Ayat
Terjemahan Per Kata
وَحَسِبُوٓاْ
dan mereka mengira
أَلَّا
bahwa tidak akan
تَكُونَ
terjadi
فِتۡنَةٞ
bencana
فَعَمُواْ
maka mereka menjadi buta
وَصَمُّواْ
dan mereka menjadi tuli
ثُمَّ
kemudian
تَابَ
menerima taubat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ثُمَّ
kemudian
عَمُواْ
mereka menjadi buta
وَصَمُّواْ
dan mereka menjadi tuli
كَثِيرٞ
kebanyakan
مِّنۡهُمۡۚ
diantara mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
بَصِيرُۢ
Maha Melihat
بِمَا
dengan/terhadap apa
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
وَحَسِبُوٓاْ
dan mereka mengira
أَلَّا
bahwa tidak akan
تَكُونَ
terjadi
فِتۡنَةٞ
bencana
فَعَمُواْ
maka mereka menjadi buta
وَصَمُّواْ
dan mereka menjadi tuli
ثُمَّ
kemudian
تَابَ
menerima taubat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ثُمَّ
kemudian
عَمُواْ
mereka menjadi buta
وَصَمُّواْ
dan mereka menjadi tuli
كَثِيرٞ
kebanyakan
مِّنۡهُمۡۚ
diantara mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
بَصِيرُۢ
Maha Melihat
بِمَا
dengan/terhadap apa
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan
Mereka mengira bahwa tidak akan terjadi fitnah (azab akibat dosa-dosa mereka). Oleh karena itu, mereka menjadi buta dan tuli. Setelah itu Allah menerima tobat mereka, kemudian banyak di antara mereka buta dan tuli (lagi). Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
Tafsir
(Dan mereka mengira) mereka menduga (bahwa tidak akan terjadi) dengan dibaca rafa` maka an menjadi mukhaffafah/tidak beramal dan dibaca nashab maka an dapat menashabkan/beramal; artinya tidak bakalan terjadi (fitnah) siksaan yang menimpa diri mereka sebagai balasan dari perbuatan mendustakan para rasul dan berani membunuh mereka (sebagai akibatnya mereka menjadi buta) dari perkara yang hak hingga mereka tidak bisa melihatnya (dan mereka menjadi tuli) tidak bisa mendengar perkara yang hak (kemudian Allah menerima tobat mereka) tatkala mereka mau bertobat (kemudian mereka kembali menjadi buta dan tuli) untuk kedua kalinya (demikianlah kebanyakan dari kalangan mereka) lafal katsiirun sebagai dhamir/kata ganti (dan Allah Maha Melihat terhadap apa yang mereka kerjakan) untuk itu Ia membalas mereka sesuai dengan apa-apa yang telah mereka kerjakan.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 70-71
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.
Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan tuli, kemudian Allah menerima tobat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
Ayat 70
Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia telah mengambil perjanjian dan ikatan atas kaum Bani Israil, bahwa mereka harus tunduk dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka melanggar perjanjian dan ikatan tersebut, lalu mereka mengikuti pendapat dan hawa nafsunya sendiri. Mereka memprioritaskannya di atas semua syariat, maka hal-hal yang bersesuaian dengan keinginan mereka dari syariat itu mereka terima; sedangkan hal-hal yang bertentangan dengan kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka, mereka tolak.
Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian lagi mereka bunuh.” (Al-Maidah: 70)
Ayat 71
“Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun (terhadap mereka).” (Al-Maidah: 71)
Yaitu mereka mengira tidak akan ada suatu bencana pun yang menimpa mereka karena perbuatan mereka itu. Dan ternyata perbuatan mereka itu membawa akibat bencana, yaitu mereka menjadi buta, tidak dapat mengenal kebenaran; dan tuli, tidak dapat mendengar kebenaran serta tidak mendapat petunjuk untuk mengetahui kebenaran. Hanya saja Allah memberikan ampunan kepada mereka atas perbuatan mereka itu.
“Kemudian kebanyakan dari mereka menjadi buta dan tuli.” (Al-Maidah: 71)
Yakni sesudah itu.
“Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Maidah: 71)
Allah selalu melihat mereka dan mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak disesatkan dari kalangan mereka.
Allah akan selalu memperingatkan manusia yang melakukan kesalahan, tetapi kaum Yahudi mengabaikan hal ini, dan mereka mengira bahwa dengan status yang dianugerahi kelebihan, maka tidak akan terjadi bencana apa pun terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu. Oleh karena itu, anggapan tersebut telah menyebabkan mereka menjadi buta terhadap kebaikan-kebaikan yang dicontohkan para rasul dan tuli terhadap nasihat-nasihat agama yang disampaikan. Kemudian Allah Yang Maha Pengampun menerima tobat mereka ketika mereka bertobat dan memohon ampunan-Nya. Akan tetapi, ternyata kemudian kebanyakan dari mereka tetap dalam keadaan buta terhadap amal saleh yang diajarkan dan tuli karena tidak mau mendengarkan ajaran agama yang disampaikan, dan sesungguhnya Allah Maha Melihat terhadap apa saja yang mereka kerjakan. Bila pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan orang Yahudi, maka pada ayat-ayat berikut dijelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh umat Nasrani. Paparan tentang penyimpangan ini diawali dengan pernyataan bahwa sesungguhnya telah kafir dan menyimpang dari akidah yang benar orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam. Padahal Isa Al-Masih sendiri berkata kepada mereka, Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah yang merupakan Tuhanku dan juga sebagai Tuhanmu. Mereka mestilah mengetahui pula bahwa sesungguhnya barang siapa mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka pasti Allah akan mengharamkan surga baginya yang merupakan balasan bagi yang taat dan tidak menyimpang dari tuntunan-Nya, dan tempat yang disediakan bagi-nya ialah neraka, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu yang akan membantunya, baik ketika di dunia, maupun kelak di akhirat.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang Yahudi itu tidak menduga bahwa Allah akan memberikan cobaan yang maha berat disebabkan perbuatan mereka yang sangat keji dan kekejaman yang melampaui batas, karena mereka menganggap bahwa mereka adalah anak Allah dan kekasih-Nya karenanya mereka menganggap bebas dari azab Allah. Mereka seolah-olah buta akan kenyataan-kenyataan yang menunjukkan siksaan-siksaan Allah terhadap umat yang membuat kerusakan dan kezaliman. Mereka seolah-olah tuli akan ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk yang penuh mengandung ancaman-ancaman Allah; yaitu siksa terhadap orang-orang yang membatalkan janji-janji yang telah diikrarkan karena mengikuti selera untuk berbuat kezaliman.
Menurut sejarah ketika bangsa Babilonia berada di bawah kekuasaan Nebukadnezar sekitar tahun 586 sebelum Masehi menaklukan bangsa Yahudi mereka menghancurkan Kuil Sulaiman di Baitulmakdis, merampas harta benda dan memperkosa wanita. Setelah orang-orang Yahudi kembali ke ajaran Taurat dan bertobat kepada Allah, barulah Allah memberikan pertolongan kepada mereka untuk melepaskan diri dari kekejaman bangsa Babilonia. Tetapi setelah penglihatan mereka buta terhadap peringatan, dan telinga mereka tuli terhadap petunjuk-petunjuk Allah, mereka kembali berbuat kezaliman membunuh rasul-rasul, maka datanglah lagi cobaan Allah yaitu mereka secara silih berganti dikuasai oleh kerajaan Romawi. Memang yang berbuat kejahatan tidaklah semua orang Yahudi dengan adanya kenyataan segolongan kecil dari mereka yang berbuat baik, tetapi sudah menjadi sunnatullah bahwa cobaan Tuhan itu menimpa secara merata kepada seluruh umat akibat perbuatan golongan yang zalim. Allah sudah memperingatkan dalam firman-Nya:
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu." (al-Anfal/8:25).
Selanjutnya akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah Maha Melihat tindakan atau kelakuan orang Yahudi terhadap Nabi Muhammad baik tipu daya maupun berupa pengerahan segenap kabilah-kabilah untuk bersatu menyerang Nabi Muhammad, karena dorongan nafsu jahat mereka yang telah membuat mereka buta, ketika dikemukakan bukti-bukti kebenaran oleh Nabi Muhammad selaku Nabi penutup semua nabi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 70
Sesungguhnya telah Kami ambil penjanjian Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul."
Di sini diulangi Allah kembali memperingatkan bahwasanya kepada Bani Israil telah diambil perjanjian, terutama tatkala Nabi Musa masih hfdup, bahwa mereka akan teguh memegang segala pelajaran yang diberikan oleh Musa, sebagaimana yang telah diuraikan pada ayat 15 di atas, dan ayat-ayat yang di surah-surah al-Baqarah, Aali ‘Imraan, dan an-Nisaa'. Mereka telah menerima perjanjian itu. Lantaran itu diutus Allah-lah rasul-rasul sesudah Musa, buat menyempurnakan janji-janji itu. Tetapi apa jadinya? “Tiap-tiap datang kepada mereka seorang rasul dengan apa yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka." Mereka tantang dan mereka bantah. Mereka tidak mau percaya, malahan, “Sebagian mereka mendustakan." Ada yang mereka tolak sama sekali dan ada yang mereka pilih-pilih mana yang sesuai dengan hawa nafsu mereka saja.
“Dan sebagian mereka membunuh."
Kalau yang sebagian membantah dan mendustakan kepada rasul-rasul itu, maka yang sebagian lagi berbuat yang lebih ngeri, yaitu mereka bunuh rasul-rasul itu. Maka merekalah yang bertanggung jawab atas kematian rasul-rasul sebagaimana Yasseiya, Zakariya, dan putranya Yahya. Malahan ada lagi nabi-nabi yang lain yang mereka bunuh.
Ayat 71
“Dan mereka kira tidak akan ada percobaan."
Dengan berbuat demikian, oleh karena hawa nafsu jahat yang mereka perturutkan, tidaklah masuk dalam perkiraan betapa besar cobaan fitnah atau bahaya yang akan menimpa lantaran itu. Padahal kalau tangan sudah lan-cang membunuh utusan-utusan Allah, pastilah mereka akan kehilangan pimpinan jiwa. Dan kalau pimpinan jiwa sudah hilang, kekacauan pasti terjadi dan akan pecah-belahlah mereka, laksana kambing-kambing kehilangan gem-bala. Siapa yang berani itulah yang di atas. Di saat sudah demikian, mudahlah bangsa yang lebih kuat menaklukkan negeri mereka; mereka pun dibunuh, sisanya ditawan dan dijadikan budak, negeri mereka dihancurkan dan yang lain ditindas. Selain dari itu, maka keberkatan pun dicabut Allah dari negeri mereka, tanah-tanah menjadi gersang sebab tidak ada yang mengerjakan lagi. “Kemudian memberi tobatlah Allah atas mereka."
Sesudah mereka membunuh Yasy'iya dan beberapa nabi lain, sesudah mereka mendustakan risalah yang mereka bawa, mereka membutakan mata dan menulikan telinga, maka di saat itu datanglah bangsa Babil menghan-curkan mereka, sampai mereka jadi tawanan di negeri Babil tujuh puluh tahun lamanya. Waktu itulah datang penyesalan mereka dan memohon ampun kepada Allah sehingga diberi ampun. Lalu bangsa Babil itu dikalahkan oleh bangsa Persia, mereka pun dibolehkan oleh Raja Persia pulang ke Palestina dan membangun kembali negeri mereka, untuk mendirikan kembali Haikal pusaka Nabi Sulaiman.
“Kemudian membuta dan memekakkan telinga kebanyakan dari mereka." Pukulan pertama yang telah menimpa nenek moyang mereka, setelah mereka kembali ke Palestina, rupanya bagi sebagian besar anak cucu tidak lagi dikenangkan, malahan mereka telah membutakan mata lagi dari memandang buruk dan baik, dan memekakkan telinga dari mendengar seruan rasul-rasul. Ketika itu, Allah mengutus Nabi Hezekiel buat memimpin mereka, tetapi tidak mereka pedulikan pula. Lantaran itu berturut-turutlah siksaan Allah datang. Setelah ditindas oleh orang Babilon, mereka ditindas pula oleh orang Persia. Dan di samping penindasan bangsa Persia, mereka pun pernah dijajah oleh Fir'aun-Fir'aun dari Mesir kembali. Kemudian setelah Raja Macedonia menjarah menjelajah ke negeri-negeri Timur, masuk pulalah Baginda ke Jerusalem dan mereka pun menjadi jajahan bangsa Romawi. Maka di waktu Jerusalem dijajah bangsa Romawi yang masih menyembah berhala itulah, Nabi Isa al-Masih diutus Allah, dan kemudian sekali, setelah bangsa Romawi menerima agama Kristen sebagai agama kerajaan, tidaklah mereka lepaskan penjajahan mereka atas negeri itu. Kaisar-kaisar Romawi itulah pula yang banyak mengusir Yahudi dari sana, sampai ada yang berserak ke Tanah Arab dan berdiam di Madinah.
“Dan Allah adalah melihat apa yang mereka kerjakan"
Ujung ayat ini memperingatkan bahwasanya apa yang mereka kerjakan seterusnya, sesudah kejadian-kejadian yang dahulu itu tetaplah dalam penglihatan Allah. Terutama apa pula yang mereka kerjakan, apa pula sikap mereka kepada Nabi akhir zaman Muhammad ﷺ. Allah mengetahui bagaimana sikap-sikap mereka terhadap beliau, bagaimana mereka mendustakan, bahwa pernah juga bermaksud hendak membunuh beliau, pernah mereka bersekutu dengan orang musyrik memerangi beliau, padahal sejak beliau datang ke Madinah setelah diperbuat beberapa perjanjian akan hidup rukun dan damai, dan agama mereka tidak akan dihalang-halangi. Bahkan dalam perjanjian itu pun ada tersebut, bahwa kalau Madinah diserang musuh, mereka akan turut mempertahankannya.
Demikianlah pembicaraan tentang Ahlul Kitab Yahudi. Sekarang bagaimana pula dengan orang Nasrani?
Meskipun di Madinah sendiri tidak ada tinggal orang Nasrani, namun perhubungan dengan mereka sudah ramai, terutama karena mereka banyak berdiam di sebelah selatan tanah Arab, yaitu di Najran, dan ada pula Nas-rani Arab di bawah jajahan Romawi yang beragama Nasrani juga di sebelah Utara. Maka datanglah firman Allah tentang kepercayaan mereka,
Ayat 72
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih anak Maryam."
Diperingatkan kembali kepercayaan mereka yang pada ayat 17 di atas sudah dinyatakan salahnya. Sekarang diulang kembali peringatan kesalahan itu, untuk dibandingkan dengan perbuatan al-Masih sendiri. Pernahkah agaknya al-Masih mengatakan bahwa dirinya adalah Allah, atau Allah adalah dirinya sendiri? Tidak! Sedang orang Nasrani sendiri pun kalau ditanyai dari hati ke hati, apakah kepercayaan saudara yang seperti itu dari ajaran al-Masih sendiri? Niscaya mereka hanya akan memberikan jawab yang sulit berbelit-belit, karena memang tidak ada, “Padahal telah berkata al-Masih itu, ‘Wahai Bani Israill Sembahlah olehmu akan Allah, Tuhanku dan Tuhan kamu!" Itulah pokok ajaran al-Masih yang sebenarnya, tidakada beliau mengajarkan bahwa beliau sendirilah yang Allah dan Allah itu ialah beliau sendiri. Ajaran asli al-Masih adalah semata-mata tauhid. Dan menurut beliau ajaran tauhid itulah hidup yang kekal, hidup yang sebenarnya hidup. Keluar dari tauhid berarti mati. “Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka itu mengenal Engkau, Allah Yang Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang telah engkau suruhkan itu." (Yahya: 17; 3) Tidaklah pernah al-Masih mengajarkan bahwa dia itu adalah Allah, dan Allah adalah dia, atau berserikat dirinya dengan Allah.
Kepercayaan bahwa Allah itu adalah Isa al-Masih sendiri timbul sebagai akibat dari kepercayaan yang telah disusun, bahwasanya Nabi Adam berdosa sebab memakan buah yang terlarang. Lantaran itu, Allah jadi binggung akan dihukumkah Adam lantaran dosanya itu, atau tidak dihukum. Allah binggung sebab dia mempunyai dua sifat yang berlawan. Pertama kasih; sebab dia kasih, maka dia tidak sampai hati akan menghukum Adam. Tetapi dia bersifat adil pula; yaitu siapa yang bersalah wajib menerima hukumannya. Beribu tahun Allah itu binggung sampai pada satu waktu (setelah beribu tahun), dia mendapat “jalan keluar" dari kebingungannya. Yaitu dia sendiri datang ke dunia menjadi Anak Allah, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, Yesus itu adalah Allah sendiri! (Dia Bapa, dia anak, dan dia Ruhul Qudus)
Kemudian setelah sampai waktunya, Allah itu pun dinaikkan ke atas tiang salib, lalu mati tiga hari lamanya. Kemudian dia bangkit dari kubur lalu naik ke langit; sekarang duduk di sebelah kanan “Bapaknya" di Surga!
Tadi dikatakan bahwa Yesus itu sendirilah yang Allah. Sebab itu maka Allah pernah mati tiga hari, artinya pernah alam luas ini ke-matian Allah sampai tiga hari! Tetapi Allah tadi naik pula ke langit setelah mati tiga hari, sesampai di langit dia duduk di sebelah kanan “bapaknya"
Tentu timbul pertanyaan, “Mengapa dia duduk ke sebelah kanannya, kalau Dia itu sendiri adalah Dia juga?"
Barangsiapa yang berani bertanya, maka dipandanglah dia telah sesat. Pendeknya, tidak boleh ditanyakan!
Dan sekarang dengan kekuatan uang berjuta-juta dollar, dengan membagi-bagi beras dan kain-baju kepada orang miskin, dan menipu tanah kepunyaan penduduk, mereka mendirikan gereja-gereja yang telah tertarik tidak akan boleh lagi bertanya, “Terima saja!" Orang dipaksa buat percaya hal yang tidak masuk di akalnya!
“Sesungguhnya barangsiapa ya n g mempersekutukan dengan Allah, maka sesungguhnya diharamkan Allah-lah atasnya surga." Inilah isi ajaran al-Masih. Inilah isi ajaran beliau, diulang kembali oleh Al-Qur'an, sesuai dengan apa yang ketinggalan satu, yang masih belum sempat diputar-putar kepada arti yang lain. Hidup yang kekal ialah surga. Allah Yang Esa, ialah yang tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Dan al-Masih adalah semata-mata yang disuruh oleh Allah; dalam bahasa Indonesia yang lebih halus; telah diutus Allah untuk menjadi Rasul-Nya. Mempersekutukan yang lain dengan Allah, termasuk mempersekutukan Yesus (al-Masih) sendiri dengan Allah, adalah suatu perbuatan zalim. Asal kata zalim adalah dari zulrn, berarti jalan gelap. Zalim kepada diri sendiri dan zalim kepada al-Masih sendiri, karena membuat-buatkan apa yang tidak pernah dikatakannya, sebagaimana kelak akan dibicarakan juga di dalam surah al-Maa'idah ini (ayat 116), ketika beliau akan ditanyai Allah pernahkah beliau menyuruh menyembah diri-Nya?
“Dan tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu, dari seorang pun penolong."
Orang yang mempersekutukan Allah adalah zalim, dan bagi yang zalim tidaklah ada tempat dalam surga. Mempersekutukan yang lain dengan Allah, seumpama batu, berhala, kayu, beringin, keris, atau malaikat, ataupun seorang nabi. Yang lain itu dipersekutukan karena percaya bahwa yang lain itu bisa pula memberi mudharat dan manfaat, dan menyangka bahwa yang lain itu dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Jika datang kelak hari Kiamat, maka yang lain itu satu pun, atau seorang pun tidak akan ada yang dapat menolong mereka. Tidak di waktu di dunia ini dan sekali-kaii tidak pula di akhirat.
Hal ini menjadi peringatan bagi semua golongan. Kepada golongan Nasrani yang selain dari menuhankan al-Masih, mengambil juga orang-orang yang telah diputuskan oieh gereja sebagai Orang Suci dan mereka pun dimuliakan sebagaimana memuliakan Allah, meminta berkah dan syafaat kepada mereka. Bahkan peringatan juga kepada orang Islam sendiri di zaman kemunduran i'tikad mereka yang telah menganggap orang yang mereka sebut Wali atau Keramat, sebagai tempat memohon pula di samping Allah. Semuanya itu tidak ada yang akan dapat menolong mereka di hari Kiamat.
Ayat 73
“Dan sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu yang ketiga dari yang tiga.'"
Mengatakan bahwa Allah itu adalah tiga. Yaitu Allah Bapa, Allah Putra, dan Ruhul Qudus, adalah memecahkan kesatuan Allah. Tegasnya, tidak percaya lagi bahwa Allah itu Esa adanya. Telah tiga kali dikatakan kesalahan kepercayaan itu. Di dalam surah an-Nisaa' ayat 170, disalahkan pula mengatakan Allah itu ialah al-Masih anak Maryam. Di sini disalahkan lagi kepercayaan bahwa Allah itu adalah yang ketiga dari yang tiga. Dan ketiga inilah yang dijadikan tiang kepercayaan oleh orang Nasrani setelah al-Masih sendiri wafat. Padahal di dalam catatan yang mereka sebutkan Injil itu masih terdapat kalimat-kalimat al-Masih sendiri yang menyatakan bahwa Allah itu satu, dan dia sendiri bukanlah Allah. Kepercayaan Trinitas ini tidak ada diajarkan al-Masih. Baru timbul kemudian, setelah dia meninggalkan dunia. Dan setelah dipelajari perbandingan agama di dunia, nyata bahwa kepercayaan Trimurti atau Trinitas ini adalah kepercayaan kemasukan dari luar. Kemasukan dari ajaran agama Brahma yang juga berdasarkan Trimurti. Menurut ajaran Brahma, Tuhan itu adalah tiga, yaitu, Brahma, Wisnu dan Syiwa. Brahma pencipta, Wisnu pemelihara, dan Syiwa penghancur. Brahma adalah Bapa, Wisnu adalah Putra, dan Syiwa adalah pengatur seluruh alam, sampai kepada menghancurkan atau mengkiamatkan.
Kalau dikaji-kaji secara mendalam, tampaknya Rasul Allah yang pertama datang membawa ajaran agama Brahma itu, mengajarkan bahwa Allah Yang Maha Esa itu mempunyai tiga sifat, yaitu sifat mencipta, memelihara, dan kelak mengkiamatkan. Tetapi lama-kelamaan penganut agama itu telah menukar sifat menjadi pembagian tiga oknum dan tiga zat. Lalu dirumuskan pula bahwa Allah itu memang satu, tetapi tiga dalam yang satu, dan tiap-tiap yang satu itu ialah hakikat dan yang tiga. Dan Trimurti ini dikumpulkan dalam ucapan “AUM1'.
Dalam agama Budha ada pula kepercayaan bahwa Budha itu adalah satu Tuhan dalam tiga oknum. Dan dalam agama Tao (agama Tiongkok) terdapat juga suatu ajaran bahwa Tao itu adalah tiga tingkat. Mulanya ialah Akal Pertama yang dahulu, tidak ada permulaan. Dari akal pertama itu, timbullah Akal Kedua; dari yang kedua timbul pula Akal Ketiga. Dan Akal Ketiga inilah timbul dan keluar segala sesuatu.
Trimurti ini pun terdapat dalam kepercayaan Mesir Kuno. Raja Mesir yang bernama Tulishu bertanya kepada kepala Kahin (pendeta) yang bernama Tabisyuki, “Adakah sebelumnya yang lebih besar daripadanya?" Kahin itu menjawab, “Ada! Yang dahulu ialah Ruhul Qudus!" Maka perkataan Kalimah atau Kalam yang dimaksud oleh orang Kristen ialah al-Masih, rupanya telah terdapat lebih dahulu dalam kepercayaan Mesir Kuno. (Lihatlah Injil Yahya atau Yohannes Pasal 1 ayat 1)
Menurut penyelidikan-penyelidikan perbandingan-perbandingan agama-agama itu, kepercayaan ini telah ada juga pada bangsa Kaldan, bangsa Asyur, dan bangsa Kristen, menurut penyelidikan ahli-ahli menganut juga paham Trimurti itu, demikian juga bangsa Romasu. Maka tidaklah heran jika Kaisar Konstantin Romawi mengakui dengan resmi agama Nasrani menjadi agama kerajaan, karena dasar kepercayaan Trimurti telah ada memang pada bangsa Romawi.
Segala keterangan ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab perbandingan agama-agama, hasil penyelidikan orang Barat sendiri, seperti yang ditulis oleh Huegin dalam bukunya Artglosaxon.
Atau Maurits dalam bukunya Bekas-Bekas Hindu Kuno jilid VI, dan yang lain-lain yang disalinkan juga keterangan-keterangan mereka oleh Sayyid Rasyid Ridha, di dalam tafsir beliau, Tafsir al-Manar.
Maka pokok ajaran al-Masih, sebagaimana tadi telah terdapat sisanya dalam Injil Yahya 17:13, tersebut lagi dalam Injil Markus, yaitu jawaban al-Masih ketika seorang ahli Taurat bertanya, “Hukum manakah yang pertama sekali?" Beliau telah menjawab, “Dengarlah olehmu, hai Israil, adapun Allah Tuhan kita, ialah Tuhan Yang Esa." (Markus 12-29)
Setelah mendapat jawab itu, puaslah yang bertanya, lalu kata ahli Taurat itu pula kepadanya, “Ya Guru* amat benarlah segala kata guru, bahwa Allah itu Esa adanya, dan tiada yang lain melainkan Allah," (Markus 12:32) Inilah keterangan al-Masih sendiri, sesuai dengan Taurat, sesuai dengan Al-Qur'an. “Dan tiada yang lain melainkan Allah." (Laa ilaha illallah) “Padahal tidaklah ada Allah, melainkan Allah yang Esa." Inilah pokok persatuan ketiga pemeluk agama yang pertama dinamai orang Yahudi, yang kedua Nasrani, dan yang ketiga tetap memakai nama lama yaitu menyerahkan diri (Islam) kepada Yang Maha Esa itu. Alangkah baiknya jika kita semuanya sama-sama kembali ke sana,"Dan jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu." Mengatakan Allah itu bertiga, atau yang ketiga dari yang tiga ataupun yang pertama dari yang bertiga,
“Niscayatah akan mengenai kepada mereka –mereka yang kafir itu, adzab yang pedih."
Sesuai dengan sabda al-Masih yang masih tetap tinggal, yang tidak berubah karena perubahan perkembangan kepercayaan mereka sesudah beliau tak ada lagi, sebagaimana yang tertulis pada Injil Yahya 17:3 atau Injil Markus 12:29 sampai 32 tadi. Bukan Al-Qur'an yang menuduh mereka kafir dan tidak akan masuk surga atas kehendak Nabi Muhammad ﷺ saja, melainkan firman Allah yang dapat disesuaikan dengan ucapan asli al-Masih sendiri. Bahwa memungkiri keesaan Allah adalah satu kepercayaan yang akan menjauhkan manusia daripada hidup yang kekal.
Ayat 74
“Maka apakah tidak jugalah mereka akan bentobat kepada Allah, dan memohon ampun kepada-Nya. Padahal Allah adalah Pengampun lagi Penyayang."
Artinya, bilakah masanya lagi mereka akan kembali kepada jalan yang benar, kepercayaan yang waras, yang benar-benar ajaran asli al-Masih mengakui Allah Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan? Tidak satu dalam tiga dan tiga dalam satu. Tidak dia bapa dan dia juga tidak putra, atau si bapa menjelma jadi putra untuk menebus dosa, sedang si putra itu, dia sendirilah yang Allah.
Ayat ini adalah seruan hati ke hati kepada pemeluk Nasrani di zaman Rasul, sebagai sambungan penegasan dari ayat 66 dan ayat 68 di atas, yaitu supaya mereka kembali menegakkan Taurat dan Injil yang sebenar-benarnya, jangan mengikuti tambahan yang telah ditambahkan di belakang, atau pengaruh agama-agama kuno dari orang Hindu, Yunani, Romawi, dan Iran purbakala itu. Kalau mereka kembali kepada ajaran nabi-nabi yang asli, segeralah Allah akan memberi ampun, dan Allah itu kasih kepadanya. Hamba-Nya yang telah kembali ke jalan yang benar akan disambutnya dengan baik. “Anak yang hilang telah kembali" menurut ungkapan orang Kristen. Dan menurut hadits Qudsi,
“Sesungguhnya rahmatrKu. mengalahkan murka-Ku."
Tetapi oleh karena kepercayaan ini sudah turun-temurun, niscaya berat juga melepaskannya, meskipun tidak masuk akal, meskipun memang telah bertemu dalam kitab-kitab yang mereka pegang sendiri bahwa Allah itu Esa adanya, dan yang percaya kepada keesaan Allah-lah hanya yang berhak mendapat hidup yang kekal. Tentu masih ada pertanyaan, “Kalau al-Masih yang begitu mengherankan, yang lahir ke dunia di luar kebiasaan manusia, yang dapat menyembuhkan orang sakit balak, menyalangkan orang buta, menghidupkan orang mati, dikatakan bukan Allah atau anak Allah, siapakah dia sebenarnya?"
Maka datanglah ayat selanjutnya,
Ayat 75
“Tidaklah al-Masih anak Maryam itu, melainkan seorang Rasul, yang telah terdahulu daripadanya rasul-rasul."
Memang al-Masih bukanlah sembarang manusia. Dia adalah Rasul Allah, Utusan Allah, yang disuruh oleh Allah menyampaikan ajaran Allah kepada Bani Israil, beliau telah diberi mukizat; sehingga dengan izin Allah jua, beliau dapat menghidupkan orang yang baru mati, menyembuhkan orang sakit balak, menyalangkan mata orang buta, mengusir tujuh setan dari tubuh Maryam Magdalena, dan lain-lain. Semuanya itu berlaku bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi dengan izin Allah belaka. Tidak bisa terjadi kalau Allah tidak mengizinkan. Dan dahulu daripadanya pun telah diutus pula rasul-rasul. Mereka pun diberi beberapa mukjizat yang ajaib-ajaib juga dengan izin Allah. Ibrahim tidak hangus dibakar orang dengan api nyala. Musa dapat membelah taut dengan tongkat, dapat menjadikan air Sungai Nil jadi darah, dapat memukul bukit batu dengan tongkat sehingga memancarkan 12 mata air. Dan di dalam Zabur Nabi Dariel tersebut pejuang-pejuang, nabi-nabi yang dibakar oleh penguasa Babil, namun mereka tidak pula hangus. Semua mereka itu, termasuk al-Masih, bukanlah Allah, tetapi utusan-utusan Allah yang telah dipilih dan disokong dengan mukjizat. Maka kita hormatilah sekalian rasul Allah itu dengan jalan memegang teguh ajaran mereka, bukan dengan memandang mereka sebagai Allah. Ibunya Dara Suci Maryam; bagaimana? “Dan ibunya adalah seorang perempuan yang sangat patuh." Kepatuhan Maryam dan ketaatannya kepada Allah, jaranglah tolok bandingannya di dunia ini, saleh sejak dari kecilnya, jadi niat nazar dari ibunya sejak dia masih dikandung, akan dijadikan pemelihara Rumah Allah, diasuh dididik oleh seorang Nabi yang mulia, yaitu Zakariya.
Dipuji di dalam Al-Qur'an dalam surah Aali ‘Imraan, bahkan menjadi nama surah; dipuji dalam surah Maryam, dan dipuji dalam surah at-Tahriim ayat 12), seorang perempuan suci. Amat hinalah orang yang menuding perempuan suci itu berbuatzina. Tetapi dia pun bukan Allah, melainkan seorang perempuan yang paling patuh kepada Allah. Dia adalah manusia, sebagai juga anaknya al-Masih itu pun manusia, “Adalah mereka keduanya makan makanan." Karena mereka keduanya manusia, tentu mereka makan dan minum, tidur dan bangun, bergerak dan berdiam sebagaimana manusia, dan juga masuk jamban.
Kalau mereka keduanya Tuhan, tentu mereka keduanya tidak pernah lapar, sebab lapar adalah sifat kekurangan, “Lihatlah betapa Kami menerangkan kepada mereka akan tanda-tanda." Tanda-tanda atau bukti-bukti yang masuk akal, yang tidak dapat ditolak oleh pikiran yang berpikir waras.
“Kemudian pandanglah bagaimana mereka dipalingkan"
Artinya, cobalah pikirkan, sudah seterang itu duduknya perkara, dan begitu yang waras menurut akal, dan tidak bertemu bukti bahwa al-Masih sendiri mengakui dirinya Ruhan, namun mereka masih saja berpaling apabila sudah sampai kepada kesimpulan itu. Cobalah perhatikan bagaimana mereka pada mulanya berjalan menurut akal, seumpama di dalam susunan Ilmu Mantiq, telah diadu mukadimah pertama (premis I) dengan mukadimah kedua (premis II), namun setelah hampir sampai kepada natijah (konklusi) mereka berpaling dan tidak mau melanjutkan sampai ke sana.
Dan lagi tidak pernah, baik Isa al-Masih sendiri maupun ibunya, mengatakan bahwa mereka adalah Allah atau Tuhan. Tidak pernah berjumpa dalam catatan Injil-Injil yang diakui sah itu sendiri (Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes atau Yahya) Keputusan menuhankan mereka terjadi lama setelah mereka wafat,
karena keputusan musyawarah, dan dihukum serta ditindas barangsiapa yang tidak tunduk kepada keputusan itu.
Akhir-akhir ini berjumpalah gulungan-gulungan dokumen Laut Mati yang usianya telah seumur dengan agama Nasrani sendiri. Di sana tidak pula terdapat agak satu kalimat pun yang menguatkan bahwa al-Masih mengakui dirinya Tuhan, melainkan diakui oleh murid-muridnya bahwa dia hanyalah semata-mata Guru Kebaikan. Meskipun demikian, dunia Kristen tetap bertahan pada kepercayaan yang telah diputuskan itu, sehingga ada usaha untuk mendiamkan naskah-naskah Laut Mati itu. Mungkin kelak akan keluar keputusan gereja (consili) melarang menyelidiki naskah-naskah tersebut.