Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَثَٰبَهُمُ
maka memberi pahala kepada mereka
ٱللَّهُ
Allah
بِمَا
dengan apa
قَالُواْ
mereka katakan
جَنَّـٰتٖ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَاۚ
didalamnya
وَذَٰلِكَ
dan itulah
جَزَآءُ
balasan
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat kebaikan
فَأَثَٰبَهُمُ
maka memberi pahala kepada mereka
ٱللَّهُ
Allah
بِمَا
dengan apa
قَالُواْ
mereka katakan
جَنَّـٰتٖ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَاۚ
didalamnya
وَذَٰلِكَ
dan itulah
جَزَآءُ
balasan
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat kebaikan
Terjemahan
Maka, Allah memberi pahala kepada mereka atas sesuatu yang telah mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.
Tafsir
(Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, yaitu surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan) yang ikhlas keimanannya.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 83-86
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad ﷺ).
Dan mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).
Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.
Ayat 83
Selanjutnya Allah menyebutkan sifat mereka yang lain, yaitu taat kepada kebenaran dan mengikutinya serta menyadarinya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kalian lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri).” (Al-Maidah: 83)
Yakni melalui apa yang terdapat di dalam kitab mereka menyangkut berita gembira akan datangnya seorang rasul, yaitu Nabi Muhammad ﷺ seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad ﷺ." (Al-Maidah: 83) Yakni bersama orang-orang yang menjadi saksi atas kebenarannya dan yang beriman kepadanya.
Imam An-Nasai telah meriwayatkan dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Umar ibnu Ali ibnu Miqdam, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Raja Najasyi dan teman-temannya, yaitu firman Allah ﷻ: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad ﷺ).” (Al-Maidah: 83)
Ibnu Abu Hatim, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan melalui jalur Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah ﷻ: “Maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi.” (Al-Maidah: 83)
Yakni bersama Nabi Muhammad ﷺ dan umatnya adalah orang-orang yang menjadi saksi. Mereka bersaksi bahwa Nabi ﷺ telah menyampaikan risalahnya, juga mempersaksikan kepada para rasul, bahwa mereka telah menyampaikan risalah.
Imam Hakim berkata, "Sanad hadits ini shahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya."
Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syubail (yaitu Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Waqid), telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl, dari Abdul Jabbar ibnu Nafi' Ad-Dabbi, dari Qatadah dan Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah ﷻ: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata.” (Al-Maidah: 83) Ibnu Abbas mengatakan, mereka adalah para petani yang tiba bersama Ja'far ibnu Abu Thalib dari negeri Habsyah.
Ketika Rasulullah ﷺ membacakan Al-Qur'an kepada mereka, lalu mereka beriman, dan air mata mereka bercucuran. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangkali ketika kalian kembali ke tanah air kalian, maka kalian akan berpindah ke agama kalian lagi.” Mereka menjawab, "Kami tidak akan pindah dari agama kami sekarang." Perkataan mereka disitir oleh Allah ﷻ melalui wahyu yang diturunkan-Nya yaitu:
Ayat 84
“Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?” (Al-Maidah: 84)
Golongan orang-orang Nasrani inilah yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya:
“Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah.” (Ali Imran:199) hingga akhir ayat.
“Orang-orang yang telah kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, ‘Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya’." (Al-Qashash: 52-53) sampai dengan firman-Nya: “Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al-Qashash: 55) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
Ayat 85
“Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (Al-Maidah: 85)
Yakni Allah membalas mereka sebagai pahala atas iman mereka, kepercayaan dan pengakuan mereka kepada kebenaran, yaitu berupa:
“Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedangkan mereka kekal di dalamnya.” (Al-Maidah: 85)
Yakni mereka tinggal di dalam surga untuk selamanya, tidak akan pindah dan tidak akan fana.
“Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Al-Maidah: 85)
Yakni karena mereka mengikuti kebenaran dan taat kepadanya di mana pun kebenaran berada dan kapan saja serta dengan siapa pun, mereka tetap berpegang kepada kebenaran.
Ayat 86
Selanjutnya Allah menceritakan perihal orang-orang yang celaka melalui firman-Nya: “Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami.” (Al-Maidah: 86)
Yakni ingkar kepada ayat-ayat Allah dan menentangnya.
“Mereka itulah penghuni neraka.” (Al-Maidah: 86)
Yakni mereka adalah ahli neraka yang akan masuk ke dalamnya.
Maka Allah memberi pahala kepada mereka, Ahli Kitab yang jujur dan konsisten terhadap kebenaran agamanya, atas perkataan yang telah mereka ucapkan, yaitu pernyataan, Dan tidak ada alasan bagi kami tidak akan beriman kepada Allah. Mereka mendapat balasan berupa surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, merasakan kenikmatan yang tidak putus. Dan itulah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, terhadap diri mereka sendiri dengan tidak menyembunyikan kebenaran Taurat atau Injil, yang merupakan wahyu Allah. Dan orang-orang kafir, termasuk dari kalangan ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, yaitu Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, di akhirat nanti, mereka itu akan menjadi penghuni neraka jahim yang kekal di dalamnya.
Berdasarkan ucapan mereka yang mengungkapkan keimanan dan keikhlasan mereka yang sungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah memberi mereka pahala, berupa surga tempat mereka memperoleh kenikmatan dan karunia Allah yang berupa kebun-kebun dan taman-taman yang indah. Pada hakekatnya keindahan dan kenikmatan yang mereka peroleh di dalam surga itu tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Surga akan dikaruniakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh semasa ia hidup di dunia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 83
“Dan apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, akan engkau lihat mata mereka meleleh, lantaran apa yang telah mereka ketahui setengah hati keberatan."
Demikian sambutan pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang hati mereka penuh dengan ke-muliaan itu jika mereka mendengar Al-Qur'an dibacakan kepada mereka. Mereka hingga me-nangis mendengar beberapa ayat saja yang dibacakan. Oleh sebab itu, dikatakan dalam ayat sebab mereka menangis adalah setelah mereka mengetahui setengah dari kebenaran (minal-haqqi). Baru sebagian saja yang mereka dengar, mereka sudah terharu, kononlah jika mereka mendengar seluruh isi Al-Qur'an.
Menurut riwayat an-Nasa'i, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabrani, Abusy-Syaikh, dan Ibnu Mardawaihi, yang mereka terima dari Abdullah bin Zubair, pendeta-pendeta dan rahib-rahib ini adalah orang-orang besar agama, yang hadir dalam majelis Najasyi ketika dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an.
Riwayat yang lain dari Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Abi Hatim, dan Abu Naim di dalam kitab-nya al-Hulhyah dan al-Wahidiy, dan Ibnu Syahab. Dia berkata:
“Mengabarkan kepadaku Sa'id bin al-Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, al-Harits bin Hisyam, dan Urwah bin Zubair, mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah mengutus Amr bin Umayyah adh-Dhamily membawa sepucuk surat kepada Najasyi. Pergilah dia menghadap Najasyi, dan dibacalah surat Rasulullah itu," Jadi rupanya isi surat Rasulullah ﷺ itu ialah meminta supaya sudi kiranya Najasyi memberikan perlindungan kepada sahabat-sahabat beliau yang telah datang memperlindungkan diri ke negeri itu, yang dikepalai oleh Ja'far bin Abi Thalib. Setelah mendengar isi surat Rasulullah yang dibacakan, Baginda Raja Najasyi menyuruh memanggil orang-orang Muhajirin itu berikut ketuanya, yaitu Ja'far, Lalu, Baginda menyuruh pula memanggil pendeta-pendeta dan rahib-rahib supaya mereka turut hadir dalam majelis itu. Kemudian Baginda menyuruh Ja'far membaca sebagian dari ayat-ayat Al-Qur'an di hadapan pendeta-pendeta dan rahib-rahib itu. Oleh Ja'far, dibacakanlah surah Maryam, Mendengar surah tersebut dibacakan, berimanlah mereka semuanya dan bercu-curanlah air mata mereka.
Tersebut pula dalam riwayat yang lain dari Abusy-Syaikh, yang diterimanya dari Qatadah, bahwasanya ketua-ketua Quraisy tiada berse-nang hati karena mereka melindungkan diri ke negeri itu. Mereka berjumlah empat puluh orang. Oleh karena itu, Quraisy mengutus dua orang yang bijak untuk menghadap Najasyi, memohon supaya orang-orang Muhajirin itu diserahkan kembali kepada mereka, supaya mereka dapat membawanya pulang ke Mekah. Kedua utusan itu ialah Amr bin al-Ash dan Ummarah bin al-Walid (sebelum keduanya masuk Islam). Namun, Najasyi tidak mau memperturutkan kedua utusan itu sebelum mendengar sendiri dari orang-orang itu apa sebenarnya pendirian agama mereka terhadap lu nabi baru itu. Kemudian, mereka dipanggil menghadap sehingga berhadap-hadapanlah i-mereka dengan utusan Quraisy dalam majelis Najasyi. Seketika Najasyi bertanya tentang ir, nabi itu. Kemudian, atas nama bersama ja'far … memberikan keterangan, “Memang kepada kami telah diutus seorang nabi, seperti yang la telah diutus juga kepada umat-umat sebelum n kami. Dia telah menyeru kami agar percayaa kepada Allah Yang Mahatunggal. Dia telah menyuruh kami berbuat ma'ruf. Dia telah melarang kami berbuat yang mungkar. Dia telah memerintahkan kami supaya menghubungkan kasih sayang dan jangan memutuskannya. Dia telah menyuruh kami meneguhi janji dan melarang kami memungkirinya. Namun sayang sekali, kaum kami membenci kami lantaran u itu sehingga kami diusir karena kami percaya a kepadanya. Maka, tidak ada kami menampak :a orang lain untuk mencari perlindungan, mela-ir inkan engkau. Dan itu sebabnya kami kemari." Mendengar itu, terharulah Najasyi dan serta-merta dia menyambut, “Memang!"
Namun, ‘Amr bin al-'Ash belum kehabisan akal, lalu dia pun melancarkan hasutan lainnya, “Mereka berkata tentang Isa lain sekali dengan apa yang kamu percayai!"
Kemudian, bertanyalah Najasyi kepada mereka, “Bagaimana kepercayaan kamu tentang Isa al-Masih?" Lalu mereka jawab, “Kami percaya bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dan kalimat-Nya, dan ruh-Nya. Dia dilahirkan oleh seorang perawan yang suci!" Kemudian Najasyi menyambut, “Memang begitu, kalian tidak salah!" Baginda lalu berkata kepada Amr dan kawannya itu, “Kalau bukanlah kalian ini tetamuku, niscaya telah aku hukum kalian."
Gagal sama sekali perutusan Quraisyyang dilaksanakan oleh Amr bin al-Ash dan Ummarah bin al-Walid itu. Mereka kembali ke n Mekah dengan tangan hampa. Malahan Najasyi tertarik dengan Islam, lalu masuk Islam. Sampai Nabi ﷺ mewakilkan kepada beliau mengakadkan nikah beliau dengan Ummu Habibah, anak Abu Sufyan yang kala itu sangat memusuhi Rasulullah ﷺ. Kemudian, setelah Rasulullah hijrah ke Madiriah, kembalilah Ja'far bersama rombongannya ke tanah air, Tanah Arab, langsung ke Madiriah. Bersama dengannya, Najasyi Ashamah mengutus pula beberapa orang pendeta dan rahib-rahib, guna mengeratkan hubungan silaturahim dengan Rasulullah ﷺ. Menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang diterima dari as-Suddi bilangan utusan yang datang bersama Ja'far sebanyak dua belas orang, tujuh pendeta dan lima orang rahib. Setelah mereka hadir di dalam majelis Rasulullah, dibacakanlah kepada mereka beberapa ayat dari Al-Qur'an. Mereka terharu dan menangis mendengarkannya, lalu mereka pun memeluk Islam.
Ada dua atau tiga riwayat lagi berkenaan dengan Najasyi dan pendeta-pendetanya yang masuk Islam. Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, tatkala pertemuan di istana Najasyi itu utusan kaum Quraisy masuk terlebih dahulu, sedangkan kaum Muhajirin datang kemudian. Mereka masuk dengan mengucapkan assa-laamu'alaikum. Sedari awal, utusan Quraisy sudah mencoba menghasut dengan mengatakan bahwa salam mereka lain dari salam Nasrani. Maka, Najasyi pun bertanya kepada kaum Muhajirin, kenapa mereka tidak mengucapkan salam menurut adat yang dipakai di negeri itu. Ja'far menjawab, “Kami mengucapkan salam kepada Tuan, dengan salamnya ahli surga dan malaikat!"
Alhasil, dapatlah disimpulkan dari riwayat-riwayat tersebut bahwasanya, baik Najasyi maupun pendeta-pendeta Baginda terpesona oleh ayat-ayat yang dibaca sehingga mereka memeluk Islam. Memang surah Maryam yang diturunkan di Mekah itu kalau dibaca dengan saksama, terutama oleh orang Nasrani yang jujur, akan mengharukan hati mereka. Sebab di dalam kitab-kitab Injil yang empat itu sendiri, tidaklah terdapat pembelaan dan pujian yang setinggi itu kepada Maryam.
Kita teringat bahwa kira-kira pada 1950, seorang uskup Katolik di Amerika, Uskup Shean pun pernah menyatakan penghargaan dan rasa hormatnya pada Islam karena penghormatan Islam yang demikian luhur terhadap Maryam, walaupun beliau tidak masuk Islam.
Silaturahim dengan Najasyi tidak putus sampai di situ saja. Setelah mendengar kabar bahwa beliau mangkat, Rasulullah ﷺ mengajak sahabat-sahabat mengerjakan shalat gaib untuk Baginda. Hanya saja, riwayat tidak menyebutkan lagi tentang pendeta-pendeta utusan itu, apakah mereka kembali pulang ke negerinya dan menyebarkan Islam di sana atau tidak. Apalagi selanjutnya perkembangan Islam berlanjut ke utara, yaitu ke Syam dan ke Irak sehingga hubungan dengan Habsyi putus dan Najasyi-Najasyi yang datang kemudian, kembali ke dalam agama Nasrani.
Untuk melengkapi penafsiran ayat ini, kita salinkan sebuah riwayat lagi dari as-Suyuthi dalam tafsirnya ad-Durrui Mantsur yang diambilnya dari riwayat ath-Thabrani secara ringkas dan riwayat al-Baihaqi yang agak panjang. Riwayat ini menerangkan pula kejadian lain tentang pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang muliawan dan budiman itu, yaitu kisah Salman al-Farisi masuk Islam. Disebutkan ringkasannya bahwa Salman dahulunya beragama Majusi dan sedang mencari-cari agama yang lebih benar. Di Mausil itu mereka menemui pula seorang pendeta lain yang lebih tua dan sedang bertapa di sebuah gua. Banyak orang menziarahi beliau dan beliau banyak memberi nasihat kepada orang-orang yang menziarahinya. Dia memberi keterangan kepada Salman al-Farisi tentang Nabi Isa, seorang hamba Allah dan Rasul-Nya. Dan pendeta itu tidak keluar-keluar dari dalam guanya melainkan pada hari Ahad. Salman pun meneruskan per-jalanannya dengan pendeta yang mula bertemu tadi, sampai ke Baitul Maqdis. Di sanalah pendeta itu menyembuhkan orang sakit lumpuh. Dan di Baitul Maqdis itu Salman mulai berpisah dengannya. Kemudian, pendeta itu memberikan nasihat apabila Salman berjumpa dengan Nabi hendaklah dia beriman kepadanya. Kemudian mereka pun berpisah dan tak sempat berjumpa lagi. Salman meneruskan perjalanan menumpang sebuah kafilah ke Madiriah. Di sanalah Salman ber-jumpa dengan Rasulullah dan melihat tanda-tanda itu, lalu memeluk Islam. Karena dia diperniagakan orang sebagai budak, beramal-ramailah penduduk Madiriah menebusnya. Dalam sejarah Islam, Salman kemudian menjadi salah seorang yang penting. Keraplah dia menceritakan bahwa dia memeluk Islam adalah karena petunjuk dari seorang pendeta yang menemaninya sampai ke Baitul Maqdis.
Dengan berbagai riwayat ini, kita mendapat suatu kesan bahwa pada zaman itu memang ada pendeta-pendeta yang tetap berpegang teguh pada kepercayaan bahwa al-Masih tetaplah rasul Allah dan masih pula percaya akan kedatangan nabi pada akhir zaman.
Riwayat perkembangan Kristen sendiri mengakui timbulnya perselisihan di kalangan mereka. Perselisihan itu akhirnya meletakkan golongan yang berpegang teguh pada tauhid menjadi golongan yang kalah, dikucilkan, dan disisihkan, lalu kepercayaan mereka pun tidak dianggap sah. Meskipun demikian, pada setiap zaman timbul juga golongan itu dan ditindas juga. Namun, kehadirannya tidaklah dapat dibendung. Terkadang timbul juga pendeta-pendeta yang bersih hati, terbuka hatinya kepada kebenaran lalu masuk Islam. Malahan, raja besar seperti Najasyi dan beberapa di antara pendeta dan rahib pengikutnya, dengan sukarela memeluk Islam. Heraclius, raja Romawi di Suriah dan Muqauqis, raja muda Romawi di Mesir tidak dapat memeluk ke benaran seruan Islam itu. Jabatan mereka masing-masinglah yang menyebabkan mereka tidak mau memeluk Islam karena tidak mempunyai keberanian budi. Berlainan halnya dengan Ja'far dan adiknya ‘Abd, dua orang raja di negeri Oman. Segera setelah menerima seruan Rasulullah, mereka pun memeluk Islam. Seperti yang diceritakan sebelumnya. Kemudian dilanjutkan pula tentang keadaan pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang terbuka hatinya dan menerima iman karena mendengar ayat-ayat Al-Qur'an itu. Demikian lanjutannya."Mereka berkata, Ya Tuhan kami, kami telah percaya.'" Artinya bahwa segala keterangan isi ayat-ayat itu telah kami dengar dan tidak dapat dibantah kebenarannya. Oleh sebab itu, berimanlah kami kepadanya.
“Sebab itu, tuliskanlah kami dari golongan orang-orang yang menyaksikan."
Artinya, catatkanlah kami atau masukkanlah kami dalam daftar orang yang menyaksikan dan mengakui. Tegasnya lagi bahwa dengan begini, terimalah kiranya syahadat kami: asyhadu aUa ilaha illallah, wa ashyhadu anna muhammadar rasulullah!
Dilanjutkan lagi dengan keterangan dan alasan mereka, mengapa mereka bersikap setegas itu? Kemudian, datang jawaban dalam terusan ayat,
Ayat 84
“Mengapalah kami tidak akan beniman kepada Allah dan kepada yang datang kepada kami daripada kebenaran."
“Dan … kami akan dimasukkan oleh Tuhan kami … yang saleh."
Ujung ayat ini menunjukkan kelanjutan wajar dari iman. Kalau seseorang telah mengakui kebenaran wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ karena memang sesuai dengan pokok ajaran segala agama, timbullah cita-cita dan kerinduan supaya dimasukkan Allah ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Kalau pengakuan terhadap kebenaran telah ada, kalau iman sudah diterima, mestilah ada kelanjutannya, yaitu melaksanakan keimanan itu dalam kehidupan sehari-hari agar bertemu antara teori dengan praktik.
Tidaklah mungkin seseorang mengaku dirinya beriman, kalau tidak tampak usahanya menyesuaikan kehidupannya dengan kepercayaan yang dianutnya. Oleh karena itu, dalam ayat ini diterangkan bahwa pendeta-pendeta Nasrani itu, setelah mereka mengaku beriman, bercita pula agar Allah memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Dan kehidupan yang saleh itu telah mereka saksikan sendiri pada diri sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ yang datang melindungkan diri ke Habsyi. Seumpama Ja'far bin Abi Thalib, Utsman bin Mazh'un, dan muhajirin-inuhajirat. Selama mereka melindungkan diri di negeri Habsyi itu, kehidupan mereka sehari-hari, ketinggian budi dan akhlak mereka patut dijadikan contoh teladan. Contoh ketinggian budi yang diperlihatkan oleh sikap hidup, lebih besar pengaruhnya daripada pidato-pidato atau ucapan mulut.
Ayat ini memberi contoh teladan kepada kita, bahwasanya kehidupan Muslim sejati, yang saleh dapatlah menarik hati orang lain agama, yang batinnya tidak terpengaruh oleh rasa benci yang telah ditanamkan beratus-ratus tahun. Ketika Maulana Abdul Aleem ash-Shiddiqy, seorang mubaligh Islam dari Pakistan mengadakan pidato-pidato dan dakwah ke beberapa negeri di Eropa dan Amerika, banyak orang Kristen tertarik pada Islam dengan bimbingan beliau. Sebab yang utama ialah kehidupannya sendiri, Maulana menunjukkan teladan hidup yang sederhana.
Syekh Muhammad Abduh pernah menceritakan bahwasanya ketika beliau melawat ke beberapa negeri di Eropa. Sesampainya di Weenen, seorang perempuan Eropa tertarik kepada beliau lalu meminta petunjuk kepada beliau berkenaan tentang Islam. Perempuan itu menyatakan terus terang bahwa selama ini dia menyangka bahwa yang bisa hidup saleh itu hanya pendeta-pendeta Kristen saja. Namun, setelah melihat beliau dan memerhatikan sikap hidupnya, barulah perempuan itu tahu bahwa di luar Kristen pun ada orang seperti demikian.
Dalam perlawatannya ke Amerika (1952) pun penulis tafsir ini telah mengalami hal yang serupa ketika melawat ke University Chicago yang terkenal. Di sana, penulis telah menjadi tamu dari seorang profesor warga negara Amerika keturunan Jepang dan telah memeluk agama Kristen. Lebih dari satu jam kami bertukar pikiran dalam suasana persahabatan yang mesra tentang agama, kebudayaan, perbedaan Timur dengan Barat dan filsafat, dan terutama sekali tentang filsafat ajaran Islam. Demikian asyik pe^akapan kami, sampai di penutupnya beliau berkata, “Sayang sekali, orang seperti Tuan jarang sekali datang melawat ke negeri ini. Orang di sini telah teng-gelam ke dalam alam kebendaan sehingga tidak ada kesempatan lagi menilai dan menggali soal keruhanian. Dan beberapa orang Indonesia terkemuka pun telah datang ke negeri ini dan datang ke universitas ini, tetapi saya tidak mendapat keterangan seperti yang Tuan katakan itu. Apakah banyak orang yang berpaham seperti Tuan di negeri Tuan?'1
Saya tidak dapat memberikan jawaban yang tegas tentang pertanyaan yang terakhir. Cuma sekarang kita kembali pada ayat yang tengah kita tafsirkan. Di dalam ayat ini kita melihat dua hal yang dapat memengaruhi sehingga pendeta Kristen sendiri bisa dengan segala keikhlasan menerima Islam jika mendengar bunyi ayat dan memahami artinya. Kedua, jika melihat contoh kehidupan Islam itu menjelma atau menubuh dalam diri penganutnya dan iman yang seperti itu mendapat sambutan kasih mesra dari Allah.
Ayat 85
“Maka memberi pahalalah Allah kepada mereka lantaran apa yang telah mereka katakan itu."
Mereka diberi pahala oleh Allah karena mereka telah berani mengatakan kebenaran dengan terus terang, yaitu bahwa hati sanubari mereka telah menerima tauhid. Mereka tidak bertahan lagi pada paham yang sesat dari hakikat agama, yaitu mengatakan bahwa Allah itu beranak atau Allah itu adalah anak itu sendiri. Mereka mendapat pahala karena mereka telah berani menentang suasana sekeliling lalu kembali pada ajaran yang sejati dan asli dari rasul-rasul, yaitu ajaran tauhid. Pahala itu ialah, “Yaitu surga-surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai, kekal mereka di dalamnya." Tegasnya bahwa permohonan mereka tersebut, supaya kedudukan mereka disamakan Allah dengan orang-orang yang saleh itu dikabulkan oleh Allah. Sebab dengan sikap mereka menyatakan diri mengakui dan menyaksikan kebenaran yang dibawa Rasul, sampai titik air mata karena terharu menerima kebenaran adalah bukti pertamayangmenunjukkan bahwa mereka sendiri telah mendekati tempat orang-orang yang saleh. Apatah lagi, setelah mereka mengiringinya dengan amal perbuatan. Dan Rasulullah ﷺ selalu mengatakan bahwasanya Islam itu menghapuskan segala dosa zaman lampau yang pernah dikerjakan. Orang-orang yang maju dalam Islam sendiri pun, seumpama Abu Bakar, Umar, dan yang lain-lain dahulunya pun orang musyrik penyembah berhala.
Mereka pun menitikkan air mata ketika mendengarkan ayat Allah dibacakan Nabi. Mereka pun beriman dan menyaksikan, dan mereka berjuang menegakkan itu dalam kehidupan mereka. Lantaran itu, mereka lalu dijanjikan masuk surga. Oleh karena itu, tidaklah ada perbedaan penghargaan Allah terhadap seluruh hamba-Nya, asal hamba itu benar beriman, menyaksikan dan berbuat perbuatan yang saleh.
“Dan itulah ganjaran bagi orang-orang yang berbuat baik."
Kalimat di ujung ayat ini ialah muhsinin, yang berarti orang-orang yang berbuat baik atau yang selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki serta mempertinggi mutu perbuatannya. Sebab iman, pengakuan, dan penyak-sian itu selalu menghendaki kegiatan. Amal saleh itu hendaklah selalu ditingkatkan dan diriaikkan mutunya, jangan hanya dicukupkan dengan apa yang telah didapat. Iman itu bisa memuncak naik kalau selalu dipelihara dan dipertinggi, dan bisa pula meluncur turun hingga habis kalau tidak ada pemeliharaan. Oleh sebab itu, datanglah petunjuk Rasulullah ﷺ tentang arti ihsan itu. seketika Jibril menanyakan kepada Allah seakan-akan eng-kau melihat Allah dengan matamu sendiri. Dan, walaupun Allah tak dapat engkau lihat dengan mata, Dia tetap melihatmu. Oleh sebab itu, hendaklah selalu engkau berbuat ihsan.