembuskan napas yang penghabisan mengakui juga terus terang, “Amat sucilah Allah, sesungguhnya maut itu mempunyai sakaraat."
Ayat 20
“Dan ditiuptah sangkakala."
Yaitu setelah mati segala makhluk yang ada di muka bumi ini, tidak ada lagi yang hidup sehingga di seluruh dunia ini tidakterdapatlagi kehidupan, barulah seluruh makhluk itu kelak akan dibangunkan oleh Allah daripada tidur mautnya yang sangat nyenyak entah berapa ribu tahun, entah berapa juta tahun. Apabila seminal sangkakala itu telah berbunyi, artinya ialah bahwa segala makhluk yang telah mati itu dihidupkan kembali. Itulah suatu wahyu sami'iyaat, yaitu yang kita dengar dan kita percayai, tidak dapat kita mendustakannya karena firman ini datang dari Allah sendiri dan tidak dapat pula kita menolaknya karena akal kita bisa menerimanya. Setiap hari kita dapat melihat perbandingan pergantian hidup; seekor anjing mati terhampar di tepi jalan. Berapa waktu kemudian terbau busuk yang bersangatan karena bangkai anjing itu. Nanti setelah kita datang ketemu yang berbau busuk itu kita dapati bangkai anjing yang telah mati, namun di atas bangkai yang telah mati itu kita mendapati ulat-ulat yang banyak sekali dan semuanya hidup. Maka tahulah kita bahwasanya daripada bangkai yang telah mati dapat timbul berbagai ragam hidup. Kita tidak mengatakannya mustahil karena dia selalu kita lihat. Sekarang kita pun dapat mempercayai bahwasanya bangkai yang telah mati itu pun dapat hidup kembali bila Yang Mahakuasa mengatur sesuatu menghendakinya. Cuma oleh karena hal ini belum pernah kejadian dan belum pernah kita lihat, kita sukar memikirkannya. Padahal yang telah biasa kita lihat itu pun, seumpama bangkai anjing yang mati, di atas bangkai itu timbul beratus-ratus ulat yang hidup, kita percaya karena kita selalu melihatnya. Padahal takjub dan keheranan atas kejadian itu tidak juga akan kurang daripada memikirkan barang yang belum pernah kita lihat itu.
“Itulah hari ancaman."
Yaitu bahwasanya panggilan agar bangun kembali dengan serunai sangkakala itu artinya ialah panggilan untuk memberikan tanggung jawab atas perbuatan dan amal kita pada masa hidup kita yang telah lalu. Apabila terompet serunai itu telah berbunyi, yang teringat ialah akibatnya. Guna apa manusia dihidupkan kembali kalau bukan untuk bertanggung jawab? Apakah kehidupan di dunia yang sekarang ini akan langsung begitu saja, sehingga orang dapat bersuka hati berbuat yang baik atau berbuat yang jahat? Apakah ada keadilan kalau sekiranya hidup habis begitu saja, dengan tidak ada lagi sambungan? Mana keadilan dalam dunia ini? Meskipun orang setiap hari menyebut keadilan?
Ayat 21
“Dan datanglah tiap-tiap diri."
Artinya ialah bahwa setelah terompet atau serunai sangkakala itu berbunyi, orang semua pun pada datang. Karena semua telah mendengar akan bunyi itu. Bunyi yang telah dijanjikan sejak semula di waktu mereka masih hidup di dunia. Mereka bangun dan siap berkumpul ke tempat yang telah ditentukan, itulah yang biasa disebutkan bernama Padang Mahsyar.
“Bensamanya seorang (malaikat) penyeret dan penyaksi."
Sama sekali manusia itu bangun karena panggilan serunai sangkakala itu dan semuanya pergi bersiap ke tempat berkumpul. Mereka selalu dikawal oleh dua orang malaikat. Seorang malaikat yang sedia mengawal sehingga tidak ada jalan sama sekali buat mengelakkan diri, bahkan sia-sialah barangsiapa yang terlintas dalam pikirannya hendak mengelakkan diri dan panggilan. Sebab setiap langkahnya diperhatikan oleh malaikat pengawal itu. Dan seorang lagi ialah malaikat penyaksi. Yaitu yang akan tegak menjadi saksi kelak apabila perkaranya dibuka.
Ayat 22
“Sesungguhnya engkau adalah dalam kelalaian dari ini (semua)."
Artinya bahwasanya selama kamu hidup di dalam dunia yang sangat singkat itu, hal seperti ini tidak menjadi perhatian kamu. Nasihat kebenaran tidak kamu acuhkan. Peringatan jalan kepada kebenaran tidak kamu acuhkan.
“Maka Kami bukakanlah bagi kamu apa yang menutup kamu itu; maka penglihatanmu hati ini jadilah sangat tajam."
Artinya, kalau selama hal ini tidak diacuhkan, tidak dipedulikan maka ketika telah menghadapi pernyataan itu di akhirat kelak, penglihatan menjadi tajam, jelas tampak adzab siksaan itu berlaku, sampai kepada yang sekecil-kecilnya. Selama hidup di atas dunia banyak sekali hal-ihwal duniawi yang menyelubungi mata, sehingga kebenaran tidak terbuka dengan nyata. Misalnya seorang yang berjabatan tinggi, baik dia presiden, sultan atau perdana menteri. Sebelum jabatan tertinggi itu dijabatnya, beliau dikenal orang seseorang yang baik, yang jujur, yang dekat dengan rakyat. Tetapi setelah jabatan tinggi itu dipangkunya, kian lama dia kian jauh dari orang banyak. Dia tidak leluasa lagi melakukan kebaikan yang dicita-citakannya. Karena dia mempunyai bithaaah, yaitu orang-orang kiri kanan tempat dia bermusyawarah. Orang-orang kiri kanan inilah yang kerap kali menjadi dinding antara dia dengan orang banyak, sehingga kebaikannya terkubur atau terhambat oleh pertimbangan-pertimbangan orang yang berdiri di kiri kanan itu. Kadang-kadang maksudnya yang baik terhalang. Kepadanya jarang disampaikan keadaan yang sebenarnya. Dia hanya mendengar laporan oleh beliau-beliau di kiri kanan itu. Laporan yang baik-baik saja, yang manis-manis saja. Maka setelah terjadi perubahan politik yang besar misalnya rakyat tidak puas lagi melihat kemunafikan telah sangat merajalela, komunikasi timbal balik antara rakyat terperintah dengan kepala negara yang memerintah terdinding sedemikian rupa, timbullah kemelut besar pada akhirnya. Maka beliau yang diangkat tinggi tadi jatuh dari pangkatnya. Waktu itulah dia baru tahu kembali keadaan yang sebenarnya, matanya jadi sangat tajam melihat. Tetapi, apalah daya kekuasaan tidak ada lagi.
Maka demikianlah keadaan apabila manusia yang bersalah dan tidak insaf akan kesalahannya menerima adzab dan siksanya, dimasukkan ke dalam neraka. Di sanalah baru matanya terbuka dan penglihatannya jadi ta-jam. Namun meskipun penglihatan sudah sangat tajam, dia hanya dapat digunakan untuk menyesal, bukan untuk memperbaiki keadaan.
Ayat 23
“Danyang menyertai dia itu beikata."
Yang menyertai dia ialah dua malaikat yang telah disebutkan pada ayat 21 tadi, pengawal dan penyaksi. Maka setelah orang bersalah yang malang itu menerima ketentuan hukumnya dan matanya melihat nasib buruk yang akan dia terima dengan pasti, malaikat itu berkata,
“Inilah persediaan yang ada padaku."
Artinya bahwa adzab ini memang telah sedia sejak dahulu bahkan sejak kamu masih hidup di zaman lampau di atas dunia fana, telah diperingatkan jua kepadamu tentang adzab ini. Sejak waktu itu juga telah diterangkan kepadamu bahwa adzab siksaan pedih ini bisa dielakkan kalau kamu beramal yang baik. Sekarang tidak ada gunanya sesal dan keluhan lagi. Sebab
Ayat 24
“Allah telah berfirman, ‘Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam Jakannam tiap-tiap orang yang tidak mau percaya dan keias kepala.'"
Yang diseru Allah dengan “kamu berdua" itu ialah malaikat pengawal dan penyaksi tadi. Karena keduanya pun telah menyaksikan sendiri ketika mereka diperiksa, memang sudah sewajarnyalah jika mereka dilemparkan ke dalamnya. Karena sejak dari masa hidupnya dahulu sudah jelas keras kepala orang ini, tidak ada pengajaran yang masuk ke dalam hati mereka. Mereka tolak mentah-mentah segala seruan kebenaran. Sebab itu pantaslah jika mereka dipersilakan ke neraka.
Di sini dapatlah dipahamkan bahwasanya makhluk pun mempunyai usaha sendiri. Kalau tidak ada kebebasan sendiri memilih mana usaha yang akan dikerjakan, entah baik entah buruk, niscaya tidaklah akan ada tuntunan dan tidaklah akan diutus rasul-rasul dan tidaklah akan dimasukkan ke dalam neraka orang yang bersalah dan dimasukkan ke dalam surga orang yang berbuat kebajikan.
Selanjutnya Allah menjelaskan pula tanda-tanda dari orang yang keras kepala dan tidak mau menerima kebenaran itu. Firman Allah,
Ayat 25
“Yang menghalangi segala kebajikan."
Bukan saja kebenaran itu ditolaknya, bahkan dihalang-halanginya jangan sampai didengar orang. Dia mempunyai rencana yang lengkap untuk menghalangi bagaimana su
paya kebenaran itu jangan sampai terdengar. Kala mereka memegang kekuasaan, mereka akan berusaha menyusun undang-undang membatasi penyebaran agama. Agama hanya boleh diterangkan mana yang akan memberikan keuntungan bagi penguasa. Tetapi jangan sampai menyebut kebenaran yang pahit! Dia telah menanamkan terlebih dahulu hati sendiri rasa kebencian terhadap kebajikan yang akan dibawa oleh Islam. Di beberapa negeri dibolehkan orang membaca Al-Qur'an, dilagukan, dinyanyikan dan diperlombakan siapa yang lebih indah bacaannya. Tetapi hanya hingga itu saja. Segala usaha dan rencana dipergunakan untuk menghalangi jangan sampai Al-Qur'an dikaji dan jangan sampai ada yang bercita-cita hendak menjalankan ajaran Al-Qur'an itu dalam negerinya. Bukan saja begitu, bahkan disebutkan selanjutnya.
“Memusuhi dan bersikap ragu-ragu."
Rasa permusuhan yang dengan sendirinya menimbulkan kebencian terdapat di mana-mana saja terhadap kepada perkembangan ajaran Islam, terutama daripada pihak pe-meluk-pemeluk agama lain. Sehingga walaupun penjajahan agama lain atas negeri-negeri orang Islam itu telah habis, namun rasa permusuhan itu masih saja diteruskan, bahkan lebih hebat dan dahsyat daripada dahulu. Sehingga di negeri Indonesia sendiri, walaupun penduduk yang memeluk agama Islam lebih besar jumlahnya, bahkan mencapai 90% dari seluruh penduduk, namun sifat memusuhi itu masih dirasakan oleh umat Islam sendiri. Dalam sikap menghadapi kaum Muslimin yang besar jumlahnya itu, boleh dikatakan seluruh yang memusuhinya itu walaupun tidak pula satu, namun terhadap Islam mereka bersatu.
“Apabila di dalam menghadapi Islam mereka itu bersatu."
Maka jasa-jasa yang diberikan oleh kaum Muslimin untuk mencapai kemerdekaan bangsa seakan-akan diusahakan buat melupakannya. Gerak dan gerik dari kaum Muslimin selalu mendapat intipan dan kecemburuan. Kalaupun misalnya karena baik budi kaum Muslimin rasa permusuhan itu sudah berkurang, namun kesan yang lain segera pula timbul, yaitu ragu-ragu atau kurang yakin akan kejujuran umat Muslimin. Padahal kalau bahaya besar datang menimpa, dengan tidak merasa malu-malu mereka mengharapkan kesekian lagi pengorbanan dan jihad dari kaum Muslimin.
Ayat 26
“Yang menjadikan beserta Allah tuhan yang …"
Maka selain dari sikap menghalangi dan menghambat segala usaha kebajikan, menghambat karena ada rasa cemburu, ditambah lagi dengan rasa permusuhan yang mendalam, atau rasa ragu-ragu akan kejujuran cita kaum yang beriman, dalam keadaan kebimbangan jiwa yang demikian itu, dengan tidak disadari mereka tidak percaya lagi kepada kekuasaan yang mutlak dari Allah, bahkan mereka telah mulai mempersekutukan Allah dengan yang lain. Banyak di antara mereka yang mengaku percaya kepada Allah Yang Maha Esa, tetapi Allah Yang Maha Esa itu telah mereka persekutukan dengan yang lain, sehingga Esa hanya tinggal dalam sebutan mulut dan dalam hakikatnya mereka telah menyembah banyak Allah. Mereka menyembah kepada orang yang berpangkat karena pangkatnya. Mereka menjilat mengambil muka dan menggadaikan pendirian sendiri karena mengharapkan pujian dari sesamanya manusia lalu lupa akan tanggung jawabnya dengan Allah. Rasa takut kepada Allah berganti dengan rasa takut akan kemarahan sesama manusia. Lalu orangnya kehilangan pendirian sendiri, hilang kebebasan, bertukar dengan penjajahan. Bukan penjajahan musuh dari luar, dari Belanda ataupun jepang, melainkan musuh dari penjajahan hawa dan nafsu, dunia dan setan.
Orang-orang yang seperti demikian itu bukanlah orang bodoh. Pengetahuannya cukup
luas, tetapi tidak mempunyai pribadi lagi. Mereka takut akan terganggu hidupnya karena lupa bahwa hidup yang bernilai bukanlah karena panjangnya.
“Sehari hidup singa di rimba, seribu tahun umurnya domba."
Tidaklah berarti umur panjang kalau kehidupan itu dipenuhi oleh sikap pengecut, hidup yang hanya memikirkan sesuap pagi dan sesuap petang. Hidup yang hanya memikirkan kenaikan gaji dan bintang penghias dada, padahal pendirian tidak ada. Hidup orang yang pengecut, sebagai hidupnya kambing samalah dengan seribu tahun lamanya, padahal bagi singa hanya hidup sehari!
Orang yang seperti ini tidaklah ada imannya kepada hidup yang lebih panjang sesudah dia meninggal kelak. Orang yang bercita-cita luhur, orang-orang yang membina misinya tatkala hidupnya, walaupun usianya tidak panjang, namun sesudah matinya dia akan hidup kembali, lebih panjang umurnya daripada usia yang dilaluinya.
“Maka tempatkanlah akan dia oleh kamu berdua ke datum adzab yang sangat sakit."
Karena itulah yang setimpal dan itulah hukuman yang adil yang harus diterimanya. Karena di samping Allah Ta'aala bersifat kasih dan sayang, sebagai Allah Yang Mahakuasa, Dia pun mempunyai siksaan yang kejam dan ngeri kepada barangsiapa yang tidak mau memedulikan perintah-Nya.
Ayat 27
“Berkatalah yang menyertainya itu."
Yang menyertainya itu ialah setan yang selalu memperdayakannya. Berlepas dirilah setan itu di hadapan Allah dengan katanya,
“Ya Tuhan kami! Tidaklah pernah aku menyesalkannya tetapi adalah dia yang ada dalam kesesalan yang jauh."
Dalam ayat ini dijelaskanlah bahwasanya di waktu itu kelak setan sendiri pun berlepas diri, bahwasanya yang menyebabkan orang ini tersesat, bukanlah dia, si setan, melainkan orang itu sendirilah yang telah ingin hendak sesat dengan kehendak dirinya sendiri. Mungkin pada langkah yang pertama setan merayunya supaya menempuh jalan yang sesat. Namun setelah jalan sesat itu ditempuh, terasalah enaknya bagi diri dan tidaklah sanggup lagi membebaskan diri itu daripada pengaruhnya. Itu sebabnya maka setan hanya termasuk empat perkara yang selalu memperdayakan dan mendorong manusia jadi sesat; bukan satu-satunya. Ada disebutkan bahwa manusia tersesat karena hawa, nafsu, dunia, dan setan. Yang pertama sekali ialah hawa dan yang kedua ialah nafsu. Setan jadi penggerak pertama dari hawa dan nafsu tadi. Setelah tergerak, walaupun setan tadi misalnya, membujuk supaya dia kembali kepada jalan yang benar, dia tidak akan mau lagi. Dia berani menanggung segala risikonya. Di waktu yang demikian dikehendaki kekuatan hati, namun hati telah lemah. Seumpama seorang pemuda yang nafsu bersetubuhnya sudah sangat memuncak dan zakarnya telah tegak, maka sangat beratlah baginya buat menahan gejolak nafsu tadi, sebelum dia bersetubuh dengan perempuan yang dia rindukan itu. Nafsunya sudah sangat menaik tidak dapat ditahan lagi. Mungkin setelah nafsunya terlepas dan maninya keluar, sehingga alat kelaminnya tidak hidup lagi, dia merasa menyesal, namun penyesalan itu sudah percuma.
Ayat 28
“Allah benfvwian, ‘Janganlah kamu bentengkat di hadapan-Ku dan sesungguhnya telah Aku berikan kepadamu ancaman.
Artinya ialah bahwa di waktu perhitungan itu telah datang, pertimbangan berat ringannya dosa dan pahala, kejahatan dan kebaikan yang kamu lakukan selama di dunia dahulu itu telah selesai, sesal menyesali tidak perlu lagi. Sebab hukuman yang diberikan oleh Allah Ta'aala
itu tidaklah akan dilakukan dengan zalim dan aniaya. Sebab itu dengan tegas Allah berfirman lagi,
Ayat 29
“Tidaklah akan dapat diganti-ganti kata keputusan-Ku."
Sebab semua pertimbangan telah dilakukan dengan sangat saksama,
“Dan sekali-kali tidaklah Aku beriaku zalim kepada hamba-hamba-Ku."
Mustahil Allah akan melakukan aniaya kepada hamba-hamba-Nya. Sebab bagi Allah seluruh hamba itu adalah dicintai dan dikasihi, tidak berbeda di antara satu sama lain dan mana yang bersalah akan dihukum, dengan tidak berpilih kasih. Lantaran itulah maka nabi-nabi sendiri, sejak daripada Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ selalu juga berdoa memohonkan ampun kepada Allah kalau merasa dirinya ada bersalah. Dan mereka memenuhi hidup mereka dengan ibadah kepada Allah karena mengharapkan karunia-Nya.