Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَتِ
dan berkata
ٱلۡيَهُودُ
orang-orang Yahudi
يَدُ
tangan
ٱللَّهِ
Allah
مَغۡلُولَةٌۚ
terbelenggu
غُلَّتۡ
terbelenggu
أَيۡدِيهِمۡ
tangan mereka
وَلُعِنُواْ
dan mereka dikutuk
بِمَا
dengan/disebabkan apa
قَالُواْۘ
mereka berkata
بَلۡ
tetapi/bahkan
يَدَاهُ
kedua tanganNya
مَبۡسُوطَتَانِ
terbuka keduanya
يُنفِقُ
Dia menafkahkan
كَيۡفَ
sebagaimana
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
وَلَيَزِيدَنَّ
dan sungguh akan menambah
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُم
diantara mereka
مَّآ
apa
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
طُغۡيَٰنٗا
kedurhakaan
وَكُفۡرٗاۚ
dan kekafiran
وَأَلۡقَيۡنَا
dan Kami jatuhkan/timbulkan
بَيۡنَهُمُ
diantara mereka
ٱلۡعَدَٰوَةَ
permusuhan
وَٱلۡبَغۡضَآءَ
dan kebencian
إِلَىٰ
kepada/sampai
يَوۡمِ
hari
ٱلۡقِيَٰمَةِۚ
kiamat
كُلَّمَآ
setiap
أَوۡقَدُواْ
mereka menyalakan
نَارٗا
api
لِّلۡحَرۡبِ
untuk peperangan
أَطۡفَأَهَا
memadamkan
ٱللَّهُۚ
Allah
وَيَسۡعَوۡنَ
dan mereka berusaha
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
فَسَادٗاۚ
(membuat) kerusakan
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
وَقَالَتِ
dan berkata
ٱلۡيَهُودُ
orang-orang Yahudi
يَدُ
tangan
ٱللَّهِ
Allah
مَغۡلُولَةٌۚ
terbelenggu
غُلَّتۡ
terbelenggu
أَيۡدِيهِمۡ
tangan mereka
وَلُعِنُواْ
dan mereka dikutuk
بِمَا
dengan/disebabkan apa
قَالُواْۘ
mereka berkata
بَلۡ
tetapi/bahkan
يَدَاهُ
kedua tanganNya
مَبۡسُوطَتَانِ
terbuka keduanya
يُنفِقُ
Dia menafkahkan
كَيۡفَ
sebagaimana
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
وَلَيَزِيدَنَّ
dan sungguh akan menambah
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُم
diantara mereka
مَّآ
apa
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
طُغۡيَٰنٗا
kedurhakaan
وَكُفۡرٗاۚ
dan kekafiran
وَأَلۡقَيۡنَا
dan Kami jatuhkan/timbulkan
بَيۡنَهُمُ
diantara mereka
ٱلۡعَدَٰوَةَ
permusuhan
وَٱلۡبَغۡضَآءَ
dan kebencian
إِلَىٰ
kepada/sampai
يَوۡمِ
hari
ٱلۡقِيَٰمَةِۚ
kiamat
كُلَّمَآ
setiap
أَوۡقَدُواْ
mereka menyalakan
نَارٗا
api
لِّلۡحَرۡبِ
untuk peperangan
أَطۡفَأَهَا
memadamkan
ٱللَّهُۚ
Allah
وَيَسۡعَوۡنَ
dan mereka berusaha
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
فَسَادٗاۚ
(membuat) kerusakan
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
Terjemahan
Orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbelenggu (kikir).” Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu. Mereka dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan. Sebaliknya, kedua tangan-Nya terbuka (Maha Pemurah). Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan kekufuran bagi kebanyakan mereka. Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. Mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Tafsir
(Orang-orang Yahudi berkata) setelah mereka ditimpa kesusahan disebabkan mendustakan Nabi ﷺ padahal selama ini mereka adalah orang-orang yang paling mampu dan paling banyak harta. ("Tangan Allah terbelenggu.") artinya dikatup hingga terhalang untuk menyebarkan rezeki kepada kita. Ucapan itu merupakan sindiran terhadap kikirnya Allah ﷻ buat melimpahkan rezeki. Firman Allah ﷻ: ("Tangan merekalah yang dibelenggu.") dari berbuat kebaikan hingga tak mau melakukannya. Ini sebagai doa terhadap mereka (dan mereka dikutuk disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. Bahkan kedua tangan-Nya terbuka lebar) merupakan simbol tentang kiasan tentang sifat Allah Yang Maha Pemurah. Pujian kepada tangan ini untuk menunjukkan banyak dan melimpah-ruah karena segala sesuatu yang diberikan oleh seorang dermawan berupa harta melalui tangannya. (Dia memberi nafkah sebagaimana dikehendaki-Nya) apakah akan diperlapang ataukah akan dipersempit-Nya, tidak satu pun dapat menghalangi-Nya. (Dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, berarti akan menambah banyak kedurhakaan dan kekafiran mereka) karena kekafiran mereka kepadanya. (Dan Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat) hingga setiap golongan menentang dan memusuhi lainnya. (Setiap mereka menyalakan api peperangan) maksudnya untuk memerangi Nabi Muhammad ﷺ (dipadamkannya oleh Allah) artinya setiap mereka bermaksud, maka ditolak oleh Allah (dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi) maksudnya menghancurkannya dengan berbuat maksiat (dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan).
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 64-66
Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu." Sebenarnya tangan merekalah yang terbelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
Dan seandainya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.
Dan seandainya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.
Ayat 64
Allah ﷻ menceritakan perihal orang-orang Yahudi -semoga laknat Allah menimpa mereka secara berturut-turut sampai hari kiamat- bahwa melalui lisannya mereka mensifati Allah ﷻ dengan sifat yang sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar dari apa yang mereka sifatkan itu, bahwa Allah itu kikir. Mereka pun mensifati-Nya miskin, sedangkan mereka sendiri kaya. Mereka ungkapkan sifat kikir ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
“Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu (tergenggam alias kikir).” (Al-Maidah: 64)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan maglulah ialah kikir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu’.” (Al-Maidah: 64) Bahwa mereka tidak bermaksud mengatakan tangan Allah terikat. Yang mereka maksudkan ialah Allah itu kikir. Dengan kata lain, Allah menggenggam apa yang ada di sisi-Nya karena kikir. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Qatadah.
As-Suddi, dan Adh-Dhahhak, dan dibacakan firman-Nya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra:29) Yakni Allah melarang bersifat kikir dan berfoya-foya yang artinya membelanjakan harta bukan pada tempatnya dalam jumlah yang berlebihan. Dan Allah mengungkapkan sifat kikir dengan ungkapan seperti yang disebutkan firman-Nya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu.” (Al-Isra:29) Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh orang-orang Yahudi yang terkutuk itu.
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fanhas seorang Yahudi, semoga Allah melaknatnya. Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Fanhaslah yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya.” (Ali Imran: 181) Lalu ia dipukul oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa lelaki dari kalangan orang-orang Yahudi yang dikenal dengan nama Syas ibnu Qais telah mengatakan (kepada Nabi ﷺ), "Sesungguhnya Tuhanmu kikir, tidak mau berinfak." Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu.” Sebenarnya tangan merekalah yang terbelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)
Allah ﷻ menjawab perkataan mereka dan membuka kedok sandiwara mereka serta semua kedustaan dan cerita bohong mereka. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman: “Sebenarnya tangan merekalah yang terbelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (Al-Maidah: 64)
Dan memang demikianlah yang terjadi pada mereka; sesungguhnya kekikiran, kedengkian, dan kelicikan serta kehinaan yang ada pada mereka sangat besar. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya:
“Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kalaupun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada manusia itu?” (An-Nisa: 53-54) hingga akhir ayat.
“Lalu ditimpakan kepada mereka kenistaan.” (Al-Baqarah: 61), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “(Tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki.” (Al-Maidah: 64)
Yakni tidaklah demikian, bahkan Dia Maha Luas karunia-Nya lagi berlimpah pemberian-Nya. Sebenarnya tiada sesuatu pun kecuali perbendaharaan-Nya ada di sisi-Nya. Dialah yang memberikan nikmat kepada semua makhluk-Nya, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dialah yang menciptakan semua apa yang kita perlukan di malam hari, di siang hari, di perjalanan kita, di tempat menetap kita, dan di semua keadaan kita.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya: “Dan Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepadanya. Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” (Ibrahim: 34) Ayat-ayat yang mengatakan demikian cukup banyak jumlahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan, "Inilah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ‘Sesungguhnya tangan kanan (kekuasaan) Allah sangat penuh, tidak akan pernah kosong karena dibelanjakan dengan berlimpah sepanjang siang dan malam. Tidakkah kalian perhatikan apa yang telah Dia belanjakan sejak menciptakan langit dan bumi. Karena sesungguhnya tidak akan kering apa yang ada di tangan kanan (kekuasaan)-Nya. Selanjutnya disebutkan bahwa 'Arasy-Nya berada di atas air, sedangkan di tangan (kekuasaan) lainnya terdapat al-faid atau al-qabdu yang dengan tangan kekuasaan ini Allah meninggikan dan merendahkan. Dan Allah ﷻ berfirman: ‘Berinfaklah, maka Aku akan membalas infakmu’.”
Hadits ini diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Shahihain; Imam Bukhari di dalam Bab "Tauhid", dari Ali ibnul Madini; sedangkan Imam Muslim dari Muhammad ibnu Rafi'. Keduanya (Ali ibnul Madini dan Muhammad ibnu Rafi) dari Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.
Firman Allah ﷻ: “Dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka.” (Al-Maidah: 64)
Yakni apa (Al-Qur'an) yang diturunkan oleh Allah kepadamu sebagai nikmat justru menjadi kebalikannya menurut tanggapan musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang Yahudi dan semua orang yang menyerupai mereka. Hal itu pun menambah percaya kaum mukmin dan menambah amal saleh serta ilmu yang bermanfaat bagi mereka, maka hal itu menambah kedengkian dan iri hati orang-orang kafir terhadapmu dan umatmu.
Tugyan artinya berlebihan dan melampaui batas dalam segala sesuatu. Yang dimaksud dengan kufran dalam ayat ini ialah kedustaan. Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh’." (Fushshilat: 44)
“Dan kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Al Isra 82)
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.” (Al-Maidah: 64)
Maksudnya adalah hati mereka tidak akan bersatu, bahkan permusuhan selalu terjadi di antara sekte-sekte mereka, sebagian dari mereka memusuhi sebagian yang lain selama-lamanya. Itu karena mereka tidak pernah sepakat dalam kebenaran, dan mereka telah menentang dan mendustakanmu.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka," ialah permusuhan dan perdebatan dalam masalah agamanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: “Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya.” (Al-Maidah: 64)
Yaitu setiap kali mereka merencanakan berbagai perangkap untuk menjebakmu dan setiap kali mereka mengadakan kesepakatan di antara sesamanya untuk memerangimu, maka Allah membatalkannya dan membalikkan tipu muslihat itu terhadap diri mereka sendiri sehingga menjadi senjata makan tuan; sebagaimana mereka membuat lubang, maka mereka sendirilah yang terjerumus ke dalamnya.
“Dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al-Maidah: 64)
Yakni termasuk watak mereka ialah selalu berjalan di muka bumi seraya menimbulkan kerusakan padanya, sedangkan Allah tidak menyukai orang yang bersifat demikian.
Ayat 65
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Dan seandainya Ahli Kitab beriman dan bertakwa.” (Al-Maidah: 65)
Yaitu seandainya mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi apa yang biasa mereka kerjakan berupa dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan yang haram.
“Tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (Al-Maidah: 65)
Yakni niscaya akan Kami hapuskan dari mereka hal-hal yang tidak diinginkan, dan Kami hantarkan mereka kepada tujuan yang didambakan.
Ayat 66
“Dan seandainya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya.” (Al-Maidah: 66)
Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan "apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya" ialah Al-Qur'an.
“Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (Al-Maidah: 66)
Yaitu seandainya mereka mengamalkan kandungan kitab-kitab yang ada di tangan mereka dari nabi-nabi mereka dengan apa adanya tanpa penyimpangan, pergantian, dan perubahan, niscaya mereka akan terbimbing untuk mengikuti kebenaran dan mengamalkan apa yang sesuai dengan risalah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ karena sesungguhnya di dalam kitab-kitab mereka tertulis pernyataan yang membenarkan risalah Nabi Muhammad dan perintah untuk mengikutinya secara tegas tanpa ada pilihan lain.
Adapun firman Allah ﷻ berikut: “Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bahwa kaki mereka.” (Al-Maidah: 66)
Makna yang dimaksud ialah banyak rezeki yang turun kepada mereka dari langit dan yang tumbuh dari tanah.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka.” (Al-Maidah: 66)
Yakni niscaya Kami akan turunkan hujan dari langit kepada mereka.
“Dan dari bawah kaki mereka.” (Al-Maidah: 66)
Yaitu akan dikeluarkan dari bumi keberkahan yang ada di dalamnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Said ibnu Jubair, Qatadah, dan As-Suddi. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (Al-A'raf: 96), hingga akhir ayat.
Dan Allah ﷻ telah berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (Ar-Rum: 41), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa firman-Nya: “Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (Al-Maidah: 66) Makna yang dimaksud ialah, mereka memperolehnya tanpa susah payah dan tanpa mengeluarkan tenaga serta bebas dari kesengsaraan.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "niscaya mereka berada dalam kebaikan.” Perihalnya sama dengan perkataan seseorang "Dia berada dalam kebaikan dari atas sampai ke bawahnya." Tetapi Ibnu Jarir setelah mengemukakannya membantah pendapat ini, mengingat hal itu bertentangan dengan pendapat-pendapat ulama Salaf.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan firman-Nya: “Dan seandainya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil.” (Al-Maidah: 66) menyebutkan sebuah hadits.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Alqamah, dari Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sudah dekat waktunya ilmu akan diangkat Allah.” Maka Ziyad ibnu Labid bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu diangkat, sedangkan kami membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami." Nabi ﷺ bersabda: “Semoga ibumu kehilangan kamu, wahai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandang engkau termasuk orang yang paling alim dari kalangan penduduk Madinah, tetapi bukankah kitab Taurat dan kitab Injil berada di tangan orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi tidak bermanfaat bagi mereka karena mereka meninggalkan perintah.” Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: “Dan seandainya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil.” (Al-Maidah: 66)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara muallaq pada permulaan sanadnya, sedangkan pada akhirnya secara mursal.
Imam Ahmad ibnu Hambal telah meriwayatkan secara muttasil lagi mausul. Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ziyad ibnu Lubaid, bahwa Nabi ﷺ pernah menyebutkan suatu hal dan pada akhirnya beliau bersabda: “Yang demikian itu pertanda akan lenyapnya ilmu. Ziyad ibnu Lubaid melanjutkan kisahnya: Kami mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, mana mungkin ilmu dapat lenyap, sedangkan kami selalu membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami, anak-anak kami pun mengajarkannya kepada anak-anak mereka sampai hari kiamat?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga ibumu kehilangan kamu, wahai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandangmu termasuk orang yang paling alim di Madinah, tetapi bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani ini membaca Taurat dan Injil, tetapi mereka tidak mengambil manfaat dari apa yang terkandung di dalam kedua kitab tersebut barang sedikit pun.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Bakr ibnu Abu Syaibah, dari Waki' dengan sanad yang sama dan lafal yang serupa. Sanad hadits ini shahih.
Firman Allah ﷻ: “Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (Al-Maidah: 66)
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan di antara kaum Musa itu terdapat umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan kebenaran, dan dengan kebenaran itulah mereka menjalankan keadilan.” (Al Araf 159) Sama dengan firman Allah ﷻ yang menyebutkan perihal para pengikut Nabi Isa, yaitu: “Maka Kami berikan pahalanya kepada orang-orang yang beriman di antara mereka.” (Al-Hadid: 27) Maka Allah menjadikan kedudukan yang tertinggi dari mereka (Ahli Kitab yang beriman) ialah pertengahan, sedangkan kedudukan tersebut merupakan kedudukan menengah dari umat Nabi Muhammad ﷺ. Dan kedudukan yang lebih tinggi daripada itu ialah kedudukan sabiqun (bersegera dalam mengerjakan kebaikan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itu adalah karunia yang amat besar.” (Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya.” (Fatir: 32-33) hingga akhir ayat.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa ketiga golongan dari umat ini semuanya masuk surga. Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Ya'qub ibnu Yazid ibnuTalhah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) sedang berada bersama Rasulullah ﷺ, beliau bersabda: “Umat Nabi Musa berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan; tujuh puluh golongan darinya masuk neraka, sedangkan yang satu golongan lagi masuk surga. Dan Umat Nabi Isa berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan; segolongan di antara mereka masuk surga, sedangkan yang tujuh puluh satu golongan masuk neraka.
Tetapi umatku jauh lebih tinggi daripada gabungan kedua umat itu, yaitu satu golongan masuk ke dalam surga, sedangkan yang tujuh puluh dua golongan masuk neraka. Mereka (para sahabat) bertanya, "Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Tetaplah pada jamaah, tetaplah pada jamaah!” Ya'qub ibnu Zaid mengatakan, apabila Khalifah Ali ibnu Abu Thalib menceritakan hadits Rasulullah ﷺ yang ini, maka ia selalu membaca firman-Nya: “Dan seandainya Ahli Kitab beriman dan bertakwa tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka, dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (Al Maidah 65) sampai dengan firman-Nya: “Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (Al-Maidah: 66) Juga firman-Nya: “Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan kebenaran, dan dengan yang kebenaran itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (Al-A'raf: 181) Yakni umat Nabi Muhammad ﷺ.
Tetapi atsar ini gharib sekali bila ditinjau dari segi konteksnya. Hadits mengenai berpecah-belahnya berbagai umat sampai menjadi tujuh puluh golongan lebih diriwayatkan melalui berbagai jalur, semuanya telah kami sebutkan dalam kitab yang lain.
Ayat-ayat yang lalu menjelaskan perilaku dan sikap buruk dari orang-orang Yahudi, selanjutnya ayat-ayat berikut menerangkan tentang perbuatan mereka yang lebih buruk lagi. Sikap yang sangat tidak baik ini diawali ketika mereka berkata, Tangan Allah terbelenggu, yang maksudnya adalah kikir atau tidak mau melimpahkan rahmat-Nya. Padahal sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu sehingga mereka dikenal sebagai orang yang bakhil dan karenanya merekalah yang akan dilaknat yang disebabkan oleh apa yang telah mereka katakan itu. Padahal dengan memperhatikan apa saja yang terjadi di sekitarnya, mereka sesungguhnya mengetahui bahwa kedua tangan Allah selalu terbuka untuk semua makhluk-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa saja sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, hai Muhammad, dari Tuhanmu itu pasti juga akan menambah kedurhakaan yang telah mendarah daging dan kekafiran yang sudah menjadi kebiasaan bagi kebanyakan mereka. Sebagai akibat dari kedua sikap buruk itu, Kami timbulkan permusuhan yang terus menerus dan kebencian yang mendalam di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap saat mereka menyalakan api peperangan pada siapa saja, Allah pasti akan memadamkannya. Selain melakukan penyimpangan dan keingkaran, mereka juga selalu berusaha untuk menimbulkan kerusakan di muka bumi. Dan sesungguhnya Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Ayat ini menerangkan balasan bagi umat yang sering mengingkari ajaran Allah. Dan sekiranya Ahli Kitab itu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani, beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Nabi Muhammad itu nabi terakhir, dan bertakwa dengan selalu mematuhi perintah Allah serta menjauhi semua larangan-Nya, niscaya Kami hapus atau ampuni kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan selama ini, dan sebagai balasan atas ketaatan itu, mereka semua tentu akan Kami masukkan ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan, sehingga mereka akan dapat merasakan balasan dari kepatuhan dan ketakwaan mereka.
Menurut riwayat Ibnu Ishak dan at-thabrani dari Ibnu Abbas dia berkata, "Seorang Yahudi yang bernama Nabbasy bin Qais berkata kepada Nabi Muhammad saw, 'Tuhan engkau kikir, tidak suka memberi." Maka ayat ini meskipun yang mengatakan kepada Nabi itu hanya seorang dari kalangan Yahudi namun dapat dianggap menggambarkan pendirian secara kesuluruhan dari kaumnya. Ayat ini menceritakan bahwa orang Yahudi itu berkata, "Tangan Allah terbelenggu," tetapi yang sebenarnya terbelenggu adalah tangan mereka sendiri, dengan demikian mereka akan dilaknat Allah.
Perkataan orang Yahudi bahwa "tangan Allah terbelenggu" adalah tidak masuk akal, sebab mereka mengakui bahwa Allah adalah nama bagi zat yang pasti ada dan Mahakuasa, Dia pencipta alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa tangan Allah tidak terbelenggu dari kekuasaan-Nya tidak terbatas karena jika demikian maka tentulah Dia tidak dapat memelihara dan mengatur alam ini. Maka apakah yang mendorong mereka mengucapkan kata-kata demikian? Sebagian mufasir mengemukakan bahwa dorongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mungkin mereka mendengar ayat:
Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (al-Baqarah/2:245).
Setelah mendengar ayat ini mereka mengatakan bahwa tangan Allah itu terbelenggu dengan arti kikir, karena Allah tidak mampu dan miskin sehingga memerlukan pinjaman.
2. Mereka mengucapkan ucapan tersebut dengan mengejek kaum Muslimin ketika mereka melihat sahabat Nabi yang sedang berada dalam kesempitan dan kesulitan keuangan.
3. Pada awalnya masyarakat Yahudi adalah orang-orang kaya. Ketika Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul mereka menentang-Nya, oleh karenanya mereka banyak mengeluarkan harta benda untuk pembiayaan menggagalkan dakwah sehingga orang-orang kaya dari kalangan mereka banyak yang menjadi miskin. Karena Allah tidak melapangkan rezeki lagi bagi mereka yang telah miskin itu, mereka mengeluarkan ucapan "tangan Allah terbelenggu" dengan maksud, Allah itu kikir karena tidak menolong mereka.
Pernyataan dalam ayat ini menyatakan bahwa "Tangan orang Yahudi itulah yang terbelenggu dan mereka mendapat laknat disebabkan apa yang telah mereka katakan adalah suatu pernyatan terhadap kekikiran mereka, yakni merekalah yang kikir, terbelenggu tangannya, tidak mau memberi bantuan. Ternyata memang mereka adalah umat yang terkikir, mereka baru mau memberikan bantuan jika mereka melihat ada harapan akan mendapat keuntungan yang besar. Dan mereka pada hari kemudian pasti menerima kutukan Allah sebagai balasan atas perbuatan mereka.
Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah Maha Pemurah dan Dia memberi sebagaimana yang Dia kehendaki. Perkataan "tangan" dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, yaitu: (1) salah satu dari anggota tubuh manusia, (2) kekuatan, (3) kepunyaan (milik), dan (4) nikmat karunia.
Pengertian yang keempat inilah yang dimaksud dengan perkataan "tangan" yang disandarkan kepada Allah pada ayat ini. Demikianlah para ulama khalaf mengartikan tangan dalam ayat ini. Dengan demikian hendaklah diartikan perkataan "kedua tangan Allah terbuka" dengan makna nikmat karunia Allah terbentang luas, nikmat karunia itu diberikan kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya. Adapun golongan yang tidak menerima nikmat karunia Allah janganlah menganggap bahwa Allah itu kikir atau fakir.
Adanya perbedaan tingkatan manusia di dalam menerima rezeki dari Allah, adalah termasuk sunnatullah. Allah berfirman:
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (az-Zukhruf/43:32).
Para mufasir dalam menafsirkan ayat ini ada dua pendapat, yaitu:
Pertama, terkenal dengan ahli tawil yaitu yang menakwil pengertian kalimat-kalimat menurut pengertian majazi (kiasan), umpamanya ayat:
"Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal." (ar-Rahman/55:27).
Golongan ini menakwil kata "wajah", umpamanya pada kalimat "aku tidak melihat wajah fulan" maksudnya adalah diri atau zat fulan. Jadi kalimat itu sama dengan kalimat "aku tidak melihat fulan (tanpa menyebutkan kata "wajah").
Kedua, golongan ahli tafwid yaitu menyerahkan maksud kalimat atau perkataan seperti demikian itu kepada Allah. Mereka mengartikan tangan dengan arti hakikinya. Jadi ini mengartikan perkataan "wajah" pada ayat Surah ar-Rahman tersebut menurut arti hakiki yaitu "muka." Tentang bagaimanakah keadaan muka Tuhan itu mereka menyerahkan juga kepada Tuhan, dan dalam hal ini mereka berpegang pada ayat:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia" (asy-Syura/42:11).
Jadi golongan ini menetapkan Tuhan itu bermuka, tetapi tidak seperti muka manusia.
Ayat ini mengutarakan kepada Muhammad bahwa apa yang diturunkan kepadanya benar-benar akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara kaum Yahudi dan menerangkan bahwa ayat yang diturunkan itu mengandung pengetahuan yang tidak diketahui oleh Yahudi yang semasa dengan Nabi Muhammad ﷺ Karena jika tidak demikian halnya tentulah Muhammad tidak mengetahui semua itu, sebab dia adalah ummi tidak pandai tulis baca. Tetapi karena kedengkian dan kefanatikan, orang-orang Yahudi itu semakin jauh dari beriman kepada Nabi Muhammad meskipun kenabian Muhammad telah ditulis di dalam kitab suci.
Ayat ini juga menerangkan bahwa Allah akan menimbulkan permusuhan di antara sesama Ahli Kitab. Permusuhan itu tidak akan berakhir sampai hari Kiamat. Watak kaum Yahudi memang suka menyalakan api peperangan, fitnah dan keonaran. Watak seperti itu telah tercatat dalam sejarah dan membuktikan bahwa mereka selalu berusaha memperdayakan Nabi Muhammad dan orang-orang beriman baik secara langsung maupun dengan cara membujuk orang musyrik atau orang Nasrani untuk memerangi Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman.
Watak seperti itu membawa mereka senang berbuat dan melihat kerusakan di bumi. Tetapi setiap kali mereka menyalakan api peperangan, fitnah dan keonaran, serta mencoba membuat kerusakan, Allah tetap memadamkannya, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, oleh karenanya usaha-usaha mereka untuk membuat kerusakan dan bencana di atas bumi ini selalu mengalami kegagalan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kemudian dinyatakan lagi satu di antara gejala kerusakan akhlak mereka,
Ayat 64
“Dan berkata orang-orang Yahudi itu. Jangan Allah adalah terbelenggu."
Ada yang sampai demikian kasar budi mereka, sehingga berani mereka mengatakan tangan Allah terbelenggu, artinya Allah itu bakhil, tidak mau memberikan bantuan atas kesusahan yang menimpa mereka. Perkataan seperti ini timbul karena keluh-kesah dalam kesusahan, karena kerugian atau karena suatu maksud tidak berhasil, “Padahal yang dibelenggu ialah tangan mereka sendiri Bukan Allah yang bakhil, tetapi jiwa orang yang berkata itulah yang telah kusut-masai, keruh dari dalam dan keruh sampai ke luar, tidak merasa cukup dengan apa yang ada, tamak dan hendak mengumpul sebanyak-banyaknya, dan. enggan hendak memberikan kepada orang lain.
“Dan dikutuklah mereka dari sebab apa yang mereka katakan itu." Hidup orang yang berkata demikian, kian lama kian morat-marit, jiwa kian iama kian kasar, penuh benci dan selalu tidak merasa puas, karena telah kena kutuk. “Bahkan kedua tangan-Nya terbuka Dia membelanjakan bagaimana suka-Nya." Tangan Allah terbuka; tidak perlu kita membicarakan apakah Allah bertangan sebagaimana makhluk pula? Bukan saja dalam bahasa Arab, bahkan di dalam segala bahasa yang halus di dunia ini selalu disebut “tangan terbuka" yang berarti dermawan, sudi menolong, berbudi luhur, betas kasihan. Dia membelanjakan bagaimana suka-Nya. Dia memberikan rezeki dengan tidak berkira. Kalau ada kekurangan, bukanlah karena Allah yang bakhil, melainkan manusialah yang tidak pandai mempergunakan. Niscaya tidaklah semua orang Yahudi yang berkata sampai demikian rendahnya terhadap Allah. Yang berkata begini niscaya orang-orang yang telah jatuh akhlaknya tadi, yang tidak mendapat pelajaran lagi dari pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka; orang-orang yang tidak terpimpin jiwa mereka kepada jalan yang baik. Dikemukakan hal ini, ialah untuk menjadi i'tibar bagi orang-orang yang beriman, supaya menjaga akhlak terutama budi pekerti kepada Allah. Itulah alamat bahwa kufur sudah meningkat nian walaupun mengaku diri Yahudi, atau Nasrani, atau Islam. Kalau orang sudah berani berkata demikian, tandanya jiwanya sudah sangat parah sakitnya. Dan selama hidup dia akan terkena kutuk. Sebagaimana kira-kira pada tahun 1927 seorang teman sekampung penulis, berdagarg kecil di Kisaran (Sumatera Timur); dia terlalu malas mengerjakan shalat, padahal dia seorang Islam. Dia berjualan cendol. Maka pada suatu hari diajak orang dia shalat, moga-moga hatinya terbuka. Lalu dengan marahnya dia berkata, “Shalat? Sudah saya coba shalat, namun nasib saya tidak juga berubah. Cuma cendol yang saya jual, itu pun tidak juga saya diberi rezeki oleh Tuhanmu. Padahal si Rahman hanya duduk-duduk saja di rumahnya menggoyang-goyang kaki, diantarkan Tuhanmu itu juga kepadanya rezeki. Sedang aku sendiri, ketika telah aku masak cendolku hujan pun datang. Memang Allah itu tidak adil." Demikian katanya.
Apa yang didapatnya dengan sikap hidup yang demikian? Tidak lain dari kutuk Allah. Hidup yang kian lama kian morat-marit sebagaimana kerakap tumbuh di batu; hidup segan, mati tak mau; penuh benci kepada orang, tidak mau diajak kepada kebaikan. Bertambah dia melarat, bertambah masyarakat disalah-kannya, dan akhirnya Allah-lah yang dikatakannya salah. Dan dia benar selalu! Bukti kebenarannya ialah bahwa dia kian lama kian melarat, dan mati dalam kemelaratan.
“Dan apa yang telah diturunkan Allah engkau kepada engkau itu, akan sangatlah menambah melampaui batas dan kekufuran bagi kebanyakan mereka itu." Yaitu orang-orang yang telah rusak akhlaknya tadi. Cahaya wahyu bagi mereka adalah kegelapan. Sebab yang gelap ialah jiwa mereka sendiri; jiwa yang tidak pernah diusahakan membersihkannya. Jiwa yang diliputi oleh benci, dengki, dan dendam, sehingga kusut dengan sendirinya. “Dan akan Kami timpakan di antara mereka permusuhan dan berbenci-bencian sampai hari Kiamat." Menurut ahli-ahli tafsir, maksud serangkaian kata wahyu ini ialah menerangkan permusuhan dan kebencian terus-menerus di antara orang Yahudi dan orang Nasrani. Bahwasanya di antara kedua golongan agama itu tidak akan ada damai selama-lamanya. Dan ini dapatlah kita lihat pada nasib orang Yahudi di negara-negara Kristen yang disebut telah berkemajuan itu. Pada kedua belah pihak selalu ada dendam. Orang Yahudi di Rusia, di Eropa, di negeri jerman, Perancis, dan di mana saja, dipandang sebagai akhlak yang dibenci.
Malahan di negeri-negeri Jerman, semua penduduk Jerman disebut Orang Jerman, tetapi terhadap orang Yahudi, meskipun dia telah berdiam di Jerman 20 keturunan, namun mereka masih dipanggilkan Si Yahudi. Kampung mereka dipencilkan. Dan mereka sendiri pun tidak mau mencampurkan diri dengan golongan lain. Sebab mereka pun masih tetap merasa bahwa mereka adalah Umat Allah yang terpilih. Bahkan di pertengahan abad kedua puluh, abad yang kita namai abad Kemajuan dan Peradaban, di pertengahan abad inilah berjuta-juta orang Yahudi dimasukkan ke dalam kamar gas oleh Nazi Hitler, karena dengan gas itulah dapat cepat menghilangkan nyawa orang yang dibondongkan ke sana beribu-ribu banyaknya, bahkan berjuta.
Meskipun kaum Nazi boleh disebut bukan Kristen lagi, dan perbuatan-perbuatan demikian bukanlah ajaran Kristen, namun bagi bangsa-bangsa Eropa Kristen itu, tidaklah pernah masuk ajaran cinta Kristen ke dalam hati mereka. Lantaran itu, dapatlah kita membaca dan memerhatikan pada muka seorang Yahudi di mana saja; dalam mata mereka selalu terbayang rasa dendam dan ejekan. Dan apabila mereka telah kaya raya, menguasai keuangan seluruh dunia, dengan kekayaan itulah mereka melepaskan dendam mereka. Sehingga apabila terjadi peperangan di antara, suatu negara Kristen Barat dengan Kristen Barat yang lain, orang Yahudi bersedia memberikan bantuan sebanyak-banyaknya kepada kedua pihak yang berperang, buat membelanjai peperangan itu. Mereka mendapat bunga yang besar, dan negeri-negeri itu remuk rendam sendirinya. Bahkan film-film Hollywood yang terkenal memengaruhi kebudayaan materialis dunia ini sebagian besar adalah modal orang Yahudi. Dengan film mereka mengendalikan akhlak dunia. Dan menurut analisa penyelidikan setengah ahli ilmu jiwa terhadap sarjana ilmu jiwa Yahudi yang terbesar di zaman ini, yaitu Sigmund Freud. Teori-teori Freud tentang jiwa, tentang mimpi, tengan libido, tentang seks, tentang cinta Oedipus, dan sebagainya, setelah dikaji-kaji mendalam, tidak lain dari gejala jiwa Freud sendiri yang melepaskan rasa bencinya kepada dunia Kristen. Dan dikaji orang pula, betapa pentingnya hasil pengetahuan Albert Einstein, Sarjana Wijskunde Agung Yahudi itu dalam pembuatan bom atom, yang sampai ke segala zaman pun telah mengancam akan memusnahkan manusia. Dan dua orang Yahudi laki bini, bernama Rosenberg, warga negara Amerika menjadi spion Rusia untuk mengetahui rahasia atom Amerika. Mereka jual rahasia itu setelah mereka curi, sehingga pemerintah Amerika menghukum kedua suami istri itu, naik kursi listrik.
Tetapi kerajaan-kerajaan Eropa dan Amerika yang mengakui beragama Kristen itu— yang membenci Yahudi dalam segala lapangan hidup—akhirnya mendapat akal busuk yang lain, buat memukul orang Arab Islam dengan Yahudi; yaitu memukul musuh dengan musuh, karena takut akan bahaya kebangkitannya kembali. Yaitu mereka jajah Palestina, mereka rampas dari tangan Turki. Lalu diserahkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Boulfour (seorang Yahudi), kepada kaum Zionis, gerakan Yahudi terbesar di zaman ini, supaya mereka membuat negara di sana. Sehabis Perang Dunia Kedua disuruhlah orang Yahudi membentuk Negara Israel di Palestina. Mereka yang merasa bahwa Yahudi itu sangat mengganggu mereka di Eropa, di Amerika dan Rusia, lalu mencampakkan penyakit itu dari bahu mereka ke atas pundak bangsa Arab. Padahal orang Arab tiadalah pernah membenci Yahudi, sampai sehebat Yahudi dengan Kristen. Maka selama ketidakadilan manusia ini masih terdapat, baik Yahudi dan Kristen, atau menjadi segi tiga dengan kaum Muslimin yang pasti akan bangkit kembali, selama itu pula “sampai hari Kiamat" rasa kebencian dan permusuhan akan meliputi dunia ini. “Tiap-tiap kali mereka menyalakan… perang, dipadamkanlah dianya oieh Allah."
Sambungan ayat ini menyatakan lagi salah satu kesan dari dendam Yahudi, yaitu menjadi penghasut perang, membuat fitnah, dan mengadu-adu, supaya terjadi perang.
Di dalam sejarah hidup Nabi Muhammad ﷺ terdapatlah beberapa kali percobaan mereka menghasut orang musyrikin Mekah supaya memerangi Rasulullah, sampai mereka mengirim utusan kepada Abu Sufyan, bahkan sebagaimana dahulu pernah kita sebutkan dalam tafsir ini, mereka berkata bahwa agama kaum musyrikin itu lebih baik daripada agama Muhammad. Maka usaha-usaha menghasut perang yang mereka lakukan di zaman Nabi ﷺ itu selalu digagalkan Allah. Kalau terjadi juga peperangan itu, tidaklah pernah sekali juga menguntungkan mereka, melainkan menambah rugi mereka juga. Seumpama Bani Quraizhah yang masuk dalam persekutuan Quraisy, hendak menghancurkan Islam pada peperangan Ahzab sehabis perang, karena kegagalan Quraisy itu, Bani Quraizhahlah yang harus membayar utang mereka dengan nyawa mereka.
“Dan mereka pun berusaha mengadakan kerusakan di bumi. Sedang Allah tidaklah suka kepada orang-orang perusak."
Ujung ayat ini adalah untuk peringatan terus-menerus di dalam dunia ini. Merusak di muka bumi, inilah salah satu usaha mereka. Mereka merusak karena ada dendam tersimpan, yaitu dendam turun-temurun, dendam yang tidak habis-habis. Meskipun di zaman pemerintahan Umar bin Khaththab, seluruh Yahudi telah dikeluarkan dari tanah Arab, dan penguasa-penguasa yang lain telah pula mengusir mereka dan telah berpencar di mana-mana di muka bumi ini, adalah satu hal yang menjadi bibit dari segala dendam mereka, yaitu kepercayaan yang telah berurat berakar di dalam jiwa mereka turun-temurun, menjadi bagian dari agama mereka, meskipun bukan dari wahyu sejati, bahwa tanah air merekalah Palestina. Meskipun negeri itu telah mereka tinggalkan sejak 2.000 tahun, dan penduduk baru, orang Arab telah bertanah air di sana sejak 14 abad, tidaklah mereka peduli akan itu.
Di Baitul Maqdis ada satu bagian dindingnya yang mereka namai Dinding Ratap. Di sana selalu mereka meratap mengenangkan Kerajaan Dawud yang telah hilang 3.000 tahun yang lalu. Mereka ingatkan itu dengan meratap dan bertekad mesti kembali ke sana. Lantaran tekad yang demikian, niscaya tidak lain daripada kerusakaniah yang mereka timbulkan di bumi ini. Kerusakan pertama ialah karena di mana pun mereka tinggal, merelca merasa asing di dalam negeri itu. Walaupun mereka telah berdiam di Polandia atau di negeri Belanda misalnya 1.000 tahun, mereka tetap merasa bahwa mereka adanya suatu pengkhianatan menyerahkan rahasia atom Amerika, kepada Rusia, padahal mereka warga negara Amerika, musuh Perang Dingin yang hebat sesudah Perang Dunia II. Kerusakan kedua ialah ancaman mereka bagi penduduk Arab. Batas sebelah selatan ialah Mesir, sebelah utara ialah Basrah, sebelah timur ialah Karkuk dan Mausil (Irak), dan sebelah barat ialah Madinah Munawwarah, termasuk Khai-bar yang telah mereka tinggalkan 14 abad yang lalu. Tentulah usaha mereka ini tidak akan berhasil, sebab negara itu tidak berdiri atas dasar keadilan.
Sebagaimana pernah berdirinya negara Kaum Salib di Palestina 100 tahun lamanya, lalu gulung tikar karena usaha pahlawan Islam Salahuddin al-Ayubi. Ayat ini benar-benar telah membayangkan apa yang akan kejadian 14 abad kemudian.
Ayat 65
“Dan sekinanya Ahlul Kitab itu beniman dan bertakwa, niscaya Kami hapuskanlah dari mereka kesalahan-kesalahan mereka."
Sekiranya mereka kembali percaya bahwa agama Allah itu satu, Al-Qur'an adalah lanjutan daripada Taurat dan Injil, Muhammad adalah utusan terakhir sesudha Musa dan Isa Al-Masih, lalu bertakwa, niscaya kesalahan mereka diampuni oleh Allah.
“Dan niscaya Kami masukkanlah mereka ke dalam syurga-yurga kenikmatan."
Ayat 66
“Dan sekiranya mereka itu sungguh-sungguh menegakkan Taurat dan Injil dan apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, niscaya akan makanlah mereka dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka."
Inilah seruan yang sejujur-jujurnya dari Islam. Kalau kamu tidak mau beriman dalam rangka yang ditunjukkan Islam, yaitu bahwa Al-Qur'an adalah melengkapi Taurat dan Injil, dan bahwa Muhammad adalah lanjutan usaha Musa dan Isa, apa boleh buat. Tetapi peganglah benar-benar Taurat bagi Yahudi dan Injil bagi Nasrani, demikian juga apa yang diturunkan kepada mereka dari wahyu yang lain-lain. Meskipun pada mulanya belum mau mengaku, namun apabila dipegang benar-benar isi kitba suci itu, kita pasti bertemu juga. Tetapi mereka tidak mau memegang betul isi kitab mereka.
Orang Kristen pun biarpun mereka belum hendak mengakui Islam, bilamana mereka tegakkan akhlak Al-Masih yang sejati, niscaya akan berhentilah kapitalisme dan imperialisme, sebab orang kaya tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, sebagaimana tidak masuknya unta ke dalam lubang jarum. Niscaya kalau ajaran Injil ini dijalankan, mereka akan mendapat kesuburan, bahkan dunia akan mendapat kemakmuran dan kejayaan, cukup sandang cukup pangan dan nikmat datang dari atas dan dari bawah.
Tetapi siapakah yang akan dapat memungkiri, bila melihat kenyataan, bahwa cinta kasih Isa telah selalu dipergunakan oleh mereka untuk kepentingan penjajahan dan kerakusan. Sehingga kadang-kadang jelas nyata bahwa imperialisme itu adalah gabungan dari tiga rangka. Pertama serbuan militer. Kedua, serbuan Zending dan Misi. Ketiga, serbuan menanam kapital. Sehingga kadang-kadang ada ahli sosiologi bertanya, sudahkah pernah negara-negara penjajah Eropa itu mengamalkan sebagaimana yang diajarkan al-Masih?
Allah sudah menakdirkan berbagai corak agama di dunia ini di zaman sekarang. Orang yang putus asa, yang memandang hanya dari segi filsafat yang materialistis, pernah ada yang mengatakan bahwa terdapatnya agama berbagai macam itu hanyalah membawa perpecahan manusia saja. Saudara St. Takdir Ali Syahbana di dalam satu simposium dan pertukaran pikiran dengan penulis ini ketika membicarakan bahaya buku-buku cabul bagi moral pemuda yang dihadiri banyak orang, pernah mengatakan, bahwa dalam keadaan sekarang ini agama-agama telah gagal dalam memperbaiki akhlak manusia. Sayang dia tidak menjelaskan adakah yang lain akan gantinya, kalau agama telah gagal? Padahal agama tidaklah gagal! Sebab agama itu adalah anutan manusia. Yang gagal menegakkan kedamaian hidup ialah manusia yang beragama itu sendiri, sebab mereka tidak betul-betul menjalankan kitab suci yang mereka pegang. Mereka telah pindah dari menyembah Allah kepada mempertuhankan benda.
Yahudi tidak lagi memegang betul-betul akan Taurat, Nasrani tidak lagi memegang betul-betul akan Injil, dan orang Islam pun telah meninggalkan Al-Qur'an. Sedang orang-orang yang mengakui berdiri semata di atas filsafat, masing-masingnya membuat teori yang baru, lalu melemparkan teori itu ke tengah masyarakat, sedang filsafat itu hanya dibaca dipikirkan oleh golongan yang terbatas.
Orang awam tidak mengerti apa itu filsafat. Orang yang merasa dirinya telah maju berpikir, merasa ragu akan kemampuan agama dan kitab-kitab suci, lalu pindah ke dalam alam filsafat buatan manusia semata, untuk memperdalam dan mengilmiahkan keraguan, sehingga bertambah ragu.
Kemudian sebagaimana adatnya Al-Qur'an yang selalu mendidik umat beriman supaya adil, melanjutkan wahyu itu demikian bunyinya,
“Sebagian dari mereka adalah umat yang adil, dan kebanyakan dari mereka, jahat apa yang mereka amalkan."
Setelah di pangkal ayat diserukan supaya Ahlul Kitab kembali kepada Tauratdan Injil, dan betul-betul memegangnya, jangan dicampuri dengan kebencian dan dendam, atau menolak asal menolak, maka di ujung ayat Allah memberi peringatan kepada umat beriman bahwasanya di kalangan Ahlul Kitab itu bukan tidak ada yang adil; yang di zaman sekarang kita sebut objektif, mencari kebenaran, berluas dada, sehingga ada yang langsung mengakui kebenaran Islam dan masuk Islam, dan ada pula yang terus mempelajari dengan saksama dan menghormati, walaupun tidak masuk. Niscaya memang golongan ini sedikit. Tetapi kian lama kian banyak. Di zaman Rasulullah ﷺ timbullah orang-orang yang seperti ini, baik dari kalangan Yahudi sebagaimana Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, atau di kalangan Nasrani sebagai Adi bin Hatim, yang ketika mula menemui Rasulullah ﷺ masih saja memakai kalung salib pada lehernya, atau sebagai Tamim ad-Dariy seorang pengembara yang luas pengetahuannya dan banyak belajar dan mengetahui agama-agama yang ada pada masa itu, atau Najasyi (Negus) Ashamah di Abisinia. Tetapi golongan yang terbesar tidaklah mau tahu. Mereka tidak mau berganjak dari kefanatikan mereka. Sebab itu berusahalah mereka berbuat macam-macam cara untuk menghalangi Islam.
Sebab kitab mereka, mereka pegang juga tetapi tidak mereka amalkan.
Dan lama-lama orang Islam sendiri pun dijangkiti penyakit itu, Al-Qur'an dibaca hanya untuk dilagukan. Bahkan pernah datang suatu masa, seakan-akan dilarang kembali kepada Al-Qur'an, cukup dengan menerima penafsiran ulama saja.
Dirawikan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Jubair bin Nufair bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“Ada kemungkinan bahwa ilmu aJcan diterbangkan Allah." (HR Ibnu Abi Hatim)
Lalu aku bertanya, “Bagaimana bisa kejadian demikian ya, Rasulullah? Padahal kami selalu membaca Al-Qur'an dan tetap kami ajarkan kepada anak cucu kami?" Maka menjawab Rasulullah, “Dicelakakan engkau oleh ibumu, hai anak si Nufair, padahal aku lihat engkau adalah penduduk Madinah yang paling berpaham. Bukankah engkau lihat Taurat dan Injil itu di tangan Yahudi dan Nasrani? Taurat dan Injil itu tidak ada faedahnya lagi di ta-ngan mereka, setelah perintah Allah mereka tinggalkan."
Hadits ini menjadi bukti bahwa kitab-kitab suci itu baru ada faedahnya bilamana yang memegangnya mengambil hidayah langsung darinya, bukan hanya buat diasap-asap dengan kemenyan.