Ayat
Terjemahan Per Kata
وَتَرَىٰ
dan kamu akan melihat
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
يُسَٰرِعُونَ
mereka bersegera
فِي
di dalam
ٱلۡإِثۡمِ
dosa
وَٱلۡعُدۡوَٰنِ
dan permusuhan
وَأَكۡلِهِمُ
dan makan mereka
ٱلسُّحۡتَۚ
haram
لَبِئۡسَ
sungguh amat buruk
مَا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
(mereka) kerjakan
وَتَرَىٰ
dan kamu akan melihat
كَثِيرٗا
kebanyakan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
يُسَٰرِعُونَ
mereka bersegera
فِي
di dalam
ٱلۡإِثۡمِ
dosa
وَٱلۡعُدۡوَٰنِ
dan permusuhan
وَأَكۡلِهِمُ
dan makan mereka
ٱلسُّحۡتَۚ
haram
لَبِئۡسَ
sungguh amat buruk
مَا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
(mereka) kerjakan
Terjemahan
Kamu akan melihat banyak di antara mereka (Ahlulkitab) berlomba-lomba dalam perbuatan dosa, permusuhan, dan memakan (makanan) yang haram. Sungguh, itulah seburuk-buruk apa yang selalu mereka kerjakan.
Tafsir
(Dan akan kamu lihat banyak di antara mereka) maksudnya orang-orang Yahudi (bersegera) artinya cepat terlibat dalam (berbuat dosa) kedustaan (dan permusuhan) keaniayaan (serta memakan barang yang haram) seperti uang suap dan lain-lain (sungguh, amat buruklah apa yang mereka kerjakan) itu; yakni perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan tadi.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 59-63
Katakanlah, "Wahai Ahli Kitab, apakah kalian memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya? Sungguh kebanyakan dari kalian adalah orang-orang yang fasik.''
Katakanlah (Muhammad), "Apakah akan aku beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut? Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepada kalian, mereka mengatakan, "Kami telah beriman," padahal mereka datang kepada kalian dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kalian) dengan kekafirannya (pula); dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
Ayat 59
Allah ﷻ berfirman, "Wahai Muhammad, katakanlah kepada mereka yang membuat agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan, yaitu dari kalangan orang-orang Ahli Kitab. Apakah kalian memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya?" (Al-Maidah: 59)
Yakni apakah kalian menilai kami salah atau tercela hanya karena itu? Padahal hal itu bukanlah suatu cela atau kesalahan. Dengan demikian, berarti istisna dalam ayat ini bersifat munqathi’, perihalnya sama dengan istisna yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ:
“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Al-Buruj: 8)
“Dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka.” (At-Taubah: 74)
Di dalam sebuah hadits yang kesahihannya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan: “Tidak sekali-kali Ibnu Jamil dicela hanyalah karena dahulunya dia miskin, lalu Allah memberinya kecukupan.”
Firman Allah ﷻ: “Sungguh kebanyakan di antara kalian benar-benar orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 59)
Ayat ini di-'ataf-kan kepada firman-Nya: “Hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya.” (Al-Maidah: 59) Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kami beriman pula, sedangkan kebanyakan dari kalian adalah orang-orang yang fasik. Yang dimaksud dengan fasik ialah keluar dari jalan yang lurus, yakni menyimpang darinya.
Ayat 60
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Apakah akan aku beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah’?" (Al-Maidah: 60)
Yakni apakah harus aku ceritakan kepada kalian pembalasan yang lebih buruk daripada apa yang kalian duga terhadap kami kelak di hari kiamat di sisi Allah? Yang melakukan demikian itu adalah kalian sendiri, karena semua sifat yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya ada pada kalian, yakni: “Yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah.” (Al-Maidah: 60) Dikutuk artinya "dijauhkan dari rahmat-Nya", dan dimurkai artinya "Allah murka kepada mereka dengan murka yang tidak akan reda sesudahnya untuk selama-lamanya.”
“Di antara mereka (ada yang) dijadikan kera dan babi.” (Al-Maidah: 60)
Seperti yang telah disebutkan di dalam surat Al-Baqarah dan seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-A'raf. Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Mugirah ibnu Abdullah, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai kera dan babi, apakah kedua binatang itu berasal dari kutukan Allah. Maka beliau ﷺ menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum atau beliau mengatakan bahwa Allah belum pernah mengutuk suatu kaum lalu menjadikan bagi mereka keturunan dan anak cucunya. Dan sesungguhnya kera dan babi telah ada sebelum peristiwa kutukan itu.”
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dan Mis'ar, keduanya dari Mugirah ibnu Abdullah Al-Yasykuri dengan lafal yang sama.
Abu Dawud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Muhammad ibnu Zaid, dari Abul A'yan Al-Ma'badi, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa kami pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kera dan babi, apakah kera dan babi yang ada sekarang merupakan keturunan dari orang-orang Yahudi yang dikutuk Allah ﷻ. Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak, sesungguhnya Allah sama sekali belum pernah mengutuk suatu kaum, lalu membiarkan mereka berketurunan. Tetapi kera dan babi yang ada merupakan makhluk yang telah ada sebelumnya. Dan ketika Allah murka terhadap orang-orang Yahudi, maka Dia mengutuk mereka dan menjadikan mereka seperti kera dan babi.”
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadits Daud ibnu Abul Furat dengan lafal yang sama.
Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Mahbub, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Ular adalah jin yang telah dikutuk sebagaimana kera dan babi adalah hewan kutukan.” Hadits ini gharib (asing) sekali.
Firman Allah ﷻ: “Dan (orang-orang yang) menyembah tagut.” (Al-Maidah: 60)
Dibaca abadat tagut karena berupa fi'il madi, sedangkan lafal tagut di-nasab-kan olehnya, yakni "dan Allah menjadikan di antara mereka orang yang menyembah tagut.” Dibaca 'abdat tagut dengan di-mudaf-kan artinya adalah "dan Allah menjadikan di antara mereka orang-orang yang mengabdi kepada tagut, yakni pengabdi dan budak tagut.
Ada pula yang membacanya 'ubadat tagut dalam bentuk jamul jami'; bentuk tunggalnya adalah 'abdun, bentuk jamaknya adalah tabidun, sedangkan bentuk jam'ul jami'-nya adalah 'ubudun, perihalnya sama dengan lafal simarun yang bentuk jam'ul jami '-nya adalah sumurun. Demikianlah menurut Riwayat Ibnu Jarir dan Al Amasy. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-A'masy; diriwayatkan dari Buraidah Al-Aslami bahwa ia membacanya wa 'abidat tagut.
Sedangkan menurut qiraat dari Ubay dan Ibnu Mas'ud disebutkan wa abadu. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Ja'far Al-Qari' bahwa dia membacanya walubidat tagut dengan anggapan sebagai maful dari fi'il yang tidak disebutkan fail-nya, tetapi bacaan ini dinilai oleh Ibnu Jarir jauh dari makna. Padahal menurut makna lahiriahnya hal ini tidak jauh dari makna yang dimaksud, mengingat ungkapan ini termasuk ke dalam Bab Ta'rid (Sindiran) terhadap mereka.
Dengan kata lain, telah disembah tagut di kalangan kalian, dan kalianlah orang-orang yang melakukannya. Semua qiraat yang telah disebutkan di atas mempunyai kesimpulan makna yang menyatakan bahwa sesungguhnya kalian, wahai Ahli Kitab, yang mencela agama kami, yaitu agama yang mentauhidkan dan mengesakan Allah dalam menyembah-Nya tanpa ada selain-Nya; maka mengapa timbul dari kalian sikap seperti itu, padahal semua yang telah disebutkan ada pada diri kalian. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Mereka itu lebih buruk tempatnya.” (Al-Maidah: 60)
Yakni lebih buruk daripada apa yang kalian duga dan kalian tuduhkan terhadap kami.
“Dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 60) Ungkapan ini termasuk ke dalam "Bab Pemakaian Afal Tafdil Tanpa Menyebutkan Pembanding Pada Sisi Yang Lainnya"; perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman lainnya, yaitu: “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” (Al-Furqan: 24)
Ayat 61
Firman Allah ﷻ: "Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula).” (Al-Maidah: 61)
Demikianlah sifat-sifat orang-orang munafik dari kalangan mereka, yaitu bahwa mereka berdiplomasi dengan kaum mukmin pada lahiriahnya, sedangkan dalam batin mereka memendam kekafiran. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Padahal mereka telah datang.” (Al-Maidah: 61)
Yakni kepadamu, wahai Muhammad.
“Dengan kekafirannya.” (Al-Maidah: 61)
Yaitu seraya memendam kekafirannya di dalam hati mereka, kemudian mereka pergi darimu dengan membawa kekafirannya pula. Pengetahuan yang telah mereka dengar darimu sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi mereka, dan tiada bermanfaat bagi mereka semua nasihat dan peringatan. Karena itulah Allah ﷻ berfirman:
“Dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula).” (Al-Maidah: 61)
Allah ﷻ mengkhususkan sebutan ini hanya bagi mereka, bukan selain mereka.
Firman Allah ﷻ: “Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (Al-Maidah: 61)
Yakni Allah mengetahui semua rahasia mereka dan apa yang tersimpan di dalam dada mereka, sekalipun mereka menampakkan di mata makhluk hal yang berbeda dengan batin mereka dan memulas diri dengan hal-hal yang bertentangan dengan hati mereka. Karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua yang gaib dan yang nyata, Allah lebih mengetahui dari diri mereka sendiri, dan kelak Allah akan memberikan balasan hal tersebut terhadap mereka dengan pembalasan yang sempurna.
Ayat 62
Firman Allah ﷻ: “Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram.” (Al-Maidah: 62)
Mereka bersegera melakukan tindakan tersebut, yakni mengerjakan semua hal yang berdosa dan hal-hal yang diharamkan serta menzalimi orang lain dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
“Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah: 62)
Yaitu alangkah buruknya perbuatan yang mereka kerjakan dan alangkah jahatnya perbuatan zalim yang mereka lakukan itu.
Ayat 63
Firman Allah ﷻ: “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah: 63)
Yakni mengapa para penguasa dan pendeta-pendeta mereka tidak mau melarang mereka melakukan hal tersebut. Yang dimaksud dengan rabbaniyyun ialah para penguasa yang juga orang alim mereka, sedangkan yang dimaksud dengan pendeta adalah para ulama saja.
“Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah: 63)
Yaitu karena para penguasa dan para pendeta itu tidak mau melarang pengikut mereka dari hal tersebut. Demikianlah menurut penafsiran Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dikatakan demikian kepada mereka di saat mereka tidak melakukan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dan di saat mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Abdur Rahman ibnu Zaid melanjutkan perkataannya bahwa memang kenyataannya demikian; mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan, padahal mereka mengetahui bahwa itu diharamkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Khalid ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an tiada suatu ayat pun yang sangat keras celaannya selain dari ayat ini, yaitu firman-Nya: “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” Demikianlah menurut qiraat yang diutarakan oleh Ibnu Abbas, kata Ibnu Jarir.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dhahhak, "Tiada suatu ayat pun dalam Al-Qur'an yang lebih aku takuti daripada ayat ini, yaitu bila kami tidak melakukan nahi munkar." Demikianlah menurut Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, demikian pula Yunus ibnu Habib bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Abul Waddah, telah menceritakan kepada kami Sabit ibnu Sa'id Al-Hamdani, bahwa ia pernah menjumpainya di Ar-Ray, lalu ia menceritakan sebuah atsar dari Yahya ibnu Ya'mur yang menceritakan bahwa Ali ibnu Abu Thalib berkhotbah.
Dia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah ﷻ, kemudian berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian hanyalah karena mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat dan para pendeta serta para penguasa mereka tidak melarangnya. Setelah mereka berkepanjangan dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka azab datang menimpa mereka. Karena itu, ber-amar ma'ruf-lah kalian dan ber-nahi munkar-lah kalian, sebelum azab yang pernah menimpa mereka menimpa kalian. Dan perlu kalian ketahui bahwa melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar itu tidak akan memutuskan rezeki dan tidak akan menyegerakan ajal."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tidak sekali-kali suatu kaum yang di hadapan mereka terdapat orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka, padahal mereka lebih kuat dan lebih perkasa daripada dia, lalu mereka tidak mencegahnya, kecuali Allah menimpakan azab kepada mereka karena ulah orang itu.”
Hadits tersebut bila ditinjau dari segi ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Abu Dawud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari Jarir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiada seorang pun dalam suatu kaum mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka suatu azab sebelum mereka mati.”
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Waki dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya dengan lafal yang sama. Al-Hafidzh Al-Mazzi mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah, dari Abu Ishaq, dengan lafal yang sama.
Selanjutnya Allah memberikan informasi kepada nabi dan rasul-Nya, Kamu, wahai Nabi Muhammad, akan melihat banyak di antara mereka, yaitu orang Yahudi yang berlomba dalam berbuat dosa, menimbulkan permusuhan, baik di antara mereka sendiri maupun dengan orang mukmin, dan memakan yang haram tanpa menghiraukan syariat yang telah ditetapkan Tuhan. Sungguh, sangat buruk apa saja yang telah mereka perbuat dan yang mereka kerjakan. Di antara sebab dari perbuatan buruk yang dilakukan orang-orang Yahudi itu adalah karena mereka tidak mendapat peringatan dari pendetanya. Karena itu muncul pertanyaan mengapa para ulama Yahudi dan para pendeta mereka, setelah mengetahui perilaku masyarakat, tidak melarang mereka yang sering mengucapkan perkataan bohong dan terbiasa memakan yang haram' Bila terus dibiarkan, sungguh, hal itu merupakan kebiasaan yang sangat buruk dan apa yang mereka perbuat merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Allah.
Ayat ini menjelaskan pula sesuatu yang maksudnya sebagai berikut: "Dan engkau ya Muhammad, akan melihat banyak di antara orang-orang Yahudi menjadikan agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan. Mereka segera melanjutkan dan meneruskan perbuatan dosa dan permusuhan, dengan perkataan, seperti mengejek, menghina, membohong dan sebagainya. Selain itu mereka senantiasa makan yang haram, seperti riba, uang suap, korupsi dan sebagainya.
Selanjutnya Allah berfirman yang maksudnya: "Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan itu", karena pada hakikatnya mereka telah menenggelamkan diri sendiri ke dalam lautan kejahatan yang tidak berpantai, sehingga mereka tidak dapat ditolong lagi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Soal pemimpin memang soal penting. Sebab itu peringatan Allah tidak cukup satu kali saja, bahkan diperingat dan diperingatkan lagi. Terutama kalau kita tilik suasana di waktu turunnya ayat. Islam sedang dibangun, disiplin mesti kuat. Sebab itu Allah berfirman,
Ayat 57
“Wahai orang-orang yang beriman!"
Wahai orang-orang yang telah mengakui dirinya percaya kepada pimpinan Allah dan Rasul, “Janganlah kamu ambil orang-orang yang telah menjadikan agama kamu sebagai ejekan dan main-main (yaitu) dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu itu." Yahudi dan Nasrani. Dan yang terlebih banyak berdiam di Madinah di waktu itu ialah orang-orang Yahudi, “Dan orang-orang yang kafir." Yaitu kaum musyrikin penyembah berhala, yang pada waktu itu kedua golongan itu masih saja mengejek-ejek Islam dan mengambil jadi main-main, padahal orang beriman telah memegangnya sungguh-sungguh. Kadang-kadang suatu ayat Allah dengan maksud baik, mereka artikan dengan salah. Misalnya ayat perkara Allah menyeru orang yang beriman memberikan pinjaman yang baik kepada Allah; mereka artikan bahwa menurut ajaran Islam Allah itu miskin, sehingga minta pinjam, (lihat kembali tafsir ayat 245 surah al-Baqarah, dan ejekan Yahudi pada surah Aali ‘Imraan ayat 181) Atau ejekan kaum musyrikin tentang tulang-tulang dalam kubur akan diberi berdaging dan dihidupkan kembali. (Lihat surah Yaasiin ayat 78) Maka janganlah kamu ambil mereka, “Akan jadi pemimpin-pemimpin." Artinya, bolehlah kamu bergaul baik dengan mereka, berniaga, berjual-beli, tetapi urusan kepercayaan, urusan agama, jangan sekali-kali diminta pendapat mereka, karena mereka sudah nyata tidak percaya, bahkan mengejek dan mempermain-mainkan.
“Dan takwalah kepada Allah, jika memang kamu orang-orang yang beriman."
Sebab kalau seorang Mukmin mendengar perkataan-perkataan yang mengejek agama atau mempermain-mainkan perintah Allah, salah satu dari dua akan bertemu, Pertama, timbul marah dan timbul perkelahian, aki-batnya tidaklah diinginkan. Sebagaimana telah terjadi di pekan Bani Qainuqa', ketika perempuan beriman diganggu orang, maka seorang Mukmin naik darah, timbul perkelahian dan membawa kepada peperangan. Sebab itu lebih baik dielakkan hal-hal yang akan menyinggung perasaan keagamaan itu. Atau timbul bahaya yang kedua, yaitu karena tenggang-menenggang, lalu dibiarkan saja. Ini pun lebih berbahaya bagi ketakwaan seorang Mukmin. Maka dari jauh hari jagalah takwa, jangan mengambil mereka jadi pemimpin, walaupun dalam urusan kecil saja, asal berkenaan dengan keagamaan.
Ayat 58
“Dan apabila kamu seru mereka kepada shalat, mereka ambillah dia jadi ejekan dan main-main. Yang demikian itu ialah karena mereka adalah satu kaum yang tidak mempunyai akal."
Menurut riwayat dari as-Suddi, pernah kejadian di Madinah, seorang Nasrani benci sekali mendengar adzan. Asal terdengar orang menyerukan shalat dengan adzan, sampai pada ucapan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah," dia menyumpah-nyumpah dan berkata, “Biar dibakar Nabi palsu itu!" Begitulah dilakukannya tiap-tiap terdengar adzan. Tiba-tiba pada suatu malam, sedang dia dan keluarganya enak tidur, masuklah pelayannya ke dalam kamar mengambil apa-apa. Dan tiba-tiba tertumpah minyak pelita yang dipegangnya, terus menyala, kena kain-kain dan api tidak dapat dipadamkan lagi; terbakarlah rumah itu seluruhnya, dia sendiri dan keluarganya, sebelum mereka sempat lari.
Di dalam ayat ini nyatalah bahwa orang-orang yang sampai mengejek adzan itu nyatalah orang yang kurang akal, kurang pikir.
Orang lebih tidak setuju dengan Islam, tidak mau masuk Islam. Dalam agama tidak ada paksaan. Tetapi kalau sudah berani mengejek dan memain-mainkan upacara agama sebagaimana adzan itu, nyatalah dia orang yang tidak beradab. Maka terkenanglah kita akan salah satu sebab terjadinya pemberontakan Haji Wasith di Cilegon di akhir abad kesembilan belas. Yaitu seorang pegawai Pemerintah Belanda menyuruh runtuhkan menara sebuah langgar, karena tiap pagi terganggu kesenangan tidurnya mendengar suara adzan dari langgar itu. Oleh pegawai bawahan orang Banten sendiri perintah itu dilaksanakan, menara diruntuh. Akhirnya terjadilah pemberontakan Cilegon yang terkenal. Belanda sombong dan pegawai penjilat itu habis disembelih orang. Meskipun pem-berontakan itu dapat dibasmi, namun salah satu sebabnya ialah kekurangan akal Belanda tadi memikirkan akibat perbuatannya.
Terkenang pula kita akan suatu kekacauan yang timbul di Makassar pada tanggal 1 Oktober 1967, sampai gereja-gereja dalam kota itu dilempari orang dengan batu dan alat-alat di dalamnya dirusakkan oleh pemuda-pemuda Islam. Sebabnya ialah karena seorang pendeta yang tidak mau tahu adab sopan santun beragama mencerca Nabi Muhammad ﷺ dan mengatakan beliau berzina, dan dikatakannya pula bahwa Nabi Muhammad adalah seorang manusia yang bodoh karena tidak tahu menulis dan membaca. Niscaya pemuda-pemuda Islam di Makasar marah, sampai gereja-gereja itu dirusakkan dan ada yang sampai dihancurkan. Maka berkaok-kaoklah orang-orang Kristen seluruh Indonesia meminta tolong, meminta SOS ke seluruh dunia Kristen, karena bangsa Indonesia yang memeluk agama Islam tidak mengenal toleransi. Maksud mereka dengan toleransi adalah apabila umat Islam ber-diam diri saja jika rasa keagamaannya disentuh. Dan tidak mereka salahkan seorang penganutnya sendiri yang telah mencapai kedudukan pendeta, tetapi tidak mengenai sopan-santun.
Padahal sebaliknya, orang Nasrani pun banyak tertarik untuk mendengarkan suara adzan yang merdu. Penulis teringat di Padang Panjang kira-kira tahun 1912 seorang Sersan Ambon tiap senja berjalan-jalan ke muka surau jembatan Besi di Padang Panjang karena dirayu oleh suara adzan. Lama-lama dia datang ke masjid dan menyatakan dirinya ingin memeluk Islam, karena suara adzan amat merayu hatinya. Setelah ia pensiun dari serdadu, dia pun menjadi seorang Islam yang baik di Tanah Pelambik Padang Panjang. Lama hal ini menjadi buah mulut orang di sana, tentang pengaruh adzan.
Kita pun teringat pula akan kejadian pada tahun 1961. Yaitu seorang gadis Cina yang telah memeluk agama Kristen, menjadi sahabat dari anak perempuanku. Perasaannya yang amat halus selalu tergetar mendengarkan suara adzan. Sehingga suara adzan itulah yang menarik hatinya buat memeluk agama Islam. Gadis itulah yang kemudian terkenal namanya dengan Mardhiah Hayati. Sampai setelah dia mendirikan rumah tangga, bersuami dan beranak-anak, dia menjadi seorang Muslimah yang baik.
MENGATUR EJEKAN KEPADA ISLAM
Dengan sebab kedatangan Islam, sungguh-sungguh terdesaklah kepercayaan Kristen tentang Allah itu, ialah, “Satu dalam tiga dan tiga dalam satu," dan bahwa Isa al-Masih itu adalah anak Allah, atau bahwa Allah itu adalah Isa al-Masih. Padahal agama Kristen, bukan lagi agama Allah, melainkan agama pendeta-pendeta, merekalah yang berkuasa memutuskan suatu kepercayaan tentang Allah.
Hujjah atau alasan aqidah dalam Islam teguh dan payah digoyahkan. Sedang kepercayaan Kristen diwajibkan terlebih dahulu membekukan akal, baru kepercayaan diletakkan.
Kalau begini keadaannya, sudah terang Kristen bisa terdesak. Lalu dicarilah akal lain, untuk menentang kemajuan pengaruh Islam.
Kalau ditilik dalam perjalanan sejarah, belum pernah Kristen mengalahkan Islam dan mendesaknya dengan mempergunakan hujjah dan alasan. Melainkan dengan kekerasan, penipuan, pendustaaan, dan membuat berbagai kebohongan.
Dahulu tidaklah dapat orang Kristen Eropa menahan hatinya melihat pesatnya kemajuan Islam itu, lalu mereka adakan Perang Salib supaya Islam dapat dibunuh pada tempat tumbuhnya sendiri. Bagaimana akal agar orang Eropa mau diajak pergi memerangi Islam?
Tidak lain jalan hanyalah membuat kabar bohong, ejekan, hinaan, dan kata yang tidak-tidak tentang Islam. Pendeta-pendeta di zaman itu, sama dengan kaum Komunis di zaman sekarang, mereka tidak keberatan menyusun kabar-kabar bohong asal untuk mengalahkan musuhnya. Bunyi Injil yang menyuruh berkata jujur tidak dipakai sama sekali. Dikatakan bahwa orang Islam itu adalah musyrik penyembah berhala. Di dalam Ka'bah yang di Mekah itu ada sebuah berhala bernama Tarfagar. Dan ada sebuah berhala lagi bernama Mahound, sedang pokok kata Hound dalam bahasa Jerman ialah anjing. Maka berhala yang disembah orang Islam itu ialah anjing dan anjing itu ialah Muhammad.
Beratus-ratus tahun ajaran pendeta yang suci ini memengaruhi pandangan orang Kristen terhadap Islam.
Apakah akibat kebohongan yang diatur ini?
Setelah Perang Salib berlaku sampai 200 tahun, sampai Baitul Maqdis dapat dikuasai Kristen hampir 100 tahun, akhirnya mereka dapat juga diusir dari negeri Islam. Setelah mereka pulang ke Eropa dengan sendirinya timbullah pemberontakan kepada gereja.
Tingkat pertama ialah meminta perubahan dalam gereja sendiri, meminta dibatasi kekuasaan pendeta. Timbul pemberontakan Protestan kepada Katolik. Martin Lutther telah membantah sekeras-kerasnya kekuasaan pendeta Katolik yang tidak terbatas selama ini. Sampai timbullah perpecahan agama yang sangat mendalam hingga kepada hari ini di antara kedua golongan itu. Meskipun Martin Luther sebagai orang Kristen tetap membenci Islam dan Muhammad, namun dengan tidak disadarinya dia telah terpengaruh oleh ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa kerusakan Kristen ialah karena mereka telah mengambil pendeta-pendeta mereka jadi Tuhan selain Allah.
Kemudian timbullah pemberontakan ahli filsafat, ahli ilmu pengetahuan, dan pikiran bebas kepada gereja, sehingga akhirnya gereja dipisahkan orang dari perkembangan ilmu, bahkan akhirnya gereja dipisahkan orang dari pemerintahan. Karena kalau kaum gereja dibawa memerintah, mereka ingin selalu jadi diktator.
Kemudian dengan kekuasaan industri dan kapital, bangsa Barat datang menjajah negeri-negeri Islam. Untuk kepentingan penjajah, agama Kristen dipakai. Meskipun di negerinya sendiri dia mulai hilang cahaya, tetapi untuk kepentingan menjajah, Kristen diperlukan.
Kalau diambil ensiklopedi, lalu dicari arti Zending, niscaya akan bertemu bahwa asal mula terbit zending ialah karena orang-orang fanatik agama di Barat tidak mau memberi bantuan penjajahan dengan uang, kalau tidak dikatakan bahwa perjalanan mereka bukan untuk mencari rempah-rempah, melainkan untuk Mission Sacre. Tugas suci menyebarkan ajaran Kristen.
Maka disambunglah kembali berita-berita bohong, ejekan, penghinaan, propagarda curang yang telah dimulai di zaman Perang Salib tadi. Di sinilah dipergunakan tenaga kaum cerdik pandai yang diberi nama Orientalis, yang berarti sarjana-sarjana yang mempelajari dengan mendalam keadaan-keadaan di Timur.
Maka keluarlah basil penyelidikan “Ilmiah" tentang Islam, lalu diajarkan kepada pemuda-pemuda Islam dalam negerinya yang telah terjajah itu.
Inilah cara-cara yang dipakai oleh zending -zending dan orientalis-orientalis Kristen untuk menghadapi umat Islam.
1. Nabi Muhammad itu adalah kepala perampok.
2. Muhammad itu adalah seorang yang goblok, karena tidak pandai menulis dan membaca.
3. Al-Qur'an itu bukan wahyu Ilahi, melainkan hanya dikarang oleh Muhammad (padahal tadi menurut ilmiah, Muhammad itu bodoh karena tidak pandai tulis dan baca. Tetapi dengan ilmiah pula dikatakan bahwa Al-Qur'an itu hanyalah karangan Muhammad)
4. Muhammad mengharamkan babi, sebab menurut ilmiah Muhammad sangat suka daging babi.
5. Agama Islam hanya cocok buat orang Arab tukang unta.
6. Agama Islam disebarkan dengan kekerasan pedang.
7. Agama Islam biadab, sebab dia menyuruh-kan orang kawin sampai berempat.
8. Ketika dalam perlawatannya ke Syam, Muhammad itu pernah berguru agama Kristen kepada seorang pendeta Kristen yang telah murtad. Sebab itu maka agama Islam itu adalah plagiat dari Muhammad terhadap agama Kristen dan Yahudi, lalu diputarbaliknya di sana-sini.
9. Kalau orang Islam di negeri Islam hendak maju, hendaklah mereka meninggalkan Islam. Coba tengok orang Barat! Mereka lebih maju karena mereka Kristen.
10. Ditanamkan perasaan rendah harga diri dalam negeri-negeri terjajah.
11. Diajarkan agama Islam dalam sekolah-sekolah pemerintah penjajah, yang dikarang oleh Orientalis tadi, sehingga orang Islam yang bersekolah di sana mendapat penerangan tentang Islam dari musuh-musuh Islam. Sampai kebanyakan mereka menjadi pengejek pula bagi agama pusaka nenek moyangnya sendiri.
12. Diajarkan secara halus apa yang dinamai nasionalisme. Dan hendaklah nasionalisme diputuskan dengan Islam. Sebab itu bangsa Indonesia hendaklah lebih mencintai Gajah Mada daripada mencintai Raden Fatah. Orang Mesir lebih memuja Fir'aun daripada mengagungkan sejarah Islam. Orang Iran jangan sampai terlalu mencintai Muhammad, sebab Muhammad itu bukan orang Iran. Tetapi hendaklah mengagungkan Cyrus, Kaikobad, Nusyir-wan, dan sebagainya.
Dengan begini mereka mengharap bahwa yang akan mempermain-mainkan islam dan mengejek Islam ialah orang Islam sendiri. Sampai kepada yang berkecil-kecil datang ejekan kepada segala yang berbau Islam. Sampai mata orang senang melihat jubah orang Katolik dan mengejek melihat serban dan jubah haji.
Sekarang datanglah lanjutan ayat,
Ayat 59
“Katakanlah, ‘Wahai Ahlul Kitab, bukankah kebencianmu kepada kami itu hanyalah kanena kami beriman kepada Allah dan apa yang ditmunkan kepada kami dan apa yang ditmunkan sebelumnya.'“
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain dari Ibnu Abbas, bahwa beberapa orang Yahudi mendatangi Rasulullah ﷺ. Di antara mereka ialah Abu Yasir bin Akhthab, Rafi bin Abu Rafi, Ari, Zaid, dan Khalid, dan Tzar bin Abu Tzar, dan Wasi. Maka bertanyalah mereka kepada beliau Muhammad ﷺ tentang siapa-siapa Rasul Allah yang beliau imani, lalu beliau jawab bahwa beliau beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Isma'il, Ishaq dan Ya'qub, dan anak cucu (asbath) dan beriman juga kepada apa yang
diturunkan kepada nabi-nabi yang lain, tidak seorang juga di antara mereka yang kami beda-bedakan; dan semuanya menyerah diri kepada Allah. Demikianlah jawab Rasulullah ﷺ. (Sebagaimana yang tersebut di dalam surah Aali ‘Imraan ayat 84) Mendengar jawab Nabi ﷺ yang demikian itu, yang tersebut padanya nama Nabi Isa alaihissalam mereka menggelengkan kepala dan menyatakan bahwa kami tidak percaya kepada Isa itu; dia bukan rasul!
■ Kata Ibnu Abbas, inilah sebab turunnya ayat yang tengah kita tafsirkan ini
278 Bukankah kebencian kamu kepada kami itu karena kami percaya akan segala kitab dan tidak membeda-bedakan Nabi Allah? Mereka tidak mau percaya kepada Nabi Isa, karena tuduhan mereka yang sangat hina kepada beliau. Maka diterangkanlah keadaan mereka itu di ujung ayat,
“Dan bahwasanya kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Mereka kebanyakan adalah fasik, yaitu durhaka. Itu sebabnya maka mereka benci kepada Nabi Muhammad ﷺ dan kepada agama yang diajarkan beliau. Karena fasik mereka, benci mereka mendengar nama Nabi Isa, seorang di antara Rasul utama dari Allah. Padahal hanya semata-mata kebencian, bukan karena alasan yang tepat dan benar. Orang yang menuduh seorang Rasul Allah anak zina, adalah fasik. Diajukan pertanyaan kepada mereka, “Karena itukah kamu benci kepada kami? Memang terlalu kamu!"
Ayat 60
“Katakanlah, ‘Maukah aku beritakan kepada kamu, apa yang lebih jahat balasannya di sisi Allah dari yang demikian itu?'“
Sampai kamu mempermain-mainkan, mengejek dan mengolok agama kami? Sampat kamu mengejek dan memperolok-olok adzan?
Maukah kamu tahu apa balasan yang lebih jahat buat kamu atas perangai kamu itu? “Ialah orang-orang yang telah dilaknat oleh Allah dan murkalah Dia kepadanya, dan Dia jadikan mereka kera-kera dan babi-babi dan penyembah thagut." Itulah aqidah untuk laknat Allah kepada tukang cemooh, mengejek, mengolok, dan mempermain-mainkan. Mereka dikutuk dilaknat menjadi monyet, menjadi babi, dan menyembah Thagut, berhala atau manusia yang diberhalakan. Dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 65, sudah juga kita bincangkan bahwa karena mereka melanggar peraturan libur di hari Sabtu, mereka telah dijadikan kera-kera, monyet-monyet dan beruk, sebagian besar ahli tafsir mengatakan memang diubah mereka jadi beruk, disumpah jadi monyet, Tetapi tersebut di dalam tafsir ad-Durrul Mantsur, dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim, maksud kata dilaknat jadi monyet yang hina itu ialah hati mereka dijadikan sudah serupa hati monyet, mencemooh, menjijir, mencibir. Sama juga dengan perumpamaan jadi keledai memikul kitab-kitab.
Perangai monyet ialah mencibir, mengejek, mencemooh. Perangai babi ialah ke mana pun dia berkeliling, namun perhatiannya tidak lain hanyalah tempat-tempat yang kotor, pe-lembahan yang jijik, dan kalau bertemu bangkai, bangkai pun dimakannya. Mereka tidak mau menyembah Allah dengan betul, tetapi mereka hendak menyembah juga, akhirnya thagutlah yang mereka sembah, yaitu segala tingkah laku yang melampaui batas,
“Mereka inilah orang-orang yang jahat tempatnya, dan yang telah terlalu sesat dari kelurusan jalan."
Disebut di sini pada tempat mereka ialah sejahat-jahat tempat. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh lingkungan (milieu) membentuk pekerti manusia, berkelompok sendiri-sendiri, memencil, dan menyangka bahwa awak saja yang benar, tidak insaf bahwa
jalan yang ditempuh sudah terlalu tersesat jauh. Oleh sebab itu, maka berturut-turutlah kesalahan dan kejahatan lain sebagai aqidah dari kesesatan pertama, yang disebutkan pada ayat-ayat berikut,
Ayat 61
“Dan apabila mereka datang kepada kamu, mereka pun berkata, ‘Kami telah beriman."
Mudah saja menyebut dengan mulut, iman, iman, sesudah menyebut dan mengucapkan kata ejekan dan mencemooh juga. “Padahal sesungguhnya mereka telah masuk dengan kekafiran, dan mereka pun telah keluar dengan itu juga." Masuk ke majelis Rasul dengan kafir, dan keluar pun tetap dengan kafir, belum pernah hati mereka merasai apa yang dikatakan iman itu dan tidak akan iman sekali juga, walaupun berkali-kali masuk dan berkali-kali keluar.
“Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan."
Oleh sebab itu, maka nyatalah bahwa bantahan-bantahan mereka selama ini terhadap seruan Rasul, bukanlah dari satu keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena perselisihan-perselisihan pendapat adalah yang biasa, dan boleh dibicarakan dengan baik.
Apatah lagi agama bukanlah paksaan. Tantangan mereka ini, yang menjadi pokok ialah kerusakan akhlak, tidak lain. Sebab itu segala gerak-gerik mereka timbul dari hati jahat.
Ayat 62
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka berlomba-lomba dengan dosa dan permusuhan dan memakan yang haram."
Kalau mereka telah berkumpul sesama mereka, maka yang mereka rencanakan selain dari mengejek dan main-main ialah bicara hal dosa. Yaitu segala perkataan atau perbuatan yang akan mencelakakan sendiri bagi yang mengatakannya; dan permusuhan karena
dengki, aniaya, dan melanggar batas-batas yang akan merusak kepada orang lain, dan makan yang haram, di antaranya ialah uang suap, korupsi, mencari segala macam kekayaan, walaupun dengan menipu, mengicuh, makan riba. Mereka berlomba, bersicepat, dahulu-mendahului mengejar yang tiga itu. Asal ada yang menegur, maka yang menegur itu mereka ejekkan dan permainkan.
“Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan."
Buruk akibatnya bagi keruntuhan mereka sendiri. Orang-orang semacam inilah yang mencoba menghalangi kebenaran dan benci kepada kejujuran. Akhlak mereka kian rusak. Sebab itu mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri, sebagaimana kurang-kurang sopannya pemuda-pemuda Bani Qainuqa', menarik-narik kain orang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka. Atau Bani Nadhir yang hendak menjatuhkan lesung batu menimpa Rasulullah, atau Bani Quraizhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan Qurasiy ketika peperangan Khandaq. Maka kehancuran golongan-golongan Yahudi di Madinah waktu itu, sampai direbut benteng pertahanan mereka yang terakhir di Khaibar adalah akibat dari kerusakan akhlak mereka sendiri. Jika ditilik semua sebab keruntuhan mereka, sebab yang terbesar ialah akhlak itu.
Ayat selanjutnya menyesali karena tidak adanya kekuasaan atau wibawa pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka atas mereka.
Ayat 63
“Mengapa tidak melarang akan mereka pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka dari kata-kata dosa mereka itu."
Sudah sampai demikian kerusakan akhlak anak buah mereka, mengapa pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka diam saja? Mengapa tidak mereka tegur padahal
sudah sampai ke puncak kejahatan itu. Berlomba berbuat dosa, berlomba mencari permusuhan, memakan harta tidak peduli halal haram, mengejek orang sedang adzan. Padahal meskipun orang-orang ini tidak ada yang menunjuk mengajari. Oleh sebab itu, dalam segala kerusakan ini, pendeta-pendeta dan orang-orang alim, sangatlah bertanggung jawab,
“Sungguh buruklah apa yang telah mereka perbuat itu."
Berkata, Habru Hadzihil Ummah (Gelar Ibnu Abbas: Pendeta umat ini), “Tidak terdapat dalam Al-Qur'an ayat yang sampai sekarang ini." Artinya ayat ini adalah satu hardikan keras kepada ulama, apabila mereka telah lalai memberi bimbingan dan petunjuk, dan tidak lagi menjalankan amar ma'ruf nahi munkar.
Sebagaimana kata Ibnu Abbas dan Hudzaifah yang pernah kita salinkan dahulu dari ini, janganlah kita seenaknya saja melemparkan segala yang pahit-pahit untuk Bani Israil dan yang manis-manis saja buat kita. Ayat ini adalah peringatan bahwasanya keruntuhan akhlak umat, sebagian besar terpikul tanggung jawabnya ke atas pundak ulama. Umat salah berbuat dosa karena bodohnya, namanya saja pun orang awam. Tetapi ulama berdiam diri adalah lebih salah, karena mereka tahu. Sebab itu di ayat 62 diterangkan bahwa amat jahatlah pekerjaan orang-orang awam itu, sedang di ayat 63, diterangkan bahwa amat jahat pulalah apa yang telah diperbuat oieh pendeta dan orang alim mereka! Apa saja yang mereka kerjakan?
Maka dapatlah kita memahamkan bahwa ulama itu di dalam Islam bukanlah semata-mata berarti orang pandai, orang alim atau sarjana; melainkan merangkap juga menjadi pemimpin ruhani orang banyak. Ulama-ulama Yahudi menghafal ayat Taurat, karena membangkang memegang hukum, tetapi kalau hukum akan mengenai orang besar-besar, mereka segan. Padahal, apakah tidak mungkin perangai ini pun menimpa kepada ulama Islam sendiri? Berapa banyak ulama yang tekun menghafal Al-Qur'an, Hadits, fiqih, dan sebagainya, tetapi mereka tidak mau turun ke bawah, kepada orang awam buat memimpin ruhani mereka dan akhlak mereka. Oleh Imam Ghazali, ulama-ulama yang tidak melakukan amar ma'ruf, nahi munkar, diberi cap Ulamaus Su'u, ulama jahat. Karena kalau mereka mengaku waratsatul anbiya, menerima waris Nabi, tidaklah boleh mereka menyia-nyiakan waris itu.