Ayat
Terjemahan Per Kata
تَرَىٰ
kamu melihat
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
يَتَوَلَّوۡنَ
(mereka) menjadikan pemimpin
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْۚ
kafir/ingkar
لَبِئۡسَ
sungguh amat buruk
مَا
apa
قَدَّمَتۡ
telah disediakan
لَهُمۡ
bagi mereka
أَنفُسُهُمۡ
diri mereka sendiri
أَن
bahwa
سَخِطَ
kemurkaan
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَفِي
dan didalam
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
هُمۡ
mereka
خَٰلِدُونَ
(mereka) kekal
تَرَىٰ
kamu melihat
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
يَتَوَلَّوۡنَ
(mereka) menjadikan pemimpin
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْۚ
kafir/ingkar
لَبِئۡسَ
sungguh amat buruk
مَا
apa
قَدَّمَتۡ
telah disediakan
لَهُمۡ
bagi mereka
أَنفُسُهُمۡ
diri mereka sendiri
أَن
bahwa
سَخِطَ
kemurkaan
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَفِي
dan didalam
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
هُمۡ
mereka
خَٰلِدُونَ
(mereka) kekal
Terjemahan
Engkau melihat banyak di antara mereka bersekutu dengan orang-orang yang kufur (musyrik). Sungguh, itulah seburuk-buruk apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri (sehingga mengakibatkan) Allah murka kepada mereka. Mereka akan kekal dalam azab.
Tafsir
(Kamu melihat) wahai Muhammad (kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir/musyrik) dari kalangan penduduk Mekah karena membencimu. (Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka) yaitu berupa amal perbuatan untuk bekal mereka di akhirat yang akibatnya (Allah murka terhadap mereka dan mereka akan kekal dalam siksaan.).
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 78-81
Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam azab.
Dan sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ayat 78
Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia telah melaknat orang-orang kafir dari kaum Bani Israil dalam masa yang cukup lama, yaitu melalui apa yang Dia turunkan kepada nabi-Nya, yaitu Nabi Daud a.s.; dan melalui lisan Isa putra Maryam, karena mereka durhaka kepada Allah dan bertindak sewenang-wenang terhadap makhluk-Nya.
Al-Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa mereka dilaknat dalam Taurat, Injil, Zabur dan Al-Furqan (Al-Qur'an).
Ayat 79
Kemudian Allah menjelaskan perihal yang biasa mereka lakukan di masanya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Maidah: 79)
Yakni satu sama lainnya tidak mau melarang perbuatan-perbuatan dosa dan haram yang mereka perbuat.
Kemudian Allah mencela mereka atas perbuatan itu agar dijadikan pelajaran dan peringatan bagi yang lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang serupa. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Maidah: 79)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abdullah, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ketika kaum Bani Israil tenggelam ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka para ulamanya mencegah mereka, tetapi mereka tidak mau berhenti. Lalu para ulama mereka mau duduk bersama dengan mereka dalam majelis-majelis mereka. Yazid mengatakan bahwa menurutnya Syarik ibnu Abdullah mengatakan, "Di pasar-pasar mereka, dan bermuamalah dengan mereka serta minum bersama mereka. Karena itu, Allah memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Allah melaknat mereka melalui lisan Nabi Daud dan Nabi Isa ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (Al-Maidah: 78) Pada mulanya Rasulullah ﷺ bersandar, kemudian duduk dan bersabda: “Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sebelum kalian menyeret mereka kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya.”
Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad An-Nafili, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Rasyid, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya kekurangan yang mula-mula dialami oleh kaum Bani Israil adalah bilamana seorang lelaki bertemu dengan lelaki lain (dari kalangan mereka), maka ia berkata kepadanya, ‘Wahai kamu, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah dosa yang kamu lakukan itu, sesungguhnya perbuatan itu tidak halal bagimu.’ Kemudian bila ia menjumpainya pada keesokan harinya, maka hal tersebut tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman minum, dan teman duduknya. Setelah mereka melakukan hal tersebut, maka Allah memecah-belah hati mereka; sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain. Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam.” (Al-Maidah: 78) sampai dengan firman-Nya: “orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 81) Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak, demi Allah, kalian harus amar ma'ruf dan nahi munkar, dan kalian harus mencegah perbuatan orang yang zalim, membujuknya untuk mengikuti jalan yang benar atau kalian paksa dia untuk mengikuti jalan yang benar.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah melalui jalur Ali ibnu Bazimah dengan sanad yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Kemudian dia dan Ibnu Majah meriwayatkannya pula melalui Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Ali ibnu Bazimah dari Abu Ubaidah secara mursal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj dan Harun ibnu Ishaq Al-Hamdani; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil apabila melihat saudaranya sedang melakukan dosa, maka ia melarangnya dari perbuatan dosa itu dengan larangan yang lunak. Dan apabila keesokan harinya apa yang telah ia lihat kemarin darinya tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman bergaul, dan teman muamalahnya. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Harun disebutkan, "Dan teman minumnya." Akan tetapi, keduanya sepakat dalam hal matan berikut, yaitu: “Setelah Allah melihat hal tersebut dari mereka, maka Dia memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Allah melaknat mereka melalui lisan Daud dan Isa ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian harus ber-amar maruf dan nahi munkar, dan kalian harus memegang tangan orang yang jahat, lalu kalian paksa dia untuk tunduk kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya. Atau Allah akan memecah-belah hati sebagian dari kalian atas sebagian yang lain, atau Allah akan melaknat kalian seperti Dia melaknat mereka.”
Konteks ini ada pada Abu Sa'id. Demikianlah menurut Ibnu Abu Hatim dalam riwayat hadits ini. Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya pula dari Khalaf ibnu Hisyam, dari Abu Syihab Al-Khayyat, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Salim (yaitu Ibnu Ajlan Al-Aftas), dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, dari ayahnya, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang serupa. Kemudian Abu Dawud mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Khalid dari Al-Ala, dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Al-Muharibi meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah (Ibnu Mas'ud). Guru kami, Al-Hafidzh Abul Hajjaj Al-Mazi, mengatakan bahwa Khalid ibnu Abdullah Al-Wasiti telah meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abu Musa.
Hadits-hadits yang menerangkan tentang amar maruf dan nahi munkar banyak sekali jumlahnya. Berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang berkaitan dengan tafsir ayat ini. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadits Jabir, yaitu pada tafsir firman-Nya: “Mengapa orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka.” (Al-Maidah: 63) Dan kelak akan disebutkan hadits Abu Bakar As-Siddiq dan Abu Sa'labah Al-Khusyani pada tafsir firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk.” (Al-Maidah: 105)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhali, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi ﷺ telah bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar memerintahkan kepada kebajikan dan melarang terhadap kemungkaran, ataukah benar-benar dalam waktu yang dekat Allah akan menimpakan suatu azab dari sisiNya kepada kalian, kemudian kalian benar-benar berdoa memohon kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.”
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Ali ibnu Hajar, dari Ismail ibnu Ja'far dengan sanad yang sama, lalu Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Abu Abdullah yaitu Muhammad ibnu Yazid ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Amr ibnu Usman, dari ‘Ashim ibnu Umar ibnu Usman, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Ber-amar maruf-lah dan ber-nahi munkar-lah kalian sebelum (tiba masanya) kalian berdoa, lalu tidak diperkenankan doa kalian.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan ‘Ashim orangnya tidak dikenal.
Di dalam kitab Shahih melalui Al-A'masy, dari Ismail ibnu Raja, dari ayahnya, dari Abu Sa'id dan dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Sa'id Al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa dari kalangan kalian melihat perkara mungkar (dikerjakan), hendaklah ia mencegahnya dengan tangan (kekuasaan)nya. Jika ia tidak mampu, cegahlah dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu, hendaklah hatinya mengingkarinya; yang demikian itu merupakan iman yang paling lemah.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Saif (yaitu Ibnu Abu Sulaiman); ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi menceritakan dari Mujahid, telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakek yakni Addi ibnu Umairah menceritakan hadits berikut, bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengazab orang awam karena perbuatan orang-orang khusus sebelum mereka (orang-orang khusus) melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Maka apabila mereka berbuat demikian, barulah Allah mengazab orang-orang khusus dan orang-orang awam.”
Ahmad meriwayatkannya dari Ahmad ibnul Hajjaj, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Saif ibnu Abu Sulaiman, dari Isa ibnu Addi Al-Kindi yang mengatakan, “Telah menceritakan kepadaku seorang maula kami yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar kakekku mengatakan bahwa kakek pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, lalu ia menuturkan hadits ini.” Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad dari dua jalur tersebut.
Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Ziyad Al-Mausuli, dari Addi ibnu Addi, dari Al-Urs (yakni Ibnu Umairah), dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Apabila perbuatan dosa dilakukan di bumi, maka orang yang menyaksikannya lalu membencinya dan di lain waktu beliau mengatakan bahwa lalu ia memprotesnya maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menyaksikannya. Dan barang siapa yang tidak menyaksikannya, tetapi ia rela dengan perbuatan dosa itu, maka kedudukannya sama dengan orang yang menyaksikannya (dan menyetujuinya).”
Hadits diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud secara munfarid. Imam Abu Dawud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Abu Syihab, dari Mugirah ibnu Ziyad, dari Addi ibnu Addi secara mursal.
Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb dan Hafs ibnu Umar; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Syu'bah, berikut ini adalah lafaznya, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi yang mengatakan, telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar dari Nabi ﷺ. Dan Sulaiman mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi ﷺ bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Manusia tidak akan binasa sebelum mereka mengemukakan alasannya atau diri mereka dimaafkan.”
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah ﷺ berdiri melakukan khotbahnya, antara lain beliau ﷺ mengatakan: “Ingatlah, jangan sekali-kali seorang lelaki merasa enggan karena takut kepada manusia (orang lain) untuk mengatakan kebenaran jika ia mengetahuinya.” Abu Nadrah melanjutkan kisahnya, "Setelah mengemukakan hadits ini Abu Sa'id menangis, lalu berkata, 'Demi Allah, kami telah melihat banyak hal, tetapi kami takut (kepada orang lain)'."
Di dalam hadits Israil, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Jihad yang paling utama ialah perkataan yang benar di hadapan sultan yang zalim.”
Hadits riwayat Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari segi ini, hadits berpredikat hasan gharib.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa'id Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa seorang lelaki menghadap kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau berada di jumrah pertama, lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah jihad yang paling utama itu?" Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab.
Ketika beliau ﷺ melempar jumrah kedua, lelaki itu kembali bertanya, tetapi Nabi ﷺ, tetap diam. Setelah Nabi ﷺ melempar jumrah 'aqabah, lalu meletakkan kakinya pada pijakan pelana kendaraannya untuk mengendarainya, maka beliau bertanya, "Di manakah orang yang bertanya tadi?" Lelaki itu menjawab, "Saya, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda: “Kalimat benar yang diucapkan di hadapan penguasa yang sewenang-wenang.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair dan Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buntuti, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Janganlah seseorang di antara kalian menghina dirinya sendiri.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang di antara kami menghina dirinya sendiri? Rasulullah ﷺ menjawab, "(Bila) ia melihat suatu urusan menyangkut Allah yang harus diluruskannya, kemudian ia tidak mau mengatakannya. Maka kelak di hari kiamat Allah akan berfirman kepadanya, 'Apakah yang menghalang-halangi kamu untuk mengatakan hal yang benar mengenai Aku dalam masalah anu, anu, dan anu?' Maka ia menjawab, 'Takut kepada manusia (orang lain).' Maka Allah berfirman, 'Sebenarnya Akulah yang harus engkau takuti'." Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini secara munfarid.
Ibnu Majah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman Abu Jiwalah, telah menceritakan kepada kami Nattar Al-Abdi; ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah menanyai hamba-hamba-Nya di hari kiamat, sehingga Dia mengatakan, "Apakah yang menghalang-halangimu ketika kamu melihat perkara mungkar untuk mengingkarinya?” Apabila Allah telah mengajarkan kepada seorang hamba alasan yang dikemukakannya, maka hamba itu berkata "Wahai Tuhanku, saya berharap kepada-Mu dan saya tinggalkan manusia." Hadits ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan sanadnya bisa dipakai.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu ‘Ashim, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan, dari Jundub, dari Huzaifah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: "Tidak layak bagi seorang muslim menghina dirinya sendiri.” Ketika ditanyakan, "Bagaimanakah seseorang dapat menghina dirinya sendiri? Nabi ﷺ bersabda, "Melibatkan dirinya ke dalam bencana yang tidak mampu dipikulnya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah, semuanya dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Amr ibnu ‘Ashim dengan sanad yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini (kalau bukan) hasan (berarti) gharib.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'bad Hafs ibnu Gailan Ar-Ra'ini, dari Makhul, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa pernah ditanyakan, "Wahai Rasulullah, bilakah amar ma'ruf dan nahi munkar ditinggalkan?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Apabila muncul di kalangan kalian hal-hal yang pernah muncul di kalangan umat-umat sebelum kalian.” Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang pernah muncul di kalangan umat-umat sebelum kami?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Kerajaan (kekuasaan) di tangan orang-orang kecil kalian, perbuatan keji dilakukan di kalangan para pembesar kalian, dan ilmu berada di tangan orang-orang rendah kalian.” Zaid mengatakan sehubungan dengan makna sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Dan ilmu di tangan orang-orang rendah kalian.” Makna yang dimaksud ialah bilamana ilmu dikuasai oleh orang-orang yang fasik.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid. Dan di dalam hadits Abu Sa'labah yang akan diketengahkan dalam tafsir firman-Nya: “Saat itu orang yang sesat tidak akan bisa memberi mudarat kepada kalian, apabila kalian telah mendapat petunjuk.” (Al-Maidah: 105) terdapat bukti yang memperkuat hadits ini.
Ayat 80
Firman Allah ﷻ: “Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik).” (Al-Maidah: 80)
Menurut Mujahid, mereka adalah orang-orang munafik.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka.” (Al-Maidah: 80)
Yang dimaksud dengan hal tersebut ialah mereka berpihak kepada orang-orang kafir dan meninggalkan orang-orang mukmin, yang akibatnya hati mereka menjadi munafik dan Allah murka terhadap mereka dengan murka yang terus-menerus sampai hari mereka dikembalikan kepada-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka.” Al-Maidah: 80)
Ayat ini mengandung pengertian sebagai celaan terhadap perbuatan mereka itu.
Selanjutnya Allah ﷻ memberitahukan bahwa mereka mengalami nasib berikut: “Dan mereka akan kekal dalam azab.” (Al-Maidah: 80)
Yakni kelak di hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ali, dari Al-A'masy dengan sanad yang disebutkannya: “Wahai semua orang muslim, jauhilah oleh kalian perbuatan zina, karena sesungguhnya perbuatan zina itu mengakibatkan enam perkara; tiga di dunia, dan tiga lagi di akhirat. Adapun di dunia, maka sesungguhnya perbuatan zina itu dapat menghapuskan ketampanan (kewibawaan), mengakibatkan kemiskinan, dan mengurangi umur. Adapun yang di akhirat, maka sesungguhnya perbuatan zina itu memastikan murka Tuhan, hisab yang buruk dan kekal dalam neraka. Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: “Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam azab.” (Al-Maidah: 80).
Hal yang sama telah diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Mardawaih telah meriwayatkannya melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, dari Muslim, dari Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Huzaifah, dari Nabi ﷺ, lalu ia mengetengahkan hadits ini. Dia juga mengetengahkannya melalui jalur Sa'id ibnu Afir, dari Muslim, dari Abu Abdur Rahman Al-Kufi, dari Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Huzaifah, dari Nabi ﷺ, lalu ia mengetengahkan hadits yang serupa. Akan tetapi, dalam keadaan bagaimana pun hadits ini berpredikat dha’if.
Ayat 81
Firman Allah ﷻ: “Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi, dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrik itu menjadi penolong-penolong.” (Al-Maidah: 81)
Dengan kata lain, sekiranya mereka beriman dengan sesungguhnya kepada Allah dan Rasul-Nya serta Al-Qur'an, niscaya mereka tidak akan terjerumus ke dalam perbuatan menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong-penolong mereka dalam batinnya, dan memusuhi orang-orang yang beriman kepada Allah, Nabi, dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya.
“Tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 81)
Yakni keluar dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menentang ayat-ayat wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya.
Kamu telah melihat dari peristiwa-peristiwa yang lalu bahwa banyak di antara mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir musyrik untuk memerangimu, seperti yang terjadi dalam Perang Ahzab. Karena itu, sesungguhnya dengan perilaku semacam itu betul-betul sangat buruk apa yang mereka lakukan untuk diri mereka, sebab tindakan demikian hanya akan menuai balasan yang berat, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan di akhirat nanti, mereka akan kekal dalam siksaan atau azab api neraka. Dan sekiranya mereka, yaitu orang-orang Yahudi yang bekerja sama dengan orang kafir, itu beriman kepada Allah, kepada Nabi Muhammad, dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, yaitu Al-Qur'an, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang-orang musyrik itu sebagai penolongpenolong atau teman setia yang membantu mereka untuk memerangi Nabi dan umat Islam. Akan tetapi, kenyataannya banyak di antara mereka adalah orang-orang yang fasik, yang sering melakukan penyimpangan dari ajaran agamanya.
Setelah ayat yang lalu menerangkan keburukan tingkah laku nenek moyang orang Yahudi (Bani Israil) maka ayat ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad menyaksikan sendiri tingkah laku orang-orang kafir Bani Israil yang ada pada zamannya, yaitu kebanyakan mereka tolong-menolong dengan orang musyrik dari kalangan Arab (kaum Nabi sendiri) dalam usaha memerangi Nabi Muhammad. Pekerjaan yang mereka lakukan itu adalah sangat buruk sekali karena hanya mengikuti perintah hawa nafsu dan hasutan. Perbuatan itu menimbulkan kemurkaan Allah yang karenanya mereka pasti mendapat balasan daripada-Nya berupa azab api neraka untuk selama-lamanya. Orang-orang yang lepas dari api neraka adalah mereka yang mengerjakan pekerjaan yang diridai Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang disuruhlah Rasul ﷺ menanyakan kepada segala mereka yang telah mempersekutukan yang lain dengan Allah itu,
Ayat 76
“Katakanlah, Adakah kamu sembahyang selain dari Allah, barang yang tidak berkuasa bagi kamu memudharatkan dan tidak pula memanfaatkan?"
Adakah patut kamu menyembah dan memuja kepada yang selain dari Allah itu, padahal yang lain itu tidak mempunyai kuasa dan daya apa-apa buat mendatangkan manfaat dan keuntungan, sebab semuanya itu hanya alam belaka, sama keadaannya dengan kamu yang memohon dan memuja itu sendiri.
“Sedang Allah itu, Dialah Yang Maha Mendengan, lagi Mengetahui?"
Padahal Allah selalu mendengarkan sekalian permohonan dan mengetahui apa yang kamu perlukan? Mengapa kamu pindah dari Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui kepada benda, atau manusia yang tidak berdaya apa-apa, kalau bukan atas kurnia Allah? Mengapa kamu tidak langsung saja memohon kepada Allah itu, yang kalau seseorang yang lain beroleh kemuliaan dan ketinggian, tidak didapatnya kemuliaan itu kecuali dari Allah?
Ayat 77
“Katakanlah, wahai Ahlut Kitab!"
Baik Yahudi maupun Nasrani. “Janganlah kamu berlebih-lebihan pada agama kamu, yang bukan kebenaran." Melebih-lebihi, atau berlebih-lebihan, sehingga keluar dari garis kebenaran, sehingga tidak agama lagi. Yahudi berlebih-lebihan pula sehingga mempunyai kepercayaan bahwasanya manusia yang paling mulia di atas dunia ini hanya satu saja, yaitu Bani Israil. Nasrani berlebih-lebihan, yang oleh karena terlalu cinta dan kagum dengan kebesaran dan kemuliaan al-Masih, sampai menganggapnya sebagai Allah atau anak Allah, atau sekali keduanya, sehingga sampai pula kepada kepercayaan Trimurti, pusaka agama-agama kuno, yang tidak lagi ada dasar kebenarannya.
“Dan janganlah kamu turuti hawa nafsu suatu kaum yang sesungguhnya telah tersesat sejak dahulu." Yaitu satu kaum, yang dituju ialah pemimpin-pemimpin agama, Ahbar dan Ruhban yang telah tersesat, yang didapati oleh Rasulullah saw, ketika beliau diutus Allah. Tersebutlah di dalam sejarah perkembangan Kristen, bagaimana pendeta-pendeta yang dahulu berebut pengaruh terhadap pihak kekuasaan buat menumbangkan dan menghancurkan lawannya, sehingga banyaklah ahli-ahli tauhid sejati yang menjadi korban. Sehingga golongan yang kalah, walaupun besar jumlahnya, dikejar-kejar dan dihinakan, dikucilkan dari gereja, dan dipandang sebagai golongan yang telah dikeluarkan dari Kristen.
Maka terkenallah dalam perkembangan agama Kristen tentang adanya suatu musyawarah para pendeta yang tertinggi yang disebut: Konsili Ofkomini di tahun 380, yang bersidang di Constantinople, yaitu sidang besar yang kedua dalam sejarah Nasrani. Di sanalah Kaisar Theodesius menyatakan bahwa madzhab yang masih tetap mempertahankan tauhid, yang disebut Tauhid Muthlaq ajaran Perjanjian Lama, mulai waktu itu dibasmi, tidak diakui lagi. Dan mulai waktu itu hanya Trinitaslah yang wajib dianut. Siapa yang tidak menurut ajaran yang diputuskan itu, dianggaplah mereka bukan Kristen lagi. Dan menanglah keputusan yang mengatakan bahwa Tuhan itu bertiga, sebab itu yang dimenangkan oleh Kaisar. “Dan mereka pun telah menyesatkan pula kebanyakan orang, dan sesatlah mereka dari kelurusan jalan," Golongan yang menang itulah yang berpengaruh dan merekalah yang menyesatkan pengikut mereka dengan berbagai bid'ah.
Ayat 78
“Telah dikutuk orang-orang yang telah kafir dari Bani Israil atas lidah Dawud dan Isa anak Maryam. Jadi demikian, kaiena mereka telah durhaka, dan adalah mereka telah melanggar."
Di zaman Dawud, Bani Israil itu telah melanggar peraturan syariat mereka sendiri, yaitu melanggar libur pada hari Sabtu, karena mereka lihat banyak ikan menepi di hari Sabtu dan kurang sekali di hari yang lain, sehingga peliburan hari itu mereka langgar. Mereka dikutuk sampai berperangai sebagai monyet dan kera.
Di zaman al-Masih mereka dikutuk lagi atas lidah beliau, oleh Allah, karena hanya mulut mereka saja yang bertahan pada Taurat, padahal perbuatan mereka telah jauh. Satu di antara kutuk al-Masih itu dapat kita lihat juga catatannya dalam kitab-kitab orang Nasrani ketika beliau masuk ke dalam Baitul Maqdis. Rumah yang disucikan itu, di dalamnya beliau lihat campur-aduk saja di antara orang yang memuja Allah dengan riuh rendah bunyi suara jual beli, sehingga masjid sudah jadi
pasar. Maka ayat selanjutnya menerangkan pokok datangnya segala kutuk itu dengan perantaraan lidah nabi-nabi, terutama Dawud dan Isa, padahal jarak masa kedua Rasul Allah itu sudah sangat jauh.
Ayat 79
“Adalah mereka tidak larang-melarang dari yang mungkar yang tetak mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."
Tidak ada lagi yang disegani dan tidak ada lagi yang berani menegur kalau ada yang bersalah. Sebab yang akan menegur itu sendiri pun telah bersalah. Orang yang telah biasa mengicuh, tidaklah berani melarang orang lain mengicuh. Orang yang telah biasa berzina, tidaklah dapat mengangkat mulut menegur perzinaan. Atau melihat telah bersimaharajalela kejahatan, orang yang tidak jahat telah bersikap masa bodoh asal diriku jangan kena. Sebab itu orang yang tidak berbuat jahat, tetapi tidak berani menegur kejahatan, dengan diamnya itu saja pun dia telah jahat.
Dirawikan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari hadits Ibnu Mas'ud, bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah mengatakan bahwa asal mula terdapat kerusakan pada Bani Israil ialah kalau seorang bertemu dengan seorang yang lain, berkatalah dia, “Takwalah engkau kepada Allah! Hentikanlah perbuatanmu yang salah itu, sebab perbuatan itu tidak halal engkau kerjakan!" Kemudian besoknya mereka bertemu pula kembali, dilihatnya orang itu masih begitu saja, maka tidaklah ditegurnya lagi, melainkan mereka bergaul juga, semakan seminum juga. Setelah mereka berbuat yang demikian, mulailah dipukul Allah hati setengah mereka dengan yang setengah. Lalu Rasulullah membaca ayat, “Dilaknati Allah orang-orang yang telah kafir dari Bani Israil itu, atas lidah Dawud dan Isa anak Maryam."
Setelah itu berkatalah Rasulullah selanjutnya, “Sungguh. Demi Allah! Hendaklah kamu menyuruh berbuat ma'ruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat mungkar, kemudian hendaklah kamu tarik tangan orang-orang yang zalim, helakan tangan itu kepada kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh, dan hendaklah kamu mencapai kebenaran secepat-cepatnya. Atau, kalau kamu tidak mau, sesungguhnya akan dipukul Allah hati setengah kamu dengan yang setengah, kemudian itu akan dilaknati Allah kamu semuanya, sebagaimana mereka (Bani Israil) itu telah dilaknati-Nya."
Dipukul Allah hati yang setengah dengan yang setengah, ialah bahwa kemungkaran dan kejahatan telah bermaharajalela, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, dan semua orang telah merasainya. Tetapi tidak seorang pun yang berusaha untuk memperbaiki, hanya salah menyalahkan, atau menimpakan kesalahan kepada orang lain, cemburu mencemburui dan tidak ada yang mau bertanggung jawab.
Baik ayat ini sendiri maupun hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang memerintah keras supaya kita tetap melakukan amar ma'ruf dan nahi rnunkar adalah membayangkan betapa hebatnya keruntuhan suatu kaum kalau amar ma'ruf dan nahi rnunkar tidak ada lagi. Kerusakan akhlak kaum Yahudi yang didapati Rasulullah itu, pasti akan bertemu pula pada kita kaum Muslimin, apabila hal ini tidak kita perhatikan lagi. Dan bekasnya pun selalu kita lihat. Kalau sekiranya ayat-ayat ini hanya semata-mata untuk orang Yahudi, niscaya bukanlah dia Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an yang menyusunkan ayat ini adalah buat kita.
Ayat 80
“Engkau telah melihat kebanyakan dari mereka itu, menjadikan pimpinan orang-orang yang kafir."
Itu pun satu akibat dari kerusakan akhlak mereka waktu itu. Mereka mengatakan iman kepada Taurat, tetapi mereka telah membuat hubungan rahasia dengan orang-orang kafir, yaitu kaum musyrikin di Mekah, supaya dengan pimpinan mereka itu mereka dapat melawan Nabi Muhammad ﷺ dan memerangi beliau, “.Sungguh buruklah apa yang telah didahulukan bagi mereka oleh diri mereka sendiri." Mereka telah melanjutkan diri kepada suatu perbuatan yang akan mencelakakan diri mereka sendiri, sebagaimana perbuatan Bani Quraizah ketika Peperangan Ahzab, “Bahwa kemurkaan Allahlah atas mereka."
Karena pengkhianatan itu, yang menyebabkan kemudian mereka mendapat pukulan yang sehina-hinanya lantaran perbuatan itu,
“Dan di dalam adzab, mereka itu akan kekal."
Tidak ada lagi jalan keluar dari siksaan Allah itu, karena kelepasan dari adzab hanyalah kalau mendapat ampunan dari Allah, sedang mereka bukan mencari jalan buat diampuni, melainkan buat dilaknati.
Ayat 81
“Dan jika sekiranya adalah mereka itu beriman kepada Allah."
Tidak rusak akhlak mereka, dan tidak dibiarkan saja oleh yang patut melarang di kalangan mereka, “Dan kepada Nabi itu." Yang di dalam kitab mereka sendiri sudah dinubuwwatkan akan datangnya “Nabi Itu". “Dan kepada apa yang diturunkan kepadanya," yaitu Al-Qur'an, “Tentulah mereka tidak mengambil kafir-kafir itu jadi pimpinan." Sebab aqidah agama dan jiwa yang telah terbentuk oleh iman, tidaklah akan sampai hati berkongsi dengan kafir akan berbuat jahat. Akan dapat jua ditafsirkan secara jalan yang satu lagi, yaitu Yahudi-Yahudi itu mengambil musyrikin itu menjadi pemimpin karena mereka telah tahu bahwa musyrikin itu memang tidak mau percaya kepada Allah dan Rasul dan kepada petunjuk yang beliau bawa. Karena mereka itu memang kafir, senanglah hati si Yahudi
mengambil mereka jadi pemimpin, supaya lepas sakit hati mereka melawan Rasul.
“Akan tetapi kebanyakan dari mereka telah fasik."
Oleh karena kefasikan itulah mereka berani melanggar isi kitab suci mereka sendiri, dan mau berkawan dengan musyrikin, mau mengambil musyrikin jadi pemimpin, untuk melawan Rasulullah, yang pada hakikatnya, isi pengajaran beliau tidaklah berlawanan dengan inti sari Taurat yang mereka katakan dijunjung tinggi itu. Hanya orang fasik, orang durhaka yang sampai hati berbuat demikian.
Ayat 82
“Sesungguhnya akan engkau dapati yang sesangat-sangat manusia bermusuhan tenhadap orang-orang yang beriman, ialah Yahudi dan orang-orang yang telah mempersekutukan."
Demikianlah yang jadi kenyataan ketika Al-Qur'an diturunkan, yaitu bahwasanya orang-orang Yahudi yang ketika itu mempunyai kelompok besar di Madinah, dari berbagai-bagai kabilah besar kecil, mereka itulah yang sangat sekali memusuhi kaum beriman. Dan musuh besar yang kedua ialah orang musyrikin yang pusat kekuatannya ialah di Mekah, dan musyrikin dari kabilah-kabilah Arab, di seluruh tanah Arab di waktu itu. “Dan sesungguhnya akan engkau dapati yang sedekat-dekat mereka dalam percintaan terhadap orang-orang yang beriman, ialah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya kami ini adalah Nashara/"Maka orang Nasrani di zaman itu, dibandingkan dengan orang Yahudi dan orang musyrikin adalah lebih dekat hubungan, hormat-menghormati dan harga-menghargai, malahan sebagai percintaan, tidak ada ganggu mengganggu dan menyakitkan hati.
Malahan ketika kaum Muslimin hijrah ke Habsyi mencari perlindungan diri dari tindasan kaum musyrikin, mereka telah disambut secara baik di sana. Najasyi (Negus) sendiri pun langsung memeluk Islam, “Jadi demikian, lantaran di antara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib." Yaitu pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang tinggi budi pekerti mereka dan baik sopan-santun mereka. Terbukti dengan sambutan terhadap perutusan mereka ke Madinah yang terdiri dari pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang disegani orang, sehingga mereka pun dipersilahkan bershalat menurut agama mereka di dalam Masjid Rasulullah ﷺ sendiri di Madinah,
“Dan karena sesungguhnya mereka itu tidaklah mereka menyombong."
Di sini kita diberi tahu sebab yang terpenting dari baiknya hubungan dengan Nasrani pada waktu itu, ialah pemuka-pemuka mereka tidak sombong, sehingga dapat harga-menghargai, hormat-menghormati. Dan men-dapatlah kita satu pelajaran bahwasanya kesombongan adalah penghambat yang paling besar dari hubungan yang baik. Inilah perbedaan yang sangat besar di antara pemuka Yahudi dan pemuka Nasrani pada waktu itu.
Dapat kita perhatikan dalam sejarah betapa baiknya hubungan di antara Rasulullah dan Nasrani di waktu itu, di antara Islam dan Kristen.
Di waktu kaum Muslimin menderita tekanan hebat dari kaum musyrikin Quraisy di Mekah, sehingga banyak yang tidak tahan, maka Rasulullah menganjurkan sahabat-sahabat pindah ke negeri Habsyi (Abessinia) yang beragama Kristen. Kaum Muhajirin itu telah meminta suaka (perlindungan) politik di negeri itu. Orang Quraisy telah mengutus utusan ke Habsyi menghadap Negus di sana, memohon agar pelarian-pelarian itu diserah-kan kepada utusan, supaya dibawa pulang kembali. Kepala perutusan ialah Amr bin Ash yang di waktu itu belum Islam sedang Raja Habsyi tidak mau menyerahkan bahkan memperkuat perlindungan baginda terhadap mereka sehingga perutusan Quraisy pulang dengan tangan hampa. Malahan Raja Habsyi (Najasyi, Negus) segera memeluk Islam setelah mendengar keterangan ajarannya, dari Ja'far bin Abi Thalib, kepala keluarga pengungsi itu.
Setelah Rasulullah ﷺ berkuasa di negeri Madinah, beliau telah mengirim utusan kepada raja-raja Kristen yang berkuasa di Suriah (Heraclius) dan di Mesir, (Raja Muda Muqauqis) yang memerintah negeri-negeri itu sebagai penegak kekuasaan Romawi. Dan Rasulullah telah mengirim utusan pula kepada raja dua bersaudara yang berbangsa Arab di negeri Oman, yaitu Jaifar dan Abd, anak Jalandi, mengajak semuanya itu memeluk Islam atau menerima uluran tangan untuk bersahabat baik dan bertetangga secara damai.
Heraclius menerima utusan dengan baik dan melepasnya dengan baik pula. Muqauqis sampai mengirimkan beberapa bingkisan, dan disertai juga dengan kiriman dayang-dayang. Sedang beliau menerima kiriman seorang dayang Kopti bernama Maria. Beliau kawini dan dari dia beliau beroleh putra yang diberi nama Ibrahim.
Kepada kedua Raja Oman bersaudara tali, Jaifar dan Abd anak Jalandi, beliau utus Amr bin Ash. Dahulu dia utus Quraisy menghadap Raja Habsyi buat meminta serahkan orang-orang yang hijrah ke negeri itu, tetapi ditolak oleh Negus. Kemudian, setelah Perdamaian Hudaibiyah; Amr bin Ash datang ke Madinah dan menyatakan diri masuk Islam. Tenaga dan kepandaiannya di dalam lapangan diplomasi menyebabkan dia mendapat kehormatan buat menyampaikan seruan Rasulullah kepada Raja Arab bersaudara di Oman itu. Perutusannya berhasil, kedua Raja itu terbuka hatinya dan langsung memeluk Islam.
Di dalam ayat ini dengan jujur diterangkan sebabnya mengapa hubungan dengan Nasrani jadi baik, yaitu karena di kalangan mereka di waktu itu terdapat qissisin, kata jamak dari qiss, yang berarti pendeta atau pimpinan-pimpinan gereja, yang kedua ialah ruhban, yaitu kata jamak dari rahib, yang berarti pendeta juga, kata rahib itu adalah bahasa arab asli, diambil dari rahab, artinya takut. Yaitu orang-orang yang takut kepada Allah, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya semata-mata untuk Allah dan gereja, sehingga mereka tidak mau berkawin, karena takut hatinya akan terbelenggu oleh dunia. Maka dengan ayat ini ditunjukkanlah bahwa pendeta-pendeta yang betul-betul pendeta, dan rahib yang sebenar rahib, dapatlah diajak berunding. Yaitu selama mereka belum terikat oleh nafsu berkuasa. Orang-orang yang seperti demikian sudah menerima kebenaran dan hati mereka terbuka terus. Tetapi pemuka-pemuka Yahudi di waktu itu tidak dapat diajak berunding, malahan sangat memusuhi Islam, sebab kesombongan yang memenuhi hati mereka. Demikian juga pemuka-pemuka musyrikin yang di waktu itu berpusat di negeri Mekah.
Sudahlah dapat dimaklumi bahwasanya bunyi ayat ini tidaklah berlaku buat segala zaman. Karena segala sesuatu perubahan yang terjadi ialah menurut sebab dan akibat jua. Di zaman sekarang ini, bersatu padu Yahudi dan Nasrani memusuhi Islam. Permusuhan yang ditimpakan oleh dunia Nasrani kepada dunia Islam sejak Perang Salib dahulu, bukanlah kian mengendur, bahkan kian menghebat, bahkan sampai pada masa akhir-akhir ini negeri-negeri Nasrani, dengan pimpinan Kepala Gereja Katolik sendiri Paus Paulus VI memutuskan memberi ampun orang Yahudi, musuh bebuyutan mereka, Yahudi, yang menuduh Nabi Isa al-Masih anak di luar nikah. Gereja Kathohik memberikan ampunan dosa kepada Yahudi supaya dapat bersatu padu berdua, untuk memerangi Islam dan merebut Palestina dari tangan kaum Muslimin.