Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُرِيدُ
bermaksud
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
أَن
hendak
يُوقِعَ
menimbulkan
بَيۡنَكُمُ
diantara kamu
ٱلۡعَدَٰوَةَ
permusuhan
وَٱلۡبَغۡضَآءَ
dan kebencian
فِي
di dalam
ٱلۡخَمۡرِ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرِ
dan berjudi
وَيَصُدَّكُمۡ
dan ia menghalangi kamu
عَن
dari
ذِكۡرِ
mengingat
ٱللَّهِ
Allah
وَعَنِ
dan dari
ٱلصَّلَوٰةِۖ
sholat
فَهَلۡ
maka apakah
أَنتُم
kamu
مُّنتَهُونَ
orang-orang yang berhenti
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُرِيدُ
bermaksud
ٱلشَّيۡطَٰنُ
syaitan
أَن
hendak
يُوقِعَ
menimbulkan
بَيۡنَكُمُ
diantara kamu
ٱلۡعَدَٰوَةَ
permusuhan
وَٱلۡبَغۡضَآءَ
dan kebencian
فِي
di dalam
ٱلۡخَمۡرِ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرِ
dan berjudi
وَيَصُدَّكُمۡ
dan ia menghalangi kamu
عَن
dari
ذِكۡرِ
mengingat
ٱللَّهِ
Allah
وَعَنِ
dan dari
ٱلصَّلَوٰةِۖ
sholat
فَهَلۡ
maka apakah
أَنتُم
kamu
مُّنتَهُونَ
orang-orang yang berhenti
Terjemahan
Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?
Tafsir
(Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu) bila kamu melakukan keduanya mengingat dalam keduanya itu terkandung kejelekan dan fitnah (dan menghalangi kamu) karena sibuk melakukannya itu (dari mengingat Allah dan salat) Allah menyebutkan salat secara khusus sebagai pengagungan terhadap-Nya (maka berhentilah kamu) dari melakukan kedua pekerjaan ini.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 90-93
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, q nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingati Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).
Dan taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul(-Nya) dan berhati-hatilah. Jika kalian berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amal-amal saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Ayat 90
Allah ﷻ berfirman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman meminum khamr dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Muminin Ali ibnu Abu Thalib, bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk judi.
Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali Ibnu Abu Hatim yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Al-Laits, dari ‘Atha’, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang menggunakan kelereng.
Telah diriwayatkan pula dari Rasyid ibnu Sa'd serta Damrah ibnu Habib hal yang serupa. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak."
Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa maisir adalah judi.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa maisir adalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa Jahiliah hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk itu.
Malik telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab berkata, "Dahulu maisir yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliah ialah menukar daging dengan seekor kambing atau dua ekor kambing."
Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Al-A'raj yang mengatakan bahwa maisir ialah mengundi dengan anak panah yang taruhannya berupa harta dan buah-buahan.
Al-Qasim ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan orang dari mengingati Allah dan shalat dinamakan maisir.
Semua riwayat yang telah disebutkan di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali Ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Jauhilah oleh kalian dadu-dadu yang bertanda ini, yang dikocok-kocok, karena sesungguhnya ia termasuk maisir.” Hadits ini berpredikat gharib.
Seakan-akan yang dimaksud dengan dadu tersebut adalah permainan nardasyir (karambol) yang disebutkan dalam shahih Muslim melalui Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang bermain nardasyir (karambol), maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.”
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad serta Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadits melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang bermain nardasyir, maka ia telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.” Telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Musa, bahwa hal tersebut merupakan perkataan Abu Musa sendiri.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Maki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Junaid, dari Musa ibnu Abdur Rahman Al-Khatmi, bahwa ia pernah mendengar perkataan Muhammad ibnu Ka'b ketika bertanya kepada Abdur Rahman, "Ceritakanlah kepadaku apa yang telah kamu dengar dari ayahmu dari Rasulullah ﷺ." Maka Abdur Rahman menjawab bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Perumpamaan orang yang bermain nardasyir, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat, sama halnya dengan orang yang berwudu dengan memakai nanah dan darah babi, lalu ia bangkit dan melakukan salatnya.
Adapun mengenai syatranj (catur), Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa permainan catur adalah perbuatan yang buruk dan termasuk permainan nardasyir. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ali bahwa permainan catur termasuk maisir. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad telah menaskan keharamannya, tetapi Imam Syafii menghukuminya makruh.
Mengenai ansab, maka Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa ansab merupakan tugu-tugu terbuat dari batu yang dijadikan sebagai tempat mereka melakukan kurban di dekatnya (tugu-tugu tersebut). Adapun azlam menurut mereka ialah anak-anak panah (yang tidak diberi bulu keseimbangan dan tidak diberi ujung), alat ini biasa mereka pakai untuk mengundi nasib. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: “Adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.” (Al-Maidah: 90)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rijsun artinya perbuatan yang dimurkai (Allah) dan termasuk perbuatan setan.
Menurut Sa'id ibnu Jubair, arti rijsun ialah dosa.
Sedangkan menurut Zaid ibnu Aslam disebutkan bahwa makna rijsun adalah jahat, termasuk perbuatan setan.
“Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90)
Damir yang ada pada lafal fajtanibuhu kembali merujuk kepada lafal ar-rijsu, yakni tinggalkanlah perbuatan yang jahat dan keji itu.
“Agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90)
Ayat ini mengandung makna targib (anjuran untuk memikat).
Ayat 91
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalang-halangi kalian dari mengingati Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al-Maidah: 91)
Ayat ini mengandung ancaman dan peringatan.
Ayat 93
Hadits-hadits yang menyebutkan pengharaman khamr
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Abu Wahb maula Abu Hurairah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa khamr diharamkan sebanyak tiga kali. Pertama ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, sedangkan mereka dalam keadaan masih minum khamr dan makan dari hasil judi, lalu mereka menanyakan kedua perbuatan itu kepada Rasulullah ﷺ. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia’." (Al-Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Maka orang-orang mengatakan bahwa Allah tidak mengharamkannya kepada kita, karena sesungguhnya yang disebutkan oleh-Nya hanyalah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar.” (Al-Baqarah: 219) Kebiasaan minum khamr terus berlanjut di kalangan mereka, hingga pada suatu hari seorang lelaki dari kalangan Muhajirin shalat sebagai imam teman-temannya, yaitu shalat Magrib. Lalu dalam qiraatnya ia melantur, maka Allah ﷻ menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat pertama, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisa: 43) Tetapi orang-orang masih tetap minum khamr, hingga seseorang dari mereka mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk. Kemudian turunlah ayat yang lebih keras daripada ayat sebelumnya, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90) Maka barulah mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kini kami berhenti." Orang-orang bertanya, "Wahai Rasulullah, ada sejumlah orang yang telah gugur di jalan Allah, dan mereka mati dengan kemadatannya, dahulu mereka gemar minum khamr dan makan dari hasil judi, padahal Allah telah menjadikannya sebagai perbuatan yang keji dan termasuk perbuatan setan." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Seandainya diharamkan atas mereka, niscaya mereka meninggalkan perbuatan itu sebagaimana kalian meninggalkannya.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, dari Umar ibnul Khattab yang menceritakan bahwa ketika diturunkan wahyu yang mengharamkan khamr, ia berkata, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr dengan keterangan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Baqarah: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar’.” (Al-Baqarah: 219) Lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat tersebut, dan ia masih mengatakan, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami tentang khamr dengan keterangan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat An-Nisa: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk.” (An-Nisa: 43) Sejak saat itu juru azan Rasulullah ﷺ apabila telah menyerukan kalimat, "Marilah kita shalat," maka ia menyerukan, "Jangan sekali-kali mengerjakan shalat apabila sedang mabuk." Maka Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat ini, tetapi ia masih mengatakan, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr dengan penjelasan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah, lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat tersebut. Setelah bacaanku sampai pada firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Maka barulah Umar mengatakan, "Kami telah berhenti, kami telah berhenti."
Imam Abu Daud dan Imam At-Tirmidzi serta Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui jalur Ismail, dari Abu Ishaq Umar ibnu Abdullah As-Subai'i dan dari Abu Maisarah yang nama aslinya adalah Amr ibnu Syurahbil Al-Hamdani, dari Umar dengan lafal yang sama; tetapi Abu Maisarah tidak mempunyai hadits yang bersumber dari Umar selain hadits ini. Abu Dzar'ah mengatakan bahwa Abu Maisarah belum pernah mendengar dari Umar. Ali ibnul Madini dan Imam At-Tirmidzi menilai shahih hadits ini.
Di dalam kitab Shahihain disebutkan dari Umar ibnul Khattab yang dalam khotbahnya di atas mimbar Rasulullah ﷺ mengatakan, "Wahai manusia, sesungguhnya telah diturunkan pengharaman khamr. Khamr itu terbuat dari lima macam, yaitu dari buah anggur, kurma, madu, gandum, dan jewawut. Dan khamr merupakan minuman yang menutupi akal sehat (memabukkan)."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Umar ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika ayat pengharaman khamr diturunkan, saat itu di Madinah terdapat lima jenis minuman, tetapi tidak ada minuman yang terbuat dari anggur.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Ahmad, dari Al-Masri (yakni Abu Tu'mah) qari dari Mesir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa sehubungan dengan masalah pengharaman khamr telah diturunkan tiga buah ayat. Ayat pertama ialah firman Allah ﷻ: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.” (Al-Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Lalu dikatakan bahwa khamr telah diharamkan. Tetapi mereka berkata, "Wahai Rasulullah, biarkanlah kami mengambil manfaat dari ayat ini sebagaimana apa yang difirmankan oleh Allah ﷻ." Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab. Kemudian turunlah ayat ini: “Janganlah kalian mendekati shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk.” (An-Nisa: 43) Maka dikatakan bahwa khamr telah diharamkan. Tetapi mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak akan meminumnya bila dekat waktu shalat." Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab. Maka turunlah firman Allah ﷻ: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90), hingga ayat berikutnya. Kemudian barulah Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr kini telah diharamkan.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim; Abdur Rahman ibnu Wa'lah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai masalah menjual khamr. Ibnu Abbas menjawab bahwa dahulu Rasulullah ﷺ mempunyai seorang teman dari Bani Saqif atau Bani Daus. Rasulullah bertemu dengannya pada hari kemenangan atas kota Mekah, pada waktu itu ia membawa seguci khamr yang hendak ia hadiahkan kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Fulan, tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah telah mengharamkannya?" Maka lelaki itu datang kepada pelayannya dan berkata kepadanya, "Pergilah, dan juallah khamr ini." Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Fulan, apakah yang kamu perintahkan kepada pelayanmu?" Lelaki itu menjawab, "Saya perintahkan dia untuk menjualnya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya diharamkan pula memperjual belikannya.” Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan agar khamr itu ditumpahkan, kemudian ditumpahkan di Batha.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam; dan dari jalur Ibnu Wahb pula, dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id, keduanya dari Abdur Rahman ibnu Wa'lah, dari Ibnu Abbas dengan lafal yang sama. Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui Qutaibah, dari Malik dengan sanad yang sama.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan Kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Tamim Ad-Dari, bahwa dahulu ia sering menghadiahkan kepada Rasulullah ﷺ seguci khamr tiap tahunnya. Setelah Allah mengharamkan khamr, Tamim Ad-Dari datang dengan membawa khamr (sebagaimana biasanya). Ketika Rasulullah ﷺ melihat khamr itu, maka beliau tersenyum dan bersabda, "Sesungguhnya khamr telah diharamkan sesudahmu." Tamim Ad-Dari mengatakan, "Wahai Rasulullah, kalau begitu aku akan menjualnya dan memanfaatkan hasil jualannya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak sapi dan kambing, maka mereka mencairkannya, lalu menjualnya. Allah telah mengharamkan khamr dan hasil jualannya.”
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula. Untuk itu ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Bahram yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syahr ibnu Hausyab berkata, telah menceritakan kepadanya Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa Ad-Dari setiap tahunnya selalu menghadiahkan seguci khamr kepada Rasulullah ﷺ. Pada tahun khamr diharamkan, Ad-Dari datang dengan membawa seguci khamrnya. Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya, beliau tersenyum dan bersabda, "Tidakkah kamu ketahui bahwa khamr telah diharamkan sesudahmu?" Maka Ad-Dari berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku menjualnya dan memanfaatkan hasil jualannya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi. Mereka memproses apa yang diharamkan atas mereka yaitu lemak sapi dan lemak kambing dengan cara meleburnya (mencairkannya), lalu menjualnya; sesungguhnya mereka tidak memakannya (secara langsung). Dan sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya (pun) haram, sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya (pun) haram, dan sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya haram (pula).”
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Said, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Sulaiman ibnu Abdur Rahman, dari Nafi' ibnu Kaisan; ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa dahulu di masa Rasulullah ﷺ ayahnya pernah berjualan khamr. Ketika tiba dari negeri Syam, ia membawa khamr dalam kantong-kantong kulitnya dengan tujuan untuk dijual. Lalu ia datang dengan membawa khamr itu kepada Rasulullah ﷺ dan berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa minuman yang baik.” Maka Rasulullah bersabda, "Wahai Kaisan, sesungguhnya khamr itu telah diharamkan sesudahmu." Kaisan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku menjualnya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya khamr telah diharamkan, dan haram pula hasil jualannya.” Maka Kaisan pergi menuju ke kantong-kantong kulit yang berisikan khamr itu. Ia pegang bagian bawahnya, lalu semua isinya ia tumpahkan.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Humaid, dari Anas yang menceritakan bahwa ia pernah menyuguhkan minuman khamr kepada Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Ubay ibnu Ka'b, Suhail ibnu Baida, dan sejumlah orang dari kalangan sahabat di rumah Abu Talhah, sehingga memabukkan sebagian dari mereka. Lalu datanglah seseorang dari kalangan kaum muslimin mewartakan, "Tidakkah kalian ketahui bahwa khamr itu telah diharamkan?" Mereka menjawab, "Akan kami lihat dan kami tanyakan." Mereka mengatakan, "Wahai Anas, tumpahkanlah khamr yang masih tersisa pada wadahmu itu!" Anas mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak meminum khamr lagi. Apa yang mereka minum hanyalah perasan anggur, buah kurma yang belum masak benar, dan buah kurma yang sudah masak; semuanya itu merupakan khamr mereka saat itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini di dalam kitab Shahihain melalui berbagai jalur dari Anas. Di dalam riwayat Hammad ibnu Zaid, dari Sabit, dari Anas disebutkan bahwa Anas pernah menyuguhkan minuman khamr di rumah Abu Talhah kepada sejumlah orang, yaitu pada hari khamr diharamkan. Minuman yang mereka minum hanyalah perasan anggur, perasan kurma gemading, dan perasan kurma masak. Tiba-tiba ada seorang juru penyeru menyerukan suatu seruan. Lalu Anas berkata, "Keluarlah dan lihatlah apa yang diserukannya." Tiba-tiba seorang juru penyeru menyerukan bahwa sesungguhnya khamr telah diharamkan. Anas mengatakan, "Maka aku tumpahkan khamr yang tersisa itu di jalan Madinah." Anas mengatakan bahwa Abu Talhah berkata kepadanya, "Keluarlah kamu dan tumpahkanlah khamr ini." Maka aku menumpahkan semuanya. Mereka atau sebagian dari mereka mengatakan bahwa si Anu dan si Anu telah mati, sedangkan khamr berada dalam perutnya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepadaku Abdul Kabir ibnu Abdul Majid, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Rasyid, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan, "Ketika saya sedang menyuguhkan minuman khamr kepada Abu Talhah, Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Abu Dujanah, Mu'az ibnu Jabal, dan Suhail ibnu Baida hingga kepala mereka tertunduk (mabuk). Minuman itu campuran dari perasan kurma gemading dan kurma masak. Aku mendengar seseorang menyerukan bahwa sesungguhnya khamr telah diharamkan." Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Setelah itu tiada seorang pun dari kami yang masuk dan yang keluar hingga kami tumpahkan minuman khamr dan memecahkan semua wadahnya.
Kemudian sebagian dari kami ada yang berwudu, ada pula yang mandi, lalu kami memakai wewangian milik Ummu Sulaim. Setelah itu kami keluar menuju masjid. Tiba-tiba kami jumpai Rasulullah ﷺ sedang membacakan firmanNya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al-Maidah: 91); Seorang lelaki mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu perihal orang yang telah mati, sedangkan dulunya dia suka meminum khamr?" Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Ada seorang lelaki bertanya kepada Qatadah (perawi hadits ini), "Apakah engkau mendengarnya langsung dari Anas ibnu Malik ?" Qatadah menjawab, "Ya." Ada pula lelaki lain bertanya kepada Anas ibnu Malik, "Apakah engkau sendiri mendengarnya langsung dari Rasulullah ﷺ?" Anas menjawab, "Ya, atau seseorang yang tidak berdusta menceritakannya kepadaku. Kami (para sahabat) tidak pernah berdusta, dan kami tidak mengetahui apa itu dusta.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ayyub, dari Ubaidillah ibnu Zahr, dari Bakr ibnu Adah, dari Qais ibnu Sa'd ibnu Ubadah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi telah mengharamkan khamr, al-kubah (sejenis khamr) dan al-qanin (sejenis khamr), serta jauhilah oleh kalian al-gubaira (sejenis khamr), karena sesungguhnya al-gubaira itu sepertiga khamr dunia.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Farj ibnu Fudalah, dari Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Rafi', dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas umatku khamr judi, al-Muzra, al-kubah, dan al-qanin (ketiganya sejenis khamr), dan Allah menambahkan kepadaku shalat witir (sebagai hal yang diwajibkari khusus bagi Nabi ﷺ).” Yazid mengatakan bahwa al-qanin dikenal dengan nama lain al-barabit. Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim (yaitu An-Nabil), telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Amr ibnul Walid, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang berkata mengatas namakan diriku hal-hal yang tidak pernah aku katakan, hendaklah ia bersiap-siap menghuni tempatnya di neraka.” Abdullah ibnu Amr melanjutkan kisahnya bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, judi, al-kubah dan al-gubaira. dan setiap yang memabukkan itu adalah haram.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Umar ibnu Abdul Aziz, dari Abu Tu'mah maula mereka, dan dari Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Gafiqi; keduanya mengatakan pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr dilaknat atas sepuluh segi; khamr itu sendiri dilaknat, peminumnya, penyuguhnya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang membuatnya, orang yang membawanya (pengirimnya), penerimanya (penadahnya), dan orang yang memakan hasil jualannya.”
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Waki' dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Tu'mah, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ keluar menuju kandang ternak, maka Ibnu Umar keluar pula mengikutinya dengan berjalan di sebelah kanan Nabi ﷺ. Lalu datanglah Abu Bakar, maka Ibnu Umar mundur dan memberikan kesempatan kepada Abu Bakar untuk mengapit Nabi ﷺ di sebelah kanannya, sedangkan Ibnu Umar sendiri berada di sebelah kiri Nabi ﷺ. Kemudian datanglah Umar, maka Ibnu Umar mundur dan memberikan kesempatan kepada Umar untuk berada di sebelah kiri Nabi ﷺ. Kemudian Rasulullah ﷺ tiba di kandang ternak, dan ternyata beliau menjumpai sebuah wadah dari kulit kambing berada di bagian atas dari kandang itu, wadah tersebut berisikan khamr. Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah ﷺ memanggilku untuk mengambilkan pisau belati. Aku belum pernah mengetahui pisau belati kecuali pada hari itu. Rasulullah ﷺ memerintahkan agar wadah tersebut dibelah, lalu wadah itu kurobek, dan Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr telah dilaknat, begitu pula peminumnya, penuang (penyuguh)nya, penjualnya, pembelinya, pengirimnya, penerimanya, pengolahnya, tukang prosesnya, dan pemakan hasil jualannya.”
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Damrah ibnu Habib yang mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan kepadanya untuk mengambilkan sebuah pisau belati yang juga dikenal dengan pisau pengerat yang tajam. Lalu Ibnu Umar mengambilkannya, dan Nabi ﷺ menyuruh untuk mengasahnya hingga tajam. Setelah itu pisau tersebut diberikan Nabi ﷺ kepada Ibnu Umar seraya bersabda, “Bawalah pisau ini, aku akan memerlukannya." Ibnu Umar melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Lalu Nabi ﷺ keluar bersama sahabat-sahabatnya menuju ke semua pasar di Madinah, beliau mendengar di pasar banyak terdapat khamr yang baru datang dari negeri Syam. Lalu Nabi ﷺ mengambil pisau dari Ibnu Umar dan langsung merobek wadah berisi khamr yang ada di depannya, kemudian pisau itu dikembalikan lagi kepada Ibnu Umar. Lalu Nabi ﷺ memerintahkan kepada semua sahabat yang bersamanya untuk pergi dengan Ibnu Umar. Nabi ﷺ memerintahkan Ibnu Umar untuk pergi mengelilingi semua pasar. Maka Ibnu Umar berangkat, dan tidak sekali-kali ia menjumpai wadah yang berisikan khamr melainkan dirobeknya, sehingga tiada suatu wadah khamr pun di pasar itu yang tertinggal. .
Hadits lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadanya Abdur Rahman ibnu Syuraih dan ibnu Luhai'ah serta Al-Al-Laits ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Zaid, dari Sabit, bahwa Yazid Al-Khaulani telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu ia pernah mempunyai seorang paman penjual khamr, padahal ia orang yang suka bersedekah. Lalu Yazid Al-Khaulani melarang pamannya berjualan khamr, tetapi pamannya tidak mau berhenti berjualan khamr. Kemudian Yazid Al-Khaulani datang ke Madinah dan bertemu dengan Ibnu Abbas, lalu bertanya mengenai khamr dan uang hasil penjualannya. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Khamr itu haram, begitu pula hasil penjualannya." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Wahai semua umat Muhammad, sesungguhnya seandainya masih ada kitab sesudah kitab (Al-Qur'an) kalian dan masih ada nabi sesudah nabi kalian, niscaya akan diturunkan kepada kalian kitab itu sebagaimana diturunkan kepada orang-orang sebelum kalian, tetapi Al-Qur'an merupakan akhir dari perkara kalian sampai hari kiamat. Dan demi umurku, sesungguhnya Al-Qur'an itu terasa amat berat atas kalian." Sabit mengatakan bahwa lalu ia menjumpai Abdullah ibnu Umar dan menanyakan kepadanya tentang hasil jualan khamr. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Aku akan menceritakan sebuah hadits mengenai khamr kepadamu. Ketika aku sedang bersama Rasulullah ﷺ di dalam masjid saat itu Rasulullah ﷺ sedang duduk seraya menyelimuti dirinya dengan kain. Rasulullah ﷺ bersabda, 'Barang siapa yang mempunyai sisa khamr, hendaklah ia mendatangkannya kepadaku'." Mereka berdatangan kepada Nabi ﷺ, dan salah seorang dari mereka ada yang mengatakan, "Saya mempunyai seguci khamr." Yang lainnya mengatakan, "Saya mempunyai sekendi khamr." Masing-masing menyebutkan sisa khamr yang ada padanya. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Kumpulkanlah khamr itu di tanah lapang anu, kemudian beritahukanlah kepadaku." Mereka melakukan apa yang diperintahkan, lalu mereka memberi tahu Nabi ﷺ. Kemudian Nabi ﷺ bangkit, dan Ibnu Umar bangkit pula bersamanya. Aku berjalan di sebelah kanannya, sedangkan beliau bersandar kepadaku. Lalu kami disusul oleh Abu Bakar. Maka Rasulullah ﷺ memundurkan diriku dan menyuruhku berada di sebelah kirinya, sedangkan Abu Bakar menggantikan posisiku. Kemudian kami disusul oleh Umar ibnul Khattab. Maka Rasulullah ﷺ memundurkan diriku dan menjadikan Umar berada di sebelah kirinya, sehingga Rasulullah ﷺ berjalan dengan diapit oleh keduanya. Setelah beliau sampai pada tumpukan khamr, maka beliau bersabda kepada orang-orang yang hadir, "Tahukah kalian apakah ini?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Rasulullah, ini adalah khamr." Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalian benar." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah melaknat khamr, orang yang membuatnya, orang yang memprosesnya, peminumnya, penyuguhnya, pengirimnya, penerimanya, penjualnya, pembelinya, dan orang yang memakan hasil penjualannya.” Lalu beliau meminta sebuah pisau dan bersabda, "Kumpulkanlah semuanya menjadi satu." Mereka melakukannya, kemudian Rasulullah ﷺ mengambil pisau dan merobek semua wadahnya. Orang-orang ada yang mengatakan bahwa wadah-wadahnya masih dapat dimanfaatkan. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Memang benar, tetapi aku lakukan demikian hanyalah karena marah demi karena Allah ﷻ mengingat apa yang ada di dalamnya membuat Allah murka.” Umar berkata, "Biarlah aku yang melakukannya, wahai Rasulullah ﷺ." Rasulullah ﷺ menjawab, "Jangan."
Ibnu Wahb mengatakan bahwa sebagian dari para perawi ada yang menambahkan kisah hadits lebih dari sebagian yang lainnya. Hadits diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Baihaqi: Telah menceritakan kepada kami Abul Husain ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muhammad As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Munadi, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak, dari Musab ibnu Sa'd, dari Sa'd yang menceritakan bahwa sehubungan dengan masalah khamr telah diturunkan empat buah ayat, lalu ia menceritakan hadits selengkapnya. Sa'd mengatakan, "Seorang lelaki dari kalangan Anshar membuat sebuah jamuan makan, lalu ia memanggil kami, kemudian kami meminum khamr sebelum khamr diharamkan hingga kami mabuk, lalu kami saling membanggakan diri. Orang-orang Anshar mengatakan, 'Kami lebih utama.' Orang-orang Quraisy mengatakan, ‘Kami lebih utama.' Lalu seorang lelaki dari kalangan Anshar mengambil rahang unta dan memukulkannya ke arah hidung Sa'd hingga robek. Sejak saat itu hidung Sa'd robek." Maka turunlah firman-Nya: “Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Syu'bah.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Baihaqi: Telah menceritakan kepada kami Abu Nasr ibnu Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Ali Ar-Rafa, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj Ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu Kalsum, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sesungguhnya ayat mengenai haramnya khamr diturunkan berkenaan dengan dua kabilah dari kalangan Anshar yang melakukan minum-minum.
Ketika mereka mulai mabuk, sebagian dari mereka berbuat seenaknya terhadap sebagian yang lain. Dan saat mereka sadar dari mabuknya, seseorang melihat bekas pada wajah, kepala, dan janggutnya, lalu ia berkata, "Yang melakukan ini kepadaku adalah saudaraku, yaitu si Fulan." Padahal mereka bersaudara, tiada rasa dengki dan iri dalam hati mereka terhadap sesamanya. Lalu lelaki itu berkata, "Demi Allah, seandainya dia sayang dan kasihan kepadaku, niscaya dia tidak akan melakukan ini terhadap diriku." Hingga pada akhirnya timbullah rasa dengki dan iri dalam hati mereka terhadap sesamanya. Maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Lalu ada sebagian orang yang memaksakan diri bertanya, "Khamr adalah najis, sedangkan khamr berada di dalam perut si Fulan yang telah gugur dalam Perang Uhud." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93)
Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab tafsir melalui Muhammad ibnu Abdur Rahim, yaitu Sa'iqah, dari Hajjaj ibnu Minhal.
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir: Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Khalaf, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Muhammad Al-Harami, dari Abu Namilah, dari Salam maula Hafs Abul Qasim, dari Abu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan, "Kami sedang duduk meminum minuman kami di atas sebuah bukit pasir, saat itu kami berjumlah tiga atau empat orang. Di hadapan kami terdapat sebuah wadah besar yang berisikan khamr. Ketika itu meminum khamr belum diharamkan. Kemudian aku bangkit dan pergi hingga sampai kepada Rasulullah ﷺ, lalu aku masuk Islam melaluinya, bertepatan dengan turunnya ayat yang mengharamkan khamr, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Lalu aku (ayah Abu Buraidah) kembali kepada kaumku dan membacakan kepada mereka ayat ini sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Saat itu di tangan sebagian kaum masih ada minumannya, sebagian telah diminum, sedangkan sebagian masih ada di dalam wadahnya. Ayah Abu Buraidah menceritakan hal ini seraya mengisyaratkan dengan memakai wadah yang ia tempelkan pada bagian bawah bibir atasnya, dengan isyarat seperti yang dilakukan oleh tukang hijamah. Kemudian mereka menumpahkan khamr yang ada pada wadah besar mereka seraya berkata, "Kami berhenti, wahai Tuhan kami."
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Telah menceritakan kepada kami Sadqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Jabir yang menceritakan bahwa sejumlah orang minum khamr di pagi hari Perang Uhud, dan akhirnya pada hari itu juga mereka gugur semuanya sebagai syuhada. Hal tersebut terjadi sebelum khamr diharamkan.
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari di dalam kitab tafsir dari kitab Shahih-nya.
An-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan di dalam kitab Musnad-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Pada suatu pagi hari ada sejumlah sahabat Nabi ﷺ minum khamr, kemudian mereka semuanya gugur sebagai syuhada, yaitu dalam Perang Uhud. Kemudian orang-orang Yahudi mengatakan, "Telah gugur sebagian orang-orang yang berperang, sedangkan dalam perut mereka terdapat khamr." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93)
Al-Bazzar mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan hadits ini memang shahih, tetapi dalam konteksnya terdapat ke-gharib-an (keanehan).
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa ketika ayat yang mengharamkan khamr diturunkan, mereka mengatakan "Bagaimanakah dengan orang-orang yang gemar meminumnya dahulu sebelum khamr diharamkan?" Maka turunlah firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah dengan lafal yang serupa, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Hadits lain diriwayatkan oleh An-Hafidzh Abu Ya'la Al-Mausuli: Telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Humaid Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Isa ibnu Jariyah, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa dahulu ada seorang lelaki yang biasa membawa khamr dari Khaibar untuk dijual kepada kaum muslim di Madinah. Pada suatu hari ia membawa khamr yang telah ia kulak dengan sejumlah harta, lalu ia datangkan ke Madinah, kemudian ia berjumpa dengan seorang lelaki dari kalangan kaum muslim. Lelaki muslim itu berkata kepadanya, "Wahai Fulan, sesungguhnya khamr telah diharamkan." Lalu ia meletakkan khamr di tempat yang jauh yaitu di atas sebuah lereng bukit dan ia tutupi dengan kain kelambu. Kemudian ia sendiri datang kepada Nabi ﷺ dan berkata, "Wahai Rasulullah, telah sampai kepadaku berita bahwa khamr telah diharamkan." Rasulullah ﷺ menjawab, "Memang benar." Ia berkata, "Bolehkah aku kembalikan kepada orang yang aku membeli darinya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak layak untuk dikembalikan." Ia berkata, "Aku akan menghadiahkannya kepada orang yang mau memberiku imbalan yang sesuai dengan harga khamr ini." Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak boleh." Ia berkata, "Sesungguhnya khamr ini aku beli dari harta anak-anak yatim yang ada di dalam pemeliharaanku." Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila datang kepada kami harta dari Bahrain, maka datanglah kamu kepadaku, niscaya kami akan mengganti harta anak-anak yatimmu itu.” Kemudian diserukan kepada penduduk Madinah (bahwa khamr telah diharamkan). Maka ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, wadah-wadahnya dapat kami manfaatkan." Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalau begitu, bukalah semua penutupnya." Maka khamr ditumpahkan hingga sampai ke bagian bawah lembah. Hadits ini gharib.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari As-Suddi, dari Abu Hubairah (yaitu Yahya ibnu Abbad Al-Ansari), dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Talhah pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang anak-anak yatim yang ada di dalam pemeliharaannya, mereka mewarisi khamr. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Tumpahkanlah khamr itu." Abu Talhah bertanya, "Bolehkah kami menjadikannya cuka?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak boleh."
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui hadits Ats-Tsauri dengan lafal yang serupa.
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim: Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Abu Hilal, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa ayat berikut ada dalam Al-Qur'an, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90) Menurut Abdullah ibnu Amr, di dalam kitab Taurat perihal khamr disebutkan seperti berikut, "Sesungguhnya Allah menurunkan kebenaran untuk melenyapkan kebatilan dengannya, juga untuk melenyapkan permainan yang tak berguna, seruling, tarian, dosa-dosa besar (yakni khamr barabit), gendang, tambur, syair dan khamr sekali, bagi orang yang meminumnya. Allah bersumpah dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Agung, 'Barang siapa yang meminumnya sesudah Kuharamkan, Aku benar-benar akan membuatnya kehausan di hari kiamat. Dan barang siapa yang meninggalkannya sesudah Kuharamkan, Aku benar-benar akan memberinya minum khamr di hadapan-Ku Yang Maha Suci'." Sanad atsar ini shahih.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Amr ibnu Syu'aib pernah menceritakan kepada mereka bahwa ayahnya pernah menceritakan dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: ”Barang siapa yang meninggalkan shalat sekali karena mabuk, maka seakan-akan dia memiliki dunia dan semua isinya, lalu dirampas darinya. Dan barang siapa yang meninggalkan shalat sebanyak empat kali karena mabuk, maka sudah seharusnya bagi Allah memberinya minum dari tinatul khabal.” Ketika ditanyakan, "Apakah tinatul khabal itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Perasan keringat penduduk neraka Jahannam.”
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui jalur Amr ibnu Syu'aib.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Umar As-San'ani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man (yaitu Ibnu Abu Syaibah Al-Jundi) meriwayatkan dari Tawus, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Semua minuman yang dibuat melalui proses peragian adalah khamr, dan semua yang memabukkan hukumnya haram.
Barang siapa yang meminum minuman yang memabukkan, maka hapuslah (pahala) salatnya selama empat puluh pagi (hari); dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Dan jika ia kembali lagi minum untuk keempat kalinya, maka pastilah Allah akan memberinya minum dari tinatul khabal.” Ketika ditanyakan, "Apakah tinatul khabal itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah ﷺ menjawab: “Nanah penghuni neraka, dan barang siapa yang memberikan minuman yang memabukkan kepada anak kecil yang belum mengetahui halal dan haramnya, maka Allah pasti akan memberinya minuman dari tinatul khabal.”
Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud secara munfarid.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Syafii rahimahullah: Telah menceritakan kepada kami Malik, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang meminum khamr di dunia, kemudian ia tidak bertobat dari perbuatannya itu, Allah mengharamkan khamr baginya kelak di akhirat.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Malik dengan sanad yang sama.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Rafi', dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram. Dan barang siapa minum khamr, lalu mati dalam keadaan masih kecanduan khamr dan belum bertobat dari perbuatannya itu, maka kelak di akhirat ia tidak dapat meminum khamr (surga).”
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadanya Umar ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Yasar; ia pernah mendengar Salim ibnu Abdullah menceritakan bahwa Abdullah ibnu Umar menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tiga macam orang yang Allah tidak memandang mereka (dengan pandangan rahmat) kelak di hari kiamat, yaitu orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang kecanduan khamr dan orang yang menyebut-nyebut pemberian yang telah diberikannya.”
Imam An-Nasai meriwayatkan dari Amr ibnu Ali, dari Yazid ibnu Zurai', dari Umar ibnu Muhammad Al-Umari dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Gundar, dari Syu'bah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak dapat masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, dan orang yang suka menyakiti (kedua orang tuanya), dan tidak (pula) orang yang kecanduan khamr.”
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abdus Samad, dari Abdul Aziz ibnu Aslam, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid dengan lafal yang sama; juga dari Marwan ibnu Syuja', dari Khasif, dari Mujahid dengan lafal yang sama. Imam An-Nasai meriwayatkannya dari Al-Qasim ibnu Zakaria, dari Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Salim ibnu Abul Ja'd dan Mujahid; keduanya dari Abu Sa'id dengan lafal yang sama.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahma: Telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak masuk surga orang yang menyakiti (kedua orang tuanya), orang yang kecanduan khamr, orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, dan tidak (pula) anak zina.”
Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Yazid, dari Hammam, dari Mansur, dari-Salim, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr dengan lafal yang sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula dari Gundar dan lain-lainnya, dari Syu'bah, dari Mansur, dari Salim, dari Nabit ibnu Syarit, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang suka menyakiti kedua orang tuanya, dan tidak (pula) pecandu khamr.”
Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Syu'bah dengan lafal yang sama, kemudian ia mengatakan, "Kami belum pernah mengetahui seseorang yang menghubungkan Syu'bah dengan Nabit ibnu Syarit." Imam Bukhari mengatakan bahwa Jaban belum pernah diketahui mendengar dari Abdullah. Salim pun belum pernah diketahui pernah mendengar, baik dari Jaban maupun dari Nabit. Hadits ini telah diriwayatkan pula melalui jalur Mujahid, dari Ibnu Abbas; juga melalui Mujahid, dari Abu Hurairah.
Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam; ayahnya pernah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Utsman ibnu Affan mengatakan, "Jauhilah khamr, karena sesungguhnya khamr itu biangnya kejahatan. Dahulu kala pernah ada seorang lelaki dari kalangan orang-orang sebelum kalian, kerjanya hanya beribadah dan mengucilkan diri dari keramaian manusia. Tetapi pada akhirnya ia disukai oleh seorang wanita tuna susila. Wanita tuna susila itu menyuruh pelayan wanitanya memanggil lelaki itu untuk menghadiri suatu persaksian. Maka lelaki itu masuk bersamanya, dan si wanita tuna susila itu mulai memasang perangkapnya; setiap kali lelaki itu memasuki pintu, maka ia menutupnya, hingga lelaki itu berjumpa dengan seorang wanita yang cantik, di sisinya terdapat seorang bayi dan seguci khamr. Kemudian wanita cantik itu berkata, 'Sesungguhnya aku, demi Allah, tidak sekali-kali mengundangmu untuk menyaksikan suatu persaksian, melainkan aku mengundangmu kemari agar kamu mau menyetubuhi diriku, atau membunuh bayi ini, atau minum khamr ini.' Akhirnya wanita itu memberinya minuman satu gelas. Dan lelaki itu berkata, 'Tambahkanlah kepadaku.' Ia tidak berhenti dari minum khamr hingga pada akhirnya ia menyetubuhi wanita itu dan membunuh si bayi. Karena itu, jauhilah khamr, karena sesungguhnya tidak sekali-kali khamr dapat berkumpul dengan iman selama-lamanya melainkan salah satunya keluar dari diri pelakunya dalam waktu yang dekat." Asar ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, dan sanad atsar ini shahih.
Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkannya di dalam kitab Zammul Muskiri (Bab "Celaan Terhadap Pemabuk"), dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', dari Al-Fudail ibnu Sulaiman An-Numiri, dari Umar ibnu Sa'id, dari Az-Zuhri dengan lafal yang sama secara marfu, tetapi yang mauquf lebih shahih. Atsar ini mempunyai bukti yang menguatkannya di dalam kitab Shahihain, dari Rasulullah ﷺ. Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang melakukan perbuatan zina, sedang ia dalam keadaan beriman. Tidak sekali-kali seseorang mencuri, sedang dia dalam keadaan beriman. Dan tidak sekali-kali seseorang minum khamr, sedang dia dalam keadaan beriman.”
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika khamr diharamkan, orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan teman-teman kami yang telah meninggal, sedangkan mereka meminumnya?" Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat. Dan ketika kiblat dipindahkan, orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan teman-teman kami yang telah meninggal dunia, sedangkan shalat mereka menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.” (Al-Baqarah: 143) .
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Mahran Ad-Dabbag, telah menceritakan kepada kami Daud (yakni Al-Attar), dari Abu Khaisam, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid, bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa meminum khamr, Allah tidak rela kepadanya selama empat puluh malam; jika ia mati, maka ia mati dalam keadaan kafir; dan jika ia bertobat, maka Allah menerima tobatnya. Dan jika ia kembali minum khamr, maka pastilah Allah akan memberinya minuman dari tinatul khabal.” Asma binti Yazid bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah tinatul khabal itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Nanah penduduk neraka."
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Nabi ﷺ ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa dan beriman.” (Al-Maidah: 93) beliau ﷺ bersabda (ditujukan kepada Ibnu Mas'ud ): “Dikatakan kepadaku bahwa engkau termasuk dari mereka.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai melalui jalurnya (yakni Al-A'masy).
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, ia belajar dari ayahnya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Jauhilah oleh kalian kedua jenis dadu yang diberi tanda ini yang keduanya dikocok-kocok, karena sesungguhnya keduanya adalah sarana maisir orang-orang 'ajam (non-Arab).”
Allah menegaskan bahwa setan itu bertujuan menciptakan permusuhan dan kebencian di antara manusia. Dengan membujuk kamu meneguk minuman keras dan mendorong kamu mencoba-coba berjudi, setan hanyalah bermaksud dengan sangat cerdik menimbulkan permusuhan akibat kamu dipengaruhi minuman keras dan kecanduan judi. Minuman keras dan judi juga menimbulkan kebencian antara kamu dengan anak, istri, saudara, tetangga, dan teman-temanmu. Di samping itu, minuman keras dan judi itu menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, karena pikiranmu menjadi kusut, hatimu menjadi kusam, dan jiwamu menjadi kotor; maka tidakkah kamu mau berpikir jernih dan sadar, serta bertekad untuk berhenti dari kebiasaan meneguk minuman keras dan berjudi itu' Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menaati Allah dan Rasul-Nya dengan tulus, serta berhati-hati menghadapi godaan setan. Dan taatlah kamu kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dengan ikhlas dan penuh kesadaran; dan taatlah kamu kepada Rasul dengan memelihara sunnahnya secara istikamah; serta berhati-hatilah dalam segala hal dari bujukan hawa nafsu dan bisikan setan. Jika kamu berpaling dari agama Allah dan ajaran Rasul-Nya, maka ketahuilah dengan penuh kesadaran bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan ajaran Allah dengan jelas kepada kamu, bukan menjadikan kamu beriman dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini menyebutkan alasan mengapa Allah mengharamkan meminum khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat ini ada dua macam, Pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mereka dari mengingat Allah dan salat.
Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang menggoda manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling membenci antara mereka.
Timbulnya berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka minum khamar dan berjudi, tak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga menimbulkan permusuhan antara mereka. Di sisi lain, orang yang sedang mabuk tentu tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk. Apalagi minum minuman keras menimbulkan kecanduan bahkan bisa menjadikan seseorang tergantung, yaitu ia tidak dapat bekerja jika tidak minum lebih dulu.
Orang yang suka berjudi biasanya selalu berharap akan menang. Oleh karena itu, ia tidak pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang akan dipertaruhkannya. Ketika uang atau barangnya telah habis, ia akan berusaha untuk mengambil hak orang lain dengan jalan yang tidak sah. Betapa banyak ditemui pegawai atau karyawan perusahaan yang telah mengkorup uang yang dihabiskannya di meja judi. Di antara penjudi-penjudi itu sendiri timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawannya, atau ingin membalas dendam kepada lawan yang telah mengalahkannya. Seorang penjudi tentu sering melupakan ibadah, karena mereka yang sedang asyik berjudi, tidak akan menghentikan permainannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mereka sudah tunduk kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia beribadah kepada Allah dan menghendakinya ke meja judi.
Pada ayat ini Allah hanya menyebutkan bahaya khamar dan berjudi, sedang bahaya mempersembahkan korban untuk berhala serta mengundi nasib tidak lagi disebutkan. Bila kita teliti, dapatlah dikatakan bahwa hal itu disebabkan oleh dua hal.
Pertama, karena kurban untuk patung dan mengundi nasib itu telah disebutkan hukumnya dalam firman Allah:
dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. (al-Ma'idah/5: 3)
Kedua perbuatan itu, dalam ayat tersebut telah dinyatakan sebagai "Kefasikan".
Kedua, ialah karena khamar dan judi itu amat besar bahayanya. Itulah yang diutamakan pengharamannya dalam ayat ini, karena sebagian kaum Muslimin masih saja melakukannya sesudah turunnya ayat 219 Surah al-Baqarah/2 dan ayat 43 Surah an-Nisa'/4, terutama mengenai khamar.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah, dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin. "apakah mereka mau berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?" Maksudnya ialah bahwa setelah mereka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mereka menghentikannya, karena mereka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat. Di dunia ini mereka akan mengalami kerugian harta benda dan kesehatan badan serta permusuhan dan kebencian orang lain terhadap mereka; sedangkan di akhirat mereka akan ditimpa kemurkaan dan azab dari Allah.
Di samping minuman khamar yang memabukkan, kita juga dilarang mengkonsumsi beberapa zat yang memabukkan, seperti narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) serta obat-obat adiktif lainnya, karena dapat merusak jaringan tubuh, menimbulkan ketergantungan dan menghilangkan kesadaran pada pelakunya.
Di dalam kitab hadis Musnad Ahmad, dan Sunan Abi Daud serta at-Tirmidzi disebutkan satu riwayat bahwa 'Umar bin Khaththab pernah berdoa kepada Allah, "Ya Allah, berilah kami penjelasan yang memuaskan mengenai masalah khamar." Maka setelah turun ayat 219 Surah al-Baqarah/2, Rasulullah, membacakan ayat itu kepadanya, tetapi beliau masih saja belum merasa puas, dan beliau tetap berdoa seperti tersebut di atas. Demikian pula setelah turun ayat (43) Surah an-Nisa'/4. Tetapi setelah turun ayat-ayat 90 dan 91 Surah al-Ma'idah/5 ini, beliau dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat-ayat tersebut. Beliau merasa puas. Setelah bacaan itu sampai kepada firman Allah:
Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?
Para sahabat termasuk 'Umar bin Khaththab menjawab Artinya: "Kami berhenti, kami berhenti.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 91
“Lain tidak, keinginan setan itu hanyalah hendak menimbulkan di antara kamu permusuhan dan berbenci-bencian pada arak dan judi itu."
Dari sebab minum arak orang mabuk. Setelah mabuk orang berangsur turun pada wujud aslinya, yaitu binatang. Dan ketika cahaya akalnya mulai padam, dia pun mulai berkelahilah, mencarut, dan memaki-maki, sebab di waktu itu dia telah boleh dihitung gila.
Sopan santunnya hilang, sampai berkelahi dan sampai berbenci-bencian di antara dua orang atau dua golongan yang mabuk.
Dengan berjudi pun demikian pula. Mana waktu habis, mana hati yang kalah menjadi panas, harta telah licin tandas, dan hidup jadi sial. Itulah yang sangat menyenangkan setan, yaitu supaya pecah-belah di antara kamu lantaran mabuk. Atau terbuka rahasia-rahasia pribadi yang tersembunyi, lantaran mabuk, sebab sumbat sucinya telah pecah. Setan tertawa."Dan hendak memalingkan kamu dari mengingat Allah dan mengingat shaiat." Karena saat mabuk, orang tidak ingat lagi kepada Allah, kesopanannya hilang, lalu bercarut-carut dan berzina. Karena main judi, orang tidak lagi ingat kepada Allah. Ingatannya hanya bagaimana supaya mengalahkan lawan dan mendapat kemenangan. Dan shaiat tidak berketentuan lagi. Lantaran mabuk dan judi, hubungan dengan sesama manusia porak-poranda dan hubungan kepada Allah hancur lebur. Oleh sebab itu, dengan keras Allah berkata,
“Oleh karena itu, tidakkah kamu mau berhenti?"
Kalau sudah demikian nyata bahaya perbuatan itu bagi dirimu sendiri, bagi masyarakatmu, dan dalam hubungan dengan Allah, tidak jugakah kamu suka menghentikannya? Atau cara ungkapan kasarnya, “Kamu mau berhenti apa tidak?"
Lebih baik segera menghentikannya.
Ayat 92
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul, dan berhati-hatilah kamu. Maka jikalau kamu berpaling, ketahuilah kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan dengan nyata."
Tegakkanlah ketaatan kepada Allah yang telah setegas itu menyampaikan larangan keras segala perbuatan kotor amalan setan itu dan tegakkanlah ketaatan kepada Rasul yang telah menyampaikan larangan Allah itu dengan sungguh-sungguh.
Mula-mula di surah al-Baqarah, diterangkan bahwa, “Kalau mereka bertanya kepada engkau perihal arak dan berjudi, katakanlah bahwa pada keduanya ada dosa yang besar dan ada juga manfaatnya bagi manusia. Tetapi, dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Dengan larangan yang pertama ini, mulailah orang-orang beriman itu diberi pengertian. Bahwa suatu perbuatan yang dosanya lebih besar dari manfaatnya, manakah yang baik. Ditinggalkan atau dikerjakan juga? Niscaya ditinggalkan. Orang yang mula sekali meninggalkan minum lantaran ayat ini ialah Utsman bin Mazh'un.
Kemudian di surah an-Nisaa' ayat 42, “Janganlah kamu mendekati shalat padahal kamu sedang mabuk."Tingkat iman telah bertambah tinggi. Orang beriman tentu lebih mementingkan shalat daripada mabuk, sedangkan shalat itu lima waktu sehari semalam. Dan memang telah kejadian sebelum itu, ada orang yang shalat sedang mabuk sehingga bacaan shalat-nya tidak berketentuan lagi, seperti telah kita tafsirkan di surah an-Nisaa'. Setelah larangan yang kedua ini jumlah yang tidak suka minum arak bertambah besar, tetapi belum berhenti sama sekali.
Kemudian, terjadilah satu hal pada orang penting, yaitu Sa'ad bin Abu Waqqash, seorang di antara sepuluh sahabat pilihan. Dia minum-minum hingga mabuk dengan beberapa orang sahabat Anshar. Karena sudah sama-sama mabuk, timbullah kegembiraan yang tidak terkendalikan lagi sehingga masing-masing telah membanggakan golongan. Sahabat Anshar mengatakan bahwa Anshar-lah yang lebih baik. Yang Quraisy berkeras menyatakan bahwa Quraisy-lah yang paling mulia. Sahabat Anshar tadi tidak dapat lagi mengendalikan diri. Kemudian, diambilnya tulang dagu kepala kambing, dipukulkannya ke hidung Sa'ad bin Abu Waqqash sehingga mengeluarkan darah. Syukurlah ada yang memisahkan, kalau tidak tentu akan lebih hebat lagi akibatnya (HR Ibnu Jari r, Ibnui Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaihi, dan al-Baihaqi).
Oleh sebab itu, turunlah ayat yang tengah kita tafsirkan ini. Larangan terakhir, yang telah dikunci dengan perkataan, “Tidakkah kamu mau berhenti?"
Sayyidiria Umar bin Khaththab, demi mendengar ayat ini terus berkata, “Sekarang kami berhenti! Kami berhenti, ya, Allah!"
Sejak sesudah itu, stop matilah minum arak. Habis, tak ada lagi.
Akan tetapi, setelah mereka dengan taat dan setia menerima perintah menghentikan minum arak dan berjudi yang diturunkan sangat keras itu, ada di kalangan mereka yang teringat kepada kawan-kawan yang meninggal lebih dahulu di dalam Peperangan Badar dan Uhud dan yang lain. Mereka telah menjadi syahid menegakkan agama, padahal mereka pun tukang mabuk di kala hidupnya, misalnya Hamzah bin Abdul Muthalib yang gagah perkasa itu. Hal ini musykil bagi mereka sehingga mereka menanyakannya kepada Rasulullah: Bagaimana kawan-kawan yang telah mati? Dan bagaimana kawan-kawan di tempat lain yang bagi mereka minum arak adalah pakaian tiap hari, sedangkan perintah belum sampai kepada mereka? Untuk menghilangkan musykil itu datanglah sambungan ayat:
Ayat 93
“Tidaklah ada salahnya bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh."
Baik mereka yang telah meninggal terlebih dahulu maupun yang tidak hadir pada masa ayat larangan diturunkan, ataupun mereka yang hadir sendiri, “Pada apa-apa yang mereka makan", baik memakan hasil perjudian maupun meminum arak dan tuak, tidaklah mereka disalahkan Allah karena perbuatan-perbuatan mereka sebelum larangan ini turun."Asalkan mereka bertakwa." Mereka bertakwa kepada Allah dan mereka menjalankan dengan baik segala ketentuan Allah mengenai perintah dan larangan yang diturunkan Allah sebelum larangan arak yang penghabisan itu.
Misalnya di Mekah lagi sudah dilarang memakan bangkai, minum darah, makan daging babi. Sejak di Mekah sudah dilarang mubazir membuang-buang harta. Oleh sebab itu, segala ketentuan Allah ini telah mereka kerjakan dengan penuh takwa, “Dan beriman", pada sekalian perintah yang diturunkan Allah waktu itu “dan beramal yang saleh-saleh". Artinya, mereka menjaga dan memelihara diri dari segala yang haram yang diterangkan kemudian."Kemudian, itu, mereka pun bertakwa dan beriman", yaitu bertambahnya iman mereka. Sebagaimana sudah dimaklumi, iman seseorang dapat bertambah tinggi derajatnya karena teguh melatih ketakwaannya."Kemudian itu, mereka pun bertakwa" tambah meningkat lagi ketakwaan mereka, dan menjauhi yang syubhat atau meragukan. Sebab, yang syubhat itu mendekatkan diri pada yang haram."Dan selalu memperbaiki", yaitu berbuat ihsan, mempertinggi mutu iman, takwa, dan amal saleh tiap-tiap waktu sehingga kian lama kian lebih sempurna dan matang.
“Dan Allah suka kepada orang-orang yang berbuat kebaikan."
Dengan tutupan ayat ini, hilanglah keraguan tentang ketelanjuran selama ini. Kesalahan teman-teman yang telah mati atau kesalahan mereka yang masih hidup karena dahulu peminum sudah dimaafkan oleh Allah. Karena waktu itu mereka belum diberi tahu bahaya minuman itu. Di lain pihak, dalam perjuangan hidup, mereka adalah orang-orang yang siang malam mempertinggi iman, amal, dan takwa dan selalu memperbaiki sebagaimana yang terdapat pada kehidupan Hamzah di kala hidupnya atau Umar atau Sa'ad dan lain-lain. Dan kepatuhan mereka sehingga berhenti minum sama sekali setelah ayat terakhir turun, tidak akan terjadi kalau di dalam batin mereka belum ada latihan iman, takwa, amal, dan ihsan yang disebutkan itu.
Dari ayat-ayat tersebut kita mendapatkan satu pelajaran: at-tadriju fit-tasyri', yaitu menurunkan ‘peraturan syari'at dengan berangsur-angsur, yang kian lama kian tegas dan keras. Kalau sekiranya pada perintah pertama sudah sekeras itu, niscaya akan gagallah maksud syari'at. Itu semua karena arak dan tuak sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Arab kala itu. Sampai dalam bahasa Arab, tidak kurang dari 250 kalimat yang artinya menunjukkan tuak dan arak. Padahal dalam bahasa Melayu atau Indonesia, tidak akan lebih dari sepuluh kata, tuak, arak, balo (Bugis), dan lain-lain.
Untuk menyempurnakan pandangan tentang tafsir ayat yang amat penting ini, kita salinkan sebuah karangan dari ahli pikir Pakistan yang terkenal, Abui A'la Al-Maududi dalam majalah al-Muslimuun, No. 8, 1957, yang berjudul, “Di antara syari'at Allah dengan Undang-Undang Buatan Manusia".
Pada permulaan bulan Desember 1933, keluarlah permakluman resmi dari Amerika, mencabut undang-undang pelarangan minuman keras (Prohibition Law), kembalilah Dunia Baru (Amerika) meminum-minuman keras setelah 14 tahun dilarang dengan undang-undang. Dengan naiknya Roosevelt ke atas kursi kepresidenan, menanglah kembali alkohol menghadapi undang-undang. Mulanya keluar permakluman bahwa minuman yang hanya bercampur alkohol 32% tidak dilarang. Undang-undang itu keluar bulan April 1933. Namun, beberapa bulan kemudian dicabut pulalah Amandemen yang ke-18 dalam undang-undang dasar, yang melarang manusia menjual arak, membelinya, membuatnya, mengeluarkannya, dan memesannya.
Inilah satu percobaan paling hebat yang dilakukan manusia untuk memperbaiki akhlak dan perangai dalam masyarakat dengan kekuatan undang-undang dan kekuatan hukum, yang jarang sekali terjadi dalam sejarah. Sebelum diadakan Amandemen ke-18 di dalam undang-undang dasar Amerika itu, telah diadakan terlebih dahulu propaganda yang amat luas di seluruh negeri untuk menyatakan bahaya alkohol. Gerakan Anti Saloon League (pemberantas kedai arak), bekerja keras dan berusaha menarik perhatian seluruh bangsa Amerika untuk membenci alkohol, agar tertanam benar-benar dalam hati mereka. Diadakan pidato-pidato, dikarang brosur dan buku-buku, dipropagandakan di dalam sandiwara dan film-film sehingga menghabiskan waktu berpuluh tahun dan menghamburkan anggaran belanja. Menurut perhitungan teliti, anggaran belanja untuk propaganda itu pada 1925 mencapai 65 juta dolar US. Dan buku-buku yang dipakai untuk menerangkan bahaya alkohol mencapai 9 juta halaman.
Itu sebelum percobaan dimulai. Adapun belanja yang dipikul oleh bangsa Amerika untuk melaksanakan undang-undang pelarangan alkohol itu, ditaksir tidak kurang dari 4,5 juta dolar US. Diperhitungkan pula angka-angka yang dikeluarkan badan-badan pengadilan Amerika, tentang perkara-perkara yang dihadapkan ke muka sidang pengadilan karena pelanggaran undang-undang larangan minuman keras itu sejak tahun 1920 hingga tahun 1933 adalah 100 orang masuk penjara, setengah juta orang kena denda, yang jumlahnya tidak kurang dan satu setengah juta dolar, dan milik-milik yang dirampas negara seharga 400 juta poundsterling.
Segala kerugian jiwa dan harta ini telah diderita oleh pemerintah Amerika, karena hendak melaksanakan satu tujuan saja. Pemerintah Amerika ingin mengajar dan mendidik orang Amerika yang telah berkesopanan tinggi itu supaya mengerti betapa besarnya bahaya minuman keras, baik pada jiwa, pada kesehatan, pada budi pekerti, maupun pada ekonomi. Namun, segala usaha yang telah dihabiskan sebelum undang-undang itu diundangkan, demikian pula sesudahnya, yang dijalankan oleh pemerintah dengan kekuasan dan kekuatan negara semuanya telah menge-cewakan seluruh harapan Amerika, yang dengan benar-benar hendak menghapuskan minuman keras. Mereka telah pulang dari perjuangan yang hebat dan dahsyat untuk perbaikan itu dengan kerugian dan kekalahan yang sangat besar.
Kegagalan pemerintah Amerika melarang minuman keras dan kemudian mencabut kembali undang-undang itu, bukanlah karena minuman keras dipandang tidak berbahaya lagi. Bukanlah karena sudah didapat suatu penyelidikan (research) yang baru yang menyatakan bahwa alkohol itu tidak berbahaya sehingga orang mengubah pendiriannya. Bukan lantaran itu. Bahkan bukti-bukti telah cukup bagi mereka karena pengalaman-pengalaman yang lebih luas dan banyak bahwa alkohol memang ibu dari segala kejahatan yang besar-besar, seperti zina, pelacuran, laki-laki menyetubuhi laki-laki (homoseks), perempuan menyetubuhi perempuan (lesbian), pencurian, perjudian, dan pembunuhan. Mereka tahu, memang alkohollah yang mempunyai saham paling besar dalam menghancurleburkan moral bangsa-bangsa Barat dan yang merusak badannya serta menghancurkan kehidupannya dan masyarakatnya. Tidak ada satu suara pun di seluruh Amerika waktu itu yang membantah kenyataan itu. Namun, yang memaksa pemerintah Amerika untuk mencabut kembali undang-undang pelarangan minuman keras, dan orang boleh kembali minum sesuka hati, semata-mata karena sebagian besar bangsa Amerika tidak mau bercerai dengan alkohol. Rakyat Amerika yang 14 tahun sebelumnya memberikan persetujuan bulat melarang rakyat itu sendirilah yang terus meminumnya dengan tanpa dilarang-larang oleh siapa pun.
Yang kita ketahui ialah bahwa tidak ada seorang pun makhluk Allah ini yang mem-pertahankan pendapatnya bahwa minuman keras itu berfaedah, baik orang yang membela maupun yang ketagihan alkohol itu sendiri. Dan tidak pula seorang pun yang menentang undang-undang pelarangan alkohol, yang menyatakan bahwa alkohol itu berfaedah, setelah semuanya mengalami bagaimana besar bekas kerusakannya. Setelah usul Amandemen yang ke-18 pada undang-undang dasar, dengan sokongan public opini (pendapat umum) yang sangat kuat dikemukakan, kongres pun mengambil sikap tegas, setelah sebelumnya mempertimbangkan semasak-masaknya di antara dua kehidupan. Kehidupan basah kuyup dengan alkohol dan kehidupan kering dan tutup mati sama sekali. Kongres tidak menyetujui Amendemen ke-18 ini karena hendak membendung segala bahaya yang ditimbulkan oleh alkohol. Kemudian, kepu-tusan kongres didukung pula oleh 46 negara bagian. Dengan demikian, undang-undang pe-larangan minuman keras itu disambut penuh oleh kongres dan senat. Semua pun berjalan dengan sambutan baik rakyat Amerika dengan kesukaannya sendiri-sendiri. Dan setelah larangan itu telah lekat hitam di atas putih dan menjadi perbincangan di mana-mana, suara yang terdengar hanyalah pujian belaka dan sambutan yang hangat dan sokongan yang penuh pula dari seluruh bangsa.
Namun, yang mengherankan belum beberapa lama undang-undang itu di-tan/iz-kan dan suara sokongan masih datang menderu dari mana-mana, tiba-tiba bertukarlah keadaan bangsa itu.
Satu bangsa yang terkenal mencapai kemajuan, peradaban dan terpelajar tinggi, kecerdasan dan pemerintahan teratur, dan bangsa yang terkenal realis. Heran, mereka kembali tidak sabar bercerai dengan si alkohol kekasih itu sehingga jadi gila karena rindu. Kemudian, mereka mengerjakan perbuatan yang betul-betul hanya timbul dari orang yang mabuk-pitam lantaran diceraikan dengan paksa dengan kekasihnya. Mereka hempas-hempaskan kepala mereka ke diridirig batu, sebagaimana banyak terdapat dalam cerita-cerita dongeng kita orang Timur ini!
SETELAH UNDANG-UNDANG LARANGAN MINUMAN KERAS ITU DITANFIZKAN
Belum sampai ditutup kedal-kedai minuman yang selama ini diizinkan undang-undang, terbukalah di samping yang resmi itu beribu-ribu kedai minuman gelapyangterkenal dengan nama Speak-Easies atau Blinde-Pigs, yang dengan segala daya upaya cerdik menjual minuman keras di situ. Membeli secara gelap, meminum secara gelap, dan menghidangkan secara gelap karena takut terseret undang-undang. Sampai demikian besar pengaruh ketagihan alkohol sehingga seorang yang sudi menunjukkan kepada temannya di mana rumah minum gelap, dipandang sebagai se-orang yang baik budi! Pada waktu demikian, nama rumah minum itu ditukar dengan kata rahasia, yaitu “password". Kalau selama ini pemerintah dapat mengatur dan mengontrol bilangan rumah-rumah yang mendapat izin istimewa supaya alkohol yang diedarkan di situ dapat diperiksa kualitasnya dan dapat pula diteliti keadaan keuangan orang-orang yang bertandang ke situ, akhirnya pemerintah itu tidak dapat bertindak apa-apa lagi. Sebab, rumah-rumah minum gelap itu menjadi tempat berbagai macam kejahatan, jauh lebih banyak di seluruh negeri, sesudah dilarang. Di situlah dijual segala macam minuman keras yang sangat rendah mutunya, yang lebih merusak kesehatan manusia, yang lebih dari bahaya racun. Akhirnya, kedapatan pula bahwa kanak-kanak di bawah umur pun, dan juga gadis-gadis remaja, telah keluar-masuk rumah minum itu sehingga menimbulkan kecemasan di seluruh Amerika, khususnya kalangan orang-orang tua.
Harga minuman keras membubung naik sehingga perusahaan menjual segala macam arak dan menjadikannya sumber kekayaan yang paling menguntungkan dan menjadi pencarian dari berjuta-juta orang. Selain timbulnya beribu-ribu kedai minum gelap, timbul pula satu pencarian lain, yaitu menjual arak berkeliling (Boot Leggers), kedai minuman berjalan, menjual minuman ke sekolah-sekolah, ke kantor-kantor, ke hotel-hotel, dan ke tempat-tempat pesiar. Bahkan, mereka juga mendatangi rumah-rumah sehingga pelanggan barunya selalu bertambah. Menurut perhitungan paling rendah, orang yang menjadi peminum sesudah larangan itu keluar, menjadi 10 kali lipat dari sebelum diundangkan. Penyakit ini menular dari kota-kota sampai ke desa-desa. Sebab, di desa pun sudah mulai berdiri rumah minum gelap itu.
Kalau sebelum undang-undang itu diundangkan, pabrik yang mendapat izin (ver-gunning) hanya 400 buah saja di seluruh Amerika, setelah undang-undang itu keluar, dalam masa tujuh tahun terdapat 80 ribu pabrik. Belum lagi pabrik kecil-kecilan yang berjumlah lebih dari 90 ribu buah. Dan semuanya merupakan pabrik gelap. Kepala Bagian Pelaksanaan Larangan Minuman Keras dalam Pemerintahan Amerika pun mengaku terus terang, “Tidak bisa diketahui berapa banyak pabrik-pabrik gelap itu seluruhnya, kecuali sepersepuluh saja." Demikian pula bertambah minuman keras yang diminum orang, sehingga menurut taksiran, pukul rata orang Amerika pada waktu itu mengonsumsi minuman keras tidak kurang dari 200 juta galon setahun. Semuanya meningkat sesudah minuman keras dilarang.
Ternyata, arak-arak yang diminum itu sebagian besar bermutu amat rendah dan merusak kesehatan sehingga dokter-dokter melaporkan: “Minuman ini lebih cocok kalau dikatakan racun saja daripada dikatakan alkohol. Baru saja dia masuk ke dalam perut si peminumnya, mengalirlah pengaruh yang sangat jahat ke dalam usus dan otaknya sehingga saraf-sarafnya menjadi tegang selama dua hari. Selama orang itu mabuk karena pengaruh minuman itu, dia tidak akan bisa bekerja dan tidak dapat menjalani hidup yang baik. Namun, mereka lebih condong untuk berbuat onar, kacau, jahat, dan durjana." Ini laporan dokter-dokter.
Lantaran minuman yang rendah mutunya itu banyak orang Amerika yang ditimpa penyakit. Menurut perhitungan teliti, di dalam New York saja, dihitung penyakit yang timbul karena minum, sebelum keluar undang-undang larangan itu ialah 3,741 orang. Dan yang mati 252 orang. Kemudian pada 1927 sesudah dilarang, yang sakit berjumlah 12 ribu orang dan yang sampai mati 7.500 orang. Dan yang menjadi sengsara, tak tentu hidup dan tak tentu matinya, tidak ada yang mengetahui berapa banyak jumlahnya, melainkan Allah.
Kejahatan pun meningkat, terutama di kalangan kanak-kanak, muda dan mudi. Keluar pula larangan dari ketua-ketua pengadilan, “Sejarah negara kita belum mengenal meningkatnya kejahatan anak-anak yang seperti ini. Sebagian besar anak ditangkap dalam keadaan mabuk." Setelah kejahatan anak-anak meningkat demikian tinggi sehingga banjir tak dapat dibendung lagi, diadakanlah panitia-panitia negara untuk menyelidiki sebab-sebabnya. Kemudian, diketahui, sejak tahun 1920, dari tahun ke tahun kejahatan anak-anak meningkat lantaran mabuk. Di beberapa kota, tingkat kejahatan meningkat hingga delapan kali lipat dalam masa delapan tahun saja. Kolonel Mosn, Direktur Urusan Penyelidikan Kejahatan Nasional (National Crime Council) melaporkan, “Satu dari tiga orang Amerika telah berbuat kejahatan. Kejahatan telah meningkat di negeri kita 300% dari sebelumnya."
Ringkas kata, akibat yang timbul dalam masyarakat Amerika sesudah keluar Undang-Undang Minuman Keras, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Hilang dari hati rasa menghormati undang-undang. Timbul segala macam aksi yang sengaja melawan dan menentangnya, dalam segala lapisan masyarakat.
2. Tujuan melarang minuman keras tidak tercapai. Namun, sesudah dilarang ia malah bertambah dan membanjiri seluruh Amerika.
3. Pemerintah telah memikul kerugian yang tidak dapat dipikul dan dihitung lagi supaya undang-undang ini berjalan lancar. Apalagi setelah secara gelap (smokel), orang memasukkan arak dari luar negeri sehingga ekonomi negara jadi memburuk.
4. Penyakit meningkat, kesehatan menurun, banyak yang mati, akhlak runtuh, kejahatan memuncak, pelanggaran-pelanggaran susila sudah sangat mengerikan. Semuanya ini meliputi segenap lapisan masyarakat, terutama sekali pada angkatan muda.
Semuanya ini dalam kenyataannya adalah buah hasil dari Undang-Undang Pelarangan Minuman Keras. Semuanya terjadi pada suatu negara yang harus diakui terhitung sebagai negara kelas satu dalam kemajuan, kecerdasan, ilmu pengetahuan, dan tamaddun, pada zaman sinar ilmu pengetahuan sedang memancar. Suatu negara yang tidak mungkin akan dikatakan tidak mengetahui mudharat dan manfaat. Dan semuanya ini terjadi sesudah menghabiskan segala tenaga propaganda mengingatkan bangsa Amerika akan kemelaratan dan bahaya alkohol. Berjuta dolar, buku, dan brosur dikeluarkan. Dan semua akibat ini ialah sesudah sebagian besar rakyat Amerika mengakui bahaya arak dan dengan sukarela mengakui dan menerima undang-undang itu dan menyokong perundang-undangannya, yang diterima dengan semangat ketika dikemukakan pada kongres, Badan Perwakilan Rakyat Federal yang tertinggi. Namun, hasilnya begitu saja. Meskipun Amerika telah menumpahkan segenap perhatian dan tenaga untuk membasmi minum arak itu, dengan segala alat kekuasaan negara yang modern dan teknik yang sempurna pada abad kedua puluh. Usaha ini tidak berhenti bergiat selama 14 tahun, hingga akhirnya undang-undang itu terpaksa dicabut. Padahal, sebelum melihat akibat yang nyata itu, pendapat umum Amerika, mulai dari pemerintah hingga rakyat memiliki satu suara yang menyatakan bahwa minuman itu di-larang. Namun, setelah mulai diberlakukan baru terlihat bahwa seluruh bangsa rupanya tidak suka berpisah dengan arak. Oleh sebab itu, akibat paksaan untuk meninggalkannya, konsumsi minuman keras ini lebih hebat daripada dahulu semasa membiarkannya. Melihat kenyataan itu, dicapailah kesepakatan pendapat di antara pemerintah sendiri dan rakyat seluruhnya, lebih baik kalau undang-undang itu dicabut saja.
Selanjutnya Abu Al-Maududi menyambung, “ ... Dan tiga belas abad yang lalu di padang pasir Arabia...."
Sekarang mari kita layangkan pandangan pada satu sudut dari bagian bumi yang dipandang daerah tidak dikenal. Sebuah zaman yang disebut segelap-gelapnya dalam sejarah, yaitu tiga belas abad yang telah lalu lebih sedikit.
Penduduknya bodoh, ilmu dan hikmah boleh dikata tak ada, tamaddun dan kemajuan peradaban boleh dikatakan telah diterbangkan garuda di langit tinggi, tidak menyinggung ke bawah. Bilangan orang yang terpelajar tidak lebih dari satu di antara 10 ribu orang. Dan satu orang yang disebut terpelajar itu pun tidaklah akan lebih ilmunya daripada seorang orang awam pada zaman kita ini. Kemudian, mereka tidak pula mempunyai alat-alat pelancar (komunikasi) seperti yang ada pada zaman kita sekarang ini. Susunan hukum pemerintahan boleh dikatakan masih dalam taraf permulaan (primitif), sebab belum lama berdiri. Adapun sifat penduduknya, yaitu sangat rindu dendam, kasih berurat pada tuak dan arak. Mereka merasa santai, biar sengsara asal untuk arak. Dalam bahasa mereka sendiri tidak kurang daripada 250 kalimat yang berarti arak, tuak, dan alkohol, yang tidak ada bandirigannya dalam bahasa lain. Untuk penambah bukti, cobalah perhatikan syair-syair mereka, syair yang paling indah ialah yang ada cerita tuak; seakan-akan tuak itu telah mereka cucut bersama air susu ibu mereka layaknya dan menjadi bagian dari hidup mereka; tidak bisa dipisahkan lagi, sebagai juga mereka tidak bisa dipisahkan dengan air!
Begitulah keadaan daerah itu dan begitu pula keadaan penduduknya kalau manusia hendak membicarakan tentang tuak dengan diri dan masyarakat mereka. Kemudian, datanglah mereka kepada Nabi ﷺ meminta fatwa tentang tuak. Rasul ﷺ pun menyampaikan kepada mereka suatu jawaban yang diterimanya sebagai wahyu dari Allah,
“Mereka bertanya kepada engkau perihal arak dan perjudian. Katakanlah, ‘Pada keduanya ada dosa yang besar dan ada juga manfaatnya kepada manusia. Tetapi, dosanya lebih besardari pada manfaat keduanya." (al-Baqarah: 219)
Mereka mendengar ayat itu, tidak ada di dalamnya perintah atau larangan, cuma berita dan pengajaran tentang hakikat arak. Allah mengabarkan kepada hamba-Nya bahwa arak ada baiknya dan ada pula bahayanya, tetapi bahayanya lebih besar. Pengajaran ini sudah mulai berpengaruh sehingga sebagian kaum itu mulai meninggalkannya karena mengingat bahwa dosanya lebih besar. Mereka berkata, “janganlah kita minum lagi, sebab dosanya lebih besar dari manfaatnya. Buat apa memilih dosa yang lebih besar dari manfaatnya yang sedikit?" Namun, yang setengahnya masih meminumnya sebab masih merasakan manfaatnya.
Kemudian ada lagi yang kembali bertanya, sebab ada orang yang shalat saat sedang mabuk sehingga kacau-balau bacaan shalat-nya. Kemudian, Rasul ﷺ membacakan satu wahyu lagi, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat sedang kamu mabuk sehingga kamu ketahui apa yang kamu baca." (an-Nisaa': 43)
Sejak itu, diharamkanlah mabuk pada waktu shalat dan segeralah satu kaum berhenti minum dan mereka pun berkata, “Tidak baik kita berbuat satu perbuatan yang menghambat kita shalat." Dan berkata pula kaum yang lain, “Kita duduk dan kita minum di rumah saja." Mereka ini tidak minum lagi pada waktu shalat, supaya jangan mabuk atau terpaksa menghentikan shalat karena mabuk.
Akan tetapi, bahaya arak masih tetap ada. Sebab barangkali masih ada orang yang mabuk lalu membuat onar dan kacau, yang mungkin membawa perkelahian dan saling membunuh. Oleh sebab itu, ada beberapa orang yang masih menunggu kepastian yang lebih memuaskan tentang arak ini. Kemudian, turunlah wahyu, “Wahai orang-orang yang beriman, lain tidak arak dan perjudian dan mangkuk berhala, undi nasib, hanyalah suatu yang kotor dari pekerjaan setan. Oleh sebab itu, jauhilah akan dia, supaya kamu beroleh kejayaan. Kehendak setan hanyalah ingin menimbulkan permusuhan dan berbenci-bencian di antara kamu dari sebab arak dan judi itu, dan hendak menghambat kamu dari mengingat Allah dan dari shalat. Tidakkah kamu hendak berhenti? Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan mawas dirilah kamu. Maka jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa kewajiban Rasul hanyalah semata-mata menyampaikan dengan nyata." (al-Maa'idah: 90-92)
Mendengar ayat itu, berkatalah Umar bin Khaththab (yang sedang memegang piala penuh arak), “Kami berhenti, ya, Allah! Kami berhenti!" Lalu dilemparkannya piala yang ada di tangannya itu sampai pecah. Berkata pula Anas bin Malik, “Telah diharamkan. Padahal tidak ada bagi bangsa Arab waktu ini suatu kehidupan pun yang lebih menyenangkan dari meminum arak, padahal tidaklah ada suatu larangan yang sampai demikian keras, sebagai larangan arak!" Dan katanya pula, “Kami bawa sekalian guci arak ke jalan raya lalu kami tuangkan isinya, Ada pula kawan kami yang menghancurkan gucinya dan ada yang mencucinya dengan tanah dan air!"
Berkata lagi Anas bin Malik selanjutnya, “Waktu ayat mengharamkan arak itu turun, aku sendiri tukang mengedarkan cawan arak di rumah Abu Thalhah."
Yang diminum ialah arak dari perahan bisr dan kurma. Kedengaranlah orang berseru di halaman, lalu kami berlari ke luar melihat apa yang diserukannya. Rupanya penyeru itu menyerukan, “Wahai, kawan-kawan! Arak mulai hari ini telah diharamkan!" Dia meneruskan pemakluman itu di seluruh lorong-lorong Madiriah. Kemudian, berkatalah Abu Thalhah kepadaku, “Keluar lekas, tuangkanlah ia!" Ku-tuangkanlah seluruhnya.
Sambung Anas bin Malik pula, “Konon, ada seorang kawan ketika hendak minum arak, sudah hampir tercecah pinggir cawan ke bibirnya, tiba-tiba ada kawan lain masuk lalu dibacanya ayat yang mengharamkan itu maka terlepaslah cawan itu dari tangannya dan tidaklah sampai menyinggung bibirnya, dan sejak itu tidaklah setetes pun arak menyinggung bibirnya lagi untuk selama-lamanya." Sekian berita dari Anas bin Malik.
Semua riwayat ini dan ada lagi riwayat lain tentang kejadian itu tertulis dalam kitab Nihayatul Arab.
Setelah itu, kalau masih ada yang kedapatan minum, mereka memukulnya dengan terompah atau dengan pelepah kurma atau dengan tongkat, lalu mereka mengadakan hukuman pukul empat puluh kali. Kemudian mereka adakan peraturan, siapa yang meminum arak didera dengan cemeti delapan puluh kali. Sebagai akibatnya berhentilah orang Arab meminum arak untuk selamanya.
Kemudian setelah agama Islam sampai ke beberapa bagian dunia, benci dan jijiklah pemeluknya melihat arak, usahkan meminum. Pada masa ini dapat engkau lihat, walaupun telah mundur pelajaran Islam, berjuta-juta anak Adam di dunia ini menjauhi arak, dengan tidak perlu ada undang-undang yang melarang atau ancaman hukuman. Kalau engkau memperhitungkan pada masa ini perimbangan orang Islam yang minum arak, dengan bangsa-bangsa yang lain, pasti engkau mendapat hasil penelitian bahwa kaum Muslimin adalah umat yang paling membenci arak dan menjauhinya. Umat ini juga masih tetap mempunyai kepercayaan dari lubuk hatinya bahwa mereka telah berbuat dosa besar dan durhaka kepada Allah sehingga terus menyesal. Dan ada juga yang tobat kembali.
Selanjutnya al-Maududi menulis:
“Hukum akal dan logika adalah pemisah yang terakhir di antara pengalaman dan ke-nyataan. Dengan demikian, kenyataan yang timbul dari pengalaman yang timbul dari kedua kejadian ini, tidaklah mungkin lagi buat dikatakan dusta ataupun ditolak. Sekarang di hadapan mata kita telah terdapat dua pengalaman dan percobaan. Satu percobaan di Amerika pada masa yang belum lama berselang dan percobaan yang terjadi di tanah Arab pada permulaan Islam, Perbedaan di antara kedua percobaan itu nyata di hadapan mata. Terserah kepada kita sekarang memperbandirigkan di antara keduanya, kemudian mengambil kesimpulan lalu menjadikannya perbandirigan.
Di Amerika, ahli-ahli kemasyarakatan dan perbaikan masyarakat telah mengadakan propaganda besar-besaran antialkohol bertahun-tahun lamanya. Berjuta-juta dolar dikeluarkan untuk mempropagandakan bahaya alkohol; kejahatan alkohol; bekas alkohol bagi kesehatan badan, bagi budi dan sopan santun, dan juga bagi ekonomi. Semua dalil-dalil yang dikemukakan berdasar kedokteran dan hukum-hukum logika akal yang tidak seorang pun dapat meragukan kebenarannya lagi. Bahkan, sampai diadakan berbagai visual dengan film-film dan gambar-gambar sehingga bahaya alkohol dapat ditonton dengan mata. Segala usaha dilakukan supaya manusia percaya betapa besarnya bahaya alkohol sebagai “Ibu Pertiwi" dari segala dosa sehingga manusia pun bersedia menjauhinya. Kemudian kongres Amerika sendiri (parlemen dan senat) mengambil tindakan, mengadakan pungutan suara sehingga dapat mengambil putusan dengan suara terbanyak, melarang peredaran alkohol sehingga menjadikannya undang-undang. Setelah itu, pemerintah Amerika menjalankan keputusan kongres itu dengan serta merta, bekerja keras melarang kegiatan menjual alkohol, membeli, membuat, menumpuk, mengekspor, dan mengimpor. Dan kita semua kenal siapa pemerintah Amerika, yaitu pemerintahan yang terkenal besar dari satu negeri besar dan yang terkuat di muka bumi ini.
Akan tetapi, sungguh pun demikian ternyata bangsa Amerika sendiri, satu bangsa yang terkenal dan pelopor dari bangsa yang maju terpelajar dan intelek. Bangsa itu sendiri tidak sampai hati bercerai dengan alkohol. Jadi terpaksalah, setelah melalui 14 tahun, undang-undang alkohol dicabut dan orang terpaksa mundur ke belakang menghalalkan kembali alkohol yang tadiriya telah diharamkan. Membolehkan kembali yang telah dilarang.
Lihat pada contoh satunya lagi! Tidak seorang pun tukang propaganda dalam Islam membuat propaganda antialkohol. Tidak se-peser pun mengeluarkan biaya untuk penyebaran ide antialkohol untuk radio atau iklan di surat-surat kabar. Dan tidak ada pula di negeri-negeri Islam satu panitia antirumah minum. Soalnya hanya satu, yaitu Rasulullah ﷺ yang menerangkan di muka manusia waktu itu, “Wahai kaumku, Allah telah mengharamkan alkohol!" Setelah suara itu terdengar, seluruh umat pun menghentikan minum alkohol, yaitu umat Arab yang terkenal sangat asyik dengan alkohol melebihi asyiknya orang Amerika. Kemudian, tidak terdapat penelitian ilmiah atau hasil-hasil penyelidikan mendalam yang telah disetujui bersama hingga sekarang ini untuk melarang alkohol. Serta-merta mereka mengucapkan selamat tinggal pada alkohol dan tidak kembali lagi kepadanya selama masih tetap dalam lingkungan Islam. Tidak perlu ada wibawa pemerintah atau polisi rahasia atau peraturan sanksi untuk menghambat alkohol, bahkan mereka telah meninggalkan alkohol dan menjauhkan diri darinya, walaupun tak ada kekuasaan dari atas yang memaksanya meninggalkan minuman yang berbahaya itu. Apalagi pelarangan ini pun tidak bisa berubah-ubah. Tidak mungkin ada satu waktu keputusan lain untuk membatalkan keputusan yang pertama. Dahulu haram kemudian dihalalkan menurut keadaan. Dan kalau mi-salnya seluruh Muslimin di muka bumi ini membuat satu kongres besar menghalalkan alkohol dan memutuskan dengan suara bulat, sekali-kali tidaklah mereka akan sanggup menghalalkan kembali barang yang telah haram itu.
POKOK BERPIKIR
Kalau kedua pengalaman dan kenyataan ini kita perbandingkan, akan jelaslah suatu pokok pemikiran yang tetap dalam memikirkan keseluruhan permasalahan. Bukan soal alkohol saja, melainkan juga menyangkut pada sekalian masalah yang berkenaan dengan undang-undang dan moral.
Pertama, perbedaannya sangat prinsipil (asasi) di antara syari'at Islam dengan undang-undang buatan manusia dalam mengatur ketenteraman hidup manusia.
Undang-undang pemerintahan (Civiele-Recht) sangat tergantung dengan pendapat umum manusia, la selalu terpaksa diujikan pada pendapat umum itu; baik golongan terbatas maupun golongan terbanyak, baik pada keseluruhannya maupun pada pokok-pokoknya. Dan pendapat umum itu, baik orang terbatas maupun orang terbanyak selalu dipengaruhi oleh emosi-emosi, atau pertentangan-pertentangan, atau sebab-sebab dan pengaruh dari luar dan dalil ilmu pengetahuan dan dalil akal yang bisa selalu berubah sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya pada setiap waktu. Pengaruh-pengaruh itu dengan sendirinya dapat pula memengaruhi lalu mengubah jalan pikiran atau pendapat. Lantaran perubahan-perubahan itu, dengan sendirinya pula bisa berubah pendirian atau penilaian atas yang baik dan yang buruk, yang benar dengan yang salah, yang dibolehkan dan yang dilarang, yang haram dengan yang halal, Keguncangan-keguncangan penilaian itulah yang menyebabkan undang-undang itu bisa dipaksakan berputar penafsirannya menurut perputaran yang memegang kendali hukum. Oleh sebab itu, bolehlah dipastikan bahwa undang-undang ini tidak bisa menjadi alat ampuh, yang tetap tak berubah untuk mengemudikan akhlak dan kemasyarakatan. Undang-undang ini mesti dipengaruhi oleh perubahan warna perangai manusia dan perubahan warna tafsiran undang-undang itu. Pun memengaruhi pula bagi lenggak-lenggok jalan kehidupan manusia. Laksana seorang sopir mobil yang ugal-ugalan memegang stir, dibawanya mobil ke mana sukanya, sebab pikirannya sendiri tidak terkendali, entah ke kiri entah ke kanan. Berguncangnya tujuan menyebabkan jalannya mobil terguncang-guncang pula. Menyebabkan kian lama si sopir sendiri bertambah ragu dan yang menjadi pe-numpang kehilangan kepercayaan. Dalam hal yang demikian pastilah akhir kelaknya akan bertemu bencana, entah tertumbuk tanggul kawat, entah hancur luluh masuk jurang. Apa pun yang terjadi, kesudahan mobil demikian hanyalah bencana.
Sangatlah berbeda yang demikian itu dengan sekalian ajaran islam, baik pokok asasi maupun cabang-cabang undang-undang dan akhlak dalam Islam. Peraturan Islam itu dari Allah dan Rasul, tidak dicampuri oleh pendapat umum manusia. Meskipun kadang-kadang ijtihad manusia masuk juga ke dalamnya, ijtihad itu tidak lebih tidak kurang daripada garis yang telah ditentukan. Hasil pendapat tidak boleh berubah dari maksud syari'at. Oleh sebab itu, syari'at dari Allah inilah yang menjadi alat penimbang di tangan kita, menghadapi pemerintahan ataupun akhlak. Undang-undang pemerintahan Islam dan akhlak Islam tidak bisa ber-gewerhewer? Main tetap, main cabut. Tidak mungkin dalam pemikiran Islam suatu hal yang haram kemarin, besok bisa dihalalkan dan lain hari haram kembali. Apa yang telah haram dalam Islam akan tetap haram hingga hari Kiamat, “Bahtera kita ini dipimpin oleh nakhoda Mahaagung dan kita pun sangat percaya bahwa kita akan dibawa ke tempat yang bahagia dan perjalanan tidaklah akan berguncang sebentar ke kiri sebentar ke kanan."
“Allah memberikan keteguhan kepada orang yang beriman dengan kata yang tidak berubah-ubah, dalam hidup di atas dunia dan akhirat. Dan Allah akan menyesatkan orang yang aniaya dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Kedua dan sangat penting diperhatikan, yaitu bahwa penguasa dunia ini bila hendak meletakkan dasar dari satu undang-undang dan berusaha memperbaiki masyarakat, akhlak, dan kemajuan, di dalam menghadapi segala soal memerlukan kerelaan orang banyak, sebelum dia melangsungkan maksud menanfizkan undang-undang. Oleh sebab itu, berjalannya segala undang-undang sangat bergantung pada kerelaan orang banyak. Kalau orang banyak tidak menerima, undang-undang tidak jalan dan akhirnya dicabut kembali. Hal begini tidak terjadi di Amerika saja, tetapi dialami oleh seluruh dunia. Inilah bukti bahwa segala undang-undang ciptaan manusia ini mandul, tidak dapat memberikan hasil untuk memperbaiki akhlak, mental, dan moral.
Sebab, masyarakat yang akan diatur itu sendiri yang tidak mau diatur dan yang merusak itu sendiri tidak senang akan perbaikan. Kepada mereka yang semacam inilah tergantung satu undang-undang akan lancar, gagal, atau akan dicabut.
Kesulitan ini telah diselesaikan oleh Islam dengan jalan lain; yang kalau kita perhatikan jalan ini, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa hanya jalan yang dipilih oleh Islam inilah jalan benar satu-satunya. Sebelum orang masuk dalam soal tamaddun, kemajuan, masyarakat dan mental, dan sebelum orang dituntut supaya mematuhi undang-undang, terlebih dahulu hendaklah orang diajak supaya beriman kepada Allah, kitab-Nya, dan rasul-Nya. Memang beriman atau tidak beriman bergantung pada kerelaan manusia itu sendiri; terserah mau beriman atau tidak. Namun, bila manusia itu telah beriman kepada Allah, kitab, dan Rasul, segala hal yang bersangkut dengan rela atau tidak rela dengan sendirinya telah selesai. Dengan mengaku iman, artinya mengaku patuh melaksanakan perintah Allah dan Rasul dan patuh pula menghentikan yang dilarang. Kalau pokok iman ini telah dipegang maka sekalian undang-undang syara' berlaku dengan sendirinya; dan soal suka atau tidak suka, rela atau tak rela, dalam soal pokok atau soal ranting tidak ada lagi.
Oleh sebab itu, soalnya ialah iman atau tidak, bukan rela atau tidak. Kalau diperhatikan, bisa dipahami mengapa undang-undang antialkoho) gagal total di Amerika, padahal telah menghamburkan uang berjuta-juta dolar untuk siaran, brosur, buku ilmiah, iklan, propaganda yang jarang terjadi dalam sejarah bangsa-bangsa. Demikian juga kegagalan negara-negara lain di dunia ini dalam mencip-takan suatu undang-undang lalu diundangkan dan dicabut; dan mengapa pula dengan satu kalimat dari Rasulullah ﷺ bahwa Allah telah melarang, orang pun berhenti.
Berhenti terus sampai sekarang.
Ketiga, rombongan perikemanusiaan ini betapa pun kemajuan mereka dalam bidang ilmiah dan seni, betapa pun tingginya tempat yang telah mereka capai dalam kecerdasan akal, sampai ke lawang langit hijau, tetapi mereka tidak dapat membebaskan dirinya dari pengaruh hawa nafsunya, selama mereka belum tunduk kepada peraturan dari Allah dan selama mereka belum dibekali dengan iman. Mereka masih akan tetap diperintah hawa nafsu sendiri, selama belum sabar menahan dorongan nafsu itu, walaupun ilmu pengetahuannya yang tinggi telah mengatakan bahwa apa yang ditempuhnya itu berbahaya dan bahaya itu telah sejelas cahaya matahari. Berkali-kali ilmu pengetahuan itu telah membuktikan bahaya dan bencana yang mengancam dan mereka tahu dan yakin, tetapi mereka terperosok juga karena kontrol iman kepada Allah tidak ada untuk mengekang hawa nafsu.
Dari itu semuanya jelaslah dan tetaplah bahwa dorongan moral pada manusia dan tumbuhnya kontrol hati sanubari dan membekali hati sanubari ini dengan sesuatu tenaga yang dapat mematahkan pengaruh hawa nafsu amarah, semuanya itu tidaklah bisa diisi hanya dengan ilmu pengetahuan atau dengan hikmah filsuf dan tidak pula dengan jalan akal dan logika. Semuanya itu tidak bisa. Yang bisa hanya satu, yaitu iman.
Iman saja, lain tidak!